Anda di halaman 1dari 19

TUGAS KAJIAN KIMIA IV

Organik Fisik

Coni Norviana Arisandy (19070795048)

Kelas 2019 C

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

PROGRAM PASCA SARJANA

2020
2

Plastik Biodegradable
Kimia organik fisik, suatu istilah yang diperkenalkan oleh Louis Plack Hammet
pada tahun 1940 merujuk pada disiplin Kimia Organik yang berfokus pada hubungan
antara Struktur dan reaktivitas kimia, khususnya, menerapkan alat
eksperimental kimia fisik untuk studi molekul organik
A. Plastik
Polimer alami merupakan sumber daya terbarukan yang memiliki peran yang
semakin penting, karena berperan sebagai bahan untuk kemanusiaan yaitu
penjaga bumi akibat adanya kegiatan eksploitasi manusia. Proses – proses
ekspoitasi teknologi yang semakin membaik, salah satunya yang terkait dengan
pembuatan bahan kemasan makanan.
Pengemasan bahan pangan sudah lama dikenal dan dipergunakan untuk
keperluan manusia. Pada zaman prasejarah orang masih mempergunakkan bahan
kemasan dari bahan – bahan alam seperti daun-daun, kulit buah, kulit kayu,
pelepah, batu-bauan kerang dan kulit binatang. Bentuk dan fungsi kemasan masih
sangat sederhana, yakni hanya untuk keperluan membawa makanan yang tidak
habis terkonsumsi ke daerah lain.
Intensitas penggunaan plastik sebagai kemasan pangan makin meningkat. Hal
ini disebabkan oleh banyaknya keunggulan plastik dibandingkan bahan kemasan
yang lain. Plastik jauh lebih ringan dibandingkan gelas atau logam dan tidak
mudah pecah. Bahan ini bisa dibentuk lembaran sehingga dapat dibuat kantong
atau dibuat kaku sehingga bisa dibentuk sesuai desain dan ukuran yang
diinginkan. Plastic merupakan polimer yang banyak digunakan sebagai bahan
kemasan atau kantong pembungkus. Polimer merupakan suatu bahan yang terdiri
dari unit molekul yang disebut monomer melalui proses polimerisasi baik melalui
proses adisi maupun kondensasi yang terjadi pada temperature rendah.
[ CITATION Akb13 \l 1033 ]. Sifat – sifat plastic sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI) ditunjukkan pada tabel 1.
3

Tabel 1. Karakteristik mekanik plastic menurut SNI

Parameter – parameter tersebut dapat menjelaskan bagaimana karakteristik


mekanik dari bahan plastic yang berkaitan dengan factor – factor mekanis seperti
tekanan fisik (jatuh dan gesekan), adanya getaran, serta benturan antar bahan
dengan alat atau wadah selama penyimpanan/distribusinya. Sifat mekanik ini
tergantung pada jenis bahan pembentuknya, terutama sifat kohensinya. Sifat ini
merupakan hasil kemampuan polimer untuk membentuk ikatan – ikatan molekul
yang kuat dan kokoh. Kuat tarik sebagai ukuran besarnya beban atau gaya yang
dapat ditahan sebelum suatu contoh rusak atau putus. Kekuatan tarik diukur
dengan menarik polimer pada dimensi yang seragam. Tegangan tarik (σ) adalah
gaya yang diaplikasikan (F) dibagi dengan luas penampang (A), sedangkan
perpanjangan tarik (ε, elongation) adalah perubahan panjang contoh yang
dihasilkan oleh ukuran tertentu panjang spesimen akibat gaya yang
diberikan[ CITATION Akb13 \l 1033 ].
Elastisitas didefinisikan sebagai kemampuan bahan untuk menerima tegangan
tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang permanen setelah
tegangan dihilangkan. Peristiwa ini disebut juga deformasi elastis. Deformasi
elastik terjadi bila logam atau bahan padat dibebani gaya. Bila tegangan tersebut
disebabkan oleh gaya tarik maka benda akan bertambah panjang, setelah gaya
ditiadakan benda akan kembali ke bentuk semula. Bila hanya ada deformasi
elastik, maka regangan sebanding dengan tegangan. Perbandingan antara
tegangan (σ) dengan regangan elastik (ε) disebut modulus elastisitas.
Sedangkan untuk polimer bahan alam yang dikenal diantaranya selulosa,
protein dan karet alam. Secara garis besar, pastik dapat dikelompokkan menjadi
dua golongan, yaitu:
4

a. Plastik termoplas, merupakan plastic yang dapat dicetak berulang – ulang


dengan adanya panas, antara Polietilena (PE), Polipropilena (PP), dan
nilon. Plastik termoplas bersifat lentur, mudah terbakar, tidak tahan panas,
dan dapat didaur ulang.

Gambar 1. Pengaruh suhu dan waktu terhadap sifat fisik termoplas


[ CITATION Muj05 \l 1033 ]
b. Plastik thermoset merupakan plastic yang telah mengalami kondisi
tertentu sehingga tidak dapat dicetak kembali karena bangun polimernya
berbentuk jaringan tiga dimensi. Yang termasuk plastic thermoset adalah
Poly Urethene (PU), Urea Formaldehid (UF), Melamine Formaldehid
(MF), dan Polyester. Plastik thermoset bersifat kaku, tidak mudah
terbakar, tahan terhadap suhu tinggi, dan berikatan cross – linking.

Gambar 2. Pengaruh suhu dan waktu terhadap sifat fisik thermoset


[ CITATION Muj05 \l 1033 ]
Produk plastic dapat dinyatakan aman untuk digunakan sebagai kemasan dan
peralatan makan jika bahan yang digunakan memenuhi standar aman yang
ditetapkan oleh lembaga berwenang dan terpercaya, yaitu Food & Drug
Administration (FDA), European Food Safety Authority (EFSA), Japan Hygenic
5

Olefin and Styrene Plastic Association (JHOSPA), Japan Food Safety


Commission (JFSC), Society of Plastic Industry (SPI), dan Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM). Saat digunakan sebagai pembungkus makanan, akan
terjadi migrasi monomer karean pengaruh suhu penyimpanan makanan. Semakin
tinggi temperature menyebabkan semakin banyak monomer yang dapat berpindah
ke makanan. Plastik kemasan yang terbuat dari Provinil klorida (PVC) merupakan
salah satu kemasan yang sering kita jumpai khusunya pada pada minuman. Pada
kemasan PVC monomer vinil klorida akan mudah lepas jika berinteraksi dengan
makana yang berminyak atau dalam kondisi anas. Pembuatan kemasan plastic
PVC terkadang menggunakan penstabil berupa timbal (Pb), cadmium (Cd) dan
timah putih (Sn) untuk kerusakan serta eter ptalat dam eter adipat untuk
melenturkan. Selain itu terdapat material polimer jenis polietilen (LDPE)
merupakan salah satu bahan yang digunakan untuk kemasan makanan. memiliki
kemampuan untuk tidak bereaksi dengan senyawa lain ketika berada pada
temperature 700C. Sebagian besar dari polimer ini akan larut dalam pelarut karbon
dan hidrokarbon klorida. Material ini tidak mampu terhadap uap panas dan
apabila terdapat senyawa kimia yang memiliki sifat polar maka material LDPE
akan mengalami stress cracking. Pada LDPE akan terjadi migrasi material pada
suhu 950C. Proses migasi ini mengakibatkan adanya kontaminan pada makanan
terlebih saat kondisi panas[ CITATION Law96 \l 1033 ].

Gambar 3. Proses pada interface polimer


6

Gambar 4. Proses migrasi saat kondisi panas


Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas menghadapi berbagai persoalan
baik masalah kesehatan maupun lingkungan, tidak dapat didaur ulang dan tidak
dapat diuraikan secara alami oleh mikroba di dalam tanah, sehingga terjadi
penumpukan sampah palstik yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan bagi
lingkungan.[ CITATION Akb13 \l 1033 ]. Sejak munculnya kesadaran akan
pencemaran lingkungan, bermunculan berbagai solusi, misalnya 3R (reduce, reuse
dan recyle).
Penanggulangan limbah plastik dengan cara melakukan daur ulang merupakan
salah satu solusi yang baik, dimana limbah plastik yang diolah selain
meminimalkan penumpukannya di alam juga produk yang dihasilkan memiliki
nilai ekonomis. Salah satu cara proses daur ulang limbah plastik yaitu dengan
metode fabrikasi. Langkah-langkah pengolahan limbah plastik dilakukan dengan
menggunakan metode fabrikasi di antaranya[ CITATION Nas15 \l 1033 ]:
(1) pemotongan yang merupakan tahapan pembuatan sampah kemasan plastik
menjadi potongan-potongan kecil. Proses ini bertujuan untuk
menyamarkan label produk, gambar, serta tulisan yang terdapat pada
kemasan plastik sehingga produk yang dihasilkan tidak terlihat sebagai
produk daur ulang dari sampah kemasan plastik,
(2) pemanasan dan pelunakan, dilakukan pada potonganpotongan sampah
kemasan plastik hasil dari proses pemotongan menggunakan mesin
kempa dan heat gun. Tahapan ini bertujuan merekatkan potongan-
potongan sampah kemasan plastik menjadi bentuk lembaran sehingga
memudahkan pengaplikasian material tersebut di proses-proses
selanjutnya,
7

(3) pembentukan dan pencetakan, dimana proses pembentukan dilakukan


dengan cara melunakkan material sampah plastik menggunakan teknik
heat transfer kemudian dicetak. Pencetakan material sampah kemasan
plastik dilakukan seperti proses pembentukan keramik menggunakan
cetakan master yang terbuat dari material tahan panas seperti gypsum,
silicon rubber, kayu, batu, dan sebagainya,
(4) pengerjaan menanggunakan mesin atau machining adalah proses
pembentukan material daur ulang dilakukan menggunakan alat
pertukangan baik yang sederhana maupun yang canggih untuk mencapai
suatu kondisi material yang diinginkan, dan
(5) penghalusan atau proses finishing merupakan proses terakhir yang
dilakukan setelah melalui proses-proses sebelumnya. Pada proses
finishing, dilakukan pelapisan clear spray agar material hasil daur ulang
terlihat rapi dan mengilap. Secara umum semua proses dalam metode
fabrikasi dilakukan menggunakan peralatan sederhana yang mudah
diperoleh seperti gunting, alat pertukangan, heat gun, mesin. Berikut
adalah bagan tahapan metode fabrika.

Gambar 5. Tahapan pada metode fabrikasi


Untuk mempermudah proses daur ulang plastic, telah disetujui pemberian
kode plastic secara internasional. Kode tersebut digunakan pada kemasan plastic
yang disposable atau sekali pakai, tabel 2.
Daur ulang plastik tidak mencapai 30% dari total plastik yang diproduksi. Hal
ini berarti kita terus menerus melepaskan limbah yang berbahaya secara konsisten
8

yang tidak dapat terurai oleh lingkungan sehingga produksi plastic sintesis harus
dikurangi, dan harus ditemukan bahan lain sebagai penggantinya[ CITATION
Net13 \l 1033 ]. Oleh karena itu, sejak tahun 2004 mulai dikembangkan
bioplastik, yaitu plastik yang terbuat dari senyawa organik dan strukturnya
memungkinkan untuk terurai karena produk plastik sintetik membutuhkan waktu
lebih dari 100 tahun agar dapat terdegradasi sempurna[ CITATION Kum11 \l
1033 ].
Tabel 2. Kode plastic dan contoh penggunaanya

Sumber : lampiran BPOM

B. Plastik Biodegradable
Biodegradable berasal dari kata bio dan degradable. Bio berarti hidup,
sedangkan degradable berarti dapat diuraikan. Plastic biodegradable merupakan
polimer plastic yang tersusun atas monomer organic dapat digunakan seperti
layaknya plastic konvensioal, namun akan hancur terurai oleh aktivitas
mikroorganisme menjadi air dan karbondioksida setelah habis terpakai dan akan
dibuang ke lingkungan [ CITATION Ani13 \l 1033 ]. Karena memiliki sifat yang
dapat kembali ke alam, maka dikategorikan sebagai plastic yang ramah
9

lingkungan. Plastik biodegradable merupakan bahan yang mampu mengalami


dekomposisi menjadi karbondioksida, metana, senyawa anorganik atau biomasa
yang mekanismenya didominasi oleh aksi enzimatis dari mikroorganisme yang
bisa diukur dengan pengujian standar, dalam waktu spesifik.
Bahan utama pembuatan plastic biodegradable salah satunya adalah pati. Pati
digunakan karena merupakan bahan yang dapat dengan mudah terdegradasi oleh
alam menjadi senyawa – senyawa yang ramah lingkungan[ CITATION Dar10 \l
1033 ]. Bioplastik yang dibentuk dari polimer pati termodifikasi mengadung
gugus fungsi hidroksil (O – H) yang berikatan dengna hydrogen, alkane (C – H),
aldehida (C - H), ikatan hydrogen asam karboksilat, alkuna (C = C), ester,
senyawa aromatic sederhana, karboksil (C – O), alekan (C = C) serta hidrokarbon
–(CH2)n. Plastik biodegradable berbahan dasar pati/amilum dapat didegradasi oleh
bakteri pseudomonas dan bacillus memutus rantai polimer menjadi monomer-
monomernya. Senyawa-senyawa hasil degradasi plastik biodegradable selain
menghasilkan karbondioksida dan air, juga menghasilkan senyawa organik dan
aldehid sehingga plastik ini aman bagi lingkungan. Hasil degradasi plastik ini
dapat digunakan sebagai makanan ternak atau sebagai pupuk kompos. Plastik
biodegradable yang terbakar tidak menghasilkan senyawa kimia yang
berbahaya[ CITATION Hud07 \l 1033 ]. Bahan – bahan yang biasa digunakan
untuk plastic biodegradable seperti singkong, beras, kentang, sorgum dan biji
nangka.
Pembuatan plastic berbasis pati pada dasarnya menggunakan prinsip
gelatinasi. Gelatinasi mengakibatkan ikatan amilosa akan cenderung saling
berdekatan karena adanya ikatan hydrogen.

Gambar 6. Struktur Gliserol


10

Factor yang mempengaruhi uji mekanik adalah jumlah pati, gliserol dan asam
asetat. Banyaknya jumlah pati akan membuat plastic menjadi kuat, penambahan
gliserol akan mempengaruhi nilai pemanjangan sedangkan penambahan asam
asetat akan mempengaruhi viskositas larutan dan ketebalan plastic. Pembuatan
plastik biodegradable diawali dengan variasi suhu pengadukan. Variasi ini
dilakukan untuk mengetahui temperatur yang tepat dalam pembuatan plastik
biodegradable sehingga didapatkan kekuatan tarik terbaik[ CITATION Sar19 \l
1033 ]. Proses pengeringan akan mengakibatkan penyusunan sebagai akibat
lepasnya air sehingga gel akan membentuk plastic yang stabil. Gliserol
merupakan plasticizer yang efektif karena memiliki kemampuan untuk
mengurangi ikatan hydrogen pada ikatan intromolekul[ CITATION Kum11 \l
1033 ].

Gambar 7. Reaksi pati dan gliserol [ CITATION Sar19 \l 1033 ]

Penambahan asam asetat berfungsi sebagai terminator atau pemecah reaksi


dalam polimerisasi. Reaksi terminasi bertujuan untuk memutus beberapa ikatan
glikosidik pada pati menjadi molekul pati yang lebih pendek. Reaksi yang terjadi
antara pati dan asam asetat, dapat dilihat pada Gambar 8 [ CITATION Sar19 \l
1033 ].
11

Gambar 8. Reaksi yang terjadi antara pati dan asam asetat


Proses terjadinya biodegradasi plastic pada lingkungan alam dimulai dengan
tahap degradasi kimia yaitu dengan proses oksidasi molekul, menghasilkan
polimer dengan berat molekul yang rendah. Proses berikutnya adalah serangan
mikroorganisme (bakteri, jamur dan alga) dan aktifitas enzim (intracellular,
extracellular). Contoh mikroorganisme diantaranya bakteri phototrop, pembentuk
endospore, gram negative aerob. Pada umumnya kecepatan degradasi pada
lingkungan limbah cair anaerob lebih besar dari pada limbah cair aerob, kemudian
dalam tanah dan air pada suatu unit luasan bahan pada suatu kondisi tertentu. nilai
permeabilitas sangat dipengaruhi oleh factor – factor sifat kimia polimer, struktur
dasar polimer, sifat komponen permanent. Nilai permeabilitas plastic kemasan
berguna untuk memperkirakan daya simpan produk yang dikemas. Komponen
kimia alami berperan penting dalam permeabilitas. Polimer dengan polaritas
tinggi (polisakarida dan protein) umumnya menghasilkan nilai permeabilitas uap
air yang tinggi dan permeabilitas terhadap oksigen rendah. Hal ini disebabkan
polimer mempunyai ikatan hydrogen yang besar. Sebaliknya, polimer kimia yang
bersifat non polar (lipida) yang banyak mengandung gugus hidroksil mempunyai
nilai permeabilitas uap air rendah dan permeabilitas oksigen yang tinggi, sehingga
menjadi penahan air yang baik tetapi tidak efektif untuk menahan
gas[ CITATION Akb13 \l 1033 ].
12

Gambar 4. Mekanisme umum degradasi plastic melalui proses erosi


permukaan. [ CITATION Zul17 \l 1033 ]
Permeabilitas uap air merupakan suatu ukuran kerentanan sutau bahan untuk
terjadinya proses penetrasi air. Permeabilitas uap air dari suatu plastic kemasan
adalah laju kecepatan atau transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan yang
permukaannya rata dengan ketebalan tertentu, sebagai akibat dari suatu perbedaan
unit tekanan uap antara dua permukaan pada kondisi suhu dan kelembaban
tertentu[ CITATION Akb13 \l 1033 ].

C. Singkong
Singkong (Manihot esculenta) menempati urutan ke lima sebagai sumber pati
yang paling banyak digunakan didunia, dan ketiga diantara sumber makanan yang
dikonsumsi di daerah tropis. Singkong merupakan tanaman kuat yang tumbuh
dengan baik di tanah yang buruk dan di daerah dengan curah hujan rendah atau
tidak terduga[ CITATION Flo20 \l 1033 ]. Singkong merupakan produk yang
melimpah di Indonesia, khususnya di Jawa Timur. Menurut Statistik Indonesia
Pasalnya, tahun 2013 produksi singkong di Indonesia sebanyak 23.824.000 ton
dan di Provinsi Jawa Timur sebesar itu 3.600.000 ton. Sekitar 16% dari berat ubi
kayu merupakan limbah berupa kulit dan serat. Produk limbah ini mengandung
hampir 70% air dan 30% berat kering. Pada fraksi berat kering terdapat protein
3,5%, serat kasar 10%, 11% lignin, 14%, selulosa, dan 27% hemiselulosa.
13

Didalam kulit singkong mengandung HCN beracun, yang harus dikurangi hingga
di bawah 10 ppm agar tidak terlalu beracun[ CITATION Rat16 \l 1033 ].
Limbah singkong dimanfaatkan untuk bioethanol, produksi kompos, pakan
ternak dan makanan. Hemiselulosa adalah komponen tertinggi kedua dalam
limbah singkong. Biokonversi hemiselulosa mendapat perhatian tinggi karena
manfaatnya dalam berbagai bidang seperti generasi bahan bakar dan bahan kimia,
delignifikasi bubur kertas, klarifikasi jus, peningkatan kecernaan bahan pakan
ternak selain produksi prebiotic[ CITATION Rat16 \l 1033 ].
Kulit singkong dapat menjadi produk yang bernilai ekonomis tinggi, antara
lain diolah menjadi tepung mocaf. Persentase kulit singkong kurang lebih 20%
dari umbinya sehingga per kg umbi singkong menghasilkan 0,2 kg kulit singkong.
Kandungan pati yang berasal dari kulit singkong yang cukup tinggi
memungkinkan digunakan sebagai film plastik biodegradasi. Potensi tersebut
dapat digunakan sebagai peluang untuk memberikan nilai tambah pada kulit
singkong sebagai bahan dasar dalam pembuatan kemasan plastik yang ramah
lingkungan[ CITATION Akb13 \l 1033 ]. Kandungan pati di dalam kulit
singkong berkisar 44 – 59 %. Komposisi kimia kulit singkong ditunjukkan pada
tabel 2[ CITATION Ric04 \l 1033 ].
Tabel 2. Persentase kandungan kimia kulit singkong

Pati merupakan senyawa polisakarida terpenting dan tersebar luas di alam.


Pati disimpan sebagai cadangan makanan bagi tumbuh – tumbuhan, antara lain di
dalam biji buah (padi, jagung, gandum), di dalam umbi (ubi kayu, ubi jalar, talas,
ganyong dan kentang), dan pada batang (aren dan sagu). Pati digunakan untuk
menyimpan glukosa hasil proses metabolisme. Pati merupakan homopolimer
14

terdiri dari monosakarida yang berikatan melalui ikatan oksigen. Polimer dari pati
adalah glukosa. Polimer glukosa tersebut tersusun dari unit satuan α-D – Glukosa
yang dihubungkan oleh ikatan α-(1,4)-glikosidik dan ikatan α-(1,6) – glukosidik.
Kedua polimer tersebut adalah amiloas dan amipektin[ CITATION Akb13 \l 1033
].

Gambar 3. Struktur amilosa dan amylopectin


Kestabilan edible film dipengaruhi oleh amilopektin, sedangkan amilosa
berpenaruh terhadap kekompakannya.pati dengan kadar amilosa tinggi
menghasilkan edible film yang lentur dan kuat karena struktur amilosa
memungkinkan pembentukan ikatan hydrogen anatar molekul glukosa pentusunya
dan selama pemanasan mampu membentuk jaringan tiga dimensi sehingga dapat
memerangkap air dan menghasilkan gel yang kuat.
Sifat pada pati tergantung pada panjang rantai karbonnya, serta lurus atau
bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan
dengan air panas, fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut
amilopektin. Berat molekul pati bervariaso tergantung pada kelarutan dan sumber
pati.

D. Cara membuat plastic biodegradable dari kulit singkong


Proses pembuatan plastic, terlebih dahulu dibuat bahan baku yaitu pati kulit
singkong yang kering. Proses pembuatan pati kulit singkong diawali dengan cara
membersihkan kulit singkong sebanyak 100 gram sehingga dihasilkan kulit
singkong bersih dan putih. Setelah didapat kulit singkong yang bersih dan putih,
15

tambahkan 100 ml air yang berfungsi untuk mempermudah penghancuran. Proses


penghancuran kulit singkong dilakukan dengan alat blender. Bubur kulit singkong
yang telah didapat kemudian disaring dan dibiarkan selama 30 menit untuk
mendapatkan endapan dari bubur kulit singkong. Jika sudah 30 menit endapan
dipisahkan dari air, kemudian endapan yang diperoleh ditambahkan lagi dengan
air dan diendapkan kembali dengan waktu yang sama yaitu 30 menit. Endapan
yang didapat kemudian dikeringkan didalam oven dengan suhu 70 o C selama 30
menit. Setelah didapat pati kering dari persiapan bahan baku, untuk selanjutnya
proses pembuatan plastik biodegradable. Pati kulit singkong sebanyak 12 gram
dimasukkan kedalam beaker glass.
Umumnya didapat campuran pati kulit singkong dengan air, tambahkan 3 ml
asam asetat yang berfungsi sebagai pelarut dari campuran tersebut dan kemudian
ditambahkan kembali 2 ml gliserol yang berfungsi sebagai plastizer yaitu
membuat plastik menjadi lebih elastis. Kemudian, campuran tersebut dipanaskan
didalam waterbath selama 30 menit. Campuran ini akan berubah menjadi seperti
lem, yang terus diaduk agar tidak menggumpal. Sembari diaduk, untuk menguji
keasamannya masukkan kertas indikator, jika ternyata asam tambahkan dengan
NaOH 0,1 ml sampai netral. Angkat campuran yang telah mengental, kemudian
dicetak diatas cetakan yang sebelumnya telah disiapkan yang terbuat dari polimer
agar tidak lengket ketika diangkat. Dan tahap terakhir dikeringkan didalam suhu
kamar sampai kering. Plastik yang telah dilepaskan dari cetakannya siap untuk di
uji karakterisasinya meliputi uji kuat tarik dan elongasi, uji ketahanan air dan uji
biodegrability[ CITATION Ind14 \l 1033 ].
1. Uji kuat tarik dan elongasi
Menggunakan alat uji kuat tarik, dalam uji ini digunakan untuk mengetahui
besarnya kekuatan tarik dari bahan komposit. Pengukuran dengan alat ini
meliputi tensile strength dan elongasi.
2. Uji ketahanan air (Water uptake)
plastik dipotong dengan ukuran 1 cm x 1 cm kemudian ditimbang. Potongan
plastik dimasukan kedalam gelas beker yang telah diisi aquades sebanyak 5
16

mL dan diamkan pada suhu kamar. Diambil potongan plastik setiap menit
kemudian dihilangkan air pada permukaan plastik dengan cara di angina -
anginkan dan timbang sampai berat konstan.
3. Uji biodegrability
Potongan plastik dipotong dengan ukuran 5 x 1 cm, kemudian dikeringkan
dalam desikator dan ditimbang hingga beratnya konstan. Setelah itu
dipendam dalam tanah selama 10 hari. Kemudian sampel dibersihkan dan
dikeringkan dalam desikator. Hasil pemendaman selanjutnya ditimbang
hingga diperoleh berat yang konstan.
17

Daftar Pustaka

Akbar, F., Zulisma , A., & Harahap, H. (2013 ). PENGARUH WAKTU SIMPAN
FILM PLASTIK BIODEGRADASI DARI PATI KULIT SINGKONG
TERHADAP SIFAT MEKANIKALNYA. Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 2,
No. 2.

Anita, Z., Akbar, F., & Harahap, H. (2013). PENGARUH PENAMBAHAN


GLISEROL TERHADAP SIFAT MEKANIK FILM PLASTIK
BIODEGRADASI DARI PATI KULIT SINGKONG. Jurnal Teknik Kimia
USU, Vol. 2, No. 2.

Catalá, R., & Gavara, R. (2010). FOOD PACKAGING . FOOD ENGINEERING Vol.
III .

Darni, Y., & Utami , H. ( 2010). Studi Pembuatan dan Karakteristik Sifat
Mekanikdan Hidrofobisitas Bioplastik dari Pati Sorgum. Jurnal Rekayasa
Kimia dan Lingkungan Vol. 7, No. 4, 88-93.

Florencia, V., Lopez, O. V., & Garcia, M. A. (2020). Exploitation of by-products


from cassava and ahipa starch extraction as filler of thermoplastic corn starch .
Composites Part B : Engineering, vol 182,
https://doi.org/10.1016/j.compositesb.2019.107653 .

Huda, Thorikul, & Feris, F. (2007). Karakteristik Fisikokimiawi Film Plastik. Jurnal
Penelitian dan Sains 4 (2), 3 - 10 .

Indriyanto, I., Wahyuni, S., & Pratjojo, W. (2014). PENGARUH PENAMBAHAN


KITOSAN TERHADAP KARAKTERISTIK PLASTIK BIODEGRADABLE
PEKTIN LIDAH BUAYA. Indonesian Journal of Chemical Science 3 (2),
ISSN NO 2252-6951.

Kumar, A. A., Karthick, K., & Arumugam , K. P. (2011). Biodegradable Polymers


and Its Applications . International Journal of Bioscience, Biochemistry and
Bioinformatics, Vol. 1, No. 3.

Lawson, G., Barkby, C. T., & Lawson, C. (1996). Contaminant migration from food
packaging laminates used for heat and eat meals. Fresenius J. Anal. Chem,
483 - 563.
18

Mujianto, I. (2005). Sifat dan Karakteristik Material Plastik dan Bahan Aditif. Jurnal
Traksi vol 3 no 2.

Nasution, R. S. (2015). BERBAGAI CARA PENANGGULANGAN LIMBAH


PLASTIK. Journal of Islamic Science and Technology Vol. 1, No. 1, 97 - 104.

Neto, W. P., Silvério, H. A., Dantas, N. O., & Pasquini, D. (2013). Extraction and
characterization of cellulose nanocrystals from agro-industrial residue – Soy
hulls. Industrial Crops and Products vol 42, 480 - 488.

Nisah, K. (2018). PEMBUATAN PLASTIK BIODEGRADABLE DARI POLIMER


ALAM. Journal of Islamic Science and Technology Vol. 4, No.2, DOI:
10.22373/ekw.v4i2.2849.

Putra, H. P., & Yuriandala, Y. (2010). Studi Pemanfaatan Sampah Plastik Menjadi
Produk dan Jasa Kreatif. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan vol 2, no 1,
21- 31.

Ratnadewi, A. A., Santoso, A. B., & Sulistyaningsih, E. (2016). Application of


Cassava Peel and Waste as Raw Materials for Xylooligosaccharide Production
using Endoxylanase from Bacillus subtilis of Soil Termite Abdomen .
Procedia Chemistry 18, 31 - 38.

Richana, N., & Sunarti, T. C. ( 2004). KARAKTERISASI SIFAT


FISIKOKIMIATEPUNG UMBI DAN TEPUNG PATI DARI UMBI
GANYONG, SUWEG, UBIKELAPA DAN GEMBILI. J.Pascapanen 1(1),
29 - 37.

Sari, L., Fitrass, U., Sedyadi, E., Nugraha, I., & Krisdiyanto, D. (2019). The Effect of
Stocking Temperature on Biodegradable Plastic Characteristics of Suweg
Tuber (Amorphophallus campanulatus) with Addition of Glycerol and CMC
(Carboxy Methyl Cellulose). PROC.INTERNAT.CONF.SCI.ENGIN VOL 2,
207 - 212.

Zulaika, A., Soesilo , T. E., & Noriko, N. (2017). PENENTUAN POTENSI


KEMAMPUAN TRICHODERMA, SP. Dalam PROSES DEGRADASI
SAMPAH PLASTIK RUMAH TANGGA. Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Pengelolaan Limbah XV , ISSN 1410 - 6086.
19

Anda mungkin juga menyukai