Anda di halaman 1dari 63

SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. A


DENGAN DIAGNOSA MEDIS P2002 POST SC HARI KE 15 a/i
SECONDARY ARREST + LATE HPP + SUBINVOLUSI UTERUS
DI RUANG MERPATI RSUD DR. SOETOMO
SURABAYA

TANGGAL 17 – 20 JUNI 2019

Disusun Oleh :
Kelompok B1 A

Zahrotul Fitria S, S. Kep 131823143072


Nurul Yuniarsih, S. Kep 131823143016
Ida Berliana, S. Kep 131823143012
Julinda Malehere, S. Kep 131823143005

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019

I
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. A Dengan Diagnosa Medis P2002 Post
SC Hari ke 15 a/i Secondary Arrest + Late HPP + Subinvolusi Uterus di Ruangan
Merpati RSUD Dr. Soetomo Surabaya tanggal 17 – 20 Juni 2019.
Telah disetujui sebagai laporan seminar kasus atas nama :

Zahrotul Fitria S, S. Kep 131823143072


Nurul Yuniarsih, S. Kep 131823143016
Ida Berliana, S. Kep 131823143012
Julinda Malehere, S. Kep 131823143005

Surabaya, Juni 2019


Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Aria Aulia Nastiti, S.Kep., Ns., M.Kep Sulianah, SST., M.Keb


NIP. 198702232016113201 NIP.198007202005012014

Mengetahui
Kepala Ruangan Merpati

Lilik Hidayati, S.Keb., Bd


NIP.197408152007012010

II
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya,
kami dapat menyelesaikan makalah seminar dengan judul “Asuhan Keperawatan
Pada Ny. A Dengan Diagnosa Medis P2002 Post SC Hari ke 15 a/i Secondary
Arrest + Late HPP + Subinvolusi Uterus di Ruangan Merpati RSUD Dr. Soetomo
Surabaya”. Dalam penyelesaian makalah seminar ini kami ingin mengucapkan
terima kasih yang tak terhingga kepada pembimbing akademik dan pembimbing
klinik yang telah memberikan masukan dalam penyelesaian makalah ini.
Pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan Rasa Hormat dan Ucapan
Terima Kasih kepada :
1. Ibu Aria Aulia Nastiti, S. Kep., Ns., M. Kep selaku pembimbing
akademik Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya.
2. Ibu Sulianah, SST., M. Keb selaku pembimbing klinik Ruangan Merpati
RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
3. Ibu Lilik Hidayati, S. Keb., Bd selaku kepala Ruangan Merpati RSUD
Dr. Soetomo Surabaya
4. Teman-teman yang telah bekerja sama dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga
dalam kesempatan ini pula kami mengaharapkan kesediaan pembaca untuk
memberikan saran yang bersifat perbaikan, yang dapat menyempurnakan isi
makalah seminar ini sehingga dapat bermanfaat dimasa yang akan datang.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami
dan bagi pembaca yang budiman.

Surabaya, Juni 2019

Kelompok B1 A

III
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tujuan pembangunan ksehatan di Indonesia adalah tercapainya Millenium
Development Goals (MDG’s) pada tahun 2015, yaitu adanyapenurunan Angka Kematian
Balita (AKB) menjadi 23 per 1000 Kelahiran Hidup dan meningkatkan kesehatan ibu serta
mengurangi sampai tiga perempat jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) saat hamil dan
melahirkan menjadi 102 per 100.000 Kelahiran Hidup. Penyebab kematian ibu sejak dulu
tidak banyak berubah, yaitu perdarahan (25%), terjadi pasca persalinan baik karena atonia
uteri maupun sisa plasenta, eklamsia (12%), aborsi tidak aman (13%), sepsis (15%) dan
partus macet (8%) (Ferdina dkk, 2015).

Angka Kematian Ibu karena perdarahan post partum mempunyai peringkat tertinggi
dimana salah satu penyebab perdarahannya adalah atonia uteri. Bila uterus pada ibu post
partum mengalami kegagalan dalam involusi akan menyebabkan sesuatu yang disebut
Subinvolusio yang sering disebabkan oleh infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta dalam
uterus sehingga proses involusi uterus tidak berjalan normal atau terhambat. Bila
subinvolusio tidak tertangani akan menyebabkan perdarahan yang berlanjut atau Post
partum haemorrhage hingga kematian.

Hemoragic Post Partum (HPP) atauPerdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari
500cc yang terjadi setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 ml setelah prsalinan
abdominal. Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menetukan jumlah
perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai perdarahan
yang lebih dari normal yang telah menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien
mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik
< 90 mmHg, denyut nadi >100/menit, kadar Hb >8 g /dL (Nugroho Tuafan, 2012:247).

Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke
kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah
plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus (Ambarwati, 2010). Bila uterus tidak
mengalami atau terjadi kegagalan dalam proses involusi disebut dengan subinvolusi.

4
Subinvolusi dapat disebabkan oleh infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta/perdarahan lanjut
(Ambarwati, 2010).
Faktor predisposisi perdarahan postpartum adalah umur, paritas, status gizi, kelainan
darah, kelahiran yang dibantu dengan alat (forcep, vacum), distensi uterus yang berlebihan
karena hidramnion, bayi besar dan gemeli, induksi persalinan dan punya riwayat
perdarahan

postpartum (Bobak, 2004). Manuaba (2010), pasca tindakan operasi vagina dan kelelahan
ibu (prolong labour dan neglected labour) juga merupakan faktor predisposisi terjadinya
perdarahan postpartum.

Kecepatan Involusi uteri dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain umur, ibu,
jumlah anak yang dilahirkan (paritas), pekerjaan, pendidikan, menyusui eksklusif,
mobilisasi dini dan menyusui dini. Faktor mobilisasi dini dapat membantu untuk
mempercepat pengembalian rahim ke bentuk semula karena adanya pergerakan yang
dilakukan oleh ibu yang membantu untuk memperlancar peredaran darah dan pengeluaran
lochea sehingga membantu mempercepat proses involusi uterus.Faktor paritas, ukuran
uterus pada primipara dan multipara juga mempengaruhi proses berlangsungnya involusi
uterus. Faktor umur, pada umur dibawah 20 tahun elastisitas otot uterus belum
maksimal,sedangkan pada usia diatas 35 tahun elastisitas otot berkurang. Status gizi yang
baik akan mampu menghindari serangan kuman sehingga tidak terjadi infeksi dalam masa
nifas dan mempercepat involusi uterus (Ferdina dkk, 2015).
Dalam menanggulangi masalah perdarahan postpartum maka upaya pencegahan
yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pemeriksaan antenatal care (ANC) secara
teratur bagi ibu hamil. Diharapkan dengan melakukan pemeriksaan kehamilan secara
teratur komplikasi yang mungkin terjadi bisa dideteksi secara dini (Anisa dan Nunik, 2015)
dan meningkatkan Pengetahuan Ibu tentang perdarahan setelah persalinan hendaknya ibu
hamil rajin mengikuti program - program penyuluhan dasar tentang bahaya - bahaya yang
kemungkinan akan terjadi dalam proses persalinan yang diadakan bidan setempat untuk
mewaspadai semua gejala - gejala yang terjadi secara abnormal (Nurul dan Dian, 2015).

B. Rumusan Masalah
Bagaimana melaksanakan asuhan keperawatan dengan Hemorragic Post Partum atas
indikasi subinvolusio?

5
C. Tujuan
Untuk mengetahui cara melaksanakan asuhan keperawatan dengan klien Hemorragic
Post Partum atas indikasi subinvolusio

BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep Dasar Seksio Sesarea


2.1.1. Definisi
Seksio Sesarea adalah kelahiran janin melalui abdominal (laparotomi) yang
memerlukan insisi ke dalam uterus (Norwitz, 2008).
2.1.2. Indikasi

6
Sebagian besar indikasi bedah sesar bersifat relatif dan bergantung pada penilaian
penolong, Indikasi paling umum untuk bedah sesar primer (pertama) adalah kegagalan
proses persalinan. Disproporsi sefalopelvik absolute adalah kondisi klinis ketika janin
terlalu besar dibandingkan rongga tulang panggul sehingga tidak dapat dilakukan
persalinan per vaginam bahkan dalam kondisi paling optimum sekalipun. CPD relative
adalah ketika janin terlalu besar bagi tulang panggul karena adanya kondisi malpresentasi
(Norwitz, 2008).
Absolut Relatif
Ibu  Induksi persalinan gagal  Bedah sesar elektif
 Distosia persalinan berulang
 Disproporsi Sefalopelvik  PEB, Penyakit Jantung,
Diabetes, Kanker Serviks
Uteroplasenta  Sesar Klasik (bedah uterus  Riwayat bedah uterus
sebelumnya) sebelumnya (miomektomi
 Riwayat rupture uterus dengan ketebalan penuh)
 Obstruksi jalan lahir  Presentasi funik (tali
 Plasenta previa, abruption pusat) pada saat
plasenta berukuran besar persalinan
Janin  Gawat janin/hasil  Malpresentasi janin
pemeriksaan janin yang tidak (sungsang, presentasi alis,
meyakinkan presentasi gabungan)
 Prolaps tali pusat  Makrosomia
 Malpresentasi janin (post  Kelainan janin
melintang) (hidrosefalus)

2.1.3. Pertimbangan Teknis


Bedah sesar elektif dapat dilakukan setelah usia gestasi 39 minggu. Analgesik regional
lebih disukai daripada analgesia umum. Penggunaan antibiotik profilaktik rutin akan
mengurangi insidensi kesakitan yang berkaitan dengan demam pascaoperasi. Insisi kulit
dilakukan secara Pfannenstiel (insisi transversal bawah yang bersifat memisahkan otot,
kuat, tetapi bukaan terbatas), vertikal di garis tengah (memberikan bukaan terbaik tetapi
lemah), atau paramedian (insisi vertikal di sebelah lateral otot rektus, jarang digunakan).
Insisi Pfannensiel kadang-kadang dimodifikasi untuk memperluas bukaan dengan cara
membuka otot rektus secara horizontal (insisi Maylard) atau pengangkatan rektus dari
tulang pubis (insisi Cherney). Pembedahan elektif (seperti miomektomi) tidak boleh
dilakukan pada saat sesar karena adanya resiko perdarahan. Jenis-jenis histerotomi sebagai
berikut:
a. Histerotomi Vertikal

7
Histerotomi vertikal tinggi (klasik) memiliki resiko kehilangan darah lebih besar dan
hanya dilakukan pada kondisi terpilih, yaitu dengan indikasi tidak ada akses ke segmen
bawah (perlengketan, massa panggul), segmen bawah kurang berkembang (bayi lahir
sangat preterm, sungsang preterm), letak melintang dengan impaksi, plasenta previa, janin
abnormal besar (hidrosefalus, teratoma sakrokosigeal berukuran besar), histerotomi yang
direncanakan (kanker) (Norwitz, 2008).
b. Histerotomi Transversal
Histerotomi segmen uterus bagian bawah ini paling sering dilakukan dan memiliki
kehilangan darah lebih rendah (karena segmen uterus bawah tipis dan kurang
tervaskularisasi) (Norwitz, 2008).
c. Histerotomi Vertikal Segmen Bawah (Kronig)
Histerotomi ini menghindari risiko robekan ke pembuluh darah uterus. Indikasi yang
mungkin adalah kehamilan kembar, malpresentasi (terutama posisi melintang), kelahiran
bayi premature berukuran sangat kecil, histerotomi masa nifas yang telah
direncanakan/elektif (Norwitz, 2008).

2.1.4. Komplikasi
a) Perdarahan (kemungkinan membutuhkan transfusi darah)
b) Infeksi (faktor resiko untuk infeksi pascaoperasi termasuk diabetes, obesitas, bedah
sesar darurat, demam intrapartum, pemantauan janin internal, anemia, riwayat
pembedahan abdomen sebelumnya, hematoma, induksi persalinan, status sosioekonomi
rendah, ketuban pecah memanjang)
c) Cedera pada janin
d) Cedera pada organ di dekat uterus (usus, kandung kemih, ureter, pembuluh darah)
e) Mungkin perlu pembedahan lebih lanjut (histerektomi, masa nifas, jahitan di usus)
(Norwitz, 2008).

2.1.5. Penatalaksanakan pra dan post pembedahan


1) Persiapan pra pembedahan
Menurut Manuaba, persiapan tindakan operasi perlu dilakukan dengan pedoman “Psiko
somatik” untuk mempersiapkan penderita menjalani tindakan fisik operasi. Diantaranya ada
lah sebagai berikut :
(1) Informed Consent

8
Setelah penderita mendapatkan penjelasan tentang penyakitnya yang memerlukan tinda
kan operasi diminta untuk mengisi “Surat persetujuan operasi” untuk menghindari tuntutan
hukum. Dengan demikian dokter yang melakukan tindakan operasi terhindar dari tuntutan h
ukum, bila terjadi komplikasi yang berat sampai kematian.
(2) Persiapan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi hal sebagai berikut :
- Anamnesa

- Pemeriksaan penunjang (Laboratorium, rontgen, USG)

- Konsultasi terhadap Laboratorium terkait (Interna, Kardiologi, dll) dan Laboratorium A


nastesia.
- Malam menjelang operasi (sedativ untuk ketenangan, membersihkan bagian yang akan
menjadi lapangan operasi, Lavement sehingga usus kosong).
- Saat operasi : pemasangan dower catheter, I.V.F. Drip, anestesia (General, Lumbal, Loka
l), tindakan operasi yang akan dilakukan dengan legeartis

2) Penanganan pasca bedah


Setelah menjalani operasi penyakit kandungan penderita dibawa ke kamar isolasi-pengawas
an intensif. Pengawasan yang perlu dilakukan adalah :
1. Kesadaran penderita
- Pulihnya kesadaran
- Kembalinya rasa nyeri dari pengaruh anestesia
2. Keseimbangan cairan dan elektrolit
- Kontrol cairan masuk dan keluar melalui dower katheter
- Pemeriksaan paru-paru untuk menegakkan edema paru
- Tranfusi darah bila diperlukan
3. Pemeriksaan keadaan umum
- TD, nadi, temperatur
- Bising usus
- Ulang pemeriksaan Laboratorium
4. Mobilisasi penderita (mobilisasi dini sehingga fungsi organ segera dapat pulih)

9
5. Profilaksis :
- Antibiotika adekuat
- Obat-obatan penunjang yang dipandang perlu seperti alinamin.
6. Pengawasan Lokal
- Luka operasi = infeksi: dolor, kalor, fungsiolesa
- Pernanahan atau abses
- Buka jahitan hari ke-3 dan ke-7 serta dapat dipulangkan
7. Kontrol setelah 7 hari
- Untuk konsultasi dan melihat luka operasi
- Memberikan nasehat tentang hasil operasi dan permasalahan ikutan
Sebagai akibat anestesi, biasanya timbul rasa mual kadang sampai muntah. Pasien tidak
boleh minum sampai rasa enek hilang dan boleh minum sedikit-sedikit untuk lambat laun
ditingkatkan. Dalam 24-48 jam pascabedah hendaknya diberi makanan cairan, jika sudah
flatus dapat diberikan makanan lunak yang bergizi untuk selanjutnya lambat laun menjadi
makanan biasa. Peristaltik usus biasanya kembali lagi pada hari ke-2 pascaoperasi dengan
gejala mules dan kadang-kadang sedikit kembung. Terapi : Analgetik, Antibiotik,
Antiemetik, Antihistamin, dan Vitamin C
2.1.6. Fase Penyembuhan Luka Operasi
Penyembuhan luka (pembedahan) adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan yang
berhubungan dengan regenerasi sel/jaringan.
a. Fase Inflamatori
- Fase ini terjadi segera setelah luka sampai 3-4 hari

- Dua proses utama terjadi pada fase ini yaitu, hemostasis dan pagositosis

b. Fase Proliferatif
- Berlangsung hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21 setelah pembedahan

- Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) ke daerah luka mulai 24 jam pertama

- Dengan mensintesis kolagen dan substansi dasar menjadi proteoglikan kira-kira 5 hari
setelah luka
c. Fase Maturasi
- Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah pembedahan

- Fibroblast terus mensintesis kolagen

10
- Kolagen menjalin dirinya menyatukan sistem struktur yang lebih kuat

- Bekas luka menjadi kecil

- Kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis putih

2.2. Konsep Dasar Partus Lama


2.2.1. Definisi
Persalinan lama disebut juga distosia, didefinisikan sebagai persalinan abnormal/sulit
(Prawiroharjo, 2009).

2.2.2. Patofisilogi

Persalinan Lama

Dampak bagi Ibu: Dampak bagi Janin:


Infeksi Intrapartum 11 Infeksi
Ruptura uteri Kaput suksedenum
Cincin retraksi patologis Molase kepala janin
Pembentukan fistula
Gambar 2.1 Patofisiologi Persalinan Lama (Prawirohardjo, 2009)

2.2.3. Tanda, Gejala, dan Diagnosis


Tanda dan Gejala Diagnosis
Serviks tidak membuka Belum inpartu
Tidak didapatkan his/his tidak teratur
Pembukaan serviks tidak melewati 4 Fase laten memanjang
cm sesudah 8 jam inpartu dengan his
yang teratur
Pembukaan serviks melewati kanan - Fase aktif memanjang
garis waspada partograf
- Frekuensi his kurang dari 3 his per - Inersia uteri
10 menit dan lamanya kurang dari
40 detik
- Pembukaan serviks dan turunnya - Disporposi sevalopelvik
bagian janin yang dipresenrasi tidak
maju, sedangkan his baik
- Pembukaan serviks dan turunnya - Obstruksi kepala
bagian janin yang dipresentasi tidak
maju dengan kaput, terdapat
moulase hebat, edema serviks, tanda
rupture uteri imminens, gawat janin
- Kelainan presentasi (selain verteks
dengan oksiput anterior)
Pembukaan serviks lengkap, ibu ingin Kala II lama
mengedan, tetapi tidak ada kemajuan
penurunan

12
(Prawirohardjo, 2008)

Kriteria diagnostik kelainan persalinan akibat persalinan lama atau persalinan macet
Pola Persalinan Nulipara Multipara
Persalinan lama (protaction disorder)
Pembukaan <1,2 cm/jam <1,5 cm/jam
Penurunan <1,0 cm/jam <2,0 cm/jam
Persalinan macet (arrest disorder)
Tidak ada pembukaan > 2 jam > 2 jam
Tidak ada penurunan > 1 jam > 1 jam

Kelainan Pada Persalinan Lama


A. Kelainan Kala Satu
Friedman mengembangkan konsep tiga tahap fungsional pada persalinan untuk
menjelaskan tujuan-tujuan fisiologis persalinan (Cunningham, 2006) :

(1) Tahap persiapan (preparatory division), termasuk fase laten dan akselerasi.
Hanya terjadi sedikit pembukaan serviks, tapi cukup banyak perubahan yang terjadi di
komponen jaringan ikat serviks.
(2) Tahap pembukaan (dilatational division)
Saat pembukaan berlangsung paling cepat, tidak dipengaruhi oleh sedasi atau anestesia
regional.
(3) Tahap panggul (pelvic division) yang berawal dari fase deselarasi pembukaan serviks.
Pola pembukaan serviks selama tahap persiapan dan pembukaan persalinan normal
adalah kurva sigmoid. Dua fase pembukaan serviks adalah fase laten dan fase aktif.
Friedman membagi lagi fase aktif menjadi fase akselerasi, fase lereng (kecuraman)
maksimum, dan fase deselerasi.
1) Fase Laten Memanjang
Friedman dan sachtleben mendefinisikan fase laten berkepanjangan apabila lama fase
ini lebih dari 20 jam pada nulipara dan 14 jam pada ibu multipara (Prawirohardjo, 2008).
Faktor-faktor yang mempengaruhi durasi fase laten antara lain adalah anestesia regional
atau sedasi yang berlebihan,keadaan serviks yang buruk (misal tebal, tidak mengalami
pendataran atau tidak membuka), dan persalinan palsu. Istirahat atau stimulasi oksitosin
sama efektif dan amannya dalam memperbaiki fase laten yang berkepanjangan. Istirahat
lebih disarankan karena persalinan palsu sering tidak disadari (Prawirohardjo, 2008).

13
2) Fase Aktif Memanjang
Friedman membagi masalah fase aktif menjadi :
a. Protaction (berkepanjangan/berlarut-larut), yaitu kecepatan pembukaan atau penurunan
yang lambat, untuk nulipara kecepatan pembukaan kurang dari 1,2 cm per jam atau
kecepatan penurunan kurang dari 1 cm per jam. Untuk multipara, protaksi didefinisikan
sebagai kecepatan pembukaan kurang dari 1,5 cm per jam atau penurunan kurang dari 2
cm per jam (Prawirohardjo, 2008).
b. Arrest (macet, tak maju), didefinisikan sebagai tidak adanya pembukaan serviks dalam 2
jam (arrest of dilatation) dan tidak ada penurunan janin dalam 1 jam (arrest of descent)
(Prawirohardjo, 2008). Secondary arrest adalah kelainan pada persalinan lama yang
terjadi pada kala satu yang disebabkan oleh fase aktif yang memanjang sehingga tidak
adanya pembukaan serviks dalam 2 jam (arrest of dilatation) dan tidak ada penurunan
janin dalam 1 jam (arrest of descent) (Prawirohardjo, 2008).
B. Kelainan Kala Dua
Tahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir dengan keluarnya
janin.Median durasinya adalah 50 menit untuk nulipara dan 20 menit untuk multipara
(Prawirohardjo, 2008).
1) Kala Dua Memanjang
Keluarnya janin mulai dari pembukaan lengkap lebih dari 2 jam dan diperpanjang 3 jam
apabila digunakan analgesia regional, dan pada multipara lebih dari 1 jam dari
pembukaan lengkap dan diperpanjang 2 jam pada penggunaan analgesia regional
(Prawirohardjo, 2008).
2) Penyebab kurang adekuatnya gaya ekspulsif
Kekuatan gaya yang dihasilkan oleh kontraksi otot abdomen dapat terganggu secara
bermakna sehingga bayi tidak dapat lahir secara spontan melalui vagina. Sedasi berat
atau anestesia regional (epidural lumbal, kaudal atau intratekal) kemungkinan besar
mengurangi dorongan refleks untuk mengejan, dan pada saat yang sama mungkin
mengurangi kemampuan pasien mengontraksikan otot-otot abdomen.

2.2.4. Penanganan
1) Penanganan umum
- Nilai dengan segera keadaan umum ibu hamil dan janin (termasuk tanda vital dan
tingkat hidrasinya)

14
- Kaji kembali partograf, tentukan apakah pasien berada dalam persalinan, nilai frekuensi
dan lamanya his
- Perbaiki keadaan umum dengan dukungan emosi, perubahan posisi, periksa keton dalam
urin, berikan cairan (oral dan parenteral), upayakan buang air kecil, berikan analgesia
(tramadol atau petidin 25 mg IM (maksimum 1mg/kg) atau morfin 10 mg IM, jika
pasien merasakan nyeri yang sangat).

2) Penanganan khusus
1. Persalinan palsu/belum in partu (false labour)
Periksa apakah ada infeksi saluran kemih atau ketuban pecah. Jika didapatkan adanya
infeksi, obati secara adekuat. Jika tidak ada pasien boleh rawat jalan.
2. Fase laten memanjang (Prolong Latent Phase)
Diagnosis fase laten memanjang dibuat secara retrospektif. Jika his berhenti, pasien
disebut belum inpartu atau persalinan palsu. Jika his makin teratur dan pembukaan makin
bertambah lebih dari 4 cm, pasien masuk dalam fase aktif. Jika fase laten lebih dari 8 jam
dan tidak ada tanda-tanda kemajuan, lakukan penilaian ulang terhadap serviks. Jika tidak
ada perubahan pada pendataran atau pembukaan serviks dan tidak ada gawat janin,
mungkin pasien belum inpartu. Jika ada kemajuan dalam pendataran dan pembukaan
serviks, lakukan amniotomi dan induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin.
Lakukan penilaian ulang setiap 4 jam. Jika pasien tidak masuk fase aktif setelah dilakukan
pemberian oksitosin selama 8 jam, lakukan seksio sesarea.
Jika didapatkan tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau), lakukan akselerasi
persalinan dengan oksitosin. BErikan antibiotika kombinasi sampai persalinan, ampisilin 2
g IV selama 6 jam ditambah gentamisin 5mg/kg BB IV setiap 24 jam, jika terjadi
persalinan pervaginam stop antibiotika pascapersalinan, jika dilakukan seksio sesarea,
lanjutkan antibiotika ditambah metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam sampai ibu bebas
demam selama 48 jam.
3. Fase aktif memanjang (Prolong Active Phase)
Jika tidak ada tanda-tanda disproporsi sefalopelvik atau obstruksi dan ketuban masih
utuh, pecahkan ketuban. Nilai his: jika his tidak adekuat (kurang dari 3 his dalam 10 menit
dan lamanya kurang dari 40 detik) pertimbangkan ada inersia uteri. Jika his adekuat (3 kali
dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40 detik), pertimbangkan adanya disproporsi,

15
obstruksi, malposisi atau malpresentasi. Lakukan penangan umum yang akan memperbaiki
his dan mempercepat kemajuan persalinan.
a. Disproporsi sefalopelvik
Disproporsi sefalopelvik terjadi karena janin terlalu besar atau panggul ibu kecil,
sehingga persalinan macet. Penilaian ukuran panggul yang baik adalah dengan melakukan
partus percobaan (trial of labor). Kegunaan pelvimetri klinis terbatas. Jika diagnosis
diproporsi, lakukan seksio sesarea. Jika bayi mati, lakukan kraniotomi, bila tidak
memungkinkan kraniotomi, lakukan seksio sesarea.
b. Obstruksi (partus macet)
Jika bayi hidup dan pembukaan serviks sudah lengkap dan penurunan kepala 1/5,
lakukan ekstraksi vakum. Jika bayi hidup dengan pembukaan serviks belum lengkap atau
kepala bayi masih terlalu tinggi untuk ekstraksi vakum, lakukan seksio sesarea. Jika bayi
mati, lahirkan dengan kraniotomi/embriotomi.
c. His tidak adekuat (inersia uteri)
Jika his tidak adekuat sedangkan disproporso dan obstruksi dapat disingkirkan,
kemungkinan penyebab persalinan lama adalah inersia uteri. Pecahkan ketuban dan lakukan
akselerasi persalinan dengan oksitosin. Evaluasi kemajuan persalinan dengan pemeriksaan
vaginal 2 jam setelah his adekuat, jika tidak ada kemajuan, lakukan seksio sesarea. Jika ada
kemajuan, lanjutkan infuse oksitosin dan evaluasi setiap 2 jam.
4. Kala II memanjang
Upaya mengedan ibu menambah risiko pada bayi karena mengurangi jumlah oksigen
ke plasenta. Dianjurkan mengedan secara spontan (mengedan dan menahan nafas terlalu
lama, tidak dianjurkan). Jika malpresentasi dan tanda-tanda obstruksi bisa disingkirkan,
berikan infuse oksitosin. Jika tidak ada kemajuan penurunan kepala: Jika kepala tidak lebih
dari 1/5 di atas simfisis pubis, atau bagian tulang kepala di stasion (0), lakukan ekstraksi
vakum atau cunam. Jika kepala di antara 1/5-3/5 di atas simfisis pubis, atau bagian tulang
kepala di atas stasion (0)-(-2), lakukan ekstraksi vakum. Jika kepala lebih dari 3/5 di atas
simfisis pubis, atau bagian tulang kepala di atas stasion (-2), lakukan seksio sesarea
(Prawirohardjo, 2002).

2.2.5. Komplikasi Persalinan Lama


1) Bagi Ibu
a. Infeksi Intrapartum

16
Infeksi adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janinnya pada partus lama
terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri di dalam cairan amnion menembus amnion
dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada
ibu dan janin. Pneumonia pada janin, akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi, adalah
konsekuensi serius lainnya. Pemeriksaan serviks dengan jari tangan akan memasukkan
bakteri vagina ke dalam uterus. Pemeriksaan ini harus dibatasi selama persalinan, terutama
apabila dicurigai persalinan lama.
b. Ruptura Uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius selama partus
lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan pada mereka dengan riwayat seksio
sesarea. Apabila disproporsi antara kepala janin dan panggul sedemikian besar sehingga
kepala tidak cakap (engaged) dan tidak terjadi penurunan, segmen bawah uterus menjadi
sangat teregang kemudian menyebabkan rupture. Pada kasus ini mungkin terbentun cincin
retraksi patologis yang dapat diraba sebagai sebuah krista transversal atau oblik yang
berjalan melintang di uterus antara simfisis dan umbilikus. Apabila dijumpai keadaan ini,
diindikasikan persalinan perabdominan segera.
c. Cincin Retraksi Patologis
Walaupun sangat jarang, dapat timbul konstriksi atau cincin lokal uterus pada
persalinan berkepanjangan. Tipe yang paling sering adalah cincin retraksi patologis bandle,
yaitu pembentukan cincin retraksi normal yang berlebihan. Cincin ini sering timbul akibat
persalinan yang terhambat, disertai peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah
uterus.
d. Pembentukan Fistula
Apabila bagian bawah janin menekan kuat ke pintu atas panggul, tetapi tidak maju
untuk jangka waktu yang cukup lama, bagian jalan lahir yang terletak di antaranya dan
dinding panggul dapat mengalami tekanan yang berlebihan. Karena gangguan sirkulasi,
dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan dengan
munculnya fistula vesikovaginal, atau rektovaginal. Umumnya nekrosis akibat penekanan
ini pada persalinan kala dua yang berkepanjangan (Prawiroharjo, 2009).

2) Bagi Janin
a. Kaput suksedaneum

17
Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput suksedaneum yang
besar di bagian terbawah kepala janin. Kaput ini dapat berukuran cukup besar dan
menyebabkan kesalahan diagnostik yang serius. Kaput dapat hampir mencapai panggul
sementara kepala sendiri belum cakap.
b. Molase kepala janin
Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling bertumpang
tindih satu sama lain di sutura-sutura besarm suatu proses yang disebut molase (molding
moulage). Biasanya batas median tulang parietal yang berkontak dalam promontorium
bertumpang tindih dengan tulang di sebelahnya, hal yang sama terjadi pada tulang-tulang
yang frontal. Namun, tulang oksipital terdorong ke bawah tulang parietal. Perubahan-
perubahan ini sering terjadi tanpa menimbulkan kerugian yang nyata. Di lain pihak apabila
distorsi yang terjadi mencolokm molase dapat menyebabkan robekan tentorium, laserasi
pembuluh darah janin, dan perdarahan intracranial pada janin (Prawiroharjo, 2009).

2.3. Konsep Perdarahan Post Partum


2.3.1. Definisi Perdarahan Postpartum
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-250 ml dalam masa 24 jam
setelah anak lahir. Wiknjosastro (2010) mengatakan perdarahan postpartum adalah
perdarahan 500cc atau lebih setelah kala III selesai (setelah plasenta lahir). Pengukuran
darah yang keluar sukar untuk di lakukan secara tepat.
Perdarahan setelah melahirkan atau hemmorrhagic postpartum (HPP) adalah
konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus
genetalia dan struktur sekitarnya, atau ke duanya (Walyani, 2015) . Perdarahan pasca
persalinan didefinisikan sebagai kehilangan 500 ml atau lebih darah setelah persalinan
pervaginam atau 1000 ml atau lebih setelah seksio sesaria (Kenneth, 2009).

2.3.2. Jenis Perdarahan Postpartum


Perdarahan postpartum dibagi atas dua bagian menurut waktu terjadinya (Manuaba,
2001) :
1. Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) ialah perdarahan >500
cc yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah bayi lahir.

18
2. Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) ialah perdarahan >500
cc setelah 24 jam pasca persalinan.
Selaras dengan Mochtar (2011) juga mengklasifikasikan perdarahan postpartum menurut
waktu terjadinya dibagi atas dua bagian:
1. Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi dalam 24
jam setelah anak lahir.
2. Perdarahan pos partum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi setelah
24 jam, biasanya antara hari ke 5 sampai 15 postpartum
Kemenkes RI (2013) juga mengatakan, perdarahan pascasalin primer terjadi dalam 24 jam
pertama setelah persalinan, sementara perdarahan pascasalin sekunder adalah perdarahan
pervaginam yang lebih banyak dari normal antara 24 jam hingga 12 minggu setelah
persalinan

2.3.3. Penyebab Perdarahan Postpartum


Penyebab perdarahan pascasalin terbagi atas 4T (Tonus, Tissue, Trauma, Thrombine).
Perdarahan yang diakibatkan karena pemasalahan Tonus (kontraksi uterus yang tidak baik)
adalah atonia uteri; permasalahan pada Tissue (lapisan uterus) adalah retensio plasenta dan
sisa plasenta; permasalahan yang disebabkan karena Trauma (yang terjadi pada jalan lahir)
seperti laserasi/robekan jalan lahir; dan yang terakhir permasalahan yang disebabkan oleh
Thrombine yaitu permasalahan yang diakibatkan karena gangguan faktor pembekuan darah
(Andreson, 2007).

Involusio Uterus
A. Definisi
Involusi uterus adalah perubahan keseluruhan alat genetalia ke bentuk sebelum hamil,
dimana terjadi pengreorganisasian dan pengguguran desidua serta pengelupasan situs
plasenta, sebagaimana diperhatikan dengan pengurangan dalam ukuran dan berat uterus
(Ambarwati dan Wulandari, 2008).
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke
bentuk sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah
plasenta lahir akibat kontraksi otot – otot polos uterus (Verneys, 2004).

19
Involusi uterus meliputi reorganisasi dan pengeluaran desidua/endometrium dan
eksfoliasi tempat perlekatan plasenta yang ditandai dengan penurunan ukuran dan berat
serta perubahan pada lokasi uterus, warna dan jumlah lokia.
B. Proses Involusi Uterus
Involusi uterus dimulai setelah proses persalinan yaitu setelah plasenta dilahirkan.
Proses involusi berlangsung kira – kira selama 6 minggu. Setelah plasenta terlepas dari
uterus, fundus uteri dapat dipalpasi dan berada pada pertengahan pusat dan symphisis pubis
atau sedikit lebih tinggi. Tinggi fundus uteri setelah persalinan diperkirakan sepusat atau 1
cm dibawah pusat. Proses involusi uterus yang terjadi pada masa nifas melalui tahapan
berikut:
1) Autolysis
Autolysis merupakan proses peghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterine.
Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur hingga
10 kali panjangnya dari semula dan 5 kali lebar dari semula selama kehamilan. Diketahui
adanya penghancuran protoplasma dan jaringan yang diserap oleh darah kemudian
dikeluarkan oleh ginjal. Inilah sebabnya beberapa hari setelahmelahirkan ibu sering buang
air besar. Pengrusakan secara langsung jaringan hipertropi yang berlebihan ini disebabkan
karena penurunan hormon estrogen dan progesteron.
2) Atrofi Jaringan
Atrofi jaringan yaitu jaringan yang berpoliferasi dengan adanya penghentian produksi
estrogen dalam jumlah besar yang menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi
pada otot – otot uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan terlepas dengan
meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi menjadi endometrium yang baru.
Setelah kelahiran bayi dan plasenta, otot uterus berkontraksi sehingga sirkulasi darah ke
uterus terhenti yang menyebabkan uterus kekurangan darah (lokal iskhemia). Kekurangan
darah ini bukan hanya karena kontraksi dan retraksi yang cukup lama seperti tersebut diatas
tetapi disebabkan oleh pengurangan aliran darah ke uterus, karena pada masa hamil uterus
harus membesar menyesuaikan diri dengan pertumbuhan janin. Untuk memenuhi
kebutuhannya, darah banyak dialirkan ke uterus mengadakan hipertropi dan hiperplasi
setelah bayi dilahirkan tidak diperlukan lagi, maka pengaliran darah berkurang, kembali
seperti biasa.
3) Efek Oksitosin

20
Oksitosin merupakan zat yang dapat merangsang myometrium uterus sehingga dapat
berkontraksi. Kontraksi uterus merupakan suatu proses yang kompleks dan terjadi karena
adanya pertemuan aktin dan myosin. Dengan demikianaktin dan myosin merupakan
komponen kontraksi. Pertemuan aktin dan myosin disebabkan karena adanya myocin light
chine kinase (MLCK) dan dependent myosin ATP ase, proses ini dapat dipercepat oleh
banyaknya ion kalsium yang masuk dalam sel, sedangkan oksitosin merupakan suatu
hormon yang memperbanyak masuknya ion kalsium ke dalam intra sel. Sehingga dengan
adanya oksitosin akan memperkuat kontraksi uterus. Intensitas kontaksi uterus meningkat
secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap
penurunan volume intrauterin yang sangat besar. Hormon oksitosin yang terlepas dari
kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengkompresi pembuluh
darah dan membantu proses homeostatis. Kontraksi dan retraksi otot uterin akan
mengurangi perdarahan. Selama 1 sampai 2 jampertama masa nifas intensitas kontraksi
uterus bisa berkurang dan menjadi teratur, karena itu penting sekali menjaga dan
mempertahankan kontraksi uterus pada masa ini.
C. Perubahan Uterus (Involusi Uterus) Pada Periode Postpartum
Setelah proses persalinan, uterus akan kembali ke bentuk semula seperti saat sebelum
hamil. Proses ini disebut dengan roses involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta
keluar akibat kontraksi otot-otot polos (Bobak, 2004). Involusi uterus meliputi reorganisasi
dan pengeluaran desidua/ endometrium dan eksfoliasi tempat perlekatan plasenta yang
ditandai dengan penurunan ukuran dan berat serta perubahan lokasi uterus yang ditandai
dengan warna dan jumlah lokia (Varney, 2007). Perubahan letak dan ukuran uterus pada
periode postpartum dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2. Tinggi Fundus dan Berat Uterus menurut Masa Involusi

Involusi Tinggi Fundus Uterus Berat Uterus

Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram

1-6 hari setelah bayi


2 jari di bawah pusat 750 gram
lahir
500 gram
1 minggu Pertengahan pusat simfisis
350 gram
2 minggu Tidak teraba di atas simfisis
50 gram
6 minggu Bertambah kecil

21
30 gram
8 minggu Sebesar normal

Peningkatan kadar estrogen dan progesteron bertanggungjawab untuk pertumbuhan


masif uterus selama masa kehamilan. Pada periode postpartum, terjadi penurunan kadar
hormon estrogen dan progesteron yang menyebabkan terjadinya autolisis atau perusakan
secara langsung jaringan hipertropi yang berlebihan. Apabila uterus gagal untuk kembali ke
keadaan seperti saat belum hamil maka disebut subinvolusi (Bobak, 2004).
Perubahan lain yang terjadi pada uterus adalah perubahan kontraksi. Intensitas
kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir. Hal ini terjadi diduga
sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterine yang sangat besar. Selama satu
sampai dua jam pertama postpartum, intensitas kontraksi uterus berkurang dan menjadi
tidak teratur (Bobak, 2004). Tonus otot yang berkontraksi dan berelaksasi secara periodik
dapat menimbulkan rasa nyeri seteah melahirkan. Rasa nyeri tersebut akan semakin
meningkat dengan kegiatan menyusui dan pemberian oksitosin tambahan karena keduanya
merangsang kontraksi uterus (Bobak, 2004).
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Involusi Uterus
Proses serta lamanya involusi uterus pada ibu postpartum tidak sama. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi proses involusi uterus, diantaranya:
1. Mobilisasi dini
Mobilisasi dini yang dilakukan tidak mempunyai pengaruh buruk dan tidak
menyebabkan perdarahan yang abnormal. Oleh karena itu, ibu nifas tidak boleh bermalas-
malasan dan secepat mungkin turun dari tempat tidur dan berjalan di sekitar ruangan
(Bobak, 2004).
2. Pengosongan kandung kemih
Setelah proses persalinan, kandung kemih harus tetap kosong untuk mencegah uterus
berubah posisi dan atoni uteri (Varney, 2007). Kandung kemih yang kosong membantu
uterus tetap berkontraksi dengan baik sehingga proses involusi uterus menjadi cepat.
3. Laktasi
Proses laktasi merupakan metode yang efektif untuk meningkatkan tonus otot uterus
(Varney, 2007). Bayi sangat siap segera setelah kelahiran. Hal ini sangat tepat untuk
memulai memberikan ASI. Menyusui juga membantu uterus berkontraksi (Saifuddin,
2002).
E. Patofisiologi

22
Kekurangan darah pada uterus. Kekurangan darah bukan hanya karena kontraksi dan
retraksi yang cukup lama, tetapi disebabkan oleh penguranganaliran darah yang menuju ke
uterus di dalam perut ibu hamil, karena uterus harusmembesar menyesuaikan diri
dengan pertumbuhan janin. Untuk memenuhi kebutuhannya, darah banyak dialirkan ke
uterus dapat mengadakan hipertropi dan hiperplasi setelah bayi dilahirkan tidak diperlukan
lagi, maka pengaliran darah berkurang, kembali seperti biasa. Demikian dengan adanya hal-
hal tersebut uterus akan mengalami kekurangan darah sehingga jaringan otot –otot uterus
mengalami atrofi kembali ke ukuran semula. Subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi
uterus menurun mengakibatkan pembuluh darah yang lebar tidak menutup sempurna,
sehingga perdarahan terjadi terus menerus, menyebabkan permasalahan lainnya baik
itu infeksi maupun inflamasi pada bagian rahim terkhususnya endromatrium.
F. Manifestasi Klinis
1) Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen atau pelvis dari yang
diperkirakan atau penurunan fundus uteri lambat dan tonus uterus lembek.
2) Keluaran lochia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bentuk serosa, lalu
kebentuk lochia alba.
3) Lochia bisa tetap dalam bentuk rubra dalam waktu beberapa hari
postpartum atau lebih dari 2 minggu pasca nifas
4) Lochia bisa lebih banyak daripada yang diperkirakan
5) Leukore dan lochia berbau menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi
6) Pucat, pusing, dan tekanan darah rendah
7) Bisa terjadi perdarahan postpartum dalam jumlah yang banyak (>500 ml)
8) Nadi lemah, gelisah, letih, ektrimitas dingin
G. Penatalaksanaan
1) Pemberian antibiotik
Hampir sepertiga kasus infeksi uterus pascapartum disebabkan oleh Chlamydia
trachomatis, terapi azythromycin atau doxycycline merupakan terapi empiris yang sesuai.
2) Pemberian uterotonika
a. Oksitosin
b. Metilergonovine 0,2 mg setiap 3 sampai 4 jam selama 24 sampai 48 jam
c. Pemberian transfusi
d. Dilakukan kuretase bila disebabkan karena tertinggalnya sisa-sisa plasenta
H. Komplikasi

23
Subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh
darah yang lebar tidak menutup sempurna, sehingga perdarahan terjadi terus menerus.
Perdarahan postpartum (HPP) merupakan perdarahan vagina yang lebih dari 24 jam setelah
melahirkan. Penyebab utama adalah subinvolusi uterus. Yakni kondisi dimana uterus tidak
dapat berkontraksi dan kembali kebentuk awal. Ketika miometrium kehilangan kemampuan
untuk berkontraksi pembuluh rahim mungkin berdarah secara luas dan menyajikan
situasi yang mengancam jiwa mengharuskan histerektomi.

24
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN MATERNITAS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Pengkajian tanggal : 17 Juni 2019 Jam : 10.00 WIB


Tanggal MRS : 14 Juni 2019 No. RM : 12.75.xx.xx
Ruang/Kelas : Merpati / III Dx. Medis : P2002 Post SC hari-15 ( a /i secondary
arrest) + Late HPP ec Sub Involusio Uteri
ec ada sisa placenta + Anemia
Nama Suami : Tn. M
Nama Ibu : Ny. A
Ke :1
Umur : 34 Tahun
Identitas

Umur : 36 tahun
Agama : Islam
Agama : Islam
Pendidikan : SLTP
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Wiraswasta
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku/Bangsa : Jawa/ Indonesia
Suku/Bangsa : Jawa/ Indonesia
Alamat : Lamongan
Alamat : Lamongan
Keluhan Utama : Lemas .

Riwayat keperawatan saat ini : Pasien rujukan dari RS Muhammadiah Lamongan


dengan post SC tanggal 02 Juni 2019 atas indikasi Secondary Arrest + Late HPP ec
Sub Involusio Uteri dengan ada sisa placenta. Sudah di lakukan kuretase tanggal 14
Juni 2019 di VK IRD. Pasien di rawat terpisah dari bayinya (bayi dirawat di rumah).
Saat ini pasien mengatakan masih lemas, panas naik turun, perdarahan pervagina tidak
Riwayat Sakit dan Kesehatan

ada

Penyakit/operasi yang pernah diderita : Operasi SC di RS Muhamadiah Lamongan


tanggal 02 Juni 2019, Post pengangkatan Tumor vulva tahun 2016.

Penyakit yang pernah diderita keluarga : Keluarga tidak ada yang menderita penyakit
seperti pasien, HT, atau DM

Riwayat alergi : O ya  tidak Keterangan :

Lain-lain : Tidak ada

25
Menstruas
Menarche : usia 12 tahun Siklus : 30 hari
Riwayat Banyaknya : ± 3 kali ganti pembalut / hari Lama : 5-7 hari
HPHT : - Dismenorhea : Ya
Usia Kehamilan : - Taksiran Partus : -
Lain-lain : -
P2002

Usia KB/
Riwayat Obstetri

Hamil Usia Jenis


Penolong Penyulit BB/PB anak saat Jenis/
ke- kehamilan persalinan
ini Lama

I 9 bulan 1 Spontan Bidan Tidak ada 3,2/ 48 11 Suntik/4


minggu Tahun tahun

II 9 bulan SC Dokter Secondary 2,9/ 48 15 hari -


Arrest

Keterangan:
= Laki-laki
Genogram

= Perempuan

= Meninggal

= Pasien

Keadaan umum : lemah; Kesadaran : Compos Mentis


Observasi

Berat badan: 61 Kg; Tinggi badan : 156 cm


Tanda Vital : TD : 100/60 mmHg; Nadi : 96 x/mnt; Suhu : 37,8 0C ; RR : 20 x/mnt ;
CRT : 3 detik ; Akral : Hangat, kering, pucat; GCS : E = 4 V = 5 M = 6
Lain-lain : Tidak ada
Rambut : Hitam, panjang, bersih

Mata : konjungtiva anemis; Sklera anikterik; Pupil Isokor (D/S : 3mm/3mm)


O Edema palpebra ; O Penglihatan kabur ; lain-lain : Tidak ada kelainan

Hidung: O Epistaksis ; lain-lain : Tidak ada kelainan


Kepala dan leher

Mulut : Mukosa bibir lembab; Lidah bersih; Gigi bersih, putih, tidak ada caries;
Kebersihan mulut : Bersih; lain-lain : Tidak ada kelainan.

Telinga : gangguan pendengaran : Tidak ada; O Otorhea ; O otalgia ;


tinitus ; kebersihan : Bersih ; lain-lain : Tidak ada kelainan

Cloasma : Tidak ada; Jerawat : Tidak ada


Nyeri telan ; O pembesaran kelenjar tiroid ; O Vena jugularis

Lain-lain : Tidak ada


Masalah keperawatan : Perfusi perifer tidak efektif

26
Jantung : Irama : Reguler; S1/S2 : Tunggal; Nyeri dada : Tidak ada
Dada (Thoraks) Bunyi: normal / murmur / gallop;
Nafas : Suara nafas : vesikuler / wheezing / stridor / Ronchi
Jenis : dispnoe / kusmaul / ceyne stokes
Batuk : Tidak ada; Sputum : Tidak ada; Nyeri : tidak ada
Payudara : konsistensi: Keras; areola : Kecoklatan ; papilla : Menonjol ke luar
Simetris / asimetris; Produksi ASI : Ada/ lancar; Nyeri : ada
Lain-lain : payudara teraba panas, kencang, bayi di rawat di rumah
Masalah keperawatan : Menyusui tidak efektif
Ginekologi:
Pembesaran: ada / tidak ; benjolan: ada / tidak, área: -
Ascites: ada / tidak ; Peristaltik: 12x/ menit ; Nyeri tekan: tidak ada
Luka: luka bekas operasi SC tertutup kassa ; Lain-lain: -

Prenatal dan Intranatal:


Inspeksi: Striae: albicans ; Linea: alba
Perut (Abdomen)

Palpasi: Leopold I : tidak dilakukan


Leopold II : tidak dilakukan
Leopold III : tidak dilakukan
Leopold IV : tidak dilakukan
DJJ: -
Lain-lain : -

Postpartum :
Fundus uteri : 2 jari dibawah pusat; kontraksi uterus : baik
Luka: luka operasi SC kondisi Luka kering tidak terdapat pus tampak , sedikit
kemerahan di sekitar luka operasi.
Lain-lain :
Masalah keperawatan : Resiko infeksi

Keputihan : Tidak ada; Perdarahan : tidak ada


Genitalia

Laserasi : Tidak ada; VT: Ø Tidak terkaji; eff : Tidak terkaji


Miksi : 4-5x/ hari ; Defekasi : 1x/ hari
Lain-lain : Tidak ada
Masalah keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
5 5
Tangan dan kaki

Kemampuan pergerakan: bebas / terbatas ; Kekuatan otot :


Refleks : Patella (+); Triceps : (+); Biceps : (+); Babinsky : (-) 4 4
Brudzinsky : (-); Kernig : (-) Keterangan : Normal
Edema : Tidak ada; Luka : Tidak ada
Lain-lain : Pasien mengatakan tidak mampu berjalan ke kamar mandi, baru beberapa
langkah pasien sudah merasa sesak dan lemas
Masalah keperawatan : Intoleransi Aktivitas

27
Aspek Sebelum hamil* / Sesudah hamil* /
melahirkan* / sakit* melahirkan* / sakit*
Nutrisi Makan 3x sehari, porsi habis Makan 3x, porsi habis ½ porsi
Eliminasi BAK 3-4x/ hari BAK 4-5/ hari
BAB: 1x/ hari BAB: 1x/ hari
Istirahat/tidur 6 - 8 jam / hari Susah tidur, sering terbangun
Aktivitas Tidak ada hambatan Aktivitas dibantu keluarga
karena lemas
Seksual Tidak ada masalah Tidak berhubungan intim
(berhubungan intim) selama hamil sampai saat ini
Perubhan

Kebersihan Diri Mandi 2x/ hari, gosok gigi 2x/ Di seka 2x/ hari, gosok gigi/
hari kumur-kumur
Koping Baik Pasien gelisah, lemas dan
kuatir akan kondisinya serta
bayinya yang dirawat
terpisah, pasien sering
bertanya kapan pulang untuk
bertemu bayinya
Ibadah Pasien ibadah sholat 5 waktu Pasien jarang sholat
Konsep diri Tidak ada masalah Pasien merasa sedih tugas
sebagai ibu tidak bisa
dilakukan dengan baik,
kenapa sakit tidak sembuh-
sembuh
Masalah keperawatan : Ansietas
Kontrasepsi : KB Suntik
Perilaku Kesehatan
Pengetahuan dan

Perawatan bayi / diri (coret yang tidak perlu) : Dalam perawatan diri pasien dibantu
suami dan keluarganya
Merokok : Tidak merokok
Obat-obatan/Jamu : Klien tidak mengkonsumsi obat-obatan atau jamu-jamuan
Lain-lain : -
Masalah keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan

28
Laboratorium Foto/Radiologi USG Lain-lain
Tanggal : 16 Juni 2019 Tidak ada Tidak ada Tidak ada
HGB : 7,4 g / dL (11,0-14,7 g/dL)
Pemeriksaan Penunjang

HCT : 21,4 % (35,2-46,7%)


WBC : 9,26 x 103 /μL (3,37-10x106/uL)
Albumin : 2,8 g/dL (3,4-5,0 g/dL)
PLT : 183 x 103 /μL (150-450x103/uL)
Tanggal 14 Juni 2019
WBC : 24,39 x 103 /μL (3,37-10x106/uL)
Trombo: 119,000

Terapi / Tindakan medis :


Tanggal 17 Juni 2019
1. Infus RL 1000 ml/ 24 jam
dan Terapi

2. Injeksi Ceftriaxon 1 gr tiap 12 jam IV


3. Injeksi Metronidazole 500 mg tiap 8 jam IV
4. Injeksi Vit. K 10 mg tiap 8 jam IV
5. Injeksi asam traneksamat 500 mg /8 jam IV
6. Tranfusi PRC s/d Hb ≥8 gr/dL
7. Moniktor keluhan/ vital sign/ fluxus/ kontraksi uteri
8. Diit TKTP

Surabaya, 17 Juni 2019

Ners,

29
FORMAT ANALISA DATA

DATA ETIOLOGI MASALAH


DS : pasien mengatakan lemas HPP Perfusi perifer tidak
↓ efektif
DO : Kehilangan vol. darah dalam (D.00)
- Konjungtiva anemis tubuh
- Wajah tampak pucat ↓
- CRT 3 detik Hb menurun
- Hb : 7,4 gr/ dL ↓
- TD: 100/60 mmHg; N: 84x/menit Suplai O2 dan nutrisi ke
- RR : 20x/mnt jaringan menurun
- Akral hangat, kering, pucat ↓
Pucat

Perfusi perifer tidak efektif

DS: pasien mengatakan tidak mampu HPP Intoleransi aktivitas


berjalan ke kamar mandi, merasa ↓ (D.0)
lemas dan sesak bila berjalan Kehilangan vol. darah dalam
tubuh
DO: ↓
- KU lemah, terbaring di tempat Hb menurun
tidur ↓
- Hb : 7,4 gr/ dL Suplai O2 dan nutrisi ke
- N: 96 x/ menit jaringan menurun
- Pasien tampak lesu/ tidak ada ↓
tenaga Proses anaerob
- ADL dibantu keluarga ↓
- Kekuatan otot ATP menurun
5 5 ↓
4 4 Kelemahan

Intoleransi aktivitas
DS : pasien mengatakan panas naik Secondary Arrest Risiko infeksi
turun ↓ (D.00)
Tindakan pembedahan op. SC
DO: (tindakan invasif)
- Post op. SC hari ke 15 keadaan ↓
luka kering, tidak ada pus, tampak Diskontinuitas jaringan
sedikit kemerahan di sekitar luka ↓
operasi. Port de entry mikroorganisme
- Post Kuretase tanggal 14 Juni ↓
2019 Virus, bakteri masuk ke dalam
- Terpasang infus RL 14 tts/mnt tubuh
- Hasil Laboratorium tanggal ↓
16/6/19 Risiko infeksi
- Leukosit 9,26 x 103 /μL
- Hb: 7,4 gr/dl
- Albumin: 2,8 mg/dl
DS : Pasien mengeluh payudara terasa Late HPP Menyusui tidak efektif
kencang, nyeri dan panas ↓ (D.00)
DO : Payudara tampak kencang, Pasien dirawat inap
teraba keras, panas. Bayi di rawat di ↓

30
rumah Lamongan terpisah dari pasien Bayi dirawat terpisah
S : 37,80C ↓
Kurang pengetahuan tentang
perawatan payudara

Bendungan ASI
DS: Late HPP Ansietas
Pasien dan keluarga bertanya kapan ↓
bisa pulang supaya bisa bertemu bayi MRS
dan merawatnya, mengeluh sulit tidur, ↓
sering terbangun Pengobatan yang lama
Terpisah dengan bayinya
DO: Khawatir, cemas, takut tidak
- Pasien tampak gelisah dan cemas bisa merawat bayinya
- Pasien sering bertanya-tanya ↓
tentang kondisinya dan merasa Ansietas
tidak mampu melaksanakan
tugasnya sebagai ibu

31
DAFTAR PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN (P-E-S)

1. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin ditandai dengan
DS : pasien mengatakan lemas
DO :
- Konjungtiva anemis, Wajah tampak pucat
- CRT 3 detik, Hb : 7,4 gr/ dL
- TD: 100/60 mmHg; N: 84x/menit, RR : 20x/mnt
- Akral hangat, kering, pucat

2. Menyusui tidak efektif b.d tidak rawat gabung dan kurang pengetahuan tentang perawatan
payudara di tandai dengan
DS : Pasien mengeluh payudara terasa kencang, nyeri dan panas
DO : Payudara tampak kencang, teraba keras, panas. Bayi di rawat di rumah Lamongan
terpisah dari pasien
S : 37,80C
3. Resiko infeksi d.d efek prosedur invasif, ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
penurunan HB di tandai dengan
DS : pasien mengatakan panas naik turun
DO:
- Post op. SC hari ke 15 keadaan luka kering, tidak ada pus, tampak sedikit kemerahan
di sekitar luka operasi, Post Kuretase tanggal 14 Juni 2019
- Terpasang infus RL 14 tts/mnt
- Hasil Laboratorium tanggal 16/6/19 : Leukosit 9,26 x 103 /μL, Hb: 7,4 gr/dl, Albumin:
2,8 mg/dl
4. Ansietas b.d kekhawatiran mengalami kegagalan di tandai dengan
DS:
Pasien dan keluarga bertanya kapan bisa pulang supaya bisa bertemu bayi dan merawatnya,
mengeluh sulit tidur, sering terbangun
DO:
- Pasien tampak gelisah dan cemas, Pasien sering bertanya-tanya tentang kondisinya dan
merasa tidak mampu melaksanakan tugasnya sebagai ibu
5. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen di tandai
dengan
DS: pasien mengatakan tidak mampu berjalan ke kamar mandi, merasa lemas dan sesak
bila berjalan
DO:
- KU lemah, terbaring di tempat tidur
- Hb : 7,4 gr/ dL, N: 96 x/ menit
- Pasien tampak lesu/ tidak ada tenaga, ADL dibantu keluarga
- Kekuatan otot
5 5
4 4

32
33
INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan (P-


Tanggal Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana (Intervensi) Keperawatan Tanda Tangan
E-S)

17/6/2019 Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitor sirkulasi perifer (warna kulit,
b.d penurunan konsentrasi 2x24 jam, maka perfusi perifer pengisian kapiler, nadi)
hemoglobin d.d pucat, meningkat dengan kriteria hasil : 2. Monitor nilai hemoglobin, hematocrit
anemia, CRT 3 detik 3. Anjurkan program diit TKTP
- Warna kulit pucat membaik 4. Monitor tekanan darah
- Akral membaik (hangat, kering, 5. Kolaborasi pemberian tranfusi darah
merah muda) PRC dan obat perdarahan
- Pengisian kapiler membaik (< 2 6. Monitor reaksi tranfusi
detik) 7. Monitor terjadinya perdarahan (sifat dan
- Hb membaik (>10 gr/ dL) jumlah)
- Nadi, TD membaik (N: 60-100x/ 8. Berikan oksigen nasal 3 LPM
menit; TD 120/80 mmHg)
Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Anjurkan melakukan aktivitas secara
ketidakseimbangan antara 2x24 jam, maka toleransi aktivitas bertahap
suplai dan kebutuhan oksigen meningkat dengan kriteria hasil : 2. Fasilitasi transportasi untuk melakukan
d.d kelemahan aktivitas (kursi roda), fisik rutin
- Saturasi oksigen meningkat (96- (perawatan diri, mobilisasi)
100%) 3. Monitor TD, RR, SPO2
- Keluhan lelah menurun 4. Monitor kelelahan fisik
- Kecepatan dan jarak berjalan 5. Libatkan keluarga dalam aktivitas pasien
meningkat 6. Berikan penguatan positif partisipasi
- Sesak saat aktivitas menurun dalam aktivitas
- TD, RR membaik (TD 120/80
mmHg; RR 16-20x/ menit)
Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
ketidakadekuatan pertahanan 3x24 jam, maka tingkat infeksi menurun 2. Anjurkan membatasi pengunjung
tubuh sekunder supresi respon dengan kriteria hasil : 3. Anjurkan cuci tangan 6 langkah dengan
inflamasi d.d demam, luka benar
post op. kemerahan 4. Pertahankan teknik aseptik

34
- Kaddar sel darah putih membaik 5. Monitor vital sign dan tanda-tanda
infeksi
- Nyeri menurun (skala 0) 6. Monitor hasil lab (leuko, alb, Hb)
7. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik
- Kemerahan menurun

- Demam menurun (36,2- 37,5°C)

Ansietas b.d kekhawatiran Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Fasilitasi mengungkapkan perasaan
mengalami kegagalan d.d 2x24 jam, maka tingkat ansietas menurun marah, cemas, sedih
tampak gelisah dengan kriteria hasil : 2. Informasikan kondisi pasien saat ini
3. Jelaskan tanda dan gejala yang
- Verbalisasi khawatir akibat kondisi ditimbulkan oleh penyakit
yang dihadapi menurun 4. Motivasi keluarga untuk selalu
- Perilaku gelisah menurun memberikan dukungan/ support padda
- Perilaku tegang menurun pasien
- Pola tidur membaik 5. Motivasi keluarga untuk bersama pasien
dan pastikan keamanan selama ansietas
6. Kolaborasi rujuk untuk psikoterapi
7. Lakukan sentuhan untuk memberikan
dukungan pada pasien
8. Gunakan metode untuk meningkatkan
kenyamanan dan ketenangan spiritual
9. Monitor status kognitif (cemas, gelisah,
dll.)

35
FORMAT IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Tanggal Evaluasi (SOAP) Paraf


dan Jam dan Jam
Nyeri akut berhubungan 19/5/2019 19/5/2019
dengan agen cedera fisik
ditandai dengan adanya nyeri 14.30WIB 1. Mengajarkan tehnik napas dalam 21.00 WIB S : Klien mengatakan masih terasa
luka jahitan post operasi pada pasien untuk mengurangi nyeri nyeri pada luka jahitan
Respon: klien dapat melakukan P = Jahitan post operasi
tehnik napas dalam dengan baik dan Q = di sayat-sayat
benar R= perut bawah
14.45 WIB 2. Menganjurkan untuk melakukan S=5
tehnik napas dalam setiap kali nyeri T = Hilang timbul saat beristirahat
datang O : - Klien meringis saat nyeri
Respon : saat nyeri datang klien - Klien mampu melakukan tehnik
melakukan tehnik napas napas dalam dengan baik dan
20.30 WIB 3. Memberikan obat oral asam benar
mefenamat 500mg A : Masalah nyeri akut belum teratasi
4. Mengkaji ulang respon nyeri secara P : Lanjutkan intervensi
non verbal
20.30 WIB Respon: Klien meringis saat nyeri
datang
5. Mengkaji ulang karakteristik nyeri
Respon:
Klien mengatakan nyeri
P = Jahitan post operasiTAH
Q = di sayat-sayat
R= perut bawah
S = 6 (menganggu aktifitas skala
wong baker)
T = Hilang timbul saat beristirahat
Berduka berhubungan dengn 19/5/2019 19/5/2019 S: klien mengataan masiih bersedih
kehilngan orang yang 15.00 WIB 1. Mengidentifikasi kehilangan yang 21.00 jika mendengar bayi menangis

36
Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Tanggal Evaluasi (SOAP) Paraf
dan Jam dan Jam
disayang ditandi dengan dihadapi O:
menangis saat au anaknya Respon: klien sedih karena anakny - Terkadang klien menangis
meninggal meninggal - Klien berkonsentrasi diajak
16.00 WIB 2. Memotivasi keluarga untuk berbicara jika di sentuh dahulu
menguatkan pasien tangan atau kakinya.
Respon: keluarga selalu A: Masalah berduka belum teratasi
mendmpingi pasien P: Lanjutkan intervensi
16.30 WIB 3. Fasilitasi untuk melakukan
beribadah bersama
Respon: klien dan keluarg sering
berdoa bersama
16.35 WIB 4. Berikan dukungan supportif dan
empatif selama fase berduka
Respon: Klien senang karena pasien
di perhatikan oleh perawat
17.00 WIB 5. Memberikan sentuhan untuk
memberikan dukungan
Respon: Klien lebih berkonsentrasi
dijak berbicar jika dilakukan
sentuhan dahulu seperi megang
tangn
17.30 WIB 6. Mengnjurkn keluarg agar tetap
bersama pasien untuk menurunkan
ansietas
Respon: Klien merasa nyaman
ditunggu oleh keluarga
Intoleransi aktivitas 19/5/2019 19/5/2019 S : Klien mengatakan badannya lemas
berhubungan dengan 15.30 WIB 1. Memonitor kelelahan fisik dan 21.00 O:
kelemahan ditandai dengan emosional - Klien bedfast
tonus otot menurun Respon: Klien bedfast - ADL dibantu sepernuhnya
16.16 WIB 2. Menjarkan strategi koping untuk oleh perawat dan keluarga
mengurangi kelelahan - Pergerakan terbatas

37
Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Tanggal Evaluasi (SOAP) Paraf
dan Jam dan Jam
Respon: menganjurkan kepad klien A : Msalah intoleransi aktivitas belum
untuk selalu ambil nafas sebelum teratasi
melakukan perpindahan atau P : Lanjutkan intervensi
memikirkan hal-hal yang bik demi
kesembuhannnya saja.
15.30 WIB 3. Membantu ADL pasien
16.00 WIB 4. Membantu aktivitas ambulasi
dengan alat bantu
Respon: Klien bedfast
16.10 WIB 5. Melibatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Respon: Keluarga selalu
mendampingi klien
Defisit perawatan diri 19/5/2019 19/5/2019
berhubungan dengan 14.30 WIB 1. Membuang urine pasien 21.00 WIB S: Klien mengatakan belum dapat
kelemahan ditandai dengan Respon : 100cc melakukan perawatan diri secara
ketidakmampuan melakukan 2. Memandikan pasien mendiri
perawatan diri secara 15.00 WIB Respon: Klien klien di bantú O:
mandiri seluruhnya dalam hal mandi - Aktivitas makan di bantú
3. Melakukan vulva higiene perawat dan keluarga
15.00 WIB Respon: ada edema di labia mayora - Aktivitas mandi di bantú
kiri pasien perdarahan minimal dari seluruhnya oleh perawat
jalan lahir - Aktivitas berpakaian di bantú
4. Membantu pasien ganti baju dan seluruhnya oleh perawat
15.10 WIB berhias - Aktivitas berhias di bantú
Respon: klien di bantú seluruhnya seluruhnya oleh perawat
sat ganti baju dan berhias - Toileting menggunakan kateter
18.00 WIB 5. Membantu pasien makan dan A : Masalah defisit perawatan diri
minum belum teratasi
Respon : klien di suapi oleh P : Lanjutkan intervensi
keluarganya

38
Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Tanggal Evaluasi (SOAP) Paraf
dan Jam dan Jam
20.00 WIB 6. Membuang urine klien
Respon: 100cc
20.30 WIB 7. Menjadwalkan rutinitas perawatan
klien
Respon
- Klien mandi 2x sehari setiap
pagi dan sore hari.
- Klien makan 3x sehari pagi
siang dan malam hari
menjelang maghrib
- Klien berhias setiap kali terlihat
rambut maupun baju tidak rapi
8. Memonitor ulang kemandirian
20.30 WIB pasien
Respon: Klien mengatakan belum
kuat melakukan perawatan diri
sendiri.
Dalam melakukan perawatan diri
klien dibantu seluruhnya oleh
keluarga dan perawat.

Risiko defisit nutrisi 19/5/2019 19/5/2019


berhubungan dengan 17.30 WIB 1. Membantu pasien makan 21.00 WIB S : Klien masih agak mual sehingga
keengganan makan ditandai Respon: Klien mendapatkan diet kurang nafsu makan
dengan BMI tidak ideal bubur halus O : Status nutrisi
17.45 WIB 2. Memonitor asupan makan Antopometri :
pasien - BB= 40kg
Respon: - TB= 151cm
Klien habis ¼ porsi dari yang - IMT= 17,54
disediakan RS (Underweight)
3. Menganjurkan klien untuk Biochemical :
18.00 WIB makan sedikit tapi sering - RBC : 3,46 x 102 /L

39
Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Tanggal Evaluasi (SOAP) Paraf
dan Jam dan Jam
Respon: klien mengatakan - HGB : 9,4 g / dL
kurang nafsu makan sehingga - Albumin : 2,8 g/dL
enggan untuk makan sedikit tapi - Bising usus 6x/menit
sering Clinical :
4. Mengidentifikasi ulang status - Konjunctiva annemis
20.00 WIB nutrisi pasien - Mukosa pucat
Respon: - Akral dingin agak basah
Antopometri : Diit :
- BB= 40kg Klien diit bubur halus habis ¼
- TB= 151cm porsi dari yang diberikan RS
- IMT= 17,54 (Underweight) A : Masalah nyeri akut belum teratasi
Biochemical : P : Lanjutkan intervensi
- RBC : 3,46 x 102 /L
- HGB : 9,4 g / dL
- Albumin : 2,8 g/dL
- Bisng usus 6x/menit
Clinical :
- Konjunctiva annemis
- Mukosa pucat
- Akral dingin agak basah
Diit :
Klien diit bubur halus ¼ posi RS
habis
Risiko perdarahan 19/5/2019 19/5/2019
berhubungan dengan 14.30 WIB 1. Menjelaskan tanda dan gejala terkait 21.00 S: Klien mengatakan badannya masih
komplikasi pasca partum perdarahan lemas
ditandai dengan produksi Respon: klien paham jika terjadi O:
drain 250cc perdarahan hb akan turun sehingga - RBC : 3,46 x 102 /L (36,9-
badan lemas dan kulit-kulit menjadi 5,46x106/uL)
pucat - HGB : 9,4 g / dL (11,0-14,7 g/dL)
15.15 WIB 2. Memasukan transfusi TC 5 kolf/ 51
- HCT : 27,4 % (35,2-46,7%)
ml
- PLT : 91 x 103 /μL (150-

40
Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Tanggal Evaluasi (SOAP) Paraf
dan Jam dan Jam
Respon: klien tidak mengalami 450x103/uL)
alergi saat transfusi. - Produksi drain 250cc
16.35 WIB 3. Memberikan injeksi Vitamin K 1 A : Masalah risiko perdarahan belum
ampul per IV teratasi
4. Respon klien tidak ada respon alergi
dengan obat tersebut P : Lanjutkan intervensi
17.30 WIB 5. Mengajurkan klien untuk bedrest
Respon: klien lebih banyak
berbaring di tempat tidur
18.00 WIB 6. Menganjurkan untuk menghabiskan
porsi makan
Respon: klien hanya menghabiskan
¼ porsi makan RS

Risiko infeksi berhubungan 19/5/2019 19/5/2019


dengan efek prosedur invasif 16.00 WIB 1. Mmeberikan injeksi ceftriaxone 1 21.00 WIB S: Klien mengatakan masih terasa
ditandai dengan adanya nyeri vial/ 1000 grn per IV nyeri pada luka jahitan
luka jahitan post operasi. Respon: klien tidak mengalami P = Jahitan post operasi
reaksi alergi antibiotik tersebut. Q = di sayat-sayat
16.15 WIB 2. Menjelaskan tanda bahaya infeksi R= perut bawah
nifas S=5
Respon: klien dan keluarga paham T = Hilang timbul saat beristirahat
tentang tanda bahaya infeksi nifas O:
16.30 WIB 3. Mengajarkan cuci tangan yang benar - Tanda- tanda vital
kepada klien TD: 100/75mmHg
Respon: klien dapat melakukan cuci N: 88x/menit
tangan dengan baik dan benar S: 36,7
20. 20 WIB 4. Menganjurkan untuk menjaga RR: 18x/menit
kebersihan badan, area sekitar WBC: 10,77 x 103 /mL
balutan luka serta kebersihan tangan. - Balutan luka masih tertutup,

41
Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Tanggal Evaluasi (SOAP) Paraf
dan Jam dan Jam
Respon: Klien paham untuk selalu tidak ada rembes darah
menjaga kebersihan badan maupun rembes pus.
20. 30 WIB 5. Memonitor ulang nyeri A : Masalah risiko infeksi belum
Respon: teratasi
Klien mengatakan nyeri P : Lanjutkan intervensi
P = Jahitan post operasi TAH
Q = di sayat-sayat
R= perut bawah
S=6
T = Hilang timbul saat beristirahat
20.30 WIB 6. Memonitor ulang tanda-tanda vital
TD: 100/75mmHg
N: 88x/menit
S: 36,7
RR: 18x/menit
WBC: 10,77 x 103 /Μl
Nyeri akut berhubungan 20/5/2019 20/5/2019
dengan agen cedera fisik 14.30WIB 1. Mengkaji karakteristik nyeri 21.00 WIB
ditandai dengan adanya nyeri Respon: S : Klien mengatakan masih terasa
luka jahitan post operasi Klien mengatakan masih terasa nyeri pada luka jahitan
nyeri pada luka jahitan P = Jahitan post operasi
P = Jahitan post operasi Q = di sayat-sayat
Q = di sayat-sayat R= perut bawah
R= perut bawah S=5
S=5 T = Hilang timbul saat beristirahat
T = Hilang timbul saat beristirahat O : - Klien meringis saat nyeri
14.45 WIB 2. Mengkaji respon nyeri non verbal - Klien mampu melakukan tehnik
pada klien napas dalam dengan baik dan
Respon: klien meringis pada saat benar
nyeri datang A : Masalah nyeri akut teratasi
15.00 WIB 3. Memberikan obat oral asam sebagian
mefenamat 500mg P : Lanjutkan intervensi

42
Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Tanggal Evaluasi (SOAP) Paraf
dan Jam dan Jam
4. Respon: klien tidak alergi terhadap
obat tersebut
5. Memonitor tehnik napas dalam pada
15.15 WIB pasien untuk mengurangi nyeri
Respon: klien dapat melakukan
tehnik napas dalam dengan baik dan
benar
6. Menganjurkan untuk melakukan
20.30 WIB tehnik napas dalam setiap kali nyeri
datang
Respon : saat nyeri datang klien
melakukan tehnik napas
7. Mengkaji ulang reson nyeri secara
20.30 WIB non verbal
Respon: Klien meringis saat nyeri
datang
8. Mengkaji ulang karakteristik nyeri
Respon:
Klien mengatakan nyeri
P = Jahitan post operasi
Q = di sayat-sayat
R= perut bawah
S=5
T = Hilang timbul saat beristirahat
Berduka berhubungan dengn 20/5/2019 20/5/2019 S: klien mengataan masiih bersedih
kehilngan orang yang 15.00 WIB 7. Mengidentifikasi kehilangan yang 21.00 WIB jika mendengar bayi menangis
disayang ditandi dengan dihadapi O:
menangis saat au anaknya Respon: klien sedih karena anakny - Terkadang klien menangis
meninggal meninggal - Klien berkonsentrasi diajak
16.00 WIB 8. Memotivasi keluarga untuk berbicara jika di sentuh dahulu
menguatkan pasien tangan atau kakinya.
Respon: keluarga selalu A: Masalah berduka belum teratasi

43
Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Tanggal Evaluasi (SOAP) Paraf
dan Jam dan Jam
mendmpingi pasien P: Lanjutkan intervensi
16.30 WIB 9. Fasilitasi untuk melakukan
beribadah bersama
Respon: klien dan keluarg sering
berdoa bersama
16.35 WIB 10. Berikan dukungan supportif dan
empatif selama fase berduka
Respon: Klien senang karena pasien
di perhatikan oleh perawat
17.00 WIB 11. Memberikan sentuhan untuk
memberikan dukungan
Respon: Klien lebih berkonsentrasi
dijak berbicar jika dilakukan
sentuhan dahulu seperi megang
tangn
17.30 WIB 12. Mengnjurkn keluarg agar tetap
bersama pasien untuk menurunkan
ansietas
Respon: Klien merasa nyaman
ditunggu oleh keluarga
Intoleransi aktivitas 20/5/2019 S : Klien mengatakan masih badannya
berhubungan dengan 15.30 WIB 1. Memonitor kelelahan fisik dan lemas
kelemahan ditandai dengan emosional O:
tonus otot menurun Respon: Klien bedfast - Klien bedfast
16.16 WIB 2. Menjarkan strategi koping untuk - ADL dibantu sepernuhnya
mengurangi kelelahan oleh perawat dan keluarga
Respon: menganjurkan kepad klien - Pergerakan terbatas
untuk selalu ambil nafas sebelum A : Masalah intoleransi aktivitas belum
melakukan perpindahan atau teratasi
memikirkan hal-hal yang bik demi P : Lanjutkan intervensi
kesembuhannnya saja.
15.30 WIB 3. Membantu ADL pasien

44
Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Tanggal Evaluasi (SOAP) Paraf
dan Jam dan Jam
16.00 WIB 4. Membantu aktivitas ambulasi
dengan alat bantu
Respon: Klien bedfast
16.10 WIB 5. Melibatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Respon: Keluarga selalu
mendampingi klien
Defisit perawatan diri 20/5/2019 20/5/2019
berhubungan dengan 14.30 WIB 1. Membuang urine pasien 21.00 WIB S: Klien mengatakan belum dapat
kelemahan ditandai dengan Respon : 100cc melakukan perawatan diri secara
ketidakmampuan melakukan 15.00 WIB 2. Memandikan pasien mendiri
perawatan diri secara Respon: Klien klien di bantú O:
mandiri seluruhnya dalam hal mandi - Aktivitas makan di bantú
15.00 WIB 3. Melakukan vulva higiene perawat dan keluarga
Respon: ada edema di labia mayora - Aktivitas mandi di bantú
kiri pasien perdarahan minimal dari seluruhnya oleh perawat
jalan lahir - Aktivitas berpakaian di bantú
15.10 WIB 4. Membantu pasien ganti baju dan seluruhnya oleh perawat
berhias - Aktivitas berhias di bantú
Respon: klien di bantú seluruhnya seluruhnya oleh perawat
sat ganti baju dan berhias - Toileting menggunakan kateter
18.00 WIB 5. Membantu pasien makan dan A : Masalah defisit perawatan diri
minum belum teratasi
Respon : klien di suapi oleh P : Lanjutkan intervensi
keluarganya
20.00 WIB 6. Membuang urine klien
Respon: 100cc
20.30 WIB 7. Menjadwalkan rutinitas perawatan
klien
Respon
- Klien mandi 2x sehari setiap

45
Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Tanggal Evaluasi (SOAP) Paraf
dan Jam dan Jam
pagi dan sore hari.
- Klien makan 3x sehari pagi
siang dan malam hari
menjelang maghrib
- Klien berhias setiap kali terlihat
rambut maupun baju tidak rapi
20.30 WIB 8. Memonitor ulang kemandirian
pasien
Respon: Klien mengatakan belum
kuat melakukan perawatan diri
sendiri.
Dalam melakukan perawatan diri
klien dibantu seluruhnya oleh
keluarga dan perawat.

Risiko defisit nutrisi 20/5/2019 20/5/2019


berhubungan dengan 17.30 WIB 1. Membantu pasien makan 21.00 WIB S : Klien mengatakan masih kurang
keengganan makan ditandai Respon: Klien mendapatkan diet nafsu untuk makan
dengan BMI tidak ideal bubur halus O : Status nutrisi
17.45 WIB 2. Memonitr asupan makan pasien Antopometri :
Respon: - BB= 40kg
Klien habis ½ porsi dari yang - TB= 151cm
disediakan RS - IMT= 17,54
3. Menganjurkan klien untuk (Underweight)
18.00 WIB makan sedikit tapi sering Biochemical :
Respon: klien mengatakan - RBC : 3,46 x 102 /L
kurang nafsu makan sehingga - HGB : 9,4 g / dL
enggan untuk makan sedikit tapi - Albumin : 2,8 g/dL
sering - Bising usus 7x/menit
20.00 WIB 4. Mengidentifikasi ulang status Clinical :
nutrisi pasien - Konjunctiva annemis
Respon: - Mukosa pucat

46
Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Tanggal Evaluasi (SOAP) Paraf
dan Jam dan Jam
Antopometri : - Akral hangat merah
- BB= 40kg Diit :
- TB= 151cm Klien diit bubur halus habis ½
- IMT= 17,54 (Underweight) porsi dari yang diberikan RS
Biochemical : A : Masalah defisit nutrisi belum
- RBC : 3,46 x 102 /L teratasi
- HGB : 9,4 g / dL P : Lanjutkan intervensi
- Albumin : 2,8 g/dL
- Bising usus 7x/menit
Clinical :
- Konjunctiva annemis
- Mukosa agak merah
- Akral hangat
Diit :
Klien diit bubur halus habis ½
porsi dari yang diberikan RS
Risiko perdarahan 20/5/2019 20/5/2019
berhubungan dengan 14.30 WIB 1. Memonitor tanda perdarahan 21.00 WIB S: Klien mengatakan badannya masih
komplikasi pasca partum Respon: Tidak ada perdarhan lemas
pervaginam maupun rembes dari O:
luka drain. - RBC : 3,46 x 102 /L (36,9-
2. Memberikan injeksi Vitamin K 1 5,46x106/uL)
ampul per IV - HGB : 9,4 g / dL (11,0-14,7 g/dL)
15.15 WIB Respon klien tidak ada respon alergi - HCT : 27,4 % (35,2-46,7%)
dengan obat tersebut
3. Mengajurkan klien untuk bedrest - PLT : 91 x 103 /μL (150-
Respon: klien lebih banyak 450x103/uL)
16.35 WIB berbaring di tempat tidur - Klien sudah lepas drain
4. Menganjurkan untuk menghabiskan A : Masalah risiko perdarahan belum
porsi makan teratasi
17.30 WIB Respon: klien hanya menghabiskan P : Lanjutkan intervensi
½ porsi makan RS

47
Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Tanggal Evaluasi (SOAP) Paraf
dan Jam dan Jam
5. Memonitor nilai laboratorium
- RBC : 3,46 x 102 /L (36,9-
18.00 WIB 5,46x106/uL)
- HGB : 9,4 g / dL (11,0-14,7
g/dL)
- HCT : 27,4 % (35,2-46,7%)
- PLT : 91 x 103 /μL (150-
450x103/uL)
Risiko infeksi berhubungan 20/5/2019 20/5/2019
dengan efek prosedur invasif 16.00 WIB 1. Menjelaskan tanda bahaya infeksi 21.00 WIB S: Klien mengatakan masih terasa
ditandai dengan adanya nyeri nifas nyeri pada luka jahitan
luka jahitan post operasi. Respon: klien dan keluarga paham P = Jahitan post operasi
16.15 WIB tentang tanda bahaya infeksi nifas Q = di sayat-sayat
2. Mengajarkan cuci tangan yang benar R= perut bawah
kepada klien S=4
Respon: klien dapat melakukan cuci T = Hilang timbul saat beristirahat
tangan dengan baik dan benar O:
16.30 WIB 3. Menganjurkan untuk menjaga - Tanda- tanda vital
kebersihan badan, area sekitar TD: 100/75mmHg
balutan luka serta kebersihan tangan. N: 88x/menit
Respon: Klien paham untuk selalu S: 36,7
menjaga kebersihan badan RR: 18x/menit
20. 20 WIB 4. Memonitor ulang nyeri WBC: 10,77 x 103 /mL
Respon: - Balutan luka masih tertutup,
Klien mengatakan nyeri tidak ada rembes darah
P = Jahitan post operasi maupun rembes pus.
Q = di sayat-sayat A : Masalah risiko infeksi belum
R= perut bawah teratasi
S=5 P : Lanjutkan intervensi
T = Hilang timbul saat beristirahat
20. 30 WIB 5. Memonitor ulang tanda-tanda vital

48
Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Tanggal Evaluasi (SOAP) Paraf
dan Jam dan Jam
TD: 100/75mmHg
N: 88x/menit
S: 36,7
RR: 18x/menit
WBC: 10,77 x 103 /Μl
Nyeri akut berhubungan 21/5/2019 21/5/2019
dengan agen cedera fisik 14.30WIB 1. Mengkaji karakteristik nyeri 21.00 WIB
ditandai dengan adanya nyeri Respon: S : Klien mengatakan masih terasa
luka jahitan post operasi Klien mengatakan masih terasa nyeri pada luka jahitan
nyeri pada luka jahitan P = Jahitan post operasi
P = Jahitan post operasi Q = di sayat-sayat
Q = di sayat-sayat R= perut bawah
R= perut bawah S=4
S=4 T = Hilang timbul saat miring
T = Hilang timbul saat miring kanan kanan dan kiri
dan kiri O : - Klien meringis saat nyeri
14.45 WIB 2. Mengkaji respon nyeri non verbal - Klien mampu melakukan tehnik
pada klien napas dalam dengan baik dan
Respon: klien meringis pada saat benar
nyeri datang A : Masalah nyeri akut teratasi
15.00 WIB 3. Memberikan obat oral asam sebagian
mefenamat 500 mg P : Lanjutkan intervensi
15.30 WIB 4. Memonitor tehnik napas dalam pada
pasien untuk mengurangi nyeri
Respon: klien dapat melakukan
tehnik napas dalam dengan baik dan
benar
20.30 WIB 5. Menganjurkan untuk melakukan
tehnik napas dalam setiap kali nyeri
datang
Respon : saat nyeri datang klien
melakukan tehnik napas

49
Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Tanggal Evaluasi (SOAP) Paraf
dan Jam dan Jam
20.30 WIB 6. Mengkaji ulang reson nyeri secara
non verbal
Respon: Klien meringis saat nyeri
datang
20.30WIB 7. Mengkaji ulang karakteristik nyeri
Respon:
Klien mengatakan masih terasa
nyeri pada luka jahitan
P = Jahitan post operasi
Q = di sayat-sayat
R= perut bawah
S=4
T = Hilang timbul saat miring kanan
dan kiri
Berduka berhubungan dengn 21/5/2019 21/5/2019 S: klien mengataan masih bersedih jika
kehilngan orang yang 15.00 WIB 1. Mengidentifikasi kehilangan yang 21.00 WIB mendengar bayi menangis
disayang ditandi dengan dihadapi O:
menangis saat au anaknya Respon: klien masih sedih karena - Keluarga mendapingi psien
meninggal anakny meninggal sellu
16.00 WIB 2. Memotivasi keluarga untuk - Terkadang klien menangis
menguatkan pasien - Klien berkonsentrasi diajak
Respon: keluarga selalu berbicara jika di sentuh dahulu
mendmpingi pasien tangan atau kakinya.
16.30 WIB 3. Fasilitasi untuk melakukan A: Masalah berduka belum teratasi
beribadah bersama P: Lanjutkan intervensi
Respon: klien dan keluarg sering
berdoa bersama
16.35 WIB 4. Berikan dukungan supportif dan
empatif selama fase berduka
Respon: Klien senang karena pasien
di perhatikan oleh perawat
17.00 WIB 5. Memberikan sentuhan untuk

50
Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Tanggal Evaluasi (SOAP) Paraf
dan Jam dan Jam
memberikan dukungan
Respon: Klien lebih berkonsentrasi
dijak berbicar jika dilakukan
sentuhan dahulu seperi megang
tangn
17.30 WIB 6. Mengnjurkn keluarg agar tetap
bersama pasien untuk menurunkan
ansietas
Respon: Klien merasa nyaman
ditunggu oleh keluarga

Intoleransi aktivitas 21/5/2019 21/5/2019 S : Klien mengatakan masih badannya


berhubungan dengan 15.30 WIB 1. Memonitor kelelahan fisik dan 21.00 WIB lemas
kelemahan ditandai dengan emosional O:
tonus otot menurun Respon: Klien bedfast - Klien bedfast
16.16 WIB 2. Menjarkan strategi koping untuk - ADL dibantu sepernuhnya
mengurangi kelelahan oleh perawat dan keluarga
Respon: menganjurkan kepad klien - Pergerakan terbatas
untuk selalu ambil nafas sebelum A : Masalah intoleransi aktivitas belum
melakukan perpindahan atau teratasi
memikirkan hal-hal yang bik demi P : Lanjutkan intervensi
kesembuhannnya saja.
15.30 WIB 3. Membantu ADL pasien
16.00 WIB 4. Membantu aktivitas ambulasi
dengan alat bantu
Respon: Klien bedfast
16.10 WIB 5. Melibatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Respon: Keluarga selalu
mendampingi klien

51
Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Tanggal Evaluasi (SOAP) Paraf
dan Jam dan Jam
Defisit perawatan diri 21/5/2019 21/5/2019
berhubungan dengan 14.30 WIB 1. Memandikan pasien 21.00 WIB S: Klien mengatakan belum dapat
kelemahan ditandai dengan Respon: Klien klien di bantú melakukan perawatan diri secara
ketidakmampuan melakukan seluruhnya dalam hal mandi mendiri
perawatan diri secara 15.00 WIB 2. Melakukan vulva higiene O:
mandiri Respon: ada edema di labia mayora - Aktivitas makan di bantú
kiri pasien perdarahan minimal dari perawat dan keluarga
jalan lahir - Aktivitas mandi di bantú
15.00 WIB 3. Membantu pasien ganti baju dan seluruhnya oleh perawat
berhias - Aktivitas berpakaian di bantú
Respon: klien di bantú seluruhnya seluruhnya oleh perawat
sat ganti baju dan berhias - Aktivitas berhias di bantú
15.10 WIB 4. Membantu pasien makan dan seluruhnya oleh perawat
minum - Toileting spontan
Respon : klien di suapi oleh A : Masalah defisit perawatan diri
keluarganya belum teratasi
18.00 WIB 5. Menjadwalkan rutinitas perawatan P : Lanjutkan intervensi
klien
Respon
- Klien mandi 2x sehari setiap
pagi dan sore hari.
- Klien makan 3x sehari pagi
siang dan malam hari
menjelang maghrib
- Klien berhias setiap kali terlihat
rambut maupun baju tidak rapi
20.00 WIB 6. Memonitor ulang kemandirian
pasien
Respon: Klien mengatakan belum
kuat melakukan perawatan diri
sendiri.
Dalam melakukan perawatan diri

52
Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Tanggal Evaluasi (SOAP) Paraf
dan Jam dan Jam
klien dibantu seluruhnya oleh
keluarga dan perawat.
Risiko defisit nutrisi 21/5/2019 21/5/2019
berhubungan dengan 17.30 WIB 1. Membantu pasien makan 21.00 WIB S : Klien mengatakan nafsu untuk
keengganan makan ditandai Respon: Klien mendapatkan diet makan meningkat
dengan BMI tidak ideal bubur halus O : Status nutrisi
17.45 WIB 2. Memonitr asupan makan pasien Antopometri :
Respon: - BB= 40kg
Klien habis ½ porsi dari yang - TB= 151cm
disediakan RS - IMT= 17,54
18.00 WIB 3. Menganjurkan klien untuk makan (Underweight)
sedikit tapi sering Biochemical :
Respon: klien mengatakan lebih - RBC : 3,46 x 102 /L
nafsu makan sehingga mau makan - HGB : 9,4 g / dL
sedikit tapi sering - Albumin : 2,8 g/dL
20.00 WIB 4. Mengidentifikasi ulang status nutrisi - Bising usus 10x
pasien Clinical :
Respon: - Konjunctiva annemis
Antopometri : - Mukosa agak merah
- BB= 40kg - Akral hangat
- TB= 151cm Diit :
- IMT= 17,54 (Underweight) Klien diit TKTP habis ½ porsi dari
Biochemical : yang diberikan RS
- RBC : 3,46 x 102 /L A : Masalah defisit nutrisi teratasi
- HGB : 9,4 g / dL sebagian
- Albumin : 2,8 g/dL P : Lanjutkan intervensi
Clinical :
- Konjunctiva annemis
- Mukosa agak merah
- Akral hangat
Diit :
Klien diit TKTP habis ½ porsi

53
Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Tanggal Evaluasi (SOAP) Paraf
dan Jam dan Jam
dari yang diberikan RS
Risiko perdarahan 20/5/2019 20/5/2019
berhubungan dengan 14.30 WIB 6. Memonitor tanda perdarahan 21.00 WIB S: Klien mengatakan badannya masih
komplikasi pasca partum Respon: Tidak ada perdarhan lemas
pervaginam maupun rembes dari O:
luka drain. - RBC : 3,46 x 102 /L (36,9-
7. Memberikan injeksi Vitamin K 1 5,46x106/uL)
ampul per IV - HGB : 9,4 g / dL (11,0-14,7 g/dL)
15.15 WIB Respon klien tidak ada respon alergi
- HCT : 27,4 % (35,2-46,7%)
dengan obat tersebut
8. Mengajurkan klien untuk bedrest - PLT : 91 x 103 /μL (150-
Respon: klien lebih banyak 450x103/uL)
16.35 WIB berbaring di tempat tidur - Klien sudah lepas drain
9. Menganjurkan untuk menghabiskan A : Masalah risiko perdarahan belum
porsi makan teratasi
17.30 WIB Respon: klien hanya menghabiskan P : Lanjutkan intervensi
½ porsi makan RS
10. Memonitor nilai laboratorium
- RBC : 3,46 x 102 /L (36,9-
18.00 WIB 5,46x106/uL)
- HGB : 9,4 g / dL (11,0-14,7
g/dL)
- HCT : 27,4 % (35,2-46,7%)
- PLT : 91 x 103 /μL (150-
450x103/uL)
Risiko infeksi berhubungan 21/5/2019 21/5/2019
dengan efek prosedur invasif 16.00 WIB 1. Memonitor nyeri 21.00 WIB S: Klien mengatakan masih terasa
ditandai dengan adanya nyeri Respon: nyeri pada luka jahitan
luka jahitan post operasi. Klien mengatakan nyeri P = Jahitan post operasi TAH
P = Jahitan post operasi Q = di sayat-sayat
Q = di sayat-sayat R= perut bawah

54
Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Tanggal Evaluasi (SOAP) Paraf
dan Jam dan Jam
R= perut bawah S=4
S=4 T = Hilang timbul saat miring
T = Hilang timbul saat mirng kanan kanan kiri
kiri O:
16.15 WIB 2. Memalukan injeksi ceftriaxone - Tanda- tanda vital
1000mg via IV TD: 110/80mmHg
Respon: klien tidak ada alergi obat N: 86x/menit
tersebut S: 36,8
16.30 WIB 3. Menjelaskan kembali tanda bahaya RR: 18x/menit
infeksi nifas WBC: 10,77 x 103 /Μl
Respon: klien dan keluarga paham - Luka post operasi sudah di
tentang tanda bahaya infeksi nifas lakukan perawatan.
17.00 WIB 4. Mengingatkan untuk cuci tangan Tidak ada kemerahan luka
yang benar kepada klien belum kering, tidak ada pus
Respon: klien dapat melakukan cuci dan nyeri abnormal.
tangan dengan baik dan benar A : Masalah risiko infeksi belum
18.00 WIB 5. Menganjurkan untuk menjaga teratasi
kebersihan badan, area sekitar P : Lanjutkan intervensi
balutan luka serta kebersihan tangan.
Respon: Klien paham untuk selalu
menjaga kebersihan badan
20. 20 WIB 6. Memonitor ulang nyeri
Respon:
Klien mengatakan nyeri
P = Jahitan post operasi
Q = di sayat-sayat
R = perut bawah
S=4
T = Hilang timbul saat miring kanan
kiri
20. 30 WIB 7. Memonitor ulang tanda-tanda vital
TD: 110/80mmHg

55
Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Tanggal Evaluasi (SOAP) Paraf
dan Jam dan Jam
N: 86x/menit
S: 36,8
RR: 18x/menit
WBC: 10,77 x 103 /Μl

FORMAT IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Tanggal Evaluasi (SOAP) Paraf


dan Jam dan Jam
Perfusi perifer tidak efektif 17/6/2019 19/5/2019

12.00 Memonitor vital sign post transfusi 21.00 WIB S : Klien mengatakan masih terasa
PRC: suhu 37, N 96x/mnt, TD 128/80, nyeri pada luka jahitan
RR 20x/mnt, reaksi transfusi tidak ada. P = Jahitan post operasi
Q = di sayat-sayat
R= perut bawah
12.15 Menganjurkan pasien untuk makan S=5
makanan tinggi kalori tinggi protein, T = Hilang timbul saat beristirahat
seperti putih telur, ikan dan daging O : - Klien meringis saat nyeri
- Klien mampu melakukan tehnik
napas dalam dengan baik dan
12.30 Memonitor sirkulasi perifer: CRT 3 dtk, benar
akral hangat, agak pucat A : Masalah nyeri akut belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi

13.00 Memonitor perdarahan pervagina :


Tidak ada perdarahan (fluxus -)

56
Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Tanggal Evaluasi (SOAP) Paraf
dan Jam dan Jam
Intoleransi Aktivias 17/6/2019 19/5/2019 S: klien mengataan masiih bersedih
15.00 WIB Menganjurkan keluarga terlibat 21.00 jika mendengar bayi menangis
dalam aktivits pasien (membantu O:
kebutuhan perawatan diri pasien) - Terkadang klien menangis
- Klien berkonsentrasi diajak
16.00 WIB Menganjurkan pasien melakukan berbicara jika di sentuh dahulu
aktivitas secara bertahap sesuai tangan atau kakinya.
kemampuan A: Masalah berduka belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
16.30 WIB Memonitor keluhan pasien : pasien
mengeluh badan lemas, tidak ada
tenaga, hendak berjalan ke kamar
mandi tidak kuat.

16.35 WIB Menfasilitasi transportasi untuk


melakukan aktivitas ( kursi roda)

17.00 WIB Memberikan motivasi untuk


melakukan aktivitas secara mandiri.

13.45 Memonitor vital sign

Risiko infeksi 17/6/2019 19/5/2019 S : Klien mengatakan badannya lemas


11.50 Menjelaskan tanda-tanda infeksi : 21.00 O:
panas, nyeri, bengkak, kemerahan - Klien bedfast
dan fungsiolesa. - ADL dibantu sepernuhnya
oleh perawat dan keluarga
12.15 Menganjurkan pada pasien dan - Pergerakan terbatas
keluarga untuk membatasi A : Msalah intoleransi aktivitas belum
pengunjung. teratasi

57
Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Tanggal Evaluasi (SOAP) Paraf
dan Jam dan Jam
P : Lanjutkan intervensi
12.30 Mrngajarkan cuci tangan 6 langkah
dengan benar.

13.30 Memonitor vital sign : suhu : 36,7


Nadi : 90 TD : 120/80 RR ; 20x/mnt

Ansietas 17/6/2019 19/5/2019


15.00 WIB Menfasilitasi pasien untuk 21.00 WIB S: Klien mengatakan belum dapat
mengungkapkan perasaan takut melakukan perawatan diri secara
khawatir, dan cemas yang dirasakan. mendiri
15.00 WIB O:
Menjelaskan kondisi penyakit pasien - Aktivitas makan di bantú
saat ini : Bahwa proses perawat dan keluarga
15.00 WIB penyembuhan itu bertahap tidak - Aktivitas mandi di bantú
langsung sembuh dan harus sabar seluruhnya oleh perawat
mengikuti terapi yang diberikan - Aktivitas berpakaian di bantú
seluruhnya oleh perawat
15.10 WIB Memotivasi keluarga untuk selalu - Aktivitas berhias di bantú
memberikan dukungan pada pasien. seluruhnya oleh perawat
- Toileting menggunakan kateter
18.00 WIB Memberikan mtivasi pada pasien A : Masalah defisit perawatan diri
untuk berzikir, berdoa kepada Tuhan belum teratasi
Agar merasa tenan. P : Lanjutkan intervensi

20.00 WIB Memonitor kondisi pasien : Pasien


tampak gelisah , bicara sendiri atau
20.30 WIB menggumam, mata selalu ditutup,
dan tampak takut atau khawatir.

58
Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Tanggal Evaluasi (SOAP) Paraf
dan Jam dan Jam

20.30 WIB

Risiko defisit nutrisi 19/5/2019 19/5/2019


berhubungan dengan 17.30 WIB 5. Membantu pasien makan 21.00 WIB S : Klien masih agak mual sehingga
keengganan makan ditandai Respon: Klien mendapatkan diet kurang nafsu makan
dengan BMI tidak ideal bubur halus O : Status nutrisi
17.45 WIB 6. Memonitor asupan makan Antopometri :
pasien - BB= 40kg
Respon: - TB= 151cm
Klien habis ¼ porsi dari yang - IMT= 17,54
disediakan RS (Underweight)
7. Menganjurkan klien untuk Biochemical :
18.00 WIB makan sedikit tapi sering - RBC : 3,46 x 102 /L
Respon: klien mengatakan - HGB : 9,4 g / dL
kurang nafsu makan sehingga - Albumin : 2,8 g/dL
enggan untuk makan sedikit tapi - Bising usus 6x/menit
sering Clinical :
8. Mengidentifikasi ulang status - Konjunctiva annemis
20.00 WIB nutrisi pasien - Mukosa pucat
Respon: - Akral dingin agak basah
Antopometri : Diit :
- BB= 40kg Klien diit bubur halus habis ¼
- TB= 151cm porsi dari yang diberikan RS
- IMT= 17,54 (Underweight) A : Masalah nyeri akut belum teratasi

59
Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Tanggal Evaluasi (SOAP) Paraf
dan Jam dan Jam
Biochemical : P : Lanjutkan intervensi
- RBC : 3,46 x 102 /L
- HGB : 9,4 g / dL
- Albumin : 2,8 g/dL
- Bisng usus 6x/menit
Clinical :
- Konjunctiva annemis
- Mukosa pucat
- Akral dingin agak basah
Diit :
Klien diit bubur halus ¼ posi RS
habis
Risiko perdarahan 19/5/2019 19/5/2019
berhubungan dengan 14.30 WIB 7. Menjelaskan tanda dan gejala terkait 21.00 S: Klien mengatakan badannya masih
komplikasi pasca partum perdarahan lemas
ditandai dengan produksi Respon: klien paham jika terjadi O:
drain 250cc perdarahan hb akan turun sehingga - RBC : 3,46 x 102 /L (36,9-
badan lemas dan kulit-kulit menjadi 5,46x106/uL)
pucat - HGB : 9,4 g / dL (11,0-14,7 g/dL)
15.15 WIB 8. Memasukan transfusi TC 5 kolf/ 51 - HCT : 27,4 % (35,2-46,7%)
ml
Respon: klien tidak mengalami - PLT : 91 x 103 /μL (150-
alergi saat transfusi. 450x103/uL)
16.35 WIB 9. Memberikan injeksi Vitamin K 1 - Produksi drain 250cc
ampul per IV A : Masalah risiko perdarahan belum
10. Respon klien tidak ada respon alergi teratasi
dengan obat tersebut P : Lanjutkan intervensi
17.30 WIB 11. Mengajurkan klien untuk bedrest
Respon: klien lebih banyak
berbaring di tempat tidur
18.00 WIB 12. Menganjurkan untuk menghabiskan
porsi makan

60
Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Tanggal Evaluasi (SOAP) Paraf
dan Jam dan Jam
Respon: klien hanya menghabiskan
¼ porsi makan RS

Risiko infeksi berhubungan 19/5/2019 19/5/2019


dengan efek prosedur invasif 16.00 WIB 7. Mmeberikan injeksi ceftriaxone 1 21.00 WIB S: Klien mengatakan masih terasa
ditandai dengan adanya nyeri vial/ 1000 grn per IV nyeri pada luka jahitan
luka jahitan post operasi. Respon: klien tidak mengalami P = Jahitan post operasi
reaksi alergi antibiotik tersebut. Q = di sayat-sayat
16.15 WIB 8. Menjelaskan tanda bahaya infeksi R= perut bawah
nifas S=5
Respon: klien dan keluarga paham T = Hilang timbul saat beristirahat
tentang tanda bahaya infeksi nifas O:
16.30 WIB 9. Mengajarkan cuci tangan yang benar - Tanda- tanda vital
kepada klien TD: 100/75mmHg
Respon: klien dapat melakukan cuci N: 88x/menit
tangan dengan baik dan benar S: 36,7
20. 20 WIB 10. Menganjurkan untuk menjaga RR: 18x/menit
kebersihan badan, area sekitar WBC: 10,77 x 103 /mL
balutan luka serta kebersihan tangan. - Balutan luka masih tertutup,
Respon: Klien paham untuk selalu tidak ada rembes darah
menjaga kebersihan badan maupun rembes pus.
20. 30 WIB 11. Memonitor ulang nyeri A : Masalah risiko infeksi belum
Respon: teratasi
Klien mengatakan nyeri P : Lanjutkan intervensi
P = Jahitan post operasi TAH
Q = di sayat-sayat
R= perut bawah
S=6
T = Hilang timbul saat beristirahat
20.30 WIB 12. Memonitor ulang tanda-tanda vital

61
Diagnosa Keperawatan Tanggal Implementasi Tanggal Evaluasi (SOAP) Paraf
dan Jam dan Jam
TD: 100/75mmHg
N: 88x/menit
S: 36,7
RR: 18x/menit
WBC: 10,77 x 103 /Μl

62
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta : Pustaka Prima.


Anisa Fitria, Nunik Puspitasari. 2015. Hubungan dan Faktor Risiko Partus Lama
Riwayat Perdarahan Postpartum dan Berat Bayi Lahir Besar dengan Kejadian
Perdarahan Postpartum ‘Jurnal Biometrika dan Kependudukan’, Vol. 4, No. 2
Desember 2015: 118–124
Bobak. Lowdermilk. Jensen. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Ed. 4.
EGC, Jakarta.
Ferdina Fitriana Mayasari, Wulandari Meikawati, Rahayu Astuti1, 2015. Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhi Involusi Uterus (Studi Kasus Di BPM Idaroyani
Dan BPM Sri Pilih Retno Tahun 2014) ‘Jurnal Kesehatan Masyarakat
Indonesia’ISSN 1693-3443
Manuaba, I.B.G., 2010. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri
Ginekologi dan KB. EGC, Jakarta.
Nugroho Taufan. 2012, Patologi Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika
Nurul Hikmah, Dian Puspita Yani. 2015. Gambaran Hemoragic Post Partum Pada
Ibu Bersalin Dengan Kejadian Anemia Di Ruang Ponek RSUD Kabupaten
Jombang ‘Jurnal Edu Health’, Vol. 5 No. 2, September 2015
Saraswati, 2014. Konsep Teori Involusi Uteri. http://Eprints.undip.ac.id. Diakses
pada tanggal 27 Juni 2019
Saifudin, Abdul Bahri. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal Neonatal. JHPIEGO. Jakarta. 
Verawati Hardja, 2015. Konsep Teori Subinvolusi Uteri.
https://docplayer.definisi-involusi-uteri.html
Varney,H., 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai