Pembangunan-Sosial-Dan-Budayaa5-Versi-Cetak 20090202215531 1765 6
Pembangunan-Sosial-Dan-Budayaa5-Versi-Cetak 20090202215531 1765 6
VII - 1
1.1 Kesehatan dan Gizi Masyarakat
VII - 2
Angka kesakitan beberapa penyakit menular cenderung
meningkat, seperti penyakit malaria, tuberculosis (TB), demam
berdarah dengue (DBD) dan HIV/AIDS. Jumlah penderita baru
penyakit TB setiap tahunnya sekitar 583 ribu orang dan yang
meninggal sekitar 140 ribu penderita. Walaupun berbagai upaya
penanggulangan penyakit TB sudah dilakukan tapi hasilnya belum
memuaskan. Kasus HIV/AIDS terus menunjukkan peningkatan
sejak pertama kali ditemukan (1987) dan pada tahun 2001 (Juni)
kasus HIV positif secara kumulatif tercatat sekitar 1.572 penderita
dan AIDS positif mencapai 578 penderita. Selain itu, Indonesia
perlu mewaspadai timbulnya atau masuknya penyakit-penyakit baru
yang berpotensi wabah dan menimbulkan korban seperti Ebola dan
radang otak. Beberapa penyakit degeneratif dan penyakit tidak
menular yang berkaitan dengan perubahan gaya hidup juga
memperlihatkan kecenderungan meningkat. Saat ini angka kesakitan
dan kematian yang disebabkan berbagai penyakit berbasis
lingkungan seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), diare,
penyakit kulit dan kecacingan juga masih tinggi.
VII - 3
tahun 2000 juga memperlihatkan bahwa masih terdapat sekitar 1,5
juta penduduk Indonesia yang mengalami kecacatan.
VII - 4
Selanjutnya, kondisi sosial ekonomi dan politik yang
kurang menguntungkan pada saat ini, dan diperparah dengan
masalah bencana alam dan kerusuhan yang terjadi di berbagai
daerah mengakibatkan sebagian penduduk terpaksa mengungsi ke
daerah yang lebih aman. Dengan jumlah pengungsi yang sangat
besar dan tersebar di berbagai lokasi, penanganan bagi mereka agar
tetap dapat terjaga kelangsungan hidupnya menjadi beban berat baik
bagi pemerintah maupun masyarakat.
1.3 Kependudukan
VII - 5
pada tahun 2000 diperkirakan 2,5 per perempuan, dan cukup
bervariasi baik antardaerah maupun antarpropinsi.
VII - 6
Sementara itu, aspek kesehatan reproduksi remaja yang
merupakan salah satu tiang dalam pewujudan keluarga kecil yang
berkualitas juga masih tertinggal. Survai Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) 1997 menunjukkan meskipun median usia kawin
pertama secara nasional adalah 18,6 tahun, median usia kawin
pertama di perdesaan masih relatif muda yaitu 17,9 tahun. Sebagian
masyarakat dan keluarga termasuk orang tua dan remaja sendiri juga
belum sepenuhnya mempersiapkan anggota keluarga yang berusia
remaja dalam kehidupan berkeluarga dan perilaku reproduksi yang
bertanggung jawab. Banyak remaja yang masih kurang memahami
atau mempunyai pandangan yang tidak tepat tentang masalah
kesehatan reproduksi. Pemahaman yang tidak benar tentang hak-hak
dan kesehatan reproduksi ini menyebabkan banyak remaja yang
berperilaku menyimpang tanpa menyadari akibatnya terhadap
kesehatan reproduksi mereka. Selain itu, pusat atau lembaga
advokasi dan konseling hak-hak dan kesehatan reproduksi bagi
remaja juga masih terbatas jangkauannya dan belum memuaskan
mutunya. Pendidikan kesehatan reproduksi remaja melalui jalur
sekolah nampaknya juga belum sepenuhnya berhasil.
VII - 7
termasuk KB yang merupakan dasar terwujudnya keluarga kecil
yang bahagia dan sejahtera belum dapat dirasakan oleh sebagian
masyarakat dan keluarga. Hal ini diungkapkan oleh data SDKI 1997
yang menunjukkan bahwa baru 57,4 persen pasangan usia subur
(PUS) yang ingin ber-KB dapat terpenuhi permintaannya, dan
sekitar 9,21 persen PUS yang sebenarnya tidak ingin anak atau
menunda kehamilannya, tidak memakai kontrasepsi (unmet need).
Permasalahan lainnya dalam program KB adalah partisipasi laki-
laki dalam ber-KB yang masih sangat rendah yaitu sekitar 3 persen
(SDKI 1997). Hal ini selain dikarenakan keterbatasan macam dan
jenis alat kontrasepsi laki-laki, antara lain juga disebabkan oleh
keterbatasan pengetahuan laki-laki di bidang hak-hak dan kesehatan
reproduksi.
2.1 Kebudayaan
VII - 8
nyata dan terbuka. Selanjutnya, dengan adanya globalisasi yang
disebabkan oleh makin berkembangnya teknologi komunikasi,
mengakibatkan masuknya arus informasi yang sangat beragam yang
dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap budaya masyarakat lokal.
Permasalahan tersebut semakin rumit, dengan belum siapnya
masyarakat dalam persaingan dalam budaya global yang menuntut
kemampuan sumber daya manusia yang profesional di bidangnya.
2.2. Pariwisata
3. Pemberdayaan Perempuan
VII - 9
Thailand (Human Development Report, 2001). Kualitas dan
kesejahteraan perempuan yang masih relatif rendah juga
ditunjukkan oleh berbagai indikator seperti tingginya angka
kematian ibu melahirkan, rendahnya status gizi ibu, tingginya
penduduk perempuan berumur 10 tahun ke atas yang belum pernah
sekolah, dan rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja
perempuan.
VII - 10
masyarakat dalam pengawasan dan diseminasi hukum. Penegakan
hukum terutama untuk masalah kekerasan terhadap perempuan dan
anak perempuan juga banyak belum terungkap dan sangat sulit
ditemukan. Hal ini dikarenakan umumnya kasus-kasus kekerasan
terhadap perempuan berkaitan dengan pola hubungan kekuasaan,
yang sebagian besar pelaku kekerasan berusia lebih tua di dalam
keluarga, orang yang memiliki jabatan lebih tinggi, atau majikan.
VII - 11
sulitnya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Nilai-nilai ini
menempatkan laki-laki dan perempuan pada kedudukan dan peran
yang berbeda dan tidak setara yang ditandai dengan adanya
pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marjinalisasi, dan
kekerasan terhadap perempuan. Nilai sosial budaya lainnya dalam
masyarakat juga turut berpengaruh adalah penentuan keputusan
pada tingkat keluarga yang lebih memilih anak laki-laki mereka
daripada anak perempuannya untuk bersekolah. Nilai yang tidak
peka gender ini diperburuk oleh materi bahan ajar di berbagai
jenjang pendidikan yang bias gender dan atau diskriminatif terhadap
perempuan. Berbagai nilai-nilai sosial dan budaya yang tidak
menguntungkan bagi terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender
selanjutnya mengakibatkan diskriminasi terhadap perempuan,
sehingga perempuan tidak memiliki akses, kesempatan dan kontrol
atas pembangunan serta tidak memperoleh manfaat dari
pembangunan yang adil dan setara dengan laki-laki. Di samping itu,
ketidaktepatan pemahaman ajaran agama seringkali juga
menyudutkan kedudukan dan peranan perempuan di dalam keluarga
dan masyarakat. Media massa juga cenderung turut memperlemah
posisi perempuan, karena sering menampilkan gambaran tentang
kekerasan, merendahkan harkat dan martabat, serta
mempertahankan peran tradisional perempuan.
VII - 12
4. Pemuda dan Olahraga
4.1 Pemuda
VII - 13
4.2 Olahraga
VII - 14
1. Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial
VII - 15
produktif. Untuk mencapai tujuan tersebut dilaksanakan kegiatan:
(1) meningkatkan kepedulian terhadap perilaku bersih dan sehat; (2)
meningkatkan kepedulian terhadap proses perkembangan dini anak;
(3) meningkatkan upaya anti tembakau dan narkotika, psikotropika
dan zat adiktif (NAPZA); (4) meningkatkan pencegahan kecelakaan
dan rudapaksa; (5) meningkatkan upaya kesehatan jiwa masyarakat;
(6) memperkuat sistem jaringan dukungan masyarakat sesuai
dengan potensi dan budaya setempat.
VII - 16
malaria 45 per 1.000 penduduk; angka kesembuhan tuberculosa
(TB) tercatat sekitar 85 persen; dan angka kematian diare pada
balita 2,3 per 1.000 balita.
VII - 17
Maluku dan Maluku Utara, dan penanganan pengungsi di Jawa
Timur. Pelayanan kesehatan dan gizi yang diberikan antara lain
meliputi: surveilans epidemiologi, perbaikan kualitas air bersih,
pengadaan obat-obatan, penggantian vaksin yang rusak,
penyemprotan fokus demam berdarah, penanganan penderita gawat
darurat, operasi katarak dan bibir sumbing, khitanan massal,
bantuan uang lauk pauk dan beras, pengadaan peralatan RS,
peralatan pelayanan dasar bagi puskesmas, pengadaan kapal untuk
transportasi daerah terpencil, pendayagunaan tenaga pelayanan
kesehatan seperti Dokter Spesialis, Dokter Umum, Dokter Gigi dan
Paramedis.
VII - 18
(8) melaksanakan fortifikasi dan keamanan pangan; (9)
memantapkan pelaksanaan sistem kewaspadaan pangan dan gizi
(SKPG); (10) mengembangkan dan membina tenaga gizi; (11)
melaksanakan penelitian dan pengembangan gizi; (12)
melaksanakan perbaikan gizi institusi (misalnya sekolah, RS,
perusahaan, dan sebagainya); (13) melaksanakan perbaikan gizi
akibat dampak sosial, pengungsian, dan bencana alam.
VII - 19
dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut,
kegiatan yang dilaksanakan adalah: (1) meningkatkan perencanaan
dan pendayagunaan tenaga kesehatan; (2) meningkatkan pendidikan
dan pelatihan tenaga kesehatan; (3) mengembangkan sistem
pembiayaan praupaya; (4) mengembangkan sarana, prasarana, dan
dukungan logistik pelayanan kesehatan.
VII - 20
Sakit, jalur-jalur jalan raya yang rawan kecelakaan dan di daerah-
daerah atau pulau-pulau terpencil.
VII - 21
pengawasan obat, obat tradisional, kosmetika, dan alat kesehatan
termasuk pengawasan terhadap promosi/ iklan; (4) meningkatkan
penggunaan obat rasional; (5) menerapkan obat esensial; (6)
mengembangkan obat asli Indonesia; (7) membina dan
mengembangkan industri farmasi; (8) meningkatkan mutu
pengujian laboratorium pengawasan obat dan makanan (POM); (9)
mengembangkan standar mutu obat dan makanan; (10)
mengembangkan sistem dan layanan informasi POM.
VII - 22
1.6 Program Kebijakan dan Manajemen
Pembangunan Kesehatan
VII - 23
(SKRT) dengan komponen studi morbiditas, studi mortalitas dan
studi tindak lanjut (follow up) ibu hamil dan kegiatan Survai
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) komponen kesehatan
ibu dan anak.
VII - 24
Meningkatnya jumlah anak jalanan di perkotaan, yang
merupakan bagian dari populasi anak terlantar, juga membutuhkan
prioritas penanganan. Penanganan anak jalanan diberikan melalui
media Rumah Singgah yang diselenggarakan bekerja sama dengan
Lembaga Sosial Masyarakat (LSM)/organisasi sosial, yang telah
memiliki pengalaman memberikan pelayanan serupa. Untuk itu,
telah diberikan pelayanan sosial bagi 31.635 anak jalanan di kota-
kota besar berupa bimbingan sosial dan budi pekerti, bantuan
makanan, beasiswa, pelayanan kesehatan, pelatihan keterampilan
dan pelayanan-pelayanan rujukan lain yang diperlukan. Pelayanan
sosial ini bertujuan untuk memberikan alternatif kegiatan bagi anak-
anak jalanan agar waktu yang dihabiskan di jalan semakin
berkurang, dan diharapkan dengan modal keterampilan yang
dimiliki atau tetap terpeliharanya kelangsungan pendidikan mereka,
pada akhirnya anak-anak tersebut dapat meninggalkan kehidupan di
jalan dan hidup kembali bersama keluarganya. Menyadari bahwa
permasalahan sebagian besar anak jalanan adalah ketidakmampuan
orang tua dalam memenuhi kebutuhan anak, maka sasaran
pelayanan juga menjangkau orang tua anak jalanan, melalui
pemberdayaan orang tua.
VII - 25
maupun di lingkungan keluarga. Bantuan pelayanan dan
rehabilitasi sosial tersebut ditujukan untuk memulihkan harga diri
dan martabat mereka sehingga mereka dapat melaksanakan peran
dan fungsi sosialnya secara wajar dan produktif. Selain itu,
diupayakan pula bagi mereka kemudahan untuk mengakses fasilitas
umum. Sedangkan pelayanan sosial bagi tuna sosial telah diberikan
bagi 11.634 orang termasuk bagi tuna susila, pengemis,
gelandangan, eks narapidana, penderita HIV/AIDS dan korban
tindak pidana kekerasan.
VII - 26
Dalam rangka penanganan pengungsi yang bersifat
konsepsional dan menyeluruh, bagi para pengungsi diberikan
bantuan tanggap darurat di lokasi pengungsian dan permukiman
kembali para pengungsi baik di tempat asal maupun baru sebagai
bagian dari pemberian jaminan sosial dan jaminan keamanan.
Bantuan tanggap darurat dilakukan dengan cara memberikan
bantuan pangan berupa beras dan lauk pauk bagi rata-rata 1.000.000
jiwa/bulan yang tersebar di 19 propinsi. Selain itu, bagi para
pengungsi juga diberikan pelayanan kesehatan dasar termasuk
pencegahan dan pemberantasan penyakit, penyediaan sarana air
bersih dan sanitasi, serta perbaikan gizi melalui pemberian makanan
tambahan. Selanjutnya, penyediaan kesempatan belajar juga
diberikan bagi pengungsi anak melalui pendidikan umum dan
alternatif di daerah lokasi/daerah pengungsian, bantuan bahan ajar
dan perlengkapan siswa, serta paket pelatihan. Penanganan
pengungsi ini dilakukan bersama-sama antara pemerintah baik pusat
dan daerah bersama-sama masyarakat. Keseluruhan penanganan
pengungsi dikoordinir oleh Badan Koordinasi Nasional
Penanggulangan Bencana (Bakornas PB).
VII - 27
Dalam upaya memberikan kesejahteraan dan pemenuhan
jaminan sosial yang dapat menyentuh seluruh warga negara telah
dilakukan upaya penyempurnaan sistem jaminan sosial nasional
secara terpadu dan terkoordinasi agar setiap warga negara Indonesia
mendapat hak atas kesejahteraan sosial yang sebaik-baiknya melalui
program sistem jaminan sosial yang menyeluruh terutama untuk
keluarga, masyarakat miskin, pekerja sektor informal, petani,
nelayan, masyarakat yang terkena musibah/bencana dan penyandang
masalah sosial lainnya melalui penelaahan, pengkajian dan
perumusan kebijakan dan langkah-langkah dalam rangka
penyelenggaraan program sistem jaminan sosial nasional yang
meliputi baik aspek kelembagaan, program, perundang-undangan,
pendanaan maupun aspek pelaksanaan lainnya. Khusus untuk sistem
jaminan dan asuransi kesejahteraan sosial telah dilakukan uji coba
dan penyusunan pedoman pelaksanaan sistem jaminan dan asuransi
kesejahteraan sosial.
VII - 28
program S3 sebanyak 5 orang pekerja kesejahteraan sosial untuk
bidang ilmu sosial, sosiologi pembangunan dan psikologi. Di
samping itu, telah dilakukan pula pelatihan teknis maupun
fungsional bagi 150 pegawai Dinas Sosial yang tersebar di 26
propinsi.
VII - 29
Untuk mencapai tujuan tersebut, langkah-langkah kebijakan
yang telah ditempuh adalah menyelesaikan masalah-masalah
mendesak yang dilakukan melalui koordinasi dengan instansi terkait
terutama untuk masalah pengungsi, kerusuhan, dan disintegrasi
bangsa.
VII - 30
dan koordinasi jaringan informasi kelembagaan dalam upaya
pembentukan keterpaduan pengendalian masalah-masalah sosial.
Tujuan lain program ini adalah untuk menyediakan data dan
informasi yang benar dan bertanggung jawab kepada masyarakat
dan dunia usaha tentang: (1) perkembangan masalah menyangkut
aspek sosial, politik, ekonomi, dan budaya; (2) modal sosial yang
dimiliki masyarakat dan dunia usaha serta sumber daya ekonomi;
dan (3) perkembangan masalah-masalah sosial itu sendiri.
VII - 31
pembangunan lintas bidang dan lintas sektor serta pembangunan
yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
VII - 32
pelayanan pembinaan ketahanan keluarga khususnya bagi keluarga
yang memiliki balita dan remaja; dan (4) melakukan penataan dan
melaksanakan pendataan keluarga.
VII - 33
1.14 Program Keluarga Berencana (KB)
VII - 34
1.15 Program Penguatan Kelembagaan dan Jaringan
KB
2.1 Kebudayaan
VII - 35
nilai-nilai luhur budaya bangsa dalam rangka menumbuhkan
pemahaman dan penghargaan masyarakat pada budaya leluhur,
keragaman budaya dan tradisi, meningkatkan kualitas berbudaya
masyarakat, menumbuhkan sikap kritis terhadap nilai-nilai budaya,
dan memperkokoh ketahanan budaya. Langkah-langkah yang
ditempuh adalah: (1) meningkatkan pelestarian, pengembangan dan
pemanfaatan tradisi, peninggalan sejarah dan permuseuman; (2)
menciptakan iklim yang kondusif bagi timbulnya kreasi sastra, seni,
dan budaya; (3) membina dan mengembangkan kebahasaan dan
kesastraan; (4) mengembangkan kepustakaan dan budaya ilmiah; (5)
membina dan mengembangkan kesenian dan perfilman nasional;
dan (6) meningkatkan apresiasi masyarakat dalam seni dan budaya.
Hasil pelaksanaan langkah-langkah kebijakan tersebut diuraikan
berikut ini.
VII - 36
Untuk melestarikan peninggalan budaya-budaya tradisional,
terus ditingkatkan pembinaan terhadap museum baik ditingkat
nasional dan propinsi. Dengan adanya otonomi daerah, peran
pemerintah daerah dalam pembinaan museum dan warisan budaya
nasional di tiap-tiap propinsi akan semakin meningkat. Selanjutnya,
penemuan situs arkeologi dan benda-benda cagar budaya terus
dilakukan untuk memperkaya pemahaman masyarakat mengenai
budaya-budaya tradisional yang sudah punah. Sementara itu, situs-
situs cagar budaya yang ada terus dijaga kelestariannya dan dipugar
agar generasi muda dapat mempelajari kekayaan budaya tradisional
yang pernah ada.
2.2. Pariwisata
VII - 37
Mengenai pengembangan pariwisata diuraikan dalam Bab
III Pembangunan Ekonomi.
3. Pemberdayaan Perempuan
VII - 38
perlindungan dan pengembangan lembaga tenaga kerja adalah telah
dilakukannya penyempurnaan beberapa peraturan perlindungan
tenaga kerja yang selama ini belum menguntungkan bagi tenaga
kerja perempuan, penyempurnaan sistem kredit usaha yang masih
cenderung diskriminatif, dan peningkatan kualitas dan jumlah
pelatihan yang ditujukan untuk lebih meningkatkan kualitas dan
produktivitas tenaga kerja perempuan sekaligus meningkatkan
perlindungan bagi tenaga kerja perempuan. Dalam upaya
memberikan perlindungan bagi pekerja perempuan yang baru datang
dari luar negeri, telah dibentuk Pusat Pelayanan Informasi di empat
bandara yaitu Jakarta, Surabaya, Medan, dan Batam. Dalam
pembangunan pendidikan khususnya melalui pelaksanaan program-
program pendidikan dasar dan prasekolah, pendidikan menengah,
pendidikan tinggi, dan pembinaan pendidikan luar sekolah, melalui
peningkatan pemberian beasiswa dengan mengutamakan pada murid
perempuan, maka jumlah penduduk perempuan yang menikmati
pendidikan semakin banyak. Selanjutnya, dalam pembangunan
politik yaitu melalui program perbaikan struktur politik dan
program pengembangan budaya politik telah dirintis pembentukan
kaukus perempuan di lembaga legislatif pusat serta terus dilakukan
kegiatan-kegiatan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) dan
advokasi yang ditujukan untuk meningkatkan pendidikan politik
perempuan di lembaga-lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Namun demikian upaya ini belum menunjukkan hasil yang
memuaskan, karena peningkatan jumlah perempuan yang
menduduki posisi pengambil keputusan dan atau jabatan struktural
hanya terjadi pada lembaga eksekutif saja, sedangkan pada lembaga-
lembaga legislatif dan yudikatif justru mengalami penurunan.
VII - 39
bidang pembangunan, langkah-langkah kebijakan yang ditempuh
adalah: (1) mengintegrasikan kebijakan pembangunan
pemberdayaan perempuan ke dalam berbagai kebijakan-kebijakan
pembangunan lainnya secara terpadu, baik di tingkat nasional
maupun daerah; (2) melakukan pengkajian dan menyempurnakan
hukum dan peraturan perundangan-undangan yang masih
diskriminatif terhadap perempuan dan tidak berkeadilan jender; (3)
melakukan pengkajian kebijakan pembangunan pemberdayaan
perempuan dalam rangka mencari alternatif-alternatif kebijakan
yang lebih efektif; (4) melaksanakan promosi, advokasi, sosialisasi,
pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan, program, dan
kegiatan pembangunan pemberdayaan perempuan; (5) melakukan
penelitian dan pengembangan masalah-masalah gender sesuai
dengan kondisi sosial budaya, agama, dan perkembangan
masyarakat, termasuk pemanfaatan dan pendayagunaan hasilnya
bagi upaya penguatan pengarusutamaan gender.
VII - 40
3.3 Program Peningkatan Peran Masyarakat dan
Pemampuan Kelembagaan Pengarusutamaan
Gender
VII - 41
meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat media dalam
mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender.
VII - 42
peraturan perundangan-undangan olahraga dan kesegaran jasmani;
(2) melakukan pengkajian dan merumuskan kebijakan
pembangunan olahraga tentang mekanisme koordinasi pembinaan
olahraga, pengembangan olahraga dan kesegaran jasmani, dan
pengembangan kelembagaan keolahragaan; dan (3) melaksanakan
penelitian olahraga dan kesegaran jasmani.
VII - 43
pelatihan teknik pengelolaan kegiatan klub olahraga SD. Sementara
itu, untuk beberapa SD dan SMU juga telah tersedia perangkat
olahraga dan kesenian. Prasarana dan sarana bagi pengembangan
olahraga juga telah dimanfaatkan oleh sekitar 702 SD. Hasil lainnya
dalam program ini adalah terbentuknya 650 KBO. Khusus dalam
olahraga tradisional, sebanyak 645 orang mengikuti invitasi
olahraga tradisional.
VII - 44
4.4 Program Peningkatan Prestasi Olahraga
VII - 45
perundang-undangan yang mendukung upaya pemberdayaan
pemuda di bidang ekonomi dan bidang sosial budaya serta peraturan
perundang-undangan yang menghambat kesempatan berkreasi bagi
pemuda; (2) melakukan pengembangan berbagai materi KIE dan
advokasi bagi pemuda; (3) melakukan pengintegrasian kebijakan
pembangunan kepemudaan ke dalam berbagai kebijakan pemuda
lainnya secara terpadu baik di tingkat nasional maupun daerah.
VII - 46
kelompok usaha pemuda produktif; (5) melakukan pelatihan
manajemen usaha pemuda; (6) melaksanakan pengerahan pemuda
terdidik ke perdesaan; (7) meningkatkan kemampuan pemuda dalam
komunikasi negosiasi dan kerja sama terutama yang menggunakan
bahasa asing; (8) meningkatkan kemampuan produksi dan
pemasaran produk unggulan dari berbagai usaha pemuda yang
berorientasi ekspor; (9) melaksanakan pendidikan dan pelatihan
iptek dan informatika bagi pemuda; (10) melaksanakan pelatihan
pengelolaan lingkungan hidup dan pelestarian sumber daya alam.
VII - 47
meningkatkan kesadaran pemuda akan manfaat dan penggunaan
iptek dan informatika di bidang ekonomi. Selain itu, 608 orang dari
propinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan
Barat dan Nusa Tenggara Barat telah menjalani pembinaan kader
konservasi yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan
kesadaran masyarakat akan pentingnya konservasi sumber daya
alam hayati dan ekosistem. Upaya-upaya tersebut akan turut
memicu dan memacu peran aktif pemuda dalam pembangunan
ekonomi secara menyeluruh.
VII - 48
menular, perbaikan gizi, pelayanan kesehatan ibu dan anak,
penyediaan obat generik esensial, promosi kesehatan, serta
peningkatan hygiene dan sanitasi dasar. Pelayanan kesehatan
rujukan meliputi peningkatan mutu pelayanan rumah sakit rujukan
melalui penyediaan sarana dan prasarana. Selain itu, akan
dilaksanakan kegiatan pengawasan obat, makanan, dan bahan
berbahaya lainnya. Upaya pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
tersebut didukung oleh peningkatan kualitas sumber daya manusia
bidang kesehatan.
VII - 49
Kegiatan pokok program perbaikan gizi masyarakat yang
akan dilaksanakan pada tahun 2002 antara lain meningkatkan
penyuluhan gizi masyarakat, menanggulangi gizi kurang, gizi buruk
dan gizi lebih serta menanggulangi kurang energi kronik (KEK),
gangguan akibat kurang yodium (GAKY), anemia gizi besi (AGB),
kurang vitamin A (KVA) dan kurang gizi mikro lainnya. Kegiatan
lainya meliputi meningkatkan penggunaan ASI, meningkatkan
kualitas Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) lokal,
mengembangkan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS), serta
fortifikasi dan keamanan pangan. Selain itu, pelaksanaan Sistem
Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) dan Usaha Perbaikan Gizi
Keluarga (UPGK) akan ditingkatkan. Kegiatan lain adalah
pengembangan tenaga gizi, penelitian, perbaikan gizi institusi dan
perbaikan gizi akibat dampak sosial, pengungsian dan bencana
alam.
VII - 50
manajemen pembangunan kesehatan, hukum bidang kesehatan,
termasuk penyempurnaan peraturan perundangan bidang kesehatan.
Sistem informasi kesehatan akan dikembangkan termasuk juga
penetapan standar pelayanan kesehatan.
VII - 51
alam maupun akibat ulah manusia (pengungsi) akan diberikan
bantuan termasuk bantuan tanggap darurat. Dalam meningkatkan
pelayanan sosial kemasyarakatan dilakukan peningkatan
kemampuan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat (TKSM),
relawan sosial, LSM, Karang Taruna, lembaga-lembaga
perlindungan sosial, lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan, dan
kelompok-kelompok tingkat lokal serta akan dilaksanakan
penyuluhan sosial bagi masyarakat dan advokasi kepada dunia
usaha; pemberian penghargaan bagi pihak-pihak yang berperan aktif
menyelenggarakan pelayanan sosial; peningkatan sumbangan sosial
masyarakat; serta pengembangan program jaminan, perlindungan,
dan asuransi kesejahteraan sosial.
VII - 52
bernegara dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial.
Berdasarkan hasil kajian akan disampaikan rekomendasi kebijakan
kepada instansi terkait. Dalam rangka meningkatkan ketahanan
sosial masyarakat; pelestarian nilai-nilai keperintisan;
kepahlawanan, dan kejuangan; jaminan sosial masyarakat;
kesiapsiagaan menghadapi bencana, dan kesadaran berbangsa dan
bernegara akan dilakukan sosialisasi dan pemantapan kebijakan
lintas sektor. Pemantauan dan evaluasi akan dilaksanakan agar
pelaksanaan kebijakan penanganan masalah-masalah sosial sesuai
dengan yang diharapkan.
1.3 Kependudukan
VII - 53
pengaturan serta pelaksanaan teknis program dan kegiatan di bidang
kependudukan.
VII - 54
Dalam program kesehatan reproduksi remaja, tindak lanjut
yang akan dilakukan untuk memperkuat langkah kebijakan yang
ditempuh selama ini adalah: melakukan penyempurnaan dan
diseminasi bahan dan metode konseling serta komunikasi,
informasi, dan edukasi (KIE) kesehatan reproduksi remaja;
memfasilitasi pembentukan institusi pusat konseling kesehatan
reproduksi remaja; dan menyelenggarakan pelatihan tenaga inti
konseling kesehatan reproduksi remaja. Berbagai tindak lanjut ini
ditujukan untuk lebih meningkatkan kinerja program kesehatan
reproduksi remaja agar berbagai sasaran program yang telah
ditetapkan dalam PROPENAS dan Repeta dapat tercapai.
VII - 55
berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan KB untuk berperan aktif
dalam kemandirian KB.
2.1 Kebudayaan
2.2. Pariwisata
3. Pemberdayaan Perempuan
VII - 56
program peningkatan kualitas hidup perempuan akan tetap
diteruskan dan semakin diperluas cakupannya. Namun demikian,
langkah-langkah ini akan diperkuat dengan tindak lanjut utama
yaitu: memperbanyak jumlah program pembangunan yang
sebelumnya tidak responsif gender menjadi responsif gender; dan
meneruskan program-program pembangunan yang khusus ditujukan
bagi upaya pemberdayaan perempuan di berbagai bidang
pembangunan.
VII - 57
partisipasi masyarakat media dalam mewujudkan kesetaraan dan
keadilan gender.
VII - 58
4. Pemuda dan Olahraga
4.1 Olahraga
VII - 59
pelatih, wasit, dan penggerak olahraga di masyarakat; melakukan
pelatihan pemanduan bakat dan pembibitan olahraga bagi guru
pendidikan jasmani dan pelatih klub-klub olahraga; dan
meningkatkan kepedulian masyarakat dan dunia usaha untuk
mendukung pendanaan olahraga.
4.2 Kepemudaan
VII - 60
Tindak lanjut yang diperlukan dalam rangka meningkatkan
partisipasi pemuda dikelompokkan ke dalam tiga bidang, yaitu
ekonomi, agama, dan sosial budaya.
VII - 61