Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN FARMAKOLOGI

PECOBAAN 4
UJI ANTIDIARE DAN LAKSANSIA SECARA IN VIVO

Disusun Oleh :

Nama : Ica Santika

Nim: P07120119062

Prodi : D3 KeperawatanTk 2B

POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN MATARAM
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN MATARAM
T.A 2019/2020
UJI ANTIDIARE DAN LAKSANSIA SECARA IN VIVO

I. Tujuan :
Mengenal dan mempraktekkan uji anti diare dan uji laksansia menggunakan metode
transit intestinal.
II. TEORI DASAR
Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200mg/hari) yang dapat
dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi BAB, tidak enak pada perinal,
dan rasa terdesak untuk BAB dengan atau tanpa inkontenensia fekal. Terdapat lima
jenis klinis penyakit diare, antara lain :
1. Diare akut
Diare ini bercampur dengan air, memiliki gejala yang datang tiba-tiba dan berlangsung
kurang dari 14 hari. Bila mengalami diare akut, penderita akan mengalami dehidrasi dan
penurunan verat badan jika tidak diberikan makan dan minum
2. Diare kronik
Diare yang gejalanya berlangsung lebih dari 14 hari yang disebabkan oleh virus, bakteri
dan parasit maupun non infeksi
3. Diare akut bercampur darah
Selain intensitas buang air besar meningkat, diare ini dapat menyebabkan kerusakan usus
halus, sepsis yaitu infeksi bakteri dalam darah, malnutrisi atau kurang gizi dan dehidrasi
4. Diare persisten
Gejalanya berlangsung selama lebih dari 14 hari.Dengan bahaya utama adalah
kekurangan gizi.
5. Diare dengan kurang gizi berat
Diare ini lebih parah dengan diare yang lainnya, karena mengakibatkan infeksi yang
sifatnya sistemik atau menyeluruh yang berat, dehidrasi, kekurangan vitamindan mineral
bahkan bisa mengaibatkan gagal jantung (Daldiyono,1990).
Diare dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti konsumsi laksatifyang berlebihan,
infeksi usus oleh mikroorganisme, konsumsi makanan dengan kadar bumbu yang
melebihi batas, kekurangan enzimpencernaan, gangguan inflamasi pada usus dan
gangguan iritasi pada usus (jitowiyono, sugeng. 2012)
Anti diare yang idela :
Harus bekerja cepat, tidak menyebabkan konstipasi, mempunyai indeks terapeutik yang tinggi,
tidak mempunyai efek buruk terhadap sistem saraf pusat, tidak menyebabkan ketergantungan.
(wijayaningsih, kartika sari, 2013).
BAB I
PENDAHULUAN
Diare adalah suatu keadaan dimana frekuensi defekasi melebihi frekuensi normal dengan
konsistensi feses yang encer.Diare dapat bersifat akut atau kronis, dan penyebabnnya bermacam-
macam. Diare akut dapat disebabkan oleh infeksi dengan bakteri seperti Escherichia coli, ,
Sphighella sp., Salmonella sp., Vibrio cholera, Virus amuba seperti Staphylococcus aureus,
Clostridium welchii yang mencemari makanan. Sedangkan diare kronis mungkin berkaitan
dengan berbagai gangguan gastrointestinal.Adapula diare yang berlatar belakang kelainan
psikosomatik, alergi oleh makanan atau obat-obat tertentu, kelainan pada sistem endokrin dan
metabolisme, kekurangan vitamin dan sebagai akibat radiasi.
Diare dapat melemahkan penderitanya karena tubuhnya kehilangan banyak energi cairan dan
elektrolit tubuh, sehingga memerlukan terapi pengganti dengan cairan dan elektrolit serta kalori,
obat antibakteri atau antiamuba tergantung penyebab diare, maupun obat-obat lain yang bekerja
memperlambat peristaltik usus, menghasilkan spasme dan nyeri, atau menenangkan.
Sedangkan sembelit atau obstipasi adalah gejala proses defekasi yang bermasalah yang dapat
didefinisikan sebagai berikut : defekasi tidak lancar dan tidak teratur. Dapat disebabkan karena
kurang minum atau terlalu sedikit makan bahan makanan yang dapat memperbesar isi usus
seperti serat dalam sayur yang tidak dapat dicerna.Selain itu dapat juga disebabkan karena
ketegangan saraf dan emosi sehingga menyebabkan kejang pada ususnya dan juga karena efek
samping dari penggunaan obat-obat seperti atropine dan zat-zat parasimpatolitik lainnya, candu
dan alkaloida-alkaloidanya serta beberapa garam logam (bismuth, besi dan kalsium).
Protokol penapisan terarah aktivitas anti diare disini ditujukan terbatas pada aktivitas obat
yang dapat memperlambat peristaltik usus, sehingga mengurangi frekuensi defekasi dan
memperbaiki konsistensi feses.Akan dibahas dua metode transit intestinal dan metode proteksi
terhadap diare yang disebabkan oleh Oleum Rincini.Metode uji berdasarkan transit intestinal
digunakan pula pada protokol penapisan terarah aktivitas laksasia. Laksansia adalah zat-zat yang
dapat menstimulasi gerakan peristaltik usus sebagai reflek dari rangsangan langsung terhadap
dinding usus sehingga mempermudah buang air besar (defekasi) dan meredakan sembelit
A. Cara Pengobatan Metode Transit Intestinal
a. Prinsip Metode
Metode transit intestinal dapat digunakan untuk mengevaluasi pengaruhnya obat anti
diare, laksansia, antipasmodik, berdasarkan pengaruhnya pada rasio jarak yang
ditempuh oleh sesuatu marker dalam waktu tertentu terhadap panjang usus keseluruhan
pada hewan percobaan mencit atau tikus.
b. Bahan dan Alat
Bahan : larutan NaCl fisiologik 0,9 %, suspensi gom arab 20 % diwarnai dengan norit
5 % sebagai marker, obat pembanding ( loperamid), produk herbal, laksansia kertas
saring.
Alat : Kandang tikus atau kandang mencit, (jumlah sesuai jumlah kelompok hewan),
alat ukur jarak (mistar), meja bedah tikus atau mencit, alat suntik untuk pemberian oral.
c. Hewan Percobaan
Tikus putih wistar jantan dewasa sehat dengan berat kurang lebih 150 g atau mencit
putih Swiss jantan dewasa dengan berat kurang lebih 20-25 g, jumlah 3 ekor per
kelompok.
d. Prosedur
1. Hewan percobaan dipuasakan makan selama kurang lebih 18 jam, minum tetap
diberikan.
2. Setelah ditimbang, hewan mendapat perlakuan sebagai berikut (t=0) :

Uji Anti Diare


Kelompok I: mendapat obat anti diare (loperamid dengan dosis konversi dari manusia
ke mencit) volume 1 ml/100 g BB secara peroral.
Kelompok II : mendapat sediaan tanaman obat dengan volume 1 ml/100 gBB secara
peroral.
Kelompok III : mendapat larutan fisiologik volume 1 ml/100 gBB secara peroral.
Uji Laksansia
Kelompok I: mendapat obat laksansia (dosis konversi dari manusia ke
mencit) volume 1 ml/100 g BB secara peroral
Kelompok II : mendapat sediaan tanaman, volume 1 ml/100 BB secara peroral.
Kelompok III : mendapat larutan fisiologik 1 ml / 100g secara peroral.
3. Setelah t = 45 menit (untuk pemberian obat oral) atau 15 menit (untuk pemberian
obat secara subkutan) semua hewan diberikan suspensi norit sebanyak 1 ml / ekor
(atau 0,1 ml / 10 g mencit) secara oral.
4. Pada t = 65 menit ( untuk pemberian obat oral) atau 35 menit (untuk pemberian obat
subkutan) semua hewan dikorbankan secara dislokasi tulang leher. Usus
dikeluarkan secara hati-hati, sampai teregang. Panjang usus yang dilalui marker
norit mulai dari pilorus sampai rektum dari masing-masing hewan.
Kemudian dari masing-masing hewan dihitung rasio normal jarak yang ditempuh
marker terhadap panjang usus seluruhnya. Umumnya pada tikus normal diperlukan
waktu 1,5 - 2 jam untuk membawa marker dari pilorus sampai rektum.
5. Nilai rasio ini kemudian di rata-rata untuk masing-masing kelompok, dan nilai dari
masing-masing kelompok tersebut dibandingkan (kelompok kontrol, kelompok uji
dan kelompok pembanding)
Bila obat yang diuji mempunyai aktivitas anti diare, maka nilai rasionya akan lebih kecil
bila dibandingkan kelompok kontrol. Sebaliknya, nilai rasio akan lebih besar bila obat uji
mempunyai aktivitas sebagai laksansia atau antipasmodik.
e. Evaluasi
Data yang diperoleh dievaluasi secara statistik dengan Anova dan uji t, untuk menilai
bahwa antar kelompok kontrol dan kelopmpok uji ada perbedaan bermakna, sehingga
dapat disimpulkan adanya aktivitas obat uji.

B. Cara Percobaan Metode Terhadap Diare oleh Oleum Rincini


a. Prinsip metode
Kandungan utama dari Oleum Rincina, yakni trigliserida dari asam risinoleat akan
mengalami hidrolisis di dalam usus halus oleh lipase pankreas menjadi gliserin dan
mengalami hidrolisis didalam usus halus oleh lipase pankreas menjadi gliserin dan asam
risinoleat. Sebagai serta menstimulasi peristaltik usus, sehingga berkasiat anti diare yang
diinduksi dengan Oleum Rincini tersebut.
b. Bahan dan Alat
Bahan : sediaan uji, Oleum Rincini, loperamid HCl 0,06 mg /ml sebagai pembanding,
kertas saring, diaped, dulkolax, marker
Alat : timbangan mencit, alat suntik 1 ml dan jarum untuk pemberian oral kepada mencit,
bejana pengamatan mencit, handscoon, spuit 1 cc
c. Hewan Percobaan
Sebagai hewan percobaan digunakan mencit putih jantan Swiss Webster sehat, dengan
bobot 20-25 g. hewan yang digunakan untuk percobaan harus memilki feses normal.
d. Prosedur
1. Mencit dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol yang diberi
Oleum Rincini, kelompok yang diberi sediaan uji dan kelompok yang diberi
pembanding loperamid HCl. Masing-masing kelompok erdiri dari 10 ekor.
2. Satu jam sebelum percobaan dimulai mencit dipuasakan.
3. Sesuai dengan alokasi perlakuan, tiap mencit diberi secara per oral 1 ml/20 g
sediaan uji atau loperamaid HCl atau vehikulum dan kemudian ditempatkan di
kandang individu beralaskan kertas saring untuk pengamatan.
4. Satu jam setelah perlakuan pada tiap mencit diamati selang 30 menit sampai 6 jam
setelah pemberian Oleum Rincini.
5. Parameter yang diamati meliputi waktu terjadinya diare, frekuensi diare, konsisten
dan jumlah / bobot feses serta jangka waktu berlangsungnya diare.
e. Evaluasi
Hasil pengamatan pada ketiga kelompok hewan waktu terjadinya diare, jangka waktu
berlangsung diare, konsistensi dan bobot feses dievaluasi masing-masing secara statistik
dengan metode Anova dan uji t, dan frekuensi diare dapat diuji dengan uji non-parametrik.
f. Hasil pengamatan

Uji Diare

Obat antidiare 0,47


Sediaan obat herbal O,63
Larutan fisiologik 0,70

Uji laksansia

Obat laksansia 0,80


Sediaan obat herbal 0,72
Larutan fisiologik 0,70
BAB II
PEMBAHASAN

Praktikum kali ini tentang pengujian efek antidiare dan laksansia.Tujaun praktikum adalah untuk
membandingkan aktivitas uji antidiare dan laksansia dengan menggunakan transit
intestisial.Prinsip metode transit intestinal ialah metode ini digunakan untuk mengevaluasi
aktivitas obat antidiare, laksansia, antispasmodic dimana prinsipnya berdasarkan pengaruhnya
pada rasio jarak usus yang ditempuh oleh suatu marker (tinta cina) dalam waktu tertentu terhadap
panjang usus keseluruhan pada hewan percobaan.
Metode ini digunakan untuk mengetahui efektivitas obat antidiare tanpa memperkecil
rasio, sedangkan obat laksansia dan obat antispasmodic akan memperbesar rasio. Metode ini
untuk mengevaluasi obat yang mekanisme kerjanya terhadap motilitas seperti loperamid HCL.
Untuk obat yang bekerja mempengaruhi osmotic, sekretorik,eksudatif, dan invasif bakteri maka
tidak dapat digunakan metode transit intestinal.
Hewan yang digunakan adalah mencit karena memiliki keuntungan mudah ditangani,
mudah dikembangbiakkan kembali, siklus hidup sempit, terdapat sifat anatomis serta fisiologis
dan suhu normal badan 37,4 derajat celcius menyerupai manusia.
Bahan obat yang digunakan adalah loperamid HCL.Obat ini termasuk dalam golongan
antimotilitas dan sekresi usus golongan opiate.Bahan kedua yang digunakan adalah tinta cina
(marker). Marker ini digunakan karena udah didapatkan dipasaran serta murah,stabil, tidak
toksik, tidak dapat diserap dinding usus. Marker dapat mewarnai dinding usus
Alat yang digunakan adalah alat-alat bedah. Mencit yang sduah melewati tahap prosedur
metode transit internal akan dilakukan dislokasi, lalu pembedahan untuk mengukur rasio marker
terhadap panjang usus keseluruhan. Alat selanjutnya yaitu meja bedah, sonde oral yang
digunakan untuk memasukkan obat diare, tinta cina dan marker.Kemudian penggaris yang
digunakan untuk mengukur panjang usus keseluruhan dan panjang jarak penempuhan tinta cina
dilumen usus.
Dari hasil mengamati video tentang uji praktikum anti diare dan laksansia diperoleh nilai
rasio loperamide yaitu 0,47 Swdangkan diaped yaitu 0,63, artinya kedua obat tersebut efektif
sebagi anti diare. Namun obat yang lebih efektif adalah obat loperamide karena rasio lebih kecil.
Kemudian, laksansia obat yang menggunakan dulcolax memiliki rasio 0,80 sedangkan
laksin 0,72. Itu artinya kedua obat tersebut efektif karena rasio lebih besar daripada control
Jadi, obat herbal kurang efektiuf sebagai anti diare dibandingkan dengan obat-obat yang
sudah ada atau tersedia.

KESIMPULAN
1. Aktivitas obat antidiare dapat diketahui melalui pemberian loperamida pada mencit
dengan menggunakan metode transit intestinal dengan hasil loperamid dosis 1 lebih
efektif dibandingkan loperamid 2.
2. Suatu obat dikatakan efektif sebagai antidiare disaat nilai rasio lebih kecil dibandingkan
kontrolnya. Sedangkan obat dikatakan efektif sebagai laksansia nilai rasio lebih besar
disbanding kontrolnya
DAFTAR PUSTAKA

Daldidiyono,1990. Diare, Gastroenterologi-Hepatologi.Infomedika.Jakarta

Wijayaningsih,kartika sari, 2013. Farmakologi Dasar untuk mahasiswa


keperawatan. Trans info media jakarta.Buku kesehatan

Jitowiyono, sugeng 2012. Farmakologi Pendekatan Perawatan.Pustaka Baru


Press,yogyakarta

Harkkness, Richard. 1984. Interaksi Obat. Penerbit ITB. Bandung

National Diogestive Disease Information Clearinghouse.2007.Diarrhea. Available


online at www.digestive.niddk.nih.gov [diakses tanggal 19 Desember 2020]

Anda mungkin juga menyukai