Anda di halaman 1dari 2

Filsafat sebagai “azas atau pendirian hidup” adalah merupakan dasar pedoman bagi sikap dan tingkah

laku manusia dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sedangkan filsafat sebagai ”ilmu pengetahuan yang
terdalam” adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu secara mendalam guna menemukan esensinya
atau hakikatnya (Suhadi, 2002 : 158-159).

Keseluruhan arti filsafat yang meliputi berbagai masalah tersebut menurut Kaelan dan Acmad Zubaidi
(2007 : 8) dapat dikelompokan menjadi 2 macam sebagai berikut :

Pertama, filsafat sebagai produk yang mencangkup pengertian :

1. Filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep, dari para filsuf pada zaman dahulu, teori,
system atau pandangan tertentu, yang merupakan hasil dari proses berfilsafat dan yang
mempunyai ciri-ciri tertentu.
2. Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari aktivitas
berfilsafat.

Kedua, filsafat sebagai suatu proses, yang diartikan sebagai bentuk suatu aktivitas berfilsafat, dalam
proses pemecahan suatu permasalahan dengan menggunakan suatu cara atau metode tertentu yang
sesuai dengan objek permasalahannya.

Berfikir secara kefilsafatan merupakan cara berfikir yang mendalam untuk mencari hakiki atau esensi
berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia. Dengan demikian, dengan menggunakan berfikir
secara kefilsafatan manusia dapat terlepas dari berbagai perosalan hidup dan kehidupan karena berfikir
kefilsafatan (berilsafat) bukan hanya berfikir yang bersifat rasional-logis, tetapi cara berfikir yang
berkaitan dengan hal-hal yang bersifat hakiki atau esensi.

Untuk memahami ciri-ciri berfikir secara kefilsafatan, menurut Kaelan (2013 :88-95) dapat dijelaskan
sebagai berikut :

1. Bersifat kritis, yaitu senantiasa mempertanyakan segala sesuatu yang seng dihadapi oleh
manusia.
2. Bersifat terdalam, yaitu bukan hanya sampai pada fakta-fakta yang sifatnya sangat khusus dan
empiris belaka, namun sampai pada inti yang terdalam.
3. Bersifat konseptual, yaitu berfikir secara kefilsafatan bukan hanya sampai pada presepsi belaka
namun sampai pada pengertian-pengertian yang bersifat konseptual.
4. Bersifat koheren (runtut), yaitu pemikiran filsafat yang berusaha menyusun suatu bgaian yang
koseptual yang koheren (runtut).
5. Bersifat rasional, yaitu pemikiran kefilsafatan bagian-bagiannya senantiasa memiliki hubungan
yang bersifat logis.
6. Bersifat menyeluruh (komperehensif), yaitu pemikiran kefilsafatan yang bukan hanya
berdasarkan pada suatu fakta yang khusus dan individual saja, namun pemikiran kefilsafatan
yang harus sampai pada suatu kesimpulan yang sifatnya umum.
7. Bersifat universal, yaitu sampai pada suatu kesimpulan yang bersifat umum bagi seluruh umat
manusia dimanapun, kapanpun, dan dalam keadaan apapun.
8. Bersifat spekulatif, yaitu pengajuan dugaan-dugaan yang masuk akal (rasional) yang melampaui
batas-batas fakta untuk penyatupaduan dari semua pengetahuan, pemikiran, dan pengalaman
manusia menjadi suatu pandangan yang komperensif.
9. Bersifat sistematis, yaitu berfikir secara kefilsafatan pada hakikatnya tidak bersifat fragmentaris
dan acak.
10. Bersifat bebas, yaitu berfikir secara bebas untuk sampai pada hakikat yang terdalam dan
universal.

Menurut Ali Mudhofir (Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, 2002 :28-30) Menjelaskan bahwa
ciri-ciri berfikir secara kefilsafatan adalah sebagai berikut :

1. Berfikir secara kefilsafatan dicirkan secara radikal, yaitu berfikir sampai ke akar-akarnya.
2. Berfikir secara universal, yaitu berfikir tentang hal-hal serta proses-proses yang bersifat umum
3. Berfikir secara konseptual
4. Berfikir secara koheren dan konsisten. Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berfkir
(logis) dan konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi.
5. Berfikir secara sisematis
6. Berfikir secara kompeherensif, yaitu mencakup secara keseluruhan, tidak ada satupun yang
berada diluarnya
7. Berfikir secara bebas, yaitu berfikir sampai batas-batas yang luas
8. Berfikir secara bertanggung jawab

C. Pancasila Sebagai Filsafat Negara dan Falsafah Bangsa

Pancasila sebagai asas kerokhanian Negara tidak lahir secara tiba-tiba, tetapi melalui proses perenungan
dan pemikiran yang bersifat filsafati. Pancasila merupakan hasil dari pemikiran yang mendalam, kritis,
konseptual, koheren (runtut), rasional, komperehesif, universal, sistematis, bebas, dan bertanggung
jawab.

Kelima sila dalam pancasila itu merupakan suatu kesatuan, sehingga setiap sila merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari sila-sila lainnya. Pancasila sebagai suatu kesatuan filsafat tidak hanya kesatuan yang
menyangkut sila-silanya saja, melainkan juga meliputi hakikat dasar dari sila-sila pancasila atau secara
filosofis merupakan dasar ontologis sila-sila pancasila.

Subjek pendukung pokok sila-sila pancasila adalah manusia, artinya bahwa yang berketuhanan, yang
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkeraykatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan social pada
hakikatnya adalah manusia.

Melalui pemikiran secara filsafat, nilai-nilai hakiki dan esensi sila-sila pancasila dapat dimengerti,
dipahami, dipelajari, diyakini sebagai sesuatu yang benar adanya, sehingga kemudian dijadikan sebagai
system filsafat Negara dan falsafah bangsa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai