HISTORIOGRAFI INDONESIA
NIM : 1901561006
SEMESTER : III
2020
GAMBARAN UMUM HISTORIOGRAFI INDONESIA
Berbicara mengenai Historiografi Indonesia secara umum, harus diketahui beberapa alasan bagi
para pakar sejarah ataupun pemerhati sejarah mengenai historiografi Indonesia. Yaitu :
Budaya tulisan merupakan ekspresi pikiran dan gagasan bagi kehidupan manusia. Sebelum
dikenal budaya tulisan manusia mengekspresikan pikiran dan gagasannya melalui gambar, lukisan pada
batu, tembok, tebing, goa, dll. Contohnya di Bali dapat menemukan juga di sepanjang sungai Pakerisan,
Bedulu, Gianyar pada tebing-tebing sungai sepanjang sungai Pakerisan tersebut. Di bagian timur
Indonesia seperti di Sulawesi diperkirakan sudah ada berabad-abad yang silam, hal ini membuktikan
bagaimana cara manusia mengekspresikan dirinya.
MEDIA TULISAN
Seiring dengan perkembangan seni menulis maka muncul juga media sebagai tempat menulis
seperti, tiang batu, tembok, tamblet (lembaran dari tanah liat), papyrus (sejenis tanaman yang diolah)
khusus, kulit binatang, dari sutera, ada juga fiber digunakan sebagai media tulis dan lain-lain. Tinta tertua
dibuat dari campuran air dan getah tumbuhan. Pena pertama dibuat pertama dengan tangan dari buluh
(bambu kecil), bulu ayam, bulu angsa hingga pena baja ditemukan pada abad ke-19. Penemuan tulisan
dan alat-alat tulis memiliki pengaruh besar terhadap peradaban manusia. Orang-orang mulai
mengekspresikan dirinya bukan hanya dengan gambar-gambar saja, melainkan melalui tulisan termasuk
juga tentang kehidupan mereka. Akan tetapi rupanya kemampuan menulis belum cukup untuk itu. Seperti
pentingnya penentuan waktu dalam penulisan.
PENULISAN SEJARAH
Manusia sudah mengenal budaya tulisan sejak beberapa ribu tahun sebelum masehi. Di Mesir
sudah menggunakan 24 huruf hieroglif, alphabet pertama kali dikenal oleh orang Semit, kemudian
disempurnakan oleh orang-orang Funisia. Kemudian alphabet itu dilengkapi oleh orang-orang Yunani.
Alphabet Yunani menyebar ke seluruh Eropa Barat melalui Romawi dan ke Romawi Timur melaui
Byzantium. Orang-orang Romawilah yang memberi perbedaan antara huruf besar (capital) dan huruf
kecil. Pada saat itu huruf capital digunakan hanya dalam karya sastra yang dianggap berharga, huruf kecil
digunakan untuk keperluan komersial dan keperluan pribadi. Tetapi sejak masa kaisar pertama di Franka
(Prancis), para biarawan menulis huruf besar dan huruf kecil bersama-sama.
DEFINISI HISTORIGRAFI
Definisi Historiografi secara etimologis berasal dari Bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata
historia dan grafein. Historia berarti penyelidikan tentang gejala alam fisik dan grafein berarti gambaran,
tulisan, dan uraian. Istilah historia sudah dikenal di Yunani sekitar 500 SM. Hecataeus menggunakan kata
historia untuk menyebut hasil penelitiannya tentang gejala alam yang terdapat di daerah hunian manusia
di Yunani. Herodotus juga menggunakan kata historia dalam karyanya tentang perang di Persia dalam
melukiskan.
1. Historiografi merupakan bagian terakhir dari prosedur metode sejarah, yang berarti :
1.1 Sebagai rekonstruksi tentang masa lampau berdasarkan data yang diperoleh atau tahap heuristik,
1.2 Proses menguji, menganalisis secara kritis data yang diperoleh,
1.3 Bagian terakhir dari prosedur metode sejarah adalah historiografi diartikan sebagai tulisan atau
laporan suatu penelitian sejarah,
1.4 Historiografi dalam pengertian ini dikategorikan sebagai proses penulisan sejarah yang bersifat
objektif.
2. Historiografi yang diartikan sebagai pengkajian tentang karya-karya sejarah yang pernah ditulis atau
pengkajian tentang sejarah yang bersifat subjektif jadi mata kuliah hitoriografi mempelajari
hirtoriografi dalam pengertian kedua.
1. Dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan tempat dimana sejarawan dan karyanya dilahirkan,
2. Dipengaruhi oleh jiwa jamannya.
Di Indonesia mulai dikenal Historiografi sejak orang mulai merekam peristiwa sejarah dalam bentuk
tulisan. Historiografi dimulai dengan prasasti-prasasti yang dibuat oleh penguasa dalam berbagai
bentuknya pada awal abad ke-5 M. historiografi di luar prasasti baru dimulai oleh Mpu Prapanca pada
abad ke-14 menulis tentang kitab Negarakertama. Sejak itulah Hitoriografi berkembang terus dalam hal
bentuk, isi, fungsi, ruang lingkup dan pendekatannya. Sehingga mulai dikenal historiografi tradisional,
colonial, historiografi nasional nasional dan hitoriografi modern.
HISTORIOGRAFI TRADISIONAL
Historiografi tradisional adalah penulisan sejarah yang dibuat secara tradisional. Hampir setiap
kebudayaan di dunia selalu melewati fase tradisional. Di berbagai daerah di Indonesia menyebut
historiografi tradisional memiliki sebutan yang berbeda-beda, misalnya historiografi tradisional di Jawa
Barat disebut Carita (Carita Parahyangan), Sejarah (Sejarah Bandung), Babad (Babad Parahyangan), dll.
Historiografi tradisional di Jawa Tengah disebut Babad (Babad Tanah Jawi), Serat (Serat Kanda), dll.
Historiografi tradisional di Sumatra disebut Hikayat (Hikayat Aceh, Hikayat Negeri Palembang), Tambo
(Tambo Minangkabau), Syair (Syair Perang Aceh), dll. Historiografi tradisional di Kalimantan disebut
Kronik (Kronik Banjarmasin).
1. Fungsi Sosio-psikolog, untuk memperkuat kedudukan dan melegitimasi kekusaan seorang raja atau
penguasa yang dianggap sebagai tokoh sentral atau tokoh utama. Karena itu historiografi sering
disebut rasa sentris, istana sentris, dan sebagainya.
2. Fungsi edukatif / pendidikan, historiografi tradisional disusun agar generasi berikutnya dapat mengenali
masa lampaunya.
3. Fungsi sebagai pusaka, naskah-naskah yang memiliki kekuatan gaib bisanya disimpan sebagai barang
pusaka, misalnya di Kesultanan Cirebon terdapat naskah-naskah yang dianggap tidak bisa dibuka
atau dibaca karena dianggap pusaka yang sangat keramat oleh keturunan Sultan Cirebon. Sejarah
Jakarta juga disimpan oleh masyarakat tertentu sebagai pusaka.
Dengan demikian historiografi tradisional selain berisi rekaman peristiwa sejarah, juga mengandung
unsur-unsur mitos, legenda, dan dongeng. Historiografi tradisional bukan kebenaran sejarah yang menjadi
tujuan utama, namun nilai kultural masyarakat yang menjadi tujuan utamanya. Oleh karena historiografi
tradisional juga mengungkapkan mengenai kebenaran sejarah yang sudah terjadi, maka dalam
penggunaannya perlu dilakukan analisis.
1. Latar belakang lingkungan kebudayaan masyarakat tempat sejarawan dan karyanya di tulis,
2. Latar belakang kebudayaan yang mempengaruhi hidup penulis historiografi,
3. Melalui prosedur metode sejarah, antara lain melalui proses seleksi dan analisis terhadap
historiografi tradisional.
1. Di Jawa Barat :
a. Carita : Carita Parahyangan
Carita Purwaka Caruban Nagari
2. Di Bali :
a. Prasasti : Prasasti Sukawana
Prasasti Bebetin
Prasasti Blanjong
4. Di Sumatra :
a. Hikayat : Hikayat Aceh
Hikayat Riau
Hikayat Negeri Palembang
Dalam prasasti Trawulan I menyebutkan antara lain adalah munculnya Curabhaya (Surabaya).
Surabaya dianggap garda terdepan dalam rangka penyatuan Nusantara di zaman Majapahit. Namun dalam
berita Cina pada saat Kubilai Khan yang pernah menyerbu Jawa Timur (1293) tidak menyebut nama
Surabaya tapi nama lain dimana tempat itu tempat bertemu dan pertahanan mereka. Karena prasasti
Trawulan I menimbulkan perbedaan interpretasi, maka data prasasti Trawulan I perlu dijelaskan. Cara
menganalisis prasasti Trawulan antara lain :
1. Mengikuti petunjuk Arnold Toynbee, untuk menjelaskan suatu bagian, terlebih dahulu kita harus
meninjau keseluruhan.
2. Melalui prosedur metode sejarah, heuristic (data di kritik sumber tentang keaslian dan sifat dan
coraknya), melakukan interpretasi mencari makna dan keterhubungan data.
Beberapa sumber yang memperkuat isi prasasti Trawulan I antara lain kitab Negarakertagama yang
mengungkapkan raja Hayam Wuruk sering melakukan perjalanan ke desa-desa yang termasuk wilayah
kekuasaan majapahit. Tujuan perjalanan itu antara lain :
Sejak tercapainya kemerdekaan Indonesia serta terbentuknya negara nasional, timbul keperluan
untuk menulis sejarah Indonesia. cakrawala yang bersifat magis, kosmogis, yang biasanya termuat dalam
babad, hikayat, dan sebagainya digantikan dengan sejarah yang bersifat empiris-ilmiah. Proses perubahan
dalam usaha penulisan sejarah Indonesia itu berlangsung sejak tahun 1950-1957. Perkembangan dari
tahap spekulatif ke tahap empiris-scientific.
Dalam penyusunan historiografi Indonesia, generasi sejarawan dewasa ini dihadapkan pada
perubahan sosial baik secara evolusioner maupun revolusioner. Jadi kesadaran sejarah masa kini tidak
hanya dihadapkan dengan proses perubahan yang berlangsung di sekitarnya. Perubahan-perubahan sosial
yang terjadi telah membuka pandangan-pandangan baru bagi sejarawan tentang kapan, dimana, serta apa
yang terjadi. Sejarah Indonesia juga perlu menonjolkan keunikannya. Kecenderungan sejarawan masa
kini dalam merekonstruksi sejarah perlu memperhatikan aspek-aspek perkembangannya tanpa
mengurangi sejarah naratif dan keunikannya dalam sejarah.
Pada abad ke-19 daerah Madiun diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda.
Sebelumnya daerah Madiun, Kediri, terkenal sebagai daerah mancanegara timur. Pada abad ke-18 melalui
perjanjain Gianti, daerah-daerah mancanegara itu diserahkan kepada Belanda sebagai ganti rugi untuk
bantuan mereka dalam menghadapi perang Diponegoro. Kekuasaan Belanda tertanam melalui perjanjian-
perjanjian seperti itu. Pada masa kekuasaan raja-raja Jawa, raja dan golongan priyayi Jawa berkuasa atas
dasar petani. Walaupun kepentingan raja dan golongan priyayi tidak seluas pemerintah colonial, akan
tetapi yang menjadi beban dari para petani adalah adanya kerja bakti setiap tahun di keraton dengan
membawa upeti.
Menggunakan tenaga petani untuk membangun dan memelihara istana, jalan raya, irigasi,
dan lain-lain. Terkadang juga harus tinggal lama di keraton meninggalkan panen sawah di derah mereka.
Hal lain yang dapat merusak ekonomi pertanian adalah peperanganyang sering terjadi. Sistem pajak tanah
oleh Raffles dilanjutkan oleh Van Der Capellen telah mengalami kegagalan. Pemerintah colonial Belanda
telah mengangkat gubernur Jenderal baru untuk Indonesia yaitu Van Den Bosch yang diberikan tugas
utama untuk meningkatkan produksi tanaman ekspor yang terjadi selama sistem pajak tanah berlangsung.
Alasan Belanda memberikan tugas seperti itu karena keadaan parah dari keuangan negeri
Belanda. Alasan tersebut terdorong oleh Van Den Bosch menciptakan sistem baru yang dikenal dengan
sistem tanam paksa.
Pulau Jawa dijadikan suatu koloni yang menguntungkan. Sejak itu hasil bumi yang dahulu
diberikan kepada raja sebagai upeti tidak terjadi lagi dalam sistem tanam paksa. Tanah perkebunan
dianggap tanah milik pemerintah colonial sebagai bentuk hadiah sesuai dengan perjanjian antara
penguasa pribumi dengan pihak pemerintah colonial. Beban tanam paksa petani terutama dirasakan pada
keperluan dan perluasan akan tenaga kerja. Sekitar tahun 1850 kira-kira 65% dari penduduk petani di
Madiun terdaftar sebagai tenaga kerja paksa di perkebunan yang dikelola pemerintah Belanda.
Tenaga kerja petani selain kerja paksa di perkebunan, juga diperlukan untuk pembangunan dan
pemeliharaan jalan raya, jembatan, irigasi, dan lain-lain. Pemerintah colonial menentukan bahwa pajak
tanah harus dibayar dengan kerja bakti di perkebunan. Itu artinya para petani tidak menerima upah untuk
pekerjaan di perkebunan karena dianggap kerja bakti. Para tuan tanah diharuskan untuk membagi-bagikan
tanahnya kepada petani miskin yang tidak memiliki tanah, peraturan itu justru tidak bermaksud untuk
mensejarterakan petani miskin.
Setelah tahun 1870 dihapuskannya sistem tanam paksa dan kerja paksa digantikan dengan sistem
upah dan pembayaran pajak. Sistem inipun tetap dirasakan sebagai beban dimana pajak petani dibayar
dengan uang. Antara pendapatan dengan keperluan mereka diluar pajak sehingga mereka terpaksa
menjual jasa sebanyak mungkin. Proses masuknya ekonomi keuangan ke dalam desa menyadarkan para
petani akan keadaan yang sebenarnya. Terutama elit desa yang merasakan perbedaannya. Oleh karena itu
muncullah reaksi keras dan radikal dari pihak petani yang ada. Perasaan anti terhadap kekuasaan
pemerintah colonial itu muncul dalam gerakan yang tergantung dari isu-isu setempat, seperti pajak.
Pemberontakan petani tidak selalu dapat diartikan bertujuan untuk menggulingkan pemerintah dan tidak
selalu merupakan gerakan revolusioner atau anti Belanda.
Kartini yang masih muda belia saat itu sudah dapat bercerita melalui surat-suratnya tentang
kakeknya yang bernama Tjondrongoro IV, sebagai berikut :
“Almarhum eyangku, Pangeran Ario Tjondronegoro dari Demak sangat menganjurkan kemajuan.
Beliau adalah Bupati pertama di Jawa Tengah yang membuka pintunya untuk peradaban Barat.
Anak-anaknya yang semuanya menikmati pendidikan Barat telah mewarisi cintanya kepada
kemajuan.”
Semua cita-citanya untuk kemajuan perempuan untuk kemajuan bangsanya sudag berwawasan
kebangsaan pula, yang dituangkan ke dalam surat-suratnya yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang,
oleh Abendanon. Tetapi yang menjadi kendalanya adalah Kartini adalah seorang perempuan yang hidup
dalam masyarakat yang masih sangat feudal dan masyarakat yang masih berada di bawah kekuasaan
pemerintah Belanda. Dengan keinginannya yang kuat, ayahnya pun mengijinkan untuk mengenyam
sampai sekolah dasar Hindia Belanda, bahkan Kartini berkeinginan untuk melanjutkan sekolahnya ke
Netherland. Namun karena desakan dan pertimbangan lainnya, Mr. Abendanon membatalkan rencananya
yang sudah jauh-jauh sebelumnya Kartini ajukan. Kartini merasa terpukul jiwanya, namun dia tidak
hanya mengeluh, dalam bulan-bulan berikutnya Kartini menyibukkan diri dengan bermacam-macam
kegiatan, antara lain membuat surat usulan agar beasiswa yang sedia untuk Kartini agar dialihkan kepada
pemuda pelajar sekolah kedokteran di Stovia bernama Salim yang berasal dari Sumatra. Salim yang
dimaksud adalah Kyai Haji Agus Salim yang dikenal dalam pergerakan.
Kegiatan lain Kartini yaitu mendirikan sebuah sekolah di dalam kabupaten, sekolah gadis pertama
di Hindia Belanda. Kartini juga masih mempunyai waktu untuk mengurus pesanan barang kerajinan
rakyat yang ada di desa belakang gunung. Hubungan surat menyurat dengan sahabatnya pun masih tetap
terpelihara, bahkan daftar korespondennya pun bertambah.
Tulisan-tulisan Kartini yang dimuat di surat-surat kabar dan berbagai majalah di Netherland dibaca
juga oleh para pelajar itu. Mereka sangat tertarik dan kagum bahwa seorang putri bangsa bumi putra dapat
menulis tentang hal-hal yang actual dalam masyarakat dengan Bahasa Belanda yang indah. Beberapa
orang mengirimkan surat kepada Kartini untuk menyampaikan kekaguman atas gagasan dan cita-citanya
dalam hal emansipasi wanita, mereka juga mengagumi keluhuran budi kartini yang meskipun berasal dari
kalangan ningrat tinggi, mereka bersedia untuk bekerja di kalangan rakyat biasa. Demikianlah Kartini
menjadi perempuan muda ideal yang dikagumi dan dipuja-puja di kalangan kaum muda terpelajar
harapan bangsa.
“Kami akan menggoyahkan gedung feodalisme itu dengan segala tenaga yang ada pada kami,
dan andaikan hanya ada satu potong batu yang jatuh, kami akan menganggap hidup kami tidak
sia-sia. Tetapi sebelum itu kami akan mencoba memperoleh kerjasama, meski dari hanya satu
orang pria yang paling baik dan terpelajar di Jawa. Kami akan menghubungi kaum pria kita
yang terpelajar dan progresif, kami akan mencoba memperoleh persahabatan dan bantuan
mereka. Sebab kami bukan berjuang untuk memusuhi kaum laki-laki, melainkan untuk
menentang pendapat-pendapat dan adat yang kolot, yang tidak berguna lagi bagi tanah Jawa di
hari depan …”.