Anda di halaman 1dari 53

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

“S” DENGAN GANGGUAN


SISTEM ENDOKRIN DIABETES MELITUS + GANGGREN DI RUANG
SAKURA RSU IPI MEDAN

Dosen Pembimbing : Eka Nugraha N. S.Kep. Ns. M.Kep

Disusun Oleh : Kelompok 1

Adelia Pratiwi 1714201001


Aditya Mulia Ningrum 1714201002
Ahmad Muhtadun 1714201045
Arman Saleh Pohan 1714201003
Dela Safitri 1714201050
Leo Richard Sihombing 1614201018

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS IMELDA

MEDAN

T.A 2020 / 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus Asuhan
Keperawatan Pada Tn.S Dengan Gangguan system endokrin “Diabetes Mellitus +
Ganggren” di Ruangan Sakura Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia
(IPI) Medan. Laporan kasus ini dibuat untuk Memenuhi Tugas Keperawatan
Medikal Bedah.
Dalam penyusunan laporan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
bapak/ibu:
1. dr. H.Raja.Imran Ritonga, M.Sc selaku Ketua Yayasan Imelda Medan.
2. Dr. dr Imelda L.Ritonga, S.Kp, M.Pd., MN selaku Rektor Universitas
Imelda Medan
3. dr. Hedy Tan, MARS., MOG., Sp., OG selaku direktur Rumah Sakit
Umum Imelda Pekerja Indonesia Medan.
4. Rostina Manurung S.Kep., Ns., M.Kes selaku Ketua Prodi S.Keperawatan
Universitas Imelda Medan
5. Edy Syahputra Ritoga S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Wali kelas tingkat IV
6. Eka Nugraha Naibaho, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku Dosen Pembimbing
Akademik Keperawatan.
7. Lamtiur Purba, S.Kep. Selaku Pembimbing Klinik praktek Keperawatan
8. Teman-teman yang ikut dalam menyelesaikan laporan ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini dan semoga bermanfaat

Medan, 12 Februari 2021

Penulis

Kelompok 1

ii
Lembar Pengesahan

Asuhan Keperawatan Pada Tn. S dengan gangguan sistem Endokrin “Diabetes


Melittus + Ganggren“ di ruangan sakura Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja
Indonesia Medan

Laporan kasus ini

Disetujui oleh

Preceptor Akademik Preseptor Klinik

( Eka Nugraha Naibaho S.Kep Ns M.Kep) (Lamtiur Purba, S.Kep.)

Diketahui oleh

Ketua program Studi Departemen Keperawatan Medikal Bedah

( Rostina Manurung S.Kep Ns M.Kes) ( Eka Nugraha Naibaho S.Kep Ns M.Kep)

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................... 2
1.3 Tujuan............................................................................................. 2
1.3.1 Tujuan Umum........................................................................ 2
1.3.2 Tujuan Khusus....................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 4
2.1.1 Definisi dari diabetes melitus.............................................. 4
2.1.2 Anatomi dan fisiologi......................................................... 6
2.1.3 Klasifikasi diabetes melitus................................................ 9
2.1.4 Etiologi diabetes melitus..................................................... 11
2.1.5 Patofisiologis diabetes melitus............................................ 12
2.1.6 Pathway diabetes melitus.................................................... 15
2.1.7 Manifestasi klinis diabetes melitus..................................... 16
2.1.8 Pemeriksaan diagnostik diabetes melitus............................ 18
2.1.9 Penatalaksanaan diabetes melitus....................................... 19
2.1.10 Komplikasi diabetes melitus............................................... 22
BAB 3 LAPORAN KASUS
3.1 Resume………………………………………………………….29
3.2 Pengkajian………………………………………………………42
3.3 Intervensi………………………………………………………..46
3.4 Implementasi…………………………………………………….46
BAB 4 PENUTUP........................................................................................ 52

4.1 Simpulan ....................................................................................... 52


4.2 Saran ....................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes Melitus (DM) adalah Penyakit kronis progresif yang disebabkan oleh
penurunan sekresi pada insulin, kerja insulin atau keduanya. Penyakit ini ditandai
dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein yang mengarah ke hiperglikemia dikatakan hiperglikemia, yaitu
dengan gula darah lebih dari 200 mg/dL pada pemeriksaan gula darah sewaktu
(GDS) dan jika seseorang sudah dinyatakan DM, akan menimbulkan tanda dan
gejala yang khas seperti polifagi (banyak makan), polidipsi (banyak minum) dan
poliuria (banyak BAK). Saat ini Diabetes mellitus menjadi perbincangan serius
dalam dunia kesehatan karena angka kejadian yang terus meningkat setiap
tahunnya.
Menurut data WHO global report tahun 2016 menyatakan bahwa diabetes
merupakan penyebab1,5 juta kematian di tahun 2012 dan bertambah 2,2 juta
kematian akibat gula darah yang melebihi batas maksimum. Di Indonesia,
menurut hasil survey dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menyatakan
bahwa terdapat peningkatan prevalensi angka kejadian diabetes mellitus yang
signifikan, yaitu dari 6,9 % pada tahun 2013 naik menjadi 8,5 % pada tahun 2018.
Sehingga diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia mencapai lebih
daari 16 juta orang (Kemenkes RI, 2018). Berdasarkan data penyakit diabetes
mellitus menurut kabupaten dan puskesmas provinsi sumatera utara jumlah
penderita diabetes tahun 2018 sebanyak 202.872 orang, sedangkan data penderita
diabetes mellitus menurut kota disumatera utara, kota medan peringkat ke dua
tertinggi penderita diabetes mellitus dengan perhitungan di kota deli serdang
sebanyak 37.749 orang, kota medan sebanyak 37.010 orang dan kota simalungun
sebanyak 13.898 orang (Dinkes Sumut, 2018).

5
Berdasarkan data didapatkan dari data Rekam Medik Rumah Sakit Umum
Imelda Pekerja Indonesia (RSU IPI) pertanggal 1 Januari 2020 sampai 30 Juni
2020 jumlah penderita diabetes mellitus sebanyak 256 orang.
Peningkatan gula darah yang terjadi pada klien dengan DM dapat mengakibatkan
gangguan pada keseimbangan pemenuhan kebutuhan nutrisi, klien mengalami
peningkatan nafsu makan yang berlebihan dikarenakan penggunaan cadangan
lemak akibat glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel. Gangguan pada kebutuhan
cairan dan elektrolit, terjadi karena kadar glukosa dalam darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis.
Selanjutnya gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh
banyak kencing. Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi, klien mengalami
peningkatan kekentalan darah yang mengakibatkan aliran darah melambat dan
menyebabkan iskemik pada jaringan perifer. Gangguan pemenuhan kebutuhan
istirahat dan tidur, dikarenakan sumber energi menurun sehingga klien mengeluh
lemah, selain itu frekuensi BAK dimalam hari menyebabkan klien mengalami
gangguan pada pola tidur. Gangguan integritas kulit, diakibatkan karena
penurunan atau tidak adanya sensasi akibat neuropati, penurunan fungsi jaringan
akibat komplikasi kardiovaskular dan infeksi. Gangguan pemenuhan kebutuhan
aktivitas, dikarenakan klien mengalami penurunan kekuatan otot dan luka yang
sulit sembuh. Gangguan-gangguan tersebut apabila tidak segera ditangani akan
menyebabkan terjadinya komplikasi dari penyakit DM. (Riyadi & Sukarmin 2013
dan Doenges 2012).

6
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan banyaknya kasus dan pentingnya penanganan penyakit
diabetes melitus, rumusan masalahnya adalah “Bagaimanakah asuhan
keperawatan pada klien dengan diabetes melitus?”

1.3 Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
dengan gangguan Sistem Endokrin : DM tipe 2 + Gangren di ruang Sakura
RS IPI MEDAN
2. Tujuan Khusus
Penulis mampu :
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada Tn.S dengan gangguan
system endokrin : DM tipe 2 + Gangren
b. Merumuskan diagnosa keperawatan yang tepat pada klien Tn.S dengan
gangguan system endokrin : DM tipe 2 + Gangren
c. Menyusun tindakan keperawatan pada klien Tn.S dengan gangguan
system endokrin : DM tipe 2+ Gangren
d. Melakukan tindakan keperawatan pada Tn.S dengan gangguan system
endokrin : DM tipe 2 + Gangren
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada Tn.S dengan gangguan system
endokrin : DM tipe 2 + Gangren

7
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Diabetes Melitus


2.1.1 Pengertian
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit metabolisme
disebabkan karena adanya gangguan pada hormon insulin yang
dihasilkan di oleh sel yang berada pada pangkreas. Pada umumnya
pemeriksaan yang dilakukan untuk penegakan diagnosa diabetes
mellitus adalah pemeriksaan gula darah, pada penderita diabetes
mellitus akan di jumpai gula darah yang tinggi (hiperglikemia), hal ini
akan menyebabkan cairan didalam tubuh mengandung gula berlebih
(Priyoto, 2015).
Diabetes Melitus merupakan suatu kumpulan problema
anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor
dimana didapat defisiensi insulin yang absolut atau relatif gangguan
fungsi insulin (WHO, 2005).
Diabetes Melitus berasal dari kata Yunani diaberneris “tembus”
atau pancaran air”, dan kata Latin mellitus “rasa manis” yang
umumnya dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang
ditandai dengan hiperglikemia yaitu peningkatan kadar gula darah
yang melebihi batas normal, yang terus menerus dan bervariasi,
terutama setelah makan. Sumber lain menyebutkan bahwa yang
dimaksud dengan Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia
kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal,
yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal,
kelainan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam
pemeriksaan dengan mikroskop elektron, kelainan kulit atau
ekstrimitas dapat berupa furunkel, karbunkel, ulkus kaki yang terjadi
karena distribusi tekanan abnormal sekunder neuropati
diabetik/kepekaan yang berkurang atau menghilang akibat komplikasi
diabetes, yang biasanya terjadi pada bagian-bagian yang menonjol

8
(pressure points). Rangkaian kejadian yang khas dalam proses ulkus
diabetik pada kaki dimulai dari cideranya jaringan lunak, kemudian
terbentuknya fisura antara jari-jari kaki atau didaerah kulit yang
kering, dimana ulkus tersebut tidak dirasakan oleh klien yang
kepekaan kakinya sudah hilang, sehingga jika klien tidak memiliki
kebiasaan untuk memeriksakan setiap hari, cidera atau fisura tersebut
dapat berlangsung tanpa diketahui sampai akhirnya terjadi infeksi yang
serius yaitu pengeluaran nanah, pembengkakan, kemerahan, akibat
selulitis yang akhirnya akan menimbulkan gangren (Smeltzer, 2001).
Gangren adalah suatu nekrosis atau kematian jaringan akibat
obstuksi, hilangnya, atau berkurangnya suplai darah di jaringan,
gangren dapat terlokalisasi pada daerah yang sempit atau dapat
melibatkan seluruh ekstrimitas atau organ (Carpenito,2007).
Dikenal beberapa macam gangren antara lain :
1. Gangren Kering yaitu keadaan nekrosis atau kematian jaringan
yang biasanya timbul pada jari-jari, dimana jaringan ujung jari-jari
tersebut sudah menjadi nekrotik karena suplai darah yang buruk
sehingga memudahkan dan mempercepat pertumbuhan jaringan
saprofit yang lama kelamaan mati dan menghitam. Biasanya
gangren kering terjadi pada ujung-ujung ekstrimitas bawah (ujung
jari kaki) (Smeltzer, 2001).
2. Gangren Basah yaitu keadaan nekrotik atau kematian jaringan yang
dapat melibatkan organ dalam akibat kurangnya suplai darah yang
diperoleh organ tersebut, seperti gangren yang terjadi pada
lengkung usus halus yang mengalami gangren dibagian kanan atas
akan menimbulkan kontak dengan usus bagian kanan bawah,
sehingga bakteri saprofit akan tumbuh subur pada jaringan yang
nekrotik, dan menyebar pada daerah yang terkena konta (Smeltzer,
2001).
3. Gaseus gangren/ gangren Gass yaitu keadaan nyeri akut dan hebat
yang sering berasal dari luka laserasi kotor hingga otot dan
jaringan subkutan menjadi terisi dengan gas dan eksudat

9
serosanguinossa yang disebabkan oleh bakteri anaerob misalnya C
sporogenes, C novyi, C septicum (Smeltzer, 2001).
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit ancreas , dimana
karena adanya gangguan ancreas m zat hidrat arang yang kebanyakan
herediter dan klinis, sebagai akibat dari kurangnya insulin efektif baik
oleh karena adanya disfungsi sel beta ancreas atau ambilan glukosa di
jaringan perifer (biasanya DM Tipe-2), atau kurangnya insulin
absoulut (DM tipe 1) dengan tanda-tanda hiperglikemi dan glukosuria,
disertai dengan gejala klinis akut (poliuria, polidipsia, penurunan berat
badan) dan ataupun gejala kronik ataupun kadang-kadang tanpa gejala
(Dongoes, 2000).
2.1.2 Anatomi dan fisiologi

Gambar 2.1 Anatomi Pangkreas (Pearce, 2005).

Pancreas adalah sebuah kelenjar saluran cerna berwarna merah

10
muda keabuan yang berbentuk memanjang dengan panjang 12-15 cm
dan terletak melintang pada dinding abdomen dorsal, membelakangi
lambung, Pancreas menghasilkan :
1. Sekret eksokrin (getah pankreas) yang dicurahkan ke dalam
duodenum melalui ductus pancreaticus
2. Sekret endokrin (glukagon dan insulin) yang dicurahkan langsung
ke dalam darah.
Pankreas terdiri dari lobulus-lobulus, masing- masing terdiri
dari satu pembuluh kecil yang mengarah pada duktus utama dan
berakhir pada sejumlah alveoli, Alveoli dilapisi sel-sel yang
mensekresi enzim yang disebut tripsinogen, amilase dan lipase.
Tripsinogen diubah menjadi tripsin aktif oleh enterokinase, enzim
yang disekresi usus halus, dalam bentuk aktifnya, tripsin mengubah
pepton dan protein menjadi asam amino. Amilase mengubah zat pati
menjadi maltosa, dan Lipase mengubah lemak menjadi asam lemak
dan gliserol setelah empedu mengemulsi lemak (Smeltzer, 2001).
Caput pancreatis terletak dalam lengkungan duodenum. Caput
pancreatis memiliki bagian yang menonjol ke arah kranial kiri, dorsal
dari pembuluh mesenterica superior, dan dikenal sebagai processus
uncinatus. Ke arah dorsal caput pancreatis berbatas langsung pada
vena cava inferior, arteria renalis dextra dan vena renalis dextra dan
vena renalis sinistra. Ductus choledochus yang melintas ke duodenum,
terletak dalam alur pada permukaan dorsokranial caput pancreatis
(Smeltzer, 2001).
Collum pancreatis di sebelah dorsal beralur, disebabkan oleh
pembuluh mesenterica superior. Permukaan ventralnya tertutup oleh
peritoneum dan berbatas pada pylorus. Persatuan vena mesenterica
superior dengan vena splenica (lienalis) menjadi vena portae hepatis
terdapat dorsal dari collum pancreatis (Smeltzer, 2001).
Corpus pancreatis meluas ke kiri dengan melintasi Aorta dan
vertebra L2, dorsal dari bursa omentalis. Corpus pancreatis
berhubungan erat dengan pembuluh splenica (lienalis). Permukaan

11
ventral pancreas tertutup oleh peritoneum dan turut membentuk
palungan gaster (stomach bed). Permukaan dorsal pancreas yang sama
sekali tidak memiliki lapisan peritoneum, berhubungan dengan Aorta,
Arteria mesenterica superior, glandula suprarenalis sinistra dan ren
sinistra serta pembuluh renalis (Smeltzer, 2001).
Cauda pancreatis terletak antara kedua lembar ligamentum
splenorenale (lienorenale) bersama pembuluh splenica (lienalis).
Ujung cauda pancreatis biasanya menyentuh hilum splenicum.
Ductus pancreaticus berawal dalam cauda pancreatis dan
melalui massa kelenjar ke caput pancreatis untuk membelok ke kaudal
dan mendekati ductus choledochus (biliaris). Biasanya kedua ductus
ini bersatu, membentuk ampulla hepatopancreatica, sebuah pelebaran
pendek yang bermuara melalui ductus bersama ke dalam duodenum
pada puncak papilla duodeni major. Musculus sphincter ductus
pancreatici mengitari bagian akhir ductus pancreaticus (ductus
Wirsung) juga terdapat musculus sphincter ampullae
hepatopancreaticae (sphincter Oddi) mengitari ampulla
hepatopancreatica. Kedua sphincter tersebut mengatur aliran empedu
dan getah pancreas ke dalam duodenum (Smeltzer, 2001).
Ductus pancreaticus accesorius (ductus Santorini) menyalurkan
getah pancreas dari proccesus uncinatus dan bagian kaudal caput
pancreatis. Biasanya ductus pancreaticus accessorius berhubungan
dengan ductus pancreaticus major, tetapi pada sekitar 9% dari populasi
ductus pancreaticus accessorius tetap terpisah. Secara khas pipa ini
bermuara ke dalam duodenum pada papilla duodeni minor (Smeltzer,
2001).
Arteri-arteri pancreas berasal dari arteria
pancreaticoduodenalis. Sampai 10 cabang arteria splenica (lienalis)
mengantar darah kepada corpus pancreatis dan cauda pancreatis.
Arteria pancreaticoduodenalis anterior dan posterior, yakni cabang
arteria gastroduodenalis, dan ramus anterior arteria
pancreaticoduodenalis inferior dan ramus posterior arteria

12
pancreaticoduodenalis inferior, yakni cabang arteria mesenterica
superior, mengantar darah kepada caput pancreatis. Vena-vena
pancreas menyalurkan darah ke vena portae hepatis, vena splenica
(lienalis) dan vena mesenterica superior, tetapi yang terbanyak ke vena
splenica (lienalis) (Smeltzer, 2001).
Pembuluh limfe pancreas mengikuti pembuluh darah.
Terbanyak pembuluh ini berakhir pada nodi lymphoidei
pancreaticoduodenales sepanjang arteria splenica (lienalis), tetapi
beberapa pembuluh berakhir pada nodi lymphoidei pylorici. Pembuluh
eferen dari kelenjar-kelenjar itu ditampung oleh nodi lymphoidei
coeliaci, nodi lymphoidei hepatici, nodi lymphoidei mesenterici
superiores. Saraf-saraf pancreas berasal dari nervus vagus dan nervi
splanchnici thoracici. Serabut parasimpatis dan simpatis dari plexus
coeliacus dan plexus mesentericus superior mencapai pancreas dengan
mengikuti arteri-arteri (Soeparman, 2005).
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut Smeltzer (2001), adalah
sebagai berikut:
1. DM tipe I (destruksi sel beta biasanya menjurus ke defisiensi
insulin absolut): Autoimun, Idiopatik.
Diabetes tipe ini hanya disebabkan oleh rusaknya sel-sel pada
pankreas karena infeksi virus dan sebagainya, sehingga kelenjar ini
hanya dapat menghasilkan sedikit sekali insulin atau tidak ada
sama sekali. Diabetes tipe ini termasuk tipe keturunan dan biasanya
diderita sejak masih kanak-kanak, mereka bergantung sepenuhnya
kepada suntikan insulin.
2. DM tipe II (biasanya berawal dari resistensi insulin yang
predominan dengan defisiensi insulin relatif menuju ke defek
sekresi insulin yang predominan dengan resistensi insulin).
Diabetes tipe ini memiliki sel-sel pankreasnya yang masih utuh
tetapi tidak dapat menghasilkan insulin dalam jumlah yang
dibutuhkan, lagi pula insulin yang hanya sedikit ini tidak

13
secepatnya tersalurkan/dialirkan ke dalam peredaran darah, berkat
diet yang tepat, olah raga teratur, dan tablet insulin, penyakit ini
bisa ditanggulangi.
3. DM tipe spesifik lain:
Diabetes tipe ini, penderita memiliki pankreas yang masih
berfungsi menghasilkan insulin, tetapi insulin ini tidak berfungsi
secara efisien. Hal ini disebabkan terlalu banyak lemak di dalam
tubuh, jenis diabetes ini sangat umum pada mereka yang menderita
kegemukan (obesitas).
a. Defek genetik fungsi sel beta
1) Maturiti Onset of The Young (MODY) 1.2.3.4.5.6 (yang
terbanyak MODY 3)
2) DNA mitokondria
3) dan lain-lain
b. Defek genetik kerja insulin
c. Penyakit eksokin pankreas
1) Pankreatitis
2) Tumor pankreatomi
3) Pankreatopati fibrokalkulus
4) dan lain-lain
d. Endokrinopati
1) Akromegali
2) Sindrom cushing
3) Feokromositoma
4) Hipertiroidisme
5) dan lain-lain
e. Karena obat/zat kimia
1) Vacor, pentamidin, asam nikotinat
2) Glukokortiroid, hormon tiroid
3) Tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain
f. Infeksi
Rubella kongenital, Cytomegalovirus(CMV)

14
g. Sebab imunologi yang jarang
1) Antibodi anti insulin
2) Lain-lain
h. Sindrom genetik yang lain berkaitan dengan DM
Sindrom down, sindrom klinefleter, sindrom turner dan lain-
lain (Ignatavicius, 2007).
2.1.4 Etiologi
Diabetes melitus mempunyai etiologi yang heterogen, dimana
berbagai lesi dapat insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik
biasanya memegang peranan penting pada mayoritas diabetes melitus
(Smeltzer, 2001).
Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi
diabetes melitus yaitu :
1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai
kegagalan sel beta melepas insulin.
2. Faktor-faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara
lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan
karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan
kehamilan.
3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh
autoimunitas yang disertai pembentukan sel-sel antibodi
antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel-sel penyekresi
insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan
jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang
terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin (Wong,
2007).

15
2.1.5 Patofisiologi
Diabetes Melitus disebabkan oleh penurunan kecepatan insulin
oleh sel-sel beta pulau langerhans, sebagian besar patologi Diabetes
Melitus dikaitkan dengan satu dari tiga efek utama kekurangan insulin
sebagai berikut : (Engram, 2005)
Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, yang
dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah
setinggi 300-1200 mg%/ml, peningkatan nyata mobilisasi lemak dari
penyimpanan lemak dapat menyebabkan kelainan metabolisme lemak
maupun pengendapan lipid pada dinding vaskular yang mengakibatkan
artetiosklerosis dan pengurangan protein dalam jaringan tubuh.
Tetapi selain itu dapat terjadi beberapa masalah patofisiologi
pada Diabetes Melitus yang tidak tampak, yaitu :
Kehilangan glukosa dalam urin pada penderita Diabetes
Melitus, yang masuk ke dalam tubulus ginjal dalam filtrat glomerulus
meningkat kira-kira 225 mg/menit, glukosa dalam jumlah bermakna
mulai dibuang ke dalam urin, dan jika jumlah filtrasi glomerulus yang
terbentuk tiap menit tetap, maka luapan glukosa terjadi bila kadar
glukosa darah meningkat melebihi 180 mg% akibatnya sering disebut
bahwa ambang darah untuk timbulnya glukosa dalam urin adalah
sekitar 180 mg% (Engram, 2005).
Kehilangan glukosa di dalam urin dapat menyebabkan diuresis
karena efek osmotik glukosa di dalam tubulus adalah mencegah
reabsorbsi cairan oleh tubulus, keseluruhan efeknya adalah dehidrasi
ruangan intrasel yang kemudian menyebabkan dehidrasi ruangan
extrasel juga, jadi salah satu gambaran Diabetes yang paling penting
adalah kecenderungan timbulnya dehidrasi ekstra sel dan intra sel, dan
ini juga sering disertai dengan kolapsnya sirkulasi dalam tubuh
(Ignatavicius, 2007).
Asidosis terjadi pada diabetes bila tubuh menggantungkan
hampir seluruh energinya pada lemak, kadar asam asetat dan asam
hidroksibutirat dalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1 meq/L

16
sampai setinggi 10 meq/L, dan jelas ini mudah menyebabkan asidosis,
efek kedua yang biasanya lebih penting dalam menyebabkan asidosis
adalah pada peningkatan langsung asam amino keto dimana asam
amino keto adalah penurunan konsentrasi natrium yang disebabkan
oleh efek asam-asam keto yang mempunyai ambang eksresi ginjal
yang rendah, oleh karena itu bila kadar asam amino pada diabetes
meningkat sebanyak 100-200 gram maka akan dieksresikan ke dalam
urin setiap hari, dan karena mengandung asam amino yang kuat yang
sangat sedikit bisa dieksresikan dalam bentuk asam, dan sebagai
gantinya maka terjadi ikatan dengan natrium yang berasal dari cairan
intra sel, sebagai akibatnya konsentrasi natriun diganti oleh ion
hidrogen, jadi sangat meningkatkan terjadinya asidosis, dan jelas
semua reaksi yang terjadi dalam asidosis metabolik berlangsung pada
asidosis diabetika, termasuk pernafasan cepat dan dalam, namun yang
terpenting adalah asidosis dapat menyebabkan koma dan kematian.
(Syamsuhidayat, 2007).
1. Pada Diabetes tipe I: Pada diabetes tipe ini terdapat
ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta
pangkreas telah dihancurkan oleh proses autoimun, hiperglikemia
saat puasa yang terjadi akibat produksi glukosa yang tidak diukur
oleh hati, disamping itu glukosa yang berasal dari makanan yang
tidak bisa disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah
dan dapat menimbulkan postprandial yaitu puncak peningkatan
kadar gula dalam darah pada 2 jam sesudah makan. Jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi ginjal tidak dapat
menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin yang disebut Glukosuria dan
ketika glukosa yang berlebihan itu dieksresikan ke dalam urin,
eksresinya ini biasanya akan disertai dengan pengeluaran cairan
dan elektrolit yang berlebihan, dan keadaan ini dinamakan
Diuresis Osmotik yang terjadi sebagai akibat terjadinya kehilangan
cairan tubuh yang berlebihan, yang ditandai dengan klien

17
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) yang secara
langsung dapat menyebabkan peningkatan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga dapat mengganggu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan, sehingga tidak
jarang ditemukan penderita Diabetes yang kurus, akibat terjadinya
penurunan berat badan (Brunner&Suddarth, 2001).
2. Diabetes tipe II: Pada diabetes tipe ini terdapat dua masalah utama
yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan reseptor tersebut terjadinya suatu rangkaian reaksi
dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada
diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin
dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat
peningkatan jumlah insulin yang disekresi.
3. Diabetes pada kehamilan/ Diabetes Gestasional : terjadi pada
wanita yang tidak menderita Diabetes Melitus sebelum
kehamilannya, dan Hiperglikemia terjadi selama kehamilan adalah
akibat sekresi hormon-hormon plasenta sehingga pada saat wanita
tersebut hamil dianjurkan memulai program terapi yang intensif
(pemeriksaan kadar glukosa darah empat kali per hari dan
pemberian suntikan insulin tiga hingga empat kali perhari), dengan
maksud untuk mencapai kadar hemoglobin dan glukosa darah yang
normal tiga bulan sebelum pembuahan. Pemantauan yang ketat dan
pemeriksaan oleh dokter spesialis untuk kehamilan berisiko tinggi
pada ibu dengan Diabetes Melitus sangat dianjurkan
(Brunner&Suddarth, 2001).

18
2.1.6 Pathway
Trauma/Injury Infeksi, DM, Hipertensi, dsb Proliferasi Sel Abnormal

(Fraktur Multiple, Kerusakan pembuluh Tumor Maligna

Combustio, dsb) kapiler

Tumor Ganas diekstremitas

Kerusakan jaringan/ Penurunan suplai O2

Ekstremitas yang tidak dan nutrisi ke Jaringan

Dapat diperbaiki/

disembuhkan Iskemik

Terbentuknya Gangren

Defisic self care


Nekrosis

Amputasi/ Bedah Kurang perawatan diri

Post operasi Tindakan luka operasi kehilangan


Operasi/ bedah anggota tubuh

Proses penyembuhan Terputusnya

Resiko Tinggi kontinuitas Kesulitan untuk

Keb. Immobilisasi Infeksi jaringan melakukan aktivitas/


mobilisasi

Tirah baring lama Nyeri Akut

Gangguan Mobilitas Fisik

Kerusakan Integritas kulit

Kecacatan

Timbulnya rasa malu

depresi dan stress

Gangguan body image

19
2.1.7 Manifestasi Klinis
1. Gejala
a. Gejala Akut
Gejala pada klien Diabetes yang satu dengan yang lain
tidaklah selalu sama, gejala-gejala umumnya timbul dengan
tidak mengurangi kemungkinan adanya variasi gejala yang lain,
dan bahkan ada penderita Diabetes yang tidak menunjukkan
gejala apapun sampai pada suatu saat tertentu (Tambayong,
2007).
Pada permulaan gejala yang timbul meliputi tiga yaitu:
1) Polifagia/ banyak makan
Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih,
penderita mengalami penurunan berat badan, untuk
mengkompensasikan hal ini penderita sering merasakan
lapar yang luar biasa sehingga banyak makan.
2) Polidipsia/ banyak minum
Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang
berlebihan sehingga banyak minum.
3) Poliuria/banyak kencing
Gejala awal berhubungan dengan efek langsung dari
kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai
di atas 160-180 mg/dl, maka glukosa akan sampai ke air
kemih, jika kadarnya lebih tinggi, ginjal akan membuang
urin tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa
yang hilang, karena ginjal menghasilkan air kemih dalam
jumlah yang berlebihan, maka sering berkemih dalam
jumlah yang banyak.
4) Berat badan menurun meskipun banyak makan dan minum
5) Sering merasa lelah dan mengantuk
6) Mudah timbul bisul dan lama sembuhnya
7) Gatal-gatal terutama pada bagian luar alat kelamin

20
8) Nyeri otot
9) Menurunnya gairah seksual
10) Penglihatan kabur, sering ganti ukuran kaca (Sudoyo,
2007).
Dalam keadaan ini penderita biasanya menunjukkan
peningkatan berat badan yang terus naik (gemuk), karena pada
saat ini kebutuhan insulin masih mencukupi, dan bila keadaan
tersebut tidak lekas diobati maka lama kelamaan mulai terjadi
kemunduran kerja insulin, kemudian tidak terjadi 3P lagi
melainkan 2P saja yaitu nafsu makan mulai berkurang, banyak
minum atau polidipsi, banyak kencing atau poliuria, mudah
lelah, berat badan turun dengan cepat yaitu turun sampai 5-10
kg dalam 2-4 minggu, dan bila tidak cepat diobati maka dapat
timbul rasa mual bahkan penderita dapat tidak sadarkan diri
akibat peningkatan kadar glukosa yang sangat tinggi, biasanya
600 mg % yang disebut dengan Koma Diabetika.
b. Gejala kronik
Kadang-kadang penderita Diabetes Melitus tidak
menunjukkan adanya gejala akut atau mendadak, tetapi
penderita tersebut tidak menunjukkan gejala-gejala sesudah
beberapa bulan atau beberapa tahun mengidap penyakit
Diabetes Melitus, yang biasa disebut gejala kronis menahun,
dan gejala kronis yang sering timbul adalah: Kesemutan, rasa
panas di kulit, rasa tebal di kulit, kram, capai, ngantuk, mata
kabur yang berubah-ubah, gatal di sekitar kemaluan terutama
pada wanita, gigi mudah goyah dan lepas, kemampuan seksual
menurun, sering pada ibu hamil mengalami keguguran, atau
melahirkan bayi mati (Smeltzer, 2001).
2. Tanda
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :
a. Test urin reduksi dan sedimen positif.
b. Kadar gula darah puasa lebih dari 120 mg/dl.

21
c. Glukosa darah 2 jam post puasa lebih dari 200 mg/dl.
2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes glukosa darah kapiler
Tes finger-prick blood sugar screening atau gula darah
stick dilakukan untuk memeriksa glukosa darah puasa (70-110
mg/dl), 2 jam sesudah makan, maupun yang sewaktu atau acak (<
140mg/dl) (Tandra, 2008).
2. Tes glukosa darah vena
Dilakukan untuk menilai kadar glukosa darah setelah puasa
minimal 8 jam dan glukosa darah 2 jam sesudah makan dengan
tetap mengkonumsi obat dan suntik insulin seperti biasa,
sebagaimana diinstruksikan oleh dokter pada control sebelumnya.
Glukosa darah puasa memberi gambaran bagaimana glukosa darah
kemarin harinya, sedangkan yang 2 jam pp untuk melihat kira-kira
bagaimana hasil minum obat yang diberikan dan diet pada pagi itu
(Tandra, 2008).
3. Tes toleransi glukosa
Tes yang dilakukan saat tes glukosa darah kapiler atau vena
tidak bisa memastikan individu mengidap diabetes atau tidak
dengan cara setelah 10 jam puasa dilakukan cek glukosa darah, lalu
individu mengkonsumsi 75 gram glukosa dan 2 jam kemudian
diperiksa lagi glukosa darahnya dengan hasil normal < 140 mg/dl
(Tandra, 2008).
4. Tes glukosa urine
Dilakukan untuk mendeteksi adanya glukosa dalam urine
pada penderita DM (Tandra, 2008).
5. Tes HbA1c (Glycated Hemoglobin atau Glycosylated Hemoglobin)
Glukosa darah yang tinggi akan diikat pada molekul
hemoglobin (Hb) dalam darah, dan akan bertahan dalam darah
sesuai dengan usia hemoglobin, yaitu 2-3 bulan. Makin tinggi
glukosa darah, makin banyak molekul hemoglobin yang berkaitan
dengan gula. Tes ini dilakukan 2-3 bulan seklali dan digunakan

22
untuk memantau pengobatan diabetes, serta menilai keberhasilan
diet dan olahraga yang dilakukan (Tandra, 2008).
2.1.9 Penatalaksanaan
Menurut Ignatavicius (2007), Penatalaksanaan Diabetes
Melitus berupa serangkaian aturan yang ketat yang harus dilakukan,
dimana terdapat empat konsep dasar pada pengobatan Diabetes
Melitus:
1. Diet Diabetes Melitus
Berbeda dengan diet Diabetes di negara barat yang
biasanya mengandung karbohidrat sekitar 40%-50%, lemak
30-35%, protein 20-25%.
Menurut Ignativicius (2007), di Indonesia diet disesuaikan
dengan keadaan klien, dimana jumlah kalori diperhitungkan
sebagai berikut: Berat badan ideal = (TB cm - 100) kg-10 % pada
waktu istirahat, dan diperlukan 25 kal/kg BB ideal.
Kemudian diperhitungkan pula :

a. Aktivitas: kerja ringan ditambah 10-20%, kerja sedang


ditambah 30%, kerja berat ditambah dengan 50%, dan kerja
berat sekali misalnya buruh kasar ditambah 75%.
b. Berat badan sebenarnya : gemuk dikurangi 20-30%, kurus
ditambah 20-30%.
c. Stres (infeksi, operasi) : ditambah dengan 20-30%, karbohidrat
diberikan sesuai dengan menu orang Indonesia rata-rata
sehingga bisa lebih murah yaitu: 60-70% dari kalori lebih baik
diberikan karbohidrat berupa tepung daripada bentuk gula,
karena gula terlalu cepat diserap sehingga dapat menyebabkan
perubahan cepat dalam sistem di tubuh, sedangkan tepung
dicerna dulu baru diserap perlahan-lahan.
d. Protein harus cukup yaitu sedikitnya 1 gr/kgBB untuk orang
dewasa dan 2-3 gr/kgBB untuk anak-anak.
e. Lemak sebaiknya dikurangi terutama yang banyak
mengandung lemak jenuh dan kolesterol, yang baik adalah

23
lemak jenuh yang terkandung dalam jenis makanan seperti:
lemak hewan, kuning telur, coklat, kream, sedangkan yang
banyak mengandung lemak tidak jenuh: minyak jagung,
minyak kapas dan minyak bunga matahari.
2. Latihan Fisik atau Olah Raga
Sudah lama diketahui bahwa olah raga dapat menimbulkan
penurunan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh karena
peningkatan penggunaan glukosa dalam pembuluh darah perifer,
hal ini berlaku pada orang normal maupun pada penderita Diabetes
Melitus ringan. Tetapi jika kadar glukosa darah tinggi yaitu 32 mg
% atau lebih dan apabila ada ketosis, olahraga sebaliknya akan
menyebabkan keadaan menjadi semakin parah, gula darah dan
ketonemia akan semakin meninggi, karena ketogenesis yang terjadi
selama olah raga itu berlangsung dan terus sekalipun olah raga itu
sudah selesai, sehingga hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya
ketosis pasca olah raga. Sebenarnya hal tersebut tidak terjadi jika
sebelum olah raga diberikan reguler insulin subcutan 1/3 dosis
harian 1 jam sebelum olah raga dimulai yang akan menyebabkan
kadar glukosa dalam darah akan turun waktu olah raga. Wahren
dkk (Kapita Selekta Kedokteran)
3. Pendidikan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan pada klien Diabetes Melitus dapat
dilakukan dengan beberapa cara atau melalui beberapa media
misalnya: TV, kaset video, diskusi kelompok, poster, leaflet dan
lain sebagainya, penyuluhan kesehatan ini sangat penting agar
regulasi Diabetes Melitus mudah tercapai, dan komplikasi Diabetes
Melitus dapat dicegah peningkatan jumlah dan frekwensinya.
Adapun beberapa hal yang perlu dijelaskan pada penderita
Diabetes Melitus adalah:
a. Apakah penyakit Diabetes Melitus itu ?
b. Cara diit yang benar
c. Latihan ringan, sedang, teratur, setiap hari tidak boleh latihan

24
yang berat seperti berenang dan lain-lain
d. Menjaga kebersihan bagian bawah (daerah tungkai, ujung kaki)
e. Tidak boleh menahan kencing (karena retensi urin dapat
memudahkan infeksi saluran kemih)
f. Komplikasi-komplikasi lain yang dapat timbul
4. Obat Hipoglikemik/Anti Diabetes (OAD dan Insulin)
Obat Hipoglikemik: Tablet OAD (obat anti Diabetes)OAD
sejak tahun 1953 telah dicoba khasiatnya selama 20 tahun untuk
menurunkan kadar glukosa dalam darah, dan akhirnya pada tahun
1954 mulai dicoba oleh Frangke dan Fusch pada manusia yang
menderita Diabetes Melitus.

Mekanisme kerja OAD (Sulfonilurae dan Biguanide) cara


kerja yang tepat dari OAD masih kontroversial, tetapi penulis
mencoba merangkum berdasarkan hasil sensitivitas insulin, dengan
demikian maka haruslah dipahami betul mekanisme kerja insulin di
daerah prereseptor, reseptor dan pasca reseptor, dimana yang
prereseptor dapat dibedakan jenis pankreatik dan ekstra pankreatik.

a. Cara kerja Sulfonilurea


1) Merangsang sel beta pankreas untuk menghasilkan insulin.
2) Menghalangi peningkatan insulin.
3) Mempertinggi kepekaan jaringan terhadap insulin.
4) Menekan pengeluaran glukagon.
Contohnnya: tolbutamid, gliclazid

b. Cara kerja Biguanid


1) Meningkatkan uptake glukosa oleh jaringan perifer
sehingga dapat bekerja walaupun pankreas rusak.
2) Menurunnya glukogenesis dalam hati dan ginjal.
3) Tidak bekerja hipoglikemik pada orang non diabetes.
4) Menghalangi proses lipogenesis (pembentukan lemak).
5) Menurunkan kadar kolesterol dalam darah dan
menyebabkan berat badan menurun.

25
c. Sedangkan obat suntik berdasarkan cara kerjanya dibedakan
menjadi tiga yaitu :
1) Insulin kerja cepat, contohnya reguler insulin.
2) Insulin kerja sedang.
3) Insulin kerja lambat contohnya Protamizid Zing Insulin
2.1.10 Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi Diabetes Melitus merupakan faktor yang
membahayakan jiwa penderita, dengan adanya insulin komplikasi akut
dapat dicegah, akan tetapi harapan hidup penderita yang lebih panjang
sulit dihindarkan terjadinya komplikasi kronik (Syamsuhidayat, 2007).

1. Komplikasi Metabolik Akut


Selain hipoglikemia klien rentan terhadap dua penyakit
metabolik nonketotik, yaitu ketoasidosis diabetik merupakan
komplikasi IDDM (Independent Insulin Diabetes Melitus)
sedangkan koma hiperosmoler nonketotik biasanya terjadi pada
NIDDM (Non Independent Insulin Diabetes Melitus) dan jarang
terjadi, kecuali terjadi pada NIIDM sejati. Reaksi Hipoglikemia
yaitu gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan gula yaitu rasa
lapar, gemetar, keringat dingin, koma diabetika yaitu kadar glukosa
melebihi 600 mg%. Gejala: nafsu makan menurun, haus, banyak
minum, banyak kencing, sering biasanya disertai panas karena
infeksi (Engram,2005)
2. Komplikasi Metabolik Kronik
a. Kelainan sirkulasi : Hipertensi, IMA, Isufisiensi koroner dan
lain-lain.
b. Kelainan mata : Retinopati Diabetika, katarak, dan lain-lain
c. Kelainan syaraf : CVD, Neuropati Diabetika merupakan
gangguan metabolisme syaraf sebagai akibat terjadinya
hiperglikemia kronis, yang secara umum diyakini bahwa

26
terdapat dua kelompok gangguan patologis yang sangat penting
pada patogenesis neuropati.
d. Kelainan Pernafasan : TBC dan lain-lain
e. Kelainan ginjal : Pielonefritis, glomerulonekrosis dan lain-
lain.
f. Kelainan kulit/ekstrimitas: ganggren, furunkel, karbunkel, dan
Ulkus kaki.
Ulkus kaki adalah berkembangnya ulkus pada kaki dan tungkai
bawah, ulkus terutama terjadi karena distribusi tekanan
abnormal sekunder karena neuropati diabetik.

g. Kelainan Hati : Sirosis Hepatis


h. Asidosis.

27
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Resume kasus

Tn S, usia 58 Tahun, suku batak, agama Kristen, pendidikan SMA, alamat


Bandar jaya kelurahan Mahato, klien datang ke rumah sakit umum Imelda pekerja
Indonesia pada hari selasa tanggal 26 Januari 2021, pukul 14.00 WIB, klien
datang dengan keluhan kaki kanan membusuk ± 6 bulan yang lalu, nyeri (+),
demam (-), batuk (-), yang bertanggung jawab atas klien yaitu Ny E, usia 55 tahun
hubungan dengan klien adalah istri klien. Riwayat penyakit keluarga klien tidak
memiliki riwayat penyakit keluarga dan tidak memiliki riwayat alergi makanan
dan obat.

Pada saat di IGD dilakukan pengkajian oleh mahasiswa, klien mengeluh


kaki nya membusuk ± 6 bulan yang lalu, nyeri pada bagian kaki sebelah kanan, di
IGD dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital TD 120/70 mmHg, HR 76 x/I, RR
20 x/I, temp 36°C. Di IGD klien diberikan terapi IVFD NaCl 0.9 % Cor,
ranitidine 1 ampul/ 8 jam, Katerolac 1 ampul / 12 jam, Cefriaxone 1 gr / 12 jam,
levermir 12 U/ml, novorapid 3x 12 U/ml, di IGD dilakukan pemeriksaan darah
lengkap, elektrolit, Kgd random 662 mg/dl , antigen, : Hemoglobin 13,1 g/dl,
Leukosit 18,0 Ul, Trombosit 207.000, Hematokrit 36,1 %, Eritrosit 4,32 juta/mm³.
Klien di diagnosa gangren diabetikum pedis dextra + DM tipe 2. Kemudian klien
di pindahkan ke ruangan rawat inap Sakura.

Pada hari rabu tanggal 27 Januari 2021 pukul 10.25 Wib dilakukan
pengkajian pre operasi, klien mengeluh kaki kananya sudah membusuk ± 6 bulan
yang lalu,ibu jari sudah putus, jari manis membusuk, bengkak, cemas (+), mual
(-), muntah (-), klien mengatakan kalau dia tidak bisa merasakan rangsangan
apapun disekitar lukanya, terdapat pus dan agak kehitaman pada Luka,dan berbau
busuk. Klien dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital TD 130/80 mmHg, HR 70
x/I, RR 20 x/I, Temp 36,5°C. klien diberikan terapi IVFD NaCl 0,9 % 30 gtt/I,
Cefriaxone 1 gr / 12 jam, novorapid 3x 14 Unit, Katerolac 1 ampul / 12 jam,
levermir 12 unit, tindakan selanjutnya klien rencana operasi pada tanggal 28

28
januari 2021. Pre operasi, klien dilakukan tindakan operasi atas indikasi
osteomyelitis pedis dextra, pemeriksaan tanda-tanda vital TD 120/70 mmHg, HR
75 x/I, RR 20x/I, Temp 36,4°C, SPO2 96 %.
Pada tanggal 28 Januari 2021 pasien Post operasi, Jenis operasi : Amputasi
SIMS (Ankle Joint) hari pertama, Tehnik Anastesi GA, posisi operasi Supine,
Pada saat dilakukan pengkajian kepada klien, didapatkan hasil bahwa klien
mengeluh kakinya gatal, warna turgor kulit kelihatan hitam, lapisan kulit yang
diamputasi sampai ke bagian dermis, Luas Luka : 8,12 cm, kaki klien tampak
bengkak, pus ada, perban tampak basah, keluarga klien juga menggatakan bahwa
klien merasa malu dan tidak berguna lagi karena kakinya sudah tidak ada sebelah,
Pasien tampak tidak ingin melihat tubuh yang telah di amputasi. nyeri dibagian
kaki, skala nyeri 7, nyeri hilang timbul, nyeri seperti ditusuk-tusuk, pemeriksaan
tanda-tanda vital TD 130/70 mmHg, HR 78 x/I, RR 21 x/I, Temp 36,7°C, leukosit
18.0 ul.

Pada tanggal 29 Januari dilakukan pengkajian ulang oleh


mahasiswa didapatkan hasil bahwa klien masih mengeluh kakinya gatal,
warna turgor kulit kelihatan hitam, lapisan kulit yang diamputasi sampai
ke bagian dermis, klien menggatakan bahwa klien mulai menerima
keadaan, nyeri dibagian kaki, skala nyeri 5, nyeri hilang timbul, nyeri
seperti tertekan, pemeriksaan tanda-tanda vital TD 110/70 mmHg, HR 76
x/I, RR 21 x/I, Temp 36,5°C, klien mulai ingin melihat tubuh yang telah di
amputasi.
Pola nutrisi klien, klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit
makan 3 kali sehari dengan menu makanan nasi, lauk pauk, sayuran, akan
tetapi pada saat di rumah sakit nafsu makan klien berkurang, jenis diet MB
, porsi yang dihabiskan hanya ¼ porsi dari yang disajikan. berat badan
klien 50 kg semejak di rumah sakit turun mejadi 48 kg, tinggi badan 162
cm, IMT 18,3. Klien tidak memiliki alergi makanan, klien mengatakan
sering minum teh manis pada malam hari.

Mobilisasi, Ketika berada di rumah klien mampu melakukan aktivitas


sendiri sedangkan di rumah sakit kegiatan klien mulai dari makan, mandi, berdiri

29
ke kamar mandi dibantu oleh istri atau keluarga yang menjaga klien. Pola istrahat
tidur, klien mengatakan pada saat dirumah klien tidur siang hanya 1 jam dan tidur
malam 7 jam , pada saat di rumah sakit klien tidur siang hanya 1 jam dan tidur
malam 5 jam, klien mengatakan sering terbangun pada saat tidur karena
merasakan nyeri setelah operasi. Pola psikologis klien mengatakan tidak tau
penyebab penyakitnya dan bagaimana cara mengatasinya, klien tampak cemas,
gelisah dan bertanya-tanya pada dokter tentang penyakit yang dialami. personal
hygiene, pada saat di rumah sakit klien hanya mandi satu kali menggunakan
sabun, keramas hanya sekali, sikat gigi dua kali menggunakan odol, pada saat
mandi klien dibatu oleh keluarganya

30
PENGKAJIAN DATA DASAR

Nama Mahasiswa : Kelompok 1 Tempat Praktik : RSU IPI


Ruangan : Sakura
NIM : Tgl Praktik : 18 Januari-6
Februari 2021

A. Identitas Klien
Nama : Tn.S No. RM : 2 6 4 3 6 6
Usia : 58 Tahun Tgl Masuk RS: 26 Januari 2021
Jenis Kelamin : Laki-laki Tgl Pengkajian: 27 Januari 2021
Alamat : Bandar jaya Sumber informasi : klien dan
keluarga
No. Telepon : - Nama Keluarga Dekat yang
Dapat
Status Pernikahan : Sudah menikah Dihubungi : Ny.E
Agama : Kristen Status : Istri
klien
Suku : Batak Alamat : Bandar
jaya
Pendidikan : SMA No. Telepon : -
Pekerjaan : Wiraswasta Pendidikan : SMP
Lama Bekerja : Pekerjaan : Ibu
rumah tangga

B. Status Kesehatan Saat Ini


1. Keluhan Utama : kaki sebelah kanannya
membusuk ±6bulan
2. Lama Keluhan : ±6bulan
3. Kualitas Keluhan : -
4. Faktor Pencetus : ganggren pada kaki
5. Faktor Pemberat : -
6. Upaya yang telah dilakukan :-
7. Diagnosa Medis : ganggren diabetikum pedis dextra +
DM tipe 2.

Riwayat Kesehatan Saat Ini


Saat MRS : klien datang dengan keluhan kaki kanan membusuk ± 6 bulan
yang lalu, nyeri (+), demam (-), batuk (-)
Saat Pengkajian : klien mengeluh nyeri dibagian kaki, skala nyeri 7, nyeri
hilang timbul, nyeri seperti ditusuk-tusuk, pemeriksaan tanda-tanda vital
TD 130/70 mmHg, HR 78 x/I, RR 21 x/I, Temp 36,7°C, leukosit 18.0 ul,

31
setelah dilakukan operasi keluarga klien mengatakan klien merasa tidak
berguna lagi. Pasien tampak tidak ingin melihat tubuh yang telah di
amputasi.

C. Riwayat Kesehatan Terdahulu


1. Penyakit yang pernah dialami :-
a. Kecelakaan (jenis & waktu)
Tidak ada

b. Operasi (jenis & waktu)


Tidak ada
c. Penyakit :-
Kronis : -
Akut : -
d. Terakhir masuk RS : 23 november 2020

2. Alergi (obat, makanan, plester, dll) : tidak ada

3. Imunisasi
( ) BCG ( ) Hepatitis
( ) Polio ( ) Campak
( ) DPT (×) imunisasi lengkap

4. Kebiasaan
Jenis Frekuensi Jumlah
Lamanya
Merokok 3 kali sehari 1 bungkus
sampai sekarang

Kopi 1 x sehari 1 gelas.


Sampai sekarang

Alkohol - - -

D. Pola Aktivitas – Latihan Di Rumah (skor) Di RS (Skor)


* Makan/Minum 0 0

* Mandi 0 `2

* Berpakaian/Berdandan 0 2

* Toleting 0 1

* Mobilitas di tempat tidur 2 2

32
* Berpindah 1 1

* Berjalan 1 1

* Naik Tangga 1 2.

Pemberian skor : 0 = mandiri, 1 = alat bantu, 2


= dibantu orang lain 3 = dibantu orang lain, 4 = tidak
mampu
Alat bantu : Tongkat/Splint/Brace/Kursi Roda/Pispot/Walker/Lain2

H. Pola Eliminasi
Jenis Di Rumah Di RS
*BAB : Frekuensi/pola 2 kali sehari 2 kali sehari

Konsistensi padat padat

Warna & Bau kuning bauk khas kuning bauk


khas

Kesulitan - -

Upaya mengatasi - -

*BAK : Frekuensi/pola 5 kali sehari 4 kali sehari

Konsistensi cair cair

Warna & Bau jernih bauh khas jernih bauh


khas

Kesulitan - -

Upaya mengatasi - -

I. Pola Tidur – Istirahat Di Rumah Di RS


* Tidur siang : Lamanya 2 jam 1 jam

Jam … s/d … 14.00-16.00 14.00-15.00

Kenyamanan stlh tidur .

* Tidur Malam : Lamanya 7 jam 5 jam

Jam … s/d … 23.00- 06.00 23.00-04.00

Kenyamanan stlh tidur

33
Kebiasaan sebelum tidur minum kopi -

Kesulitan - -

Upaya yang dilakukan - -

J. Pola Kebersihan
Diri Di Rumah Di RS
Jenis
*Mandi : Frekuensi 2 kali sehari 1 kali sehari
Penggunaan sabun Pakai sabun Pakai sabun
*Keramas : Frekuensi 2 kali sehari 1 kali sehari
Penggunaan shampoo Pakai sabun 1 kali sehari
*Gosok gigi : Frekuensi 2 kali sehari 1 kali sehari
Penggunaan odol Pakai odol Pakai odol
* Kesulitan - -
* Upaya yang dilakukan - -

K. Pola Toleransi – Koping Stres


 Pengambilan Keputusan : ( ) sendiri ( ×) Dibantu orang lain.
Sebutkan istri klien
 Masalah utama terkait dengan perawatan di RS atau penyakit
(biaya perawatan diri, dll): -
 Yang biasa dilakukan apabila stress/mengalami masalah konsultasi
kepada dokter tentang penangganan
 Harapan setelah menjalani perawatan : bisa sembuh dan pulang ke rumah
 Perubahan yang dirasa setelah sakit : klien merasa malu karena kakinya
diaputasi

L. Pola Peran – Hubungan


 Peran dalam Keluarga : Suami
 Sistem pendukung : Suami / Istri / Anak / Tetangga / Teman /
Saudara / Tidak ada
/ lain-lain, sebutkan
 Kesulitan dalam keluarga :
( ) Hub. Dengan orang tua ( )
Hub. Dengan pasangan ( ) Hub. Dengan
sanak saudara ( ) Hub. Dengan anak
( ) Lain-lain, sebutkan :
 Masalah tentang peran / hubungan dengan keluarga selama
perawatan di RS :-
 Upaya yang dilakukan untuk mengatasi: -

M. Pola Komunikasi
 Bicara : (×) normal ( ) Bahasa utama :Indonesia

34
( ) tidak jelas ( ) Bahasa daerah :
( ) Bicara berputar-putar ( ) Rentang perhatian :
( ) Mampu mengerti ( ) Afek :
pembicaraan orang lain
 Tempat Tinggal : (×) Sendiri
( ) Kos / Asrama
( ) Bersama orang lain, Yaitu :
 Kehidupan keluarga
a. Adat istiadat yang dianut : Batak
b. Pantangan adat dan agama yang dianut : Kristen
c. Penghasilan keluarga : ( ) < Rp 250.000 ( ) Rp 1
juta – 1,5 juta
( ) Rp 250.000 – 500.000 (×) Rp 1,5
juta – 2 juta
( ) Rp 500.000 – 1 juta ( ) > 2 juta

N. Pola Seksualitas
 Masalah dalam hubungan
seksual selama sakit ( × )
tidak ada ( ) ada

 Upaya yang dilakukan pasangan


(× ) perhatian ( ) lain – lain, seperti
( ) sentuhan

O. Pola Nilai dan Kepercayaan


 Apakah Tuhan, agama, kepercayaan penting untuk Anda : (Ya)
Tidak
 Kegiatan agama/kepercayaan yang dilakukan di rumah (jenis &
frekuensi) : gereja setiap hari minggu
 Kegiatan agama /kepercayaan yang tidak dapat dilakukan di RS : -
 Harapan klien terhadap perawatan untuk melaksanakan ibadahnya
: bisa sembuh dari penyakitnya
P. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
a. Kesadaran : composmetis
b. Tanda-tanda vital: - Tek. Darah : 130/80 mmHg Suhu: 36,7ͦC
- Nadi : 78x/I Pernapasan: 21
x/I
c. Tinggi badan : 162 kg Berat Badan : 52kg
a. Kepala : -
b. Mata :-
c. Hidung :-
b. Mulut & Tenggorokan :-
c. Telinga : -

35
d. Leher :-
e. Dada : -
f. Jantung : -
g. Paru :-
h. Payudara dan Ketiak :-
i. Abdomen: -
j. Genitalia : -
k. Ekstremitas : Kaki kanan sudah di amputasi bagian ankle joint
l. Kulit dan kuku : -
m. Punggung :-

Q. Hasil Pemeriksaan Penunjang


Kgd random 662 mg/dl

R. Pengobatan

Dilakukan Tindakan operasi atas indikasi osteomylietis di bagian kaki sebelah kanan

Hasil labortorium

Jenis Hasil Unit/satuan Angkah normal


pemeriksaan
Darah lengkap
Hb 13,1 g/dl P: 12-16 W: 13-18
Leukosit 18,0 10³Ul 4-11
Trombosit 207 mm³ 140.000-450.000
Hematocrit 36,1 % P : 42-56 W: 36-47
Eritrosit 4,32 juta/mm³. P : 4.50-4.60 W : 4.10-5.10

Obat di igd

36
No Obat Dosis Fungsi
1 IVFD NaCl 0.9% Cor Pengganti cairan yang hilang
2 Ranitidine 1 ampul / 8 jam Menangani gejala yang berkaitan

dengan produksi asam lambung


3 Ketorolac 1 ampul / 12 Meredahkan nyeri dan

jam peradangan
4 Levermir 12 u/ml Pengobatan diabetes
5 Novorapid 3 x 12 u/ml Menurunkan gula darah

Obat di ruangan

No Obat Dosis Fungsi


1 IVFD NaCl 0.9% 30 gtt/i Pengganti cairan yang

hilang
2 Injeksi insulin 50 unit Menggubah gulkosa

menjadi energi
3 Ketorolac 1 ampul / 12 Meredahkan nyeri dan

jam peradangan
4 Levermir 12 u/ml Pengobatan diabetes
5 Novarapid 3 x 14 u/ml Menurunkan gula darah
6 Ceftriaxone 1 gr/12 unit Mencegah terjadinya infeksi
7 Paracetamol (bila perlu) 1 tab Menurunkan demam

Analisa Data Post Operasi

No Data Etiologi Masalah


1 DS : klien mengatakan nyeri luka operasi Nyeri Akut
setelah operasi, klien ⇩
memeganggi daerah nyeri.
Terputusnya kontinuitas
DO : skala nyeri 7, nyeri
jaringan
hilang timbul, nyeri seperti

ditusuk-tusuk, nyeri
Nyeri akut
didaerah bekas operasi.
pemeriksaan tanda-tanda

37
vital TD 130/70 mmHg, HR
78 x/I, RR 21 x/I, Temp
36,7°C
2 DS : klien menggatakan Tindakan operasi / bedah Resiko infeksi
kaki nya yang diamputasi ⇩
terasa panas
Resiko Infeksi
DO : Adanya luka post
operasi pada bagian pedis
dextra, luka tampak basah,
ada pus, kaki tampak
bengkak, tanda-tanda vital
TD 130/70 mmHg, HR 78
x/I, RR 21 x/I, Temp
36,7°C, leukosit 18.0 ul
3 Ds : klien menggatakan Post operasi Kerusakan integritas
gatal pada bekas operasi ⇩ kulit
Proses penyembuhan
Do :

Turgor kulit berwarna hitam Tirah baring lama
Lapisan kulit yang ⇩
Kerusakan integritas
diamputasi sampai ke
kulit
dermis
4 DS : Klien menggatakan Hiperglikemia Gangguan nutrisi
Keseimbangan kalori
nafsu makannya berkurang kurang dari
DO : BB menurun sebelum kebutuhan tubuh
Polifagi
masuk Rumah sakit 50 kg
setelah masuk rumah sakit
Gangguan nutrisi
48 kg, tinggi badan 162,
kurang dari
IMT 18,3 klien hanya kebutuhan tubuh
menghabiskan ¼ porsi yang
dihabiskan , diet klien MB
KGD 662 m
5 DS : keluarga klien Kehilangan anggota Gangguan body
tubuh
mengatakan klien merasa image

38
tidak berguna lagi Kecacatan
DO : Pasien tampak tidak ⇩
Timbulnya rasa malu
ingin melihat tubuh yang depresi dan stress
telah di amputasi. ⇩
pemeriksaan tanda-tanda Gangguan body
image
vital TD 130/70 mmHg, HR
78 x/I, RR 21 x/I, Temp
36,7°C
6 Ds : pasien mengeluh tidak Kehilangan anggota Gangguan mobilitas
dapat beraktivitas seperti tubuh fisik
biasa karena kakinya ⇩
diamputasi
Kesulitan untuk
Do : dalam melakukan
melakukan aktivitas /
aktivitas sehari-hari klien
mobilisasi
dibantu oleh keluarganya.

Gangguan mobilitas fisik


7 Ds : klien mengatakan Kehilangan anggota Deficit self care
tubuhnya teras lemas tubuh
Do : pasien dibantu oleh ⇩
keluarga Ketika mandi,
Kurang perawatan diri
berjalan, berpakaian.

Deficit self care

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan luka operasi ditandai dengan DS : klien
mengatakan nyeri setelah operasi, klien memeganggi daerah nyeri Skala
nyeri 7, nyeri hilang timbul, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri didaerah
bekas operasi. pemeriksaan tanda-tanda vital TD 130/70 mmHg, HR 78
x/I, RR 21 x/I, Temp 36,7°C
2. Resiko infeksi berhubungan dengan Tindakan operasi ditandai dengan
Adanya luka post operasi pada bagian pedis dextra, luka tampak basah,

39
ada pus, kaki tampak bengkak, tanda-tanda vital TD 130/70 mmHg, HR 78
x/I, RR 21 x/I, Temp 36,7°C, leukosit 18.0
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan post operasi ditandai
dengan klien menggatakan gatal pada daerah operasi Turgor kulit
berwarna hitam Lapisan kulit yang diamputasi sampai ke dermis
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
hiperglekimia ditandai dengan BB menurun sebelum masuk Rumah sakit
50 kg setelah masuk rumah sakit 48 kg, tinggi badan 162, IMT 18,3 klien
hanya menghabiskan ¼ porsi yang dihabiskan , diet klien MB
5. Gangguan body image berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh
Pasien tampak tidak ingin melihat tubuh yang telah di amputasi.
pemeriksaan tanda-tanda vital TD 130/70 mmHg, HR 78 x/I, RR 21 x/I,
Temp 36,7°C
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilanggan anggota tubuh
pasien mengeluh tidak dapat beraktivitas seperti biasa karena kakinya
diamputasi
7. Deficit self care berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh ditandai
dengan klien menggatakan tubuhnya terasa lemas, pasien dibantu oleh
keluarga Ketika mandi, berjalan, berpakaian.

40
3.3. INTERVENSI KEPERAWATAN POST OPERASI

No Diagnosa Kriteria hasil NIC


1 Nyeri Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tanda-tanda vital
keperawatan selama 3x24 jam, maka
2. Kaji status nyeri (PQRST)
diharapkan nyeri berkurang atau
terkontrol dengan 3. Berikan lingkungan yang nyaman
Kriteria Hasil :
4. Ajarkan tehnik manajemen nyeri seperti tehnik relaksasi napas
1. Klien tampak tenang
2. Nyeri berkurang atau terkontrol dalam
3. Skala nyeri 3 - 4 (ringan)
5. Jelaskan pada klien dan keluarga sebab munculnya nyeri
4. Dapat mengidentifikasi aktivitas
yang dapat meningkatkan nyeri 6. Atur posisi senyaman mungkin
atau menurunkan nyeri
7. Lakukan kompres dan massage dengan BWT saat rawat luka
5. Tanda-tanda vital dalam batas
stabil : Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetic sesuai indikasi.
TD : 120/80 mmHg
HR : 60-80 x/mnt
RR : 16-20 x/mnt
T : 36,5-37,5 ̊C
22 Resiko infeksi Tidak terjadi infeksi dengan kriteria: 1. Kaji adanya tanda-tanda infeksi
- Keadaan luka baik 2. Perhatikan adanya demam, menggigil
- Tidak ada tanda-tanda infeksi 3. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptic
seperti eritema, demam, dan 4. Kolaborasi pemberian antibiotic
produksi pus (nanah) yang
meningkat

41
3 Kerusakan integritas Setelah dilakukan asuhan 1. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
kulit keperawatan selama 3x24 jam klien 2. Monitor kulit akan adanya kemerahan
mampu mendemontrasikan dengan 3. Monitor status nutrisi klien
Kriteria hasil: 4. Monitor tanda dan gejala infeksi
1. Tidak ada luka/lesi pada kulit 5. Bersihkan area sekitar
2. Perfusi jaringan baik 6. Ganti balutan sesuai anjuran
3. Mampu melindungi kulit dan 7. Monitor proses kesembuham
kelembaban
4 Gangguan nutrisi Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji adanya alergi makanan
kurang dari kebutuhan keperawatan selama 3x24 jam klien 2. Yakinkan diet yang dimakan tinggi serat
tubuh mampu mendemontrasikan dengan 3. Berikan makanan yang terpilih
Kriteria hasil: 4. Monitor jumlah nutrisi yang masuk
1. Adanya peningkatan berat 5. Beri informasi tentang nutrisi
badan 6. Berat badan dalam batas normal
2. Berat badan ideal sesuai 7. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang diet yang diberikan
dengan tinggi badan
3. Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi
4. Tidak terjadi penurunan berat
badan

5 Gangguan body image Setelah dilakukan asuhan 1. Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan tentang
keperawatan selama 2x24 jam klien dampak pembedahan pada gaya hidup.
mampu mendemontrasikan 2. Berikan informasi yang adekuat dan rasional tentang alasan
kesadaran akan dampak pembedahan pemilihan tindakan pemilihan amputasi.

42
pada citra diri dengan 3. Beri informasi bahwa amputasi merupakan tindakan untuk
Kriteria Hasil : memperbaiki kondisi klien dan merupakan langkah awal
Pasien menyadari dan menerima untuk menghindari ketidakmampuan atau kondisi yang lebih
kondisi tubuhnya saat ini, pasien
parah.
tampak tenang.
4. Fasilitasi untuk bertemu dengan orang dengan amputasi yang
telah berhasil dalam penerimaan terhadap situasi amputasi.

6 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor vital sign


keperawatan selama 3x24 jam klien
fisik 2. Bantu klien menggunakan tongkat saat berjalan
mampu mendemontrasikan dengan
Kriteria hasil : 3. Dampingi dan bantu klien saat melakukan mobilisasi
1. Klien meningkat dalam
4. Ajarkan klien bagaimana cara merubah posisi dan berikan
beraktivitas fisik
2. Mengerti tujuan dari bantuan jika diperlukan
peningkatan mobilitas
5. Kaji kemampuan klien dalam melakukan mobilisasi
3. Memperagakan penggunaan
alat 6. Latih klien dalam melakukan pemenuhan AdLs secara
mandiri

7 Deficit perawatan diri Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor kemampuan pasien dalam melakukan perawatan diri
keperawatan selama 3x24 jam klien
2. Monitor kebutuhan akan personal hygiene
mampu mendemontrasikan dengan

43
Kriteria hasil : 3. Beri bantuan sampai klien mampu melakukan perawatan
1. Pasien mampu memenuhi
secara mandiri
aktivitas perawatan diri
secara mandiri

44
3.4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI I


28 Januari 2021
1 Nyeri akut 1. Melakukan pengkajian nyeri S : klien mengatakan nyeri
(PQRST) setelah operasi, klien
2. Observasi tanda-tanda vital memeganggi daerah nyeri.
3. Mengobservasi reaksi non O : P bekas Tindakan operasi
verbal dari Q nyeri seperti ditusuk-tusuk,
ketidaknyamanan R nyeri didaerah bekas operasi.
4. Mengontrol lingkungan S skala nyeri 7, T nyeri hilang
yang dapat mempengaruhi timbul, pemeriksaan tanda-
nyeri tanda vital TD 130/70 mmHg,
5. Mengajarkan klien terapi HR 78 x/I, RR 21 x/I, Temp
non farmakologi untuk 36,7°C
mengatasi nyeri ( tarik nafas A: Masalah belum teratasi
dalam) P: Planning di lanjutkan
6. Memberi posisi nyaman  Berikan posisi nyaman
7. Memberikan obat analgetic  Ajarkan klien tehnik
sesuai anjuran dokter Tarik nafas dalam
 Kolaborasi dengan
dokter tentang
pemberian analgetic
2 Resiko infeksi 1. Membersihkan lingkungan S : -
setelah dipakai klien O : Adanya luka post operasi
2. Mempetahankan tehnik pada bagian pedis dextra, luka
isolasi tampak basah, ada pus, kaki
3. Membatasi pengunjung tampak bengkak, tanda-tanda
4. Mempertahankan tehnik vital TD 130/70 mmHg, HR 78
aseptic x/I, RR 21 x/I, Temp 36,7°C,
5. Inspeksi kulit dan leukosit 18.0 ul
membrane mukosa terhadap A : Masalah belum teratasi
kemerahan P : Planning dilanjutkan

45
6. Mengajarkan keluarga dan
klien tanda dan gejala
infeksi
3 Kerusakan integritas 1. Memonitoring keadaan kulit S : klien mengatakan gatal
kulit 2. Memonitoring tanda-tanda pada bekas operasi
infeksi O :Turgor kulit berwarna hitam
3. Membersihkan daerah Lapisan kulit yang diamputasi
sekitar kaki yang sampai ke dermis, Luas Luka :
diamputasi 8,12 cm, grade 5
4. Mengganti perban/pembalut A : Masalah belum teratasi
kaki klien P: Planning dilanjutkan
 Bersihkan daerah
sekitar
 Ganti perban sesuai
anjuran
4 Gangguan nutrisi 1. Mengkaji adanya Riwayat S :Klien menggatakan nafsu
alergi
kurang dari makannya berkurang
2. Memonitor jumlah nutrisi
kebutuhan tubuh yang masuk O : BB menurun sebelum
3. Berikan informasi tentang
masuk Rumah sakit 50 kg
nutrisi
4. Kolaborasi dengan ahli gizi setelah masuk rumah sakit 48
tentang diet yang diberikan
kg, tinggi badan 162, IMT 18,3
klien hanya menghabiskan ¼
porsi yang dihabiskan , diet
klien MB
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
5 Gangguan body 1. Melakukan komunikasi S: keluarga klien mengatakan
image pada klien untuk klien merasa tidak berguna lagi
mengungkapkan perasaan O : Pasien tampak tidak ingin
klien melihat tubuh yang telah di
2. Memberikan penjelasan amputasi. pemeriksaan tanda-
tentang keadaan klien tanda vital TD 130/70 mmHg,
HR 78 x/I, RR 21 x/I, Temp

46
36,7°C
A: Masalah belum teratasi
P : Planning dilanjutkan
 Beri penjelasan tentang
keadaan klien
6 Gangguan mobilitas 1. Monitoring vital sign S : pasien menggeluh tidak
fisik 2. Membantu klien dapat beraktivitas seperti biasa
menggunakan tongkat karena kakinya diamputasi
3. Mengajarkan keluarga dan O: dalam melakukan aktivitas
klien cara mengubah posisi sehari-hari klien dibantu oleh
4. Melatih pasien melakukan keluarganya
mobilisasi A : Masalah belum teratasi
P : Planning dilanjutkan
7 Deficit perawatan 1. Memonitoring personal S : klien mengatakan tubunya
diri hyegien teras lemas
2. Membantu klien melakukan O: pasien dibantu oleh
personal hyegien keluarga Ketika mandi,
berjalan, berpakaian
A : Masalah belum teratasi
P: Planning dilanjutkan

47
NO DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI II EVALUASI III
29 Januari 2021 30 Januari 2021
1. Nyeri akut 1. Mengkaji skala nyeri S : klien masih merasakan nyeri, S : klien menggatakan
2. Mengajarkan klien O : P nyeri bekas operasi Q nyeri nyerinya sudah berkurang
thenik relaksasi nafas seperti tertekan R nyeri dibagian kaki O : P nyeri bekas operasi Q
dalam yang diamputasi S skala nyeri 5, T nyeri seperti perih, R nyeri
3. Memberikan posisi nyeri hilang timbul, , dibagian kaki yang diamputasi
sesuai kenyamanan A : masalah belum teratasi S skala nyeri 3
klien P : planning dilanjutkan A : masalah teratasi
Memberikan obat analgetic  Ajarkan klien tehnik relaksasi P : planning dihentikan
sesuai anjuran dokter Kolaborasi dengan dokter tentang
pemberian analgetic
2. Resiko infeksi 1. Membersihkan S :- S:-
lingkungan setelah O :luka bekas operasi masih tampak O: luka bekas operasi tidak
dipakai klien basah, pus masih ada tampak basah
2. Mempetahankan tehnik A : masalah belum teratasi A: masalah teratasi
isolasi P : planning dilanjutkan P: planning dihentikan
3. Membatasi pengunjung  Pertahankan tehnik aseptic

48
4. Mempertahankan  Inspeksi kulit terhadap
tehnik aseptic kemerahan
5. Inspeksi kulit dan
membrane mukosa
terhadap kemerahan

3. Kerusakan integritas kulit 1. Bersihkan daerah sekita S : klien tidak merasakan gatal lagi S : klien tidak merasakan gatal
luka dibagian bekas operasi lagi dibagian bekas operasi
2. Ganti perban sesuai O : Turgor kulit berwarna hitam, O : turgor kulit berwarna
anjuran A : masalah belum teratasi merah
P : planning dilanjutkan A : masalah teratasi
P : planning dihentikan
4. Gangguan nutrisi kurang dari 1. Memonitor jumlah S: klien mengatakan nafsu makannya S: klien menggatakan nafsu
nutrisi yang masuk
kebutuhan tubuh masih berkurang makannya sudah mulai
2. Berikan informasi
tentang nutrisi O: BB menurun sebelum masuk bertambah
3. Kolaborasi dengan ahli
Rumah sakit 50 kg setelah masuk O: Berat badan 49 kg, tinggi
gizi tentang diet yang
diberikan rumah sakit 48 kg, tinggi badan 162, 162, IMT 18,6 porsi yang
IMT 18,3 klien hanya menghabiskan dihabiskan klien 1 porsi dari
¼ porsi yang dihabiskan , diet klien yang disajikan , diet klien MB
MB A: masalah teratasi

49
A : Masalah belum teratasi P: planning dihentikan
P : Intervensi dilanjutkan
 Pantau nutrisi yang masuk
 Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang diet
5. Gangguan body image 1. Memberikan penjelasan S : klien menggatakan dia menerima
tentang keadaan klien keadaan bahwa kakinya tinggal satu
O : TD 110/70 mmHg, HR 76 x/I,
RR 21 x/I, Temp 36,5°C,
A : masalah teratasi
P : planning dihentikan
6. Gangguan mobilitas fisik 1. Membantu klien S : pasien masih menggeluh tidak S : pasien menggatakan sudah
menggunakan alat dapat beraktivitas seperti biasa karena bisa menggunakan alat bantu
bantu seperti tongkat kakinya diamputasi Ketika berdiri
2. Mengajarkan klien dan O: dalam melakukan aktivitas sehari- O : Ketika berdiri pasien
keluarga cara hari klien dibantu oleh keluarganya menggunakan tongkat, pada
memindahkan posis seperti mandi, berpakaian saat ke kamar mandi klien
3. Melatih pasien A : Masalah belum teratasi masih dibantu keluarga.
melakukan mobilisasi P : Planning dilanjutkan A : masalah belum teratasi

50
P : planning dilanjutkan
 Ajarkan keluarga
melatih mobilisasi
klien Ketika di rumah
7. Deficit perawatan diri 1. Monitoring personal S : klien mengatakan tubunya teras S : klien menggatakan tubuh
hygiene lemas sudah mulai pulih
2. Membantu klien O: pasien dibantu oleh keluarga O : klien masih dibantu
melakukan personal Ketika mandi, berjalan, berpakaian berjalan dan mandi
hygiene A : Masalah belum teratasi A : masalah belum teratasi
P: Planning dilanjutkan P : planning di lanjutkan
 Ajarkan keluarga klien
tentang personal
hygiene.

51
BAB IV

PENUTUP

3.1 Simpulan
Diabetes merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya, yang berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi atau kegagalan organ tubuh terutama pada mata, ginjal,
saraf, jantung dan pembuluh darah. Terdapat beberapa tipe diabetes yang
diketahui dan umumnya disebabkan oleh suatu interaksi yang kompleks antara
faktor genetik, lingkungan dan gaya hidup. Pada umumnya dikenal 2 tipe
diabetes, yaitu diabetes tipe 1 (tergantung insulin), dan diabetes tipe 2 (tidak
tergantung insulin). Diabetes tipe 1 biasanya dimulai pada usia anak-anak
sedangkan diabetes tipe 2 dimulai pada usia dewasa.
Bila hal ini dibiarkan tidak terkendali dapat terjadi komplikasi
metabolik akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang, baik
mikroangiopati maupun makroangiopati. Jumlah penderita diabetes di
Indonesia setiap tahun meningkat. Berbagai penelitian epidemiologi
menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan
prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia.
3.2 Saran
Setelah mengetahui apa itu DM (Diabetes Mellitus), maka tentulah kita
bisa lebih menjaga pola kesehatan dengan makan-makanan yang sehat dan
berolah raga teratur.

52
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, A. Aziz.2015. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Edisi 2.


Buku 2 Jakarta : Salemba Medika.

Dinkes sumut. 2018. Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2018. Kepala dinas

kesehatan sumatera utara.

Priyoto. 2015. Perubahan Dalam Perilaku Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Brunner & Suddarth. (2001). Keperawatan Medikal Bedah, Vol 2, Ed. 8. Jakarta:
EGC

Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L. (2007). Medical-Surgical Nursing:


Critical Thinking for Collaborative Care. (Edisi ke-5 St). Louis: Elsevier
Inc

Mansjoer. A. Dkk. (2005). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media


Aesculapius.

Moorhead, S.,Jhonson, M., Maas, M., & Swanson, L. ( 2008 ). Nursing Outcomes
Classsification (NOC) (5th ed.) United states of America: Mosby Elsevier.

Nanda International. ( 2015 ). Diagnosa keperawatan : definisi dan klasifikasi


2015 – 2017 ( 10 th ed.) Jakarta: EGC.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Pearce E. (2005). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT Gramedia


Pustaka Utama.

Price, Sylvia A. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,


Edisi 2. Jakarta: EGC.

Sjamsuhidajat, R. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

Smeltzer Suzanne, C, Bare Brende,E. (2001). Buku Perawatan Medikal Bedah,


Edisi 8. Jakarta: EGC.

53

Anda mungkin juga menyukai