Anda di halaman 1dari 17

1

BAHAN AJAR STATISTIKA NON PARAMETRIK

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Beberapa Terminologi Penting

Pokok pembahasan statitistika pada hakikatnya mencakup kegiatan-


kegiatan, gagasan-gagasan, serta hasil-hasil yang sangat beraneka ragam.
Statistika deskriptif berkaitan dengan kegiatan pencatatan dan peringkasan
hasil-hasil pengamatan terhadap kejadian-kejadian atau karakteristik-
karakteristik manusia, tempat dan sebagainya secara kuantitatif. Adapun
inferensia statistik atau statistik inferensial adalah statiistika yang
menyangkut kegiatan penarikan kesimpulan dari fakta-fakta seperti tersebut
di atas serta pengambilan keputusan berdasarkan fakta-fakta itu.
Populasi adalah suatu kumpulan, entah kumpulan orang, tempat atau
benda. Sedangkan mengenai kumpulan mana yang membentuk populasi
dalam suatu pembicaraan, ini bergantung pada minat dan kepentingan
masing-masing peneliti. Populasi bisa terhingga, bias pula tak terhingga.
Yang berikut ini adalah beberapa contoh populasi terhingga : segenap
mahasiswa yang saat ini terdaftar di suatu perguruan tinggi, segenap
penghuni di suatu daerah tertentu dalam kurun waktu yang tertentu.
Sedangkan yang berikut ini adalah beberapa contoh populasi tak terhingga :
segenap mahasiswa yang pernah terdaftar (dahulu, sekarang, atau dimasa
dating) di suatu perguruan tinggi; semua barang dengan jenis tertentu yang
pernah dan akan diproduksi oleh suatu pabrik.
Sampel adalah bagian dari suatu populasi. Sebagai contoh, para
mahasiswa yang mengambil kuliah bahasa inggris bisa dipandang sebagai
2

sebuah sampel, demikianpula para mahasiswa yang telah menikah. Guna


mendapatkan sampel acak berukuran n, kita memilihnya dengan cara
sedemiian rupa sehingga probabilitas atau peluangnya untuk terpilih telah
diketahui atau ditentukan sejak awal.
Statistik didefinisikan sebagai ukuran deskriptif yang dihitung dari
data sampel. Statistik-statistik yang tidak asing adalah rata-rata sampel,
varians sampel, dan koefisien korelasi sampel. Parameter didefinisikan
sebagai ukuran yang digunakan untuk menggambarkan suatu populasi.
Contoh-contohnya antara lain adalah rata-rata populasi, varians populasi dan
koefisien korelasi populasi. Parameter biasanya tidak diketahui dan dengan
statistik harga-harga parameter itu kita taksir atau kita estimasi. Kita
biasanya mengandalkan bahwa data numeric yang akan kita analisis secara
statistik adalah hasil-hasil prosedur penyampelan acak atau eksperimen acak.
Himpunan hasil-hasil sedemikian disebut variabel acak. Suatu variabel acak
disebut kontinyu bila harga-harga yang dapat diasumsikannya terdiri atas
semua bilangan sejati di suatu interval.

1.2 Pengujian Hipotesis

Hipotesis dapat didefinisikan sebagai pernyataan mengenai satu atau


beberapa populasi. Secara umum kita dapat membedakan hipotesis atas :
hipotesis riset dan hipotesis statistik. Hipotesis riset adalah hipotesis yang
dirumuskan oleh seorang peneliti ahli yang biasanya bukan ahli statistika.
Hipotesis statistik terbagi atas dua yaitu hipotesis nol yang diberi notasi H 0
dan hipotesis tandingan (alternative) yang diberi notasi H1. Uji hipotesis bias
dua sisi, bias pula satu sisi. Yang berikut ini adalah contoh pernyataan
hipotesis nol dan hipotesis tandingannya bila parameter-parameter yang
3

ingin kita ketahui adalah rata-rata populasi μ1 untuk populasi 1, dan rata-rata
populasi μ2 untuk populasi 2, dengan pengujian yang bersifat dua sisi :
H0 : μ1 = μ2
H1 : μ1 ≠ μ2
Disini hipotesis nol menyatakan bahwa rata-rata kedua populasi itu sama,
sedangkan hipotesis tandingannya menyatakan bahwa rata-rata keduanya
tidak sama. Uji satu sisi yaitu
H0 : μ1 ≤ μ2
H1 : μ1 > μ2

Nilai kritis (critical value) suatu statistik uji adalah nilai yang begitu
ekstrim sehingga probabilitas untuk mendapatkan nilai tersebut atau yang
lebih ekstrem, bila H0 benar sama dengan α. Dengan demikian, kita boleh
menyatakan kaidah pengambilan keputusan menurut nilai-nilai kritis.

1.3 Pendugaan (Estimasi)


Guna mendapatkan keputusan tentang besar nilai-nilai parameter
populasi berdasarkan data sampel, kita menggunakan proses yang disebut
pendugaan. Kita mengenal dua macam pendugaan yaitu pendugaan titik dan
pendugaan interval. Dalam pendugaan titik kita menghitung suatu nilai
tunggal yang disebut dugaan dari data sampel dan mengajukannya sebagai
calon untuk parameter yang ingin kita duga. Dalam kebanyakan kasus, orang
lebih menyukai dugaan interval dan menganggapnya lebih bermanfaat.
Suatu dugaan interval antara lain terdiri atas dua nilai yang nilai mungkin
merupakan parameter yang sedang diduga yaitu sebuah nilai bawah dan
sebuah nilai atas.
4

Populasi-populasi yang kita kaji tidak selalu memenuhi asumsi-


asumsi yang mendasari uji-uji parametric, kita kerap kali membutuhkan
prosedur-prosedur inferensial dengan keshahihan yang tidak bergantung
pada asumsi-asumsi yang kaku. Dalam banyak hal prosedur-prosedur
statistik nonparametric memenuhi kebutuhan ini karena tetap shahih meski
hanya berlandaskan asumsi-asumsi yang sangat umum.
Metode statistika inferensial yang telah dipelajari pada mata kuliah
Statistika Elementer, Analisis Regresi maupun Rancangan Percobaan
merupakan metode parametrik karena berdasarkan pada penarikan sampel
dari populasi dengan parameter tertentu seperti rata-rata , simpangan baku
, atau proporsi π. Metode parametrik memerlukan asumsi-asumsi yang
harus dipenuhi, seperti sampel berasal dari populasi berdistribusi normal.
Definisi
Uji parametrik memerlukan pemenuhan asumsi-asumsi tentang distribusi
populasi. Sedangkan uji nonparametrik tidak memerlukan pemenuhan
asumsi-asumsi tentang distribusi populasi. Sehingga uji nonparametrik
disebut juga uji bebas distribusi.

Keuntungan Metode Nonparametrik


1. Metode nonparametrik dapat diaplikasikan secara meluas karena
tidak memerlukan pemenuhan asumsi-asumsi seperti pada metode
parametrik. Metode nonparametrik tidak memerlukan pemenuhan
populasi berdistribusi normal.
2. Metode nonparametrik dapat diaplikasikan pada data kategorik
3. Metode nonparametrik biasanya menggunakan komputasi yang
relatif lebih mudah dibandingkan metode parametrik, lebih mudah
dipahami dan digunakan.
5

Kelemahan Metode Nonparametrik


1. Metode nonparametrik cenderung membuang informasi karena
perhitungan secara eksak seringkali diubah dalam bentuk kualitatif.
Sebagai contoh, pada uji tanda, kehilangan berat badan akibat diet
dinotasikan dengan tanda negatif.
2. Uji nonparametrik tidak seefisien uji parametrik, sehingga
memerlukan bukti yang lebih kuat

Dibawah ini dikemukakan beberapa siatuasi yang tepat bila ditangani


dengan prosedur nonparametrik yaitu
a. Bila hipotesis yang harus diuji tidak melibatkan suatu parameter
populasi
b. Bila data telah diukur dengan skala yang lebih lemah (nominal dan
ordinal).
c. Bila data diukur dengan skala interval dan rasio dan tidak diketahui
bentuk distribusisnya
d. Bila asumsi-asumsi yang diperlukan agar penggunaan suatu prosedur
parametrik menjadi shahih tidak terpenuhi.
e. Bila hasil-hasil riset harus segera disajikan dan perhitungan-
perhitungan terpaksa dikerjakan secara manual.

Skala-Skala Pengukuran
Ada empat macam skala pengukuran yaitu nominal, ordinal, interval
dan ratio.
- Skala nominal merupakan skala yang paling lemah diantara keempat
skala pengukuran. Sesuai dengan nama atau sebutannya, skala
nominal membedakan benda atau peristiwa yang satu dengan yang
lainnya berdasarkan nama (predikat).
6

Contoh : jenis kelamin: 1 (pria), 0 (wanita), nomor induk mahasiswa


dan kode pos,

- Skala ordinal merupakan skala pengukuran yang lebih presisi atau


lebih canggih. Kita membeda-bedakan benda atau peristiwa yang satu
dengan yang lain yang diukur dengan skala ordinal berdasarkan
jumlah relative beberapa karakteristik tertentu yang dimiliki oleh
masing-masing benda atau peristiwa. Pengukuran ordinal
memungkinkan segala sesuatu disusun menurut peringkatnya masing-
masing. Jarak antara 2 angka yang berurutan tidak perlu sama.
Contoh: skala sikap: 1( sangat setuju), 2 (setuju), 3 (kurang setuju),
4( tidak setuju); peringkat karyawan,

- Apabila benda-benda atau peristiwa-peristiwa yang kita selidiki dapat


dibeda-bedakan antara yang satu dan lainnya kemudian diurutkan, dan
bilamana perbedaan-perbedaan antara peringkat yang satu dan lainnya
mempunyai arti (yakni bila satuan pengukurannya tetap), disini skala
interval bisa diterapkan. Skala interval yang benar memiliki sebuah
titik nol, tetapi titik nol ini bias dipilih secara sembarang (tidak
memiliki nol mutlak). Contoh: : Suhu, nilai tes
Suhu 40C bukan berarti sama dengan dua kalinya suhu 20C.
Tidak mempunyai nol mutlak, contoh: suhu 00C bukan berarti tidak
mempunyai suhu

- Apabila pengkuran-pengukuran yang kita lakukan memiliki sifat-sifat


yang terdapat pada ketiga skala yang pertama serta sifat tambahan
bahwa ratio antara masing-masing pengukuran mempunyai arti, maka
skala pengukuran disini disebut skala ratio. Pengukuran-pengukuran
7

dengan skala ratio yang tidak asing bagi kita misalnya adalah
pengukuran tinggi dan berat badan.

BAB II
PROSEDUR-PROSEDUR YANG MENGGUNAKAN DATA
DARI SEBUAH SAMPEL TUNGGAL

2.1 Membuat Kesimpulan Tentang Parameter Lokasi


Dua ukuran tendensi sentral yang paling disukai oleh para peneliti
adalah rata-rata hitung, yang biasanya cukup disebut rata-rata dan median.
Rata-rata populasi merupakan ukuran tendensi sentral yang paling banyak
dijumpai dalam prosedur-prosedur inferensi parametrik.
1. Uji tanda (sign test)
Uji tanda boleh jadi merupakan prosedur yang tertua dari semua
prosedur nonparametrik. Menurut Arburthnott, prosedur ini telah digunakan
sejak tahun 1710. Prosedur ini disebut ujia tanda karena seperti yang akan
kita lihat, data untuk analisis kita ubah menjadi serangkaian tanda plus dan
minus. Dengan demikian, statistik uji yang digunakan (k) adalah jumlah
tanda plus atau jumlah tanda minus yang terkecil diantaranya.
Asumsi-asumsi yang digunakan yaitu sampel yang tersedia untuk
analisis adalah sampel acak dari suatu populasi dengan median M yang
belum diketahui.
Hipotesis :
A. H0 : M = M0 H1 : M ≠ M0
B. H0 : M ≤ M0 H1 : M > M0
C. H0 : M ≥ M0 H1 : M < M0
8

Keputusan : Mengacu tabel binomial


A. Kita akan menolak H0 jika P( K ≤ k │ n . 0,50 ) ≤ α/2
B. Kita akan menolak H0 jika P( K ≤ k │ n . 0,50 ) ≤ α
C. Kita akan menolak H0 jika P( K ≤ k │ n . 0,50 ) ≤ α
Prosedur hitung nilai k :
1. Tentukan tanda plus atau negatif dari Xi - M0, untuk setiap i = 1, 2, ...n
2. Hitung banyaknya tanda plus dan negatif
3. Jika ada data sama dengan M0, data itu dihapus dari analisis sehingga
jumlah data berkurang
4. Tentukan nilai k adalah jumlah tanda plus atau negatif yang lebih kecil
diantaranya
Untuk sampel-sampel yang berukuran 20 atau lebih, kita boleh
menggunakan distribusi normal untuk melakukan aproksimasi terhadap
distribusi binomial. Karena dalam aproksimasi normal kita melakukan
aproksimasi (penaksiran) terhadap suatu distribusi diskret menggunakan
suatu distribusi kontinyu, maka kita memerlukan faktor koreksi kontinyuitas
sebesar 0,5. Bila ini yang kita kerjakan, kita menghitung

(k )  0,5n
z , kemudian nilai z ini dibandingkan dengan tabel normal baku.
0,5 n

Kriteria keputusan mengacu pada teori penggunaan statistik uji Z.


Teladan 1
Lenzer dkk. (E-2) melaporkan penelitian tentang skor-skor daya tahan
(endurance scores) untuk sejumlah hewan yang dikucilkan selama 43
jam. Dengan elektroda-elektroda yang ditanam dalam hipotatamus,
median skor yang dihasilkan adalah 97,5. Andaikan eksperimen itu ditiru
9

di sebuah laboratorium lain terhadap 12 ekor hewan, namun dengan


elektroda-elektroda yang ditanam dalam otak bagian depan. Skor-skor
daya tahan yang teramati oleh para peneliti sebagai berikut:

93,6 89,1 97,7 84,4 97,8 94,5 88,3 97,5 83,7 94,6 85,5 82,6

Gunakanlah uji tanda untuk sampel tunggal untuk melihat apakah para
peneliti itu boleh menyimpulkan pada taraf nyata 0,05 bahwa median skor
daya tahan hewan-hewan dengan elektroda-elektroda yang ditanam dalam
otak bagian depan kurang dari 97,5.
Jawab :
Hipotesis :
H0 : M ≥97,5
H1 : M < 97,5

Statistik uji :
Apabila kita menghitung keduabelas selisih Xi – 97,5 menggunakan
pengamatan-pengamatan dalam tabel 1. kita menemukan sembilan buah
selisih negative, dua selisih positif, dan sebuah selisih nol. Karena selisih
positif lebih sedikit disbanding selisih negative, maka nilai statistik uji disini
adalah k = 2, yaitu banyaknya selisih yang bertanda positif. Pengamatan
yang menghasilkan selisih nol dibuang, sehingga jumlah sampel yang
digunakan tinggal 11.

Keputusan :
Kita akan menolak H0 jika peluang untuk mendapatkan sebuah tanda plus
atau lebih sedikit, bila H0 benar kurang dari atau sama dengan 0,05. Bila kita
mengacu ke table Binomial dan melihat peluang bahwa
10

P[K ≤ 2 │11. 0,50] = 0,0327


Karena 0,0327 lebih kecil 0,05, maka H0 ditolak. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa median skor daya tahan hewan-hewan dengan elektroda-elektroda
yang ditanam dalam otak lebih kecil dari 97,5.

2. Uji Peringkat Bertanda Wilcoxon


Sebagaimana yang telah kita lihat, uji tanda hanya menggunakan
tanda-tanda dari selisih-selisih antara nilai-nilai hasil pengamatan dan
median hipotesis. Untuk menggunakan prosedur ini, yang dikenal sebagai uji
peringkat-bertanda wilcoxon. Kita mula-mula mengurutkan selisih-selisih
menurut peringkat berdasarkan nilai mutlaknya masing-masing. Kemudian
kita memberikan tanda-tanda pada selisih (beda) yang semula kepada
peringkat-peringkat yang dihasilkan, dan setelah itu melakukan dua
penjumlahan yakni penjumlahan peringkat-peringkat bertanda negative dan
peringkat-peringkat bertanda positif. Karena uji peringkat-bertanda wilcoxon
menggunakan informasi yang lebih baik ketimbang uji tanda, maka sering
kali kuasa uji inipun lebih tinggi. Uji peringkat-bertanda wilcoxon juga
mengandaikan bahwa sampel diambil dari populasi yang simetrik. Apabila
populasi yang diambil sampelnya memenuhi asumsi-asumsi ini, kesimpulan-
kesimpulan mengenai median populasi tersebut berlaku pula untuk nilai rata-
ratanya.

Asumsi-asumsi :
a. Sampel yang tersedia untuk analisis adalah sampel acak berukuran n dan
suatu populasi dengan median M yang belum diketahui.
b. Variabel yang kita minati kontinyu.
c. Populasi yang diambil sampelnya simetrik
11

d. Skala pengukuran yang digunakan sekurang-kurangnya skala interval.


e. Pengamatan-pengamatan yyang dilakukan saling independent.

Hipotesis :
A. H0 : M = M0 H1 : M ≠ M0
B. H0 : M ≤ M0 H1 : M > M0
C. H0 : M ≥ M0 H1 : M < M0

Statistik uji : (T)


Untuk mendapatkan statistik uji (T), kita menggunakan prosedur sebagai
berikut
a. Kurangilah masing-masing nilai pengamatan dengan median hipotesis;
jadi untuk masing-masing pengamatan, carilah
Di = Xi – M0
Jika ada nilai pengamatan Xi yang sama dengan median hipotesis Mo.
singkirkanlah hasil pengamatan itu dari perhitungan dan ukuran sampel
harus dikurangi sesuai dengan banyaknya pengamatan yang tidak
terpakai.
b. Berilah peringkat kepada selisih-selisih Di dari yang paling kecil hingga
yang paling besar tanpa menghiraukan tandanya masing-masing. Dengan
perkataan lain, yang kita beri peringkat adalah │Di│, yaitu nilai-nilai
mutlak setiap selisih.
c. Berikanlah kepada masing-masing peringkat tanda dari selisih yang
memiliki peringkat tersebut. Bila ada data yang sama bagian b, maka beri
peringkat rata-rata.
12

d. Jumlahkan semua angka peringkat yang bertanda positif, sebutlah ini T+.
Jumlahkan pula semua angka peringkat yang bertanda negative, sebutlah
ini T+.
e. Tentukan statistik uji T adalah nilai T+. atau T+.yang lebih kecil
diantaranya.

Kaidah pengambilan keputusan


Nilai-nilai kritis statistik uji pada peringkat-bertanda wilcoxon untuk ukuran
sampel dari 3 hingga 20 dari berbagai taraf nyata dapat kita jumpai dalam
sel-sel tabel uji Peringkat Bertanda Wilcoxon . Kaidah pengambilan
keputusan untuk masing-masing pasangan hipotesis dalam langkah ke-2 di
atas adalah sebagai berikut :
Hipotesis A : Kita menolak H0 pada taraf nyata α jika T lebih kecil daripada
nilai tabel Wilcoxon untuk n dan α (dua-sisi) yang ditabulasikan.
Hipotesis B dan C : Tolaklah H0 pada taraf nyata α jika T kurang daripada
nilai tabel Wilcoxon untuk n dan α (satu-sisi) yang ditabulasikan.
Teladan 2
Malina melaporkan hasil sebuah studi tentang berat tubuh para
pemain bola di Universitas Texas di Austin antara tahun 1899-1970.
Umpama sebuah sampel acak yang terdiri atas 15 pemain bola selama 10
tahun terakhir pada sebuah universitas terkenal lain memberikan data berat
tubuh seperti berikut:
Pemain Berat tubuh Pemain Berat tubuh
1 188 9 214,4
2 211,2 10 221
3 170,8 11 162
4 212,4 12 222,8
5 156,9 13 174,1
6 223,1 14 210,8
13

7 235,9 15 195,2
8 183,9

Dapatkah kita menyimpulkan bahwa median berat populasi yang


sampelnya kita ambil ini lebih besar dari 163,5 pounds? Misalkan α = 0,05.
Jawab :

Hipotesis :
H0 : M ≤ 163,5
H1 : M > 163,5

Berat tubuh Di = Xi-M0 Peringkat │Di│ Peringkat Bertanda│Di│


188 24,5 6 +6
211,2 47,7 9 +9
170,8 7,3 3 +3
212,4 48,9 10 +10
156,9 -6,6 2 -2
223,1 59,6 14 +14
235,9 72,4 15 +15
183,9 20,4 5 +5
214,4 50,9 11 +11
221 57,7 12 +12
162 -1,5 1 -1
222,8 59,3 13 +13
174,1 10,6 4 +4
210,8 47,3 8 +8
195,2 31,7 7 +7
T+ = 117
T- = 3

Karena T- = 3 lebih kecil daripada T+ = 117, maka statistik uji yang


digunakan adalah T = 3.
Keputusan :
14

Untuk taraf nyata dua-sisi α = 0,05 dan sampel berukuran n = 15, diperoleh
nilai tabel Wilcoxon sebesar 30. Oleh karena T= 3 < 30 maka Kita menolak
H0. Jadi, dapat disimpulkan bahwa median berat populasi yang sampelnya
kita ambil lebih besar dari 163,5 pounds.

Aproksimasi untuk sampel besar. Apabila n lebih besar dari 15, Gunakan uji
Z

T  [n(n  1) / 4]
Z
n(n  1)(2n  1) / 24

Statistik Z memiliki distribusi yang kira-kira sama dengan distribusi


normal standar. Dalam aproksimasi sampel-besar ini kita dapat melakukan
suatu penyesuaian akibat adanya angka-angka sama yang ditemukan
diantara selisih-selisih bukan nol, dengan cara melengkapi persamaan di atas
sebagai berikut. Misalkan t adalah banyaknya selisih mutlak yang berangka
sama untuk suatu peringkat tertentu. Maka faktor koreksi disini adalah

fk 
t  t
2

48

Dan kita mengurangkan faktor ini terhadap besaran dibawah tanda akar.
Karena itu, bila kita menjumpai sejumlah angka sama, kita menggantikan
denominator pada statistik uji aproksimasi sampel-besar dengan

n(n  1)( 2n  1)  t   t
2

 
24 48
15

3. Uji Binomial
Uji binomial menguji hipotesis suatu proporsi populasi yang terdiri
atas dua kelompok kelas, misalnya kelas pria dan wanita, senior dan junior,
datanya berbentuk nominal dan ukuran sampelnya kecil. Distribusi binomial
adalah distribusi sampling dari proporsi-proporsi yang mungkin diamati
dalam sampel-sampel random yang ditarik dari populasi yang terdiri dari
dua kelas.
Andaikan pula bahwa p menyatakan proporsi unsur-unsur tipe A dalam
populasi itu dan 1-p = q menyatakan proporsi unsur-unsur tipe B. Jika kita
menarik sebuah sampel acak sederhana berukuran n dari populasi tersebut.
Rumus binomial memungkinkan kita menghitung peluang atau probabilitas
bahwa sampel itu berisi unsure tipe A (atau tipe B, kalau kita kehendaki)
dalam jumlah yang tertentu berdasarkan suatu asumsi. Kalau r kita nyatakan
sebagai jumlah unsure tipe A dalam sampel, maka kita menuliskan rumus
binomial untuk menentukan peluang P(r) bahwa r sama dengan bilangan
manapun yang lebih besar dari atau sama dengan nol sebagai
n
P(r )    p r q n  r
r

Asumsi-asumi :
a. Data terdiri atas hasil-hasil percobaan Bernoulli yang diulang n kali.
Disini, masing-masing hasil percobaan akan berupa entah “keberhasilan”
atau “kegagalan”.
b. Ke-n percobaan itu bersifat independent
c. Peluang untuk memperoleh keberhasilan p, pada setiap percobaan tidak
berubah-ubah
16

Hipotesis-hipotesis :
Kita menggunakan p0 sebagai notasi untuk proporsi populasi yang
dihipotesiskan. Kita boleh menyatakan hipotesis-hipotesis sedemikian rupa
sehingga dapat digunakan baik untuk uji dua-sisi maupun salah satu dari uji
satu-sisi yang mungkin.
A. (Dua-sisi) : H 0 : p  p 0 H 1  p  p0

B. (Satu-sisi) : H 0 : p  p 0 H 0 : p  p0

C. (Satu-sisi) : H 0 : p  p 0 H 0 : p  p0

Statistik uji :
Karena perhatian kita tercurah pada banyaknya keberhasilan S, maka
statistik uji kita adalah S = banyaknya keberhasilan.

Kaidah pengambilan keputusan, mengacu tabel binomial


A. Tolak Ho jika nilai S < s1 atau S > s2 dimana s1 diperoleh sedemikian
sehingga P(r ≤ s1) ~ α /2 dan s2 diperoleh sedemikian sehingga P(r>s2)
~ α/2.
B. Demi nilai-nilai S yang cukup besar, kita menolak H 0 : p  p 0 . Dalam hal
ini kita harus mengacu ke Tabel Binomial dengan n dan p0 kita, lalu
mencari nilai s yang sedemikian sehingga P(r>s) ~ α. Kita menolak H0
jika S lebih besar daripada s.
C. Kita menolak hipotesis nol H 0 : p  p 0 demi nilai-nilai S yang cukup kecil.
Untuk mengetahui nilai kritis untuk S, kita mengacu ke Tabel Binomial
dengan n dan p0 kita, lalu mencari nilai s yang sedemikian sehingga
P(r≤s) ~ α, H0 kita tolak jika S lebih kecil dar s.
17

Teladan 3
Dilakukan penelitian untuk mengetahui kecenderungan masyarakat
dalam memilih perawatan kecantikan. Berdasarkan 20 anggota sampel yang
dipilih secara acak, ternyata 8 orang memilih perawatan kecantikan. Ujilah
bahwa peluang masyarakat dalam memilih perawatan kecantikan di salon
lebih kecil dari 0.5 dengan Taraf nyata yang digunakan adalah 1%.
Jawab
Hipotesis
H 0 : p  0,5 H 0 : p  0,5 (Hipotesis C)

dengan S = 8
Melalui tabel Binomial , n=20 dan p = 0,5
diperoleh nilai s sedemikian hingga P(r≤s) ~ 0.01 adalah 4. Oleh
karena S=lebih besar daripada s=4, keputusan tidak menolak Ho

Latihan : Dengan soal yang sama dengan di atas, tetapi bentuk hipotesis
adalah dua sisi

Aproksimasi bila sampel besar. Apabila n besar dan p tidak begitu dekat
dengan 0 atau 1, kita dapat mengetahui nilai kritis untuk s menggunakan
aproksimasi sampel-besar sebagai berikut ;

s  np 0  z np 0 (1  p 0 )

Dalam tabel Normal Baku kita dapat menemukan nilai z, yakni nilai variabel
normal standar untuk α, taraf nyata yang telah dipilih.

Anda mungkin juga menyukai