Anda di halaman 1dari 6

1811000132 Mala Aryani

Konsolidasi Aset Tetap Transaksi Antar Perusahaan

Kertas kerja konsolidasi harus mengeliminasi setiap transaksi antar perusahaan dan dampaknya
sehingga laporan konsolidasi menggambarkan kesatuan entitas induk dan anak. Transaksi aset antar
perusahaan menyebabkan keterkaitan akun-akun laporan keuangan entitas induk dan anak dalam kertas
kerja konsolidasi. Ketekaitan akun-akun antar perusahaan itu didasarkan pada jenis aset. Penjualan
barang dagang bagi pihak penjualan menimbulkan akun “penjualan”, sedangkan bagi pihak pembeli
menimbulkan akun”pembelian” jika perusahaan menggunakan metode periodik, dan akun “persediaan”
jika perusahaan mengunakan metode perpetual. Penjualan aset tetap tidak dicatat sebagai penjualan
melainkan pengkreditan akun “aset tetap”, sedangkan pembelian aset tetap dicatat dengan
menimbulkan akun “aset tetap” sebagai pihak pembeli. Karena perbedaan pencatatan transaksi jual-beli
barang dagang dan aset tetap, pengeliminasian akun antarperusahaan juga berbeda bagi transaksi jual-
beli antarperusahaan atas kedua asset tersebut.

Pihak yang melakukan penjualan aset akan mengkredit “aset” dan “keuntungan” serta
mendebet “kas” atau “piutang” dan “rugi penjualan” pada saat transaksi penjualan terjadi.Pihak
pembeli akan mendebet “aset” dalam pembukuannya dn mengkredit “kas” atau “utang”. Transaksi jual-
beli aset antar perusahaan menyebabkan aset tetap hasil penjualan menjadi akun hubungan induk-anak.
Kentungan penjualan aset tetap dieliminasi dari laporan laba-rugi pihak penjual dengan mengurangi nilai
aset tetap pada harga pokoknya.

Aset Tetap yang tidak Disusutkan

Misalkan terjadi penjualan downstream tanah antara PT Indah dengan PT Andi, yaitu perusahaan anak
yang dikuasai 80%, pada tanggal 1 Maret 2012 dengan harga penjualan Rp 500 juta di mana harga
pokoknya bagi PT Andi adalah Rp 400 juta. Pencatatan PT Indah pada tanggal 1 Maret 2012 adalah
sebagai berikut:

Kas  Rp 500.000.000

Tanah   Rp 400.000.000

Keuntungan  Rp 100.000.000

PT Andi akan melakukan pencatatan pada tanggal 1 Maret 2012 sebagai berikut:

Tanah  Rp 500.000.000

Kas  Rp 500.000.000

Laporan keuangan individu PT Andi yang berakhir 31 Desember 2012 mencatat tanah senilai Rp500
juta, sedangkan dalam laporan keuangan PT Indah terdapat keuntungansebesar Rp100 juta. Kertas kerja
konsolidasi harus mengeliminasi keuntungan sebesarRp100 juta tersebut dengan mengurangi nilai tanah
menjadi sebesar harga pokoknya bagipihak penjual, yaitu dengan jurnal eliminasi sebagai berikut:

Keuntungan  Rp 100.000.000
Tanah  Rp 100.000.000

Salah satu perbedaan antara aset tetap dan persediaan adalah bahwa persediaan dibeli untuk dijual
kembali, sedangkan aset tetap dimasudkan untuk dipakai dalam operasinormal perusahaan. Aset tetap
yang dibeli akan tetap ada dalam neraca pihak pembeli hingga aset tersebut hasil masa manfaatnya atau
dijual atau dijual atau disumbangkan. Tanah senilai Rp500 juta tersebut pada tahun-tahun setelah
transaksi jual-beli akan tetap menjadi akun hubungan induk-anak selama masih berada dalam
perusahaan induk, sehingga keuntungan sebesar Rp100 juta tetap harus dieliminasi dengan mengurangi
nilai aset tetap itu

Kertas kerja konsolidasi tahun 2013 harus mengeliminasi tanah senilai Rp100 juta untuk
mengembalikannya ke harga pokoknya. Akun “keuntungan penjualan tanah” sebesar Rp100 juta untuk
tahun 2012 telah di closing ke akun riil, yakni kekayaan pemegang saham atau ekuitas berdasarkan
sikelus akuntansi. Pendapatan investasi PT Indah tahun 2012 telah dikurangi dengan laba
antarperusahaan dari penjualan tanah sebesar Rp100 juta.Pengurangan pendapatan investasi ini
menyebabkan saldo investasi yang dicatat PT Indah lebih kecil Rp100 juta disbanding kekayaan entitas
anak yang dimiliki, sehingga kertas kerja konsolidasi per 31 Desember 2013 harus mendebet akun
“investasi dalam saham” induk untuk mengeliminasi tanah PT Andi. Jurnal adalah sebagai berikut:

Investasi dalam saham  Rp 100.000.000

Tanah  Rp 100.000.000

Jurnal eliminasi ini harus tetap dilakukan dalam kertas kerja laporan konsolidasi tahun-tahun berikutnya
selama tanah tersebut masih berada pada PT Andi atau belum berpindah tangan. 

Jika dalam kasus ini yang terjadi adalah penjualan upstream, laporan keuangan entitas induk akan
menyajikan aset senilai Rp500 juta dan laporan laba-rugi entitas anak menyajikan keuangan penjualan
tanah sebesar Rp100 juta. Dalam penyusunan kertas kerja konsolidasi tahun 2012, dilakukan eliminsi
atas keuntungan antarperusahaan tersebut dengan jurnal sebagai berikut:

Keuntungan penjualan tanah  Rp 100.000.000

Tanah  Rp 100.000.000

Laba antarperusahaan atas penjualan upstream ini berasal dari entitas anak karena merupakan pihak
penjual. Koreksi laba entitas anak akibat laba antarperusahaan mengharuskan entitas induk
menyesuaikan dengan pendapatan investasi, yakni sebesar dampak laba antarperusahaan itu terhadap
pendapatan investasi. Dampak laba entitas anak terhadap pendapatan investasi sebesar persentase
kepemilikan entitas induk atas saham entitas anak.

Koreksi laba entitas anak sebesar Rp100 juta atas penjualan upstream tahun 2012 menghapuskan
entitas induk mengkoreksi pendapatan investasinya sebesar Rp80 juta(Rp100 juta x 80%) kepemilikan PT
Indah atas PT Andi. Pengurangan pendapatan sebesar Rp80 juta ini menyebabkan nilai investasi PT
Indah atas saham PT Andi berselisi dengan80% kekayaan PT Andi yang dimiliki,karena laporan keuangan
individu PT Andi mengkuikeuntungan tersebut dan meng-closing-nya ke laba ditanah per 31 Desember
2012. Dalam penyusunan laporan konsolidasi per 31 Desember 2013, kertas kerja konsolidasi harus
mengkoreksi dampak laba antarperusahaan terhadap nilai investasi PT Indah sebesar Rp80juta dan Rp20
juta sebagai saldo kepentingan Nonpengendali dengan jurnal sebagai berikut:

Investasi dalam saham PT andi  Rp 80.000.000

Kepentingan nonpengendali  Rp 20.000.000

Tanah  Rp 100.000.000

Pada tahun-tahun berikut, jurnal eliminasi ini tetap dibuat dalam kertas kerja konsolidasi selama entitas
induk masih memiliki tanah yang berasal dari entitas anak tersebut.

Aset Tetap yang Memiliki umur Ekonomis

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa transaksi aset tetap antarperusahaanmempengaruhi penyusunan


laporan konsolidasi tahun-tahun setelah kepemilikan,sepanjang aset tetap tersebut masih terdapat di
neraca pihak pembeli. Kertas kerjakonsolidasi harus tetap mengeliminasi laba antarperusahaan sampai
aset tersebut tidakterdapat lagi pada neraca pihak pembeli. Dalam kasus sebelumnya, jika pihak
pembelimenjual tanah itu kepada perusahaan di luar hubungan induk-anak, laba antarperusahaantelah
terealisasi. Sapanjang terhadap aset tetap entitas induk yang berasal dari entitas anakatau sebaliknya,
selama itu pula laba antarperusahaan harus dieliminasi dalam kertas kerjakonsolidasi.

Aset yang memiliki umur ekonomis akan mengalami penyusutan, sehingga dalamjangka waktu tertentu
nilai bukunya akan menjadi nol atau terhapus dari neraca sekalipun aset tersebut tidak dijual. Jadi,
transaksi aset antarperusahaan yang memiliki umurekonomis hanya akan menpengaruhi kertas kerja
konsolidasi maksimum selama umur ekonomis aset tersebut, jika tidak dijual kepada pihak
eksternal sebelum umur ekonomisnya habis.

Misalkan pada tanggal 1 Juli 2013 terjadi teransaksi penjualan downstream atas peralatan seharga
Rp600 juta antara PT Impal dan PT Abia, yaitu perusahaan anak yangsahamnya dikuasai 90% oleh PT
Impal, di mana harga pokoknya bagi pihak penjual adalah Rp450 juta. Aset tetap tersebut masih
memiliki umur ekonomis 6 tahun, dan disusutkan dengan metode garis lurus. Dalam penyusunan kertas
kerja konsolidasi per 31 Desember2013, eliminasi dilakukan sebagai berikut:

Keuntungan  Rp 150.000.000

Peralatan  Rp 150.000.000

Keuntungan penjualan sebesar Rp150 juta yang melekat dalam peralatan dalam neraca pihak pembeli
menyebabkan penyusutan per tahun tercatat terlalu besar Rp150juta/6 tahun = Rp25 juta atas transaksi
aset antarperusahaan tersebut. Karena konsolidasi memandang transaksi aset antarperusahaan sebagai
transfer aset, maka harus dilakukan koreksi penyusutan sebesar Rp25 juta per tahun. Jadi, kertas kerja
konsolidasi harus mengurangi akumulasi penyusutan Rp25 juta per tahun. Untuk tahun 2013, koreksi
akumulasi penyusutan adalah Rp12,5 juta untuk setengah tahun karena transaksi jual-beli dilakukan
pada pertengahan tahun dengan jurnal:
Akumulasi penyusutan  Rp 12.500.000

Beban penyusutan  Rp 12.500.000

Dalam penyusunan kertas kerja per 31 Desember 2014, beban penyusutan harus dikoreksi satu tahun
penuh sebesar Rp25 juta dengan jurnal :

Akumulasi penyusutan  Rp 25.000.000

Beban penyusutan  Rp 25.000.000

Selain koreksi beban penyusutan, kertas kerja tahun 2014 juga harus mengkoreksi laba antarperusahaan
yang terdapat dalam peralatan. Laba antarperusahaan telah teramortisasi sebesar Rp12,5 juta pada
tahun lalu, sehingga laba antarperusahaan kinibersaldo Rp137,5 juta. Laba antarperusahaan yang
ditunda ini menyebabkan catatan investasi entitas induk laba kecil, sehingga harus dikoreksi pada nilai
peralatan dengan jurnal: 

Investasi dalam saham  Rp. 137.500.000

Akumulasi penyusutan  Rp. 12.500.000

Peralatan  Rp. 150.000.00

Tahun Nilai awal tahun Amortisasi Sepanjang Akumulasi Amortisasi


tahun
1 juli 2013 150.000.000 12.500.000 12.500.000

2014 137.500.000 25.000.000 37.500.000


2015 112.500.000 25.000.000 62.500.000

2016 87.500.000 25.000.000 87.500.000


2017 62.500.000 25.000.000 112.500.000

2018 37.500.000 25.000.000 137.500.000


2019 12.500.000 12.500.000 150.000.000

Pada tahun-tahun berikutnya, laba antarperusahaan akan terus diamortisasi hingga menjadi nol ketika
umur ekonomisnya habis yang diperlihatkan pada peraga di atas. Jurnal eliminasipada kertas kerja per
31 Desember 2016 berdasarkan tabel di atas adalah :

Akumulasi Penyusutan  Rp.25.000.000

Beban Penyusutan  Rp.25.000.00

Investasi dalam saham  Rp.87.500.000
Akumulasi penyusutan  Rp.62.500.000

Peralatan Rp.150.000.000

Apabila transaksi asset tetap antara PT Impal dan PT Abia merupakan penjualan upstream dalam kertas
kerja tahun 2013 atau tahun transaksi, keuntungan antarperusahaan dieliminasi sebagai penangguhan
dengan jurnal sebagai berikut :

Keuntungan penjualan peralatan  Rp.150.000.000

Peralatan Rp.150.000.000

Beban penyusutan juga dikoreksi untuk setengah tahun, yang dijurnal sebagai berikut :

Akumulasi penyusutan  Rp.12.500.000

Beban penyusutan  Rp.12.500.000

Laba antarperusahaan atas penjualan peralatan terelisasi selama periode 6 tahun. Padatahun 2013, laba
antarperusahaan telah terealisasi ½ tahun atau Rp.12,5 juta sehingga laba antarperusahaan menjadi
Rp.137,5 juta (Rp150 juta –  Rp.12,5 juta). Koreksi laba antarperusahaan atas penjualan upstream ini
mempengaruhi pendapatan investasi entitas induk sebesar 90%-nya atau Rp.123.750.000, sehingga
pendapatan investasi harusdikurangi sebesar jumlah tersebut. Koreksi pendapatan investasi akan
menurunkan nilai investasi pada akhir tahun 2013, yang membuat nilai investasi dalam catatan entitas
induk lebih kecil Rp.123.750.000 dari 90% kekayaan entitas anak yang dimiliki. Pada kertas
kerjakonsolidasi tahun 2014, laba antarperusahaan atas peralatan dieliminasi dengan mendebet
investasi dalam saham. Jurnalnya adalah :

Akumulasi penyusutan  Rp. 12.500.000

Investasi dalam saham  Rp.123.750.000

Kepentingan nonpengendali  Rp. 13.750.000

Peralatan  RP. 150.000.000

Selain itu, koreksi atas beban penyusutan tahun berjalan juga harus dilakukan dengan jurnal sebagai
berikut :

Akumulasi penyusutan  Rp. 25.000.000

Beban penyusutan  Rp. 25.000.000

Pada tahun-tahun berikutnya, laba antarperusahaan yang muncul dalam kertas kerja konsolidasi akan
semakin kecil hingga menjadi nol pada akhir pengunaan peralatan.

 Contoh :

Untuk mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai dampak transaksi antarperusahaan, berikut ini
disajikan contoh aplikasi transaksi antarperusahaan dalampenjualan downstream dan Upstream atas
barang dagang serta asset tetap. Sebagai contoh,PT Lucia mengakuisisi 90% saham PT Angelica pada
tanggal 31 Desember 2012. Kekayaan PT Angelica pada tanggal tersebut adalah :

Modal Saham  Rp. 400.000.000.000

Agio Saham  Rp. 100.000.000.000

Laba ditahan  Rp.  80.000.000.000

Total kekayaan pemegang saham Rp. 580.000.000.000

Akuisisi dilakukan dengan total harga perolehan Rp.531 miliar atas 90% dari harga yang wajar. Selisih
harga perolehan dan nilai buku disebabkan oleh goodwill. Penurunan nilai (impairment) goodwill terjadi
20% pada tahun 20014. Laporan keuangan PT Lucia dan perusahaan anaknya, PT Angelica, yang dimiliki
90%pada akhir tahun 2014 disajikan dalam peraga 5-5. Hubungan induk dan anak antara PT Lucia dan PT
Angelica terjadi sejak tanggal 31Desember 2012. Harga akuisisi yang wajar atas kekayaan PT Angelica
adalah Rp 531 miliar/90% yakni Rp 590 miliar. Harga akuisisi tersebut menimbulkan goodwill sebesar Rp
10miliar yang dialokasikan ke entitas induk 90% atas Rp 9 miliar. Nilai buku yang diperoleh pada tanggal
akuisisi sebesar persentase kepemilikan, yakni 90% x Rp 580 miliar = Rp 522 miliar. Penurunan nilai
goodwill baru terjadi pada tahun 2014 sebesar 20% atau Rp 2 miliaryang dialokasikan ke entitas induk
Rp. 1,8 milar.

Anda mungkin juga menyukai