Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Chronic Kidney Disease (CKD)

1. Definisi
Gagal ginjal kronik (Chronic Renal Failure) atau sering disebut
dengan CKD (Chronic Kidney Desease)adalah kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan azotemia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah) (Diyono & Mulyani. S, 2019).
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penurunan fungsi
ginjal progresif yang ireversibel ketika ginjal tidak mampu
mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan, dan elektrolit yang
menyebabkan terjadinya uremia dan azotemia (Smetlzer & Bare, 2004
dalam Bayhakki, 2013).
Penyakit Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan salah satu
penyakit yang ciri-ciri penyakitnya tidak banyak disadari oleh banyak
orang, karena pada dasarnya penyakit CKD ini adalah penyakit yang
membunuh secara diam-diam, sehingga tidak sedikit orang yang
memiliki ciri-ciri penyakit CKD selalu mengabaikan dan dianggap
sebagai penyakit biasa saja. Ciri-ciri penyakit CKD yang paling umum
adalah adanya perubahan dari warna urin dan mengalami sakit atau
nyeri pada saat buang air kecil. Penyakit CKD ini hampir sama dengan
penyakit umum lainnya, sehingga penanganan sering kali terlambat
(Efriza, 2012 dalam Walalangi, 2015).
Jadi, dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan
bahwa CKD adalah kondisi dimana ginjal mengalami penurunan
fungsi sehingga tidak mampu mempertahankan metabolisme tubuh
serta keseimbangan cairan elektrolit.
2. Etiologi
Etiologi CKD menurut Nurarif (2015) adalah:
a. Penyakit infeksi tubulo intersititial (pielonefritis kronik atau refluk
nefropati)
b. Penyakit peradangan di glumerulonefritis
c. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis)
d. Gangguan jaringan ikat (lupus eritomatosus sistemik)
e. Gangguan kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal)
f. Penyakit metabolic (diabetes mellitus, goat, hiperparatiroidisme,
amiloidosis)
g. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesic, nefropati
timbal
h. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomaly kongenital pada leher
kandung kemih dan uretra.

3. Patofisiologi
Menurut Sudoyo & Sri Mulyanti (2019) gagal ginjal kronik terjadi
setelah sejumlah keadaan yang menghancurkan masa nefron ginjal.
Keadaan ini mencangkup penyakit parenkim ginjal difus bilateral,
juga lesi obstruksi pada traktus urinearius. Mula-mula terjadi beberapa
serangan penyakit ginjal terutama menyerang glomerulus, yang
menyerang tubulus ginjal yang dapat mengganggu perfusi dan fungsi
darah pada parenkim ginjal. Perubahan patologi CRF melalui 3 tahap
yaitu:
a. Reduced Renal Reserve
Ditandai dengan hilangnya 40-70% fungsi nefron. Biasanya belum
muncul gejala, karena nefron masih mampu menjalanka fungsi
ginjal dengan baik.
b. Renal Insuffisiency
Dimulai dengan nefron yang rusak mencapai 75-90%. Pasien akan
mengeluh polyurie dan nocturia. Ureum kreatinin mulai naik
karena ginjal tidak mampu mengeluarkannya bersama urine.
Kadang pada fase ini gejala anemia mulai muncul.
c. ESRD (End Stage Renal Disease)
Terjadi ketika nefron yang berfungsi tinggal 10%. Gejala
kegagalan dalam menjalankan fungsi ginjal semakin tampak yang
ditandai dengan peningkatan kadar kreatinin, BUN, ketidak
seimbangan elektrolit dan asam basa. Pada tahap ini pasien
biasanya membutuhkan terapi dialisis.
Masalah-masalah yang muncul pada gagal ginjal kronik sangat
bervariatif. Namun secara umum masalah yang muncul adalah:
a. Fungsi Renal Menurun
Produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresi
bersama urine) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah, maka gejala seperti azotemia akan semakin berat.
Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
b. Gangguan Kliren Renal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal akibat dari penurunan
jumlah glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan
klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
c. Penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (GFR)
Dapat dideteksi dengan mendapatkan urine 24 jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya filtrasi glomerulus
(akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan
menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat. Selain itu,
kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin
serum merupakan indikator yang paling sensitif dari fungsi renal
karena substansi itu di produksi secara konstan oleh tubuh. BUN
tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal tetapi juga oleh
masukan protein dalam diet, katabolisme protein akibat injuri
jaringan, peningkatan sel darah merah (RBC) dan medikasi seperti
steroid.
d. Retensi Cairan dan Natrium
Pada penyakit tahap akhir, ginjal tidak mampu lagi umtuk
mengonsentrasikan atau mengencerkan urine secara normal
sebagai respons yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan
dan elektrolit sehari-hari. Paien sering menahan natrium dan
cairan , meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung
kongesif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat mengakibatkan
aktivitas aksis renin-angiotensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldesteron. Kondisi yang demikian akan
membuat volume darah vaskuler dan penyempitan vaskuler
sehingga akan terjadi hipertensi.
e. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis
metabolik seiring dengan ketidak mampuan ginjal mengekskresi
muatan asam yang berlebihan. Penurunan muatan asam terutama
akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mengekskresi
ammonia dan mengabsorpsi natrium bikarbonat.
f. Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak
adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien terutama dari saluran gastroistestinal. Eritropoetin adalah
suatu substansi normal yang diproduksi oleh ginjal yang dapat
menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah
merah. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan
anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina, dan sesak nafas.
g. Ketidakseimbangan Kalium dan Fosfat
Abnormalitas utama yang lain pada gagal ginjal kronis adalah
gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium
dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik. Jika salah
satunya meningkat, maka yang lain kan turun. Dengan
menurunnya filtrasi melalui glumerulus ginjal, terdapat
peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar
serum kalsium. Pada gagal ginjal kronis tubuh tidak merespons
secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan
akibatnya kalsium tulang menurun, menyebabkan penyakit tulang
atau osteophorosis, penyakit tulang eremik (osteodistrofi renal)
terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan
keseimbangan parathormon.

4. Phatway Chronic Kidney Disease (CKD)


5. Tanda dan Gejala/Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala menurut Diyono & Sri Mulyanti (2019) yaitu:
a. Psikologi: denial, cemas, depresi, dan psikosis.
b. Kardiovaskuler: hipertensi, perubahan EKG, perikarditis,
tamponade pericardium.
c. Metabolik/endokrin: gangguan hormon seks menyebabkan
penurunan libido, dan impoten.
d. Neuromuskuler: lemah, gangguan tidur, sakit kepala, letargi,
gangguan muscular, neuropati perifer, bingung, dan koma.
e. Respirasi: edema, paru, efusi pleura, pleuritis.
f. Gastroistestinal: ulserasi saluran pencernaan dan perdarahan,
anoreksia, nausea, vomitus, stomatitis.
g. Hematologi: anemia, defek kualitas platelet, perdarahan meningkat.
h. Dermatologi: pucat, hiperpigmentasi, kulit bersisik, eksimosis,
uremia frost.
i. Cairan dan elektrolit: gangguan asam basa menyebabkan kehilangan
sodium sehingga terjadi dehidrasi, asidosis, hiperkalemia,
hipermagnesemia, hipokalsemia.
6. Pemeriksaan Penunjang
Setelah ada kecurigaan adanya penurunan renal, maka pemeriksaan
penunjang segera harus dilakukan untuk pengetahui penyebab
penurunan fungsi renal. Pemeriksaan yang sering dilakukan adalah
(Diyono & Sri Mulyanti, 2019):
a. Hematologi, biasanya akan terjadi peningkatan ureum, kreatinin,
BUN, hipokalemi, hipokalsemia, anemia.
b. USG, untuk mengetahui kemungkinan factor post-renal seperti batu
atau tumor saluran kemih.
c. Radiologi (BNO, IVP, Cystogram), dilakukan jika dengan USG
hasilnya tidak begitu jelas.
d. Arteriogram, dilakukan untuk mengetahui factor penyebab pre-
renal, misalnya oclusi arteri renalis.
7. Komplikasi
Komplikasi Chronic Kidney Disease (CKD) menurut Diyono & Sri
Mulyanti (2019) yaitu:
a. Gangguan keseimbangan elektrolit: hiperkalemia, hipokalesemia.
b. Gangguan asam basa: acidosis.
c. Perikarditis, efusi pericardial dan temponade jantung.
d. Hipertensi.
e. Anemia.
f. Perdarahan saluran cerna.
g. Penyakit tulang.
8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis Chronic Kidney Disease (CKD) menurut
Diyono & Sri Mulyanti (2019):
Pada umumnya keadaan sudah sedemikian rupa hingga etiologi tidak
dapat diobati lagi. Usaha yang harus ditujukan untuk mengurangi
gejala, mencegah kerusakan/pemburukan fatal ginjal terdiri dari:
a. Monitor overload cairan: udem, JVP
b. Monitor balane cairan yang ketat.
c. Memberi dan mengaktifkan support system.
d. Manajemen nutrisi.
e. Manajemen asam basa.
f. Manajemen cairan dan elektrolit.
g. Mencegah terjadinya infeksi dan anemia.
h. Kelola terapi:
1) Anti hipertensi
2) Eritropoetin
3) Koreksi kalium dan kalsium
i. Siapkan untuk HD, transplantasi ginjal.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Chronic Kidney Disease (CKD)


1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama, Umur, TTL, Agama, Pekerjaan, Pendidikan, Alamat.
b. Keluhan Utama
Sesak nafas, kencing sedikit bahkan tidak dapat kencing, tidak
selera makan, mual, muntah, kembung, mulut terasa kering, rasa
lelah, nafas berbau, gatal pada kulit.
c. Riwayat Penyakit:
1) Riwayat penyakit sekarang: diare, muntah, perdarahan, luka
bakar, rekasi anafilaksi, renjatan kardiogenik.
2) Riwayat penyakit dahulu: riwayat penyakit gagal ginjal akut,
infeksi saluran kemih, payah jantung, hipertensi, penggunaan
obat-obatan nefrotoksik, benigna prostatic hyperplasia,
prostatektomi.
3) Riwayat penyakit keluarga: adanya penyakit keturunan diabetes
mellitus atau hipertensi.
4) TTV: peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi,
nafas cepat dan dalam, dypsnea.
5) Body System
a) Pernafasan (B1: Breathing)
Gejala: nafas pendek, dispnea noktumal, paroksimal, batuk
dengan/tanpa sputum, kental dan banyak.
Tanda: takhipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, batuk
produktif dengan/tanpa sputum.
b) Cardiovascular (B2: Bleeding)
Gejala: riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi nyeri
dada atau angina dan sesak nafas, gangguan irama jantung,
edema.
Tanda: hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting
pada kaki, telapak tangan, disritmia jantung, kulit coklat
kehijauan, kunung, kecenderungan perdarahan.
c) Persyarafan (B3: Brain)
Kesadaran: disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolet
sampai koma.
d) Perkemihan-Eliminasi Urin (B4: Bladder)
Kencing sedikit kurang dari 400cc/hari, warna urin kuning
tua dan pekat, tidak dapat kencing.
e) Pencernaan-Eliminasi Alvi (B5: Bowel)
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup,
gastritis erosiva dan diare.
f) Tulang-Otot-Integumen (B6: Bone)
Gejala: nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki,
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya
infeksi.
Tanda: pruritus, demam, dehidrasi, ptekie, area ekonomis
pada kulit, fraktur tulang, defosit fosfat kalsium, pada
kulit,jaringan lunak, sendi keterbatasan gerak sendi.
d. Pola Aktivitas
1) Pola persepsi dan manajemen kesehatan.
2) Pola nutrisi dan metabolisme.
3) Pola eliminasi.
4) Pola tidur dan istirahat.
5) Pola aktivitas dan latihan.
6) Pola hubungan dan peran.
7) Pola sensori dan kognitif.
8) Pola persepsi dan konsep diri.
9) Pola seksual dan reproduksi.
10) Pola mekanisme koping.
11) Pola nilai dan kepercayaan.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala: edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas
ureum.
2) Dada: pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada.
3) Perut: adanya edema anasarka (ascites).
4) Ekstremitas: edema pada tungkai, spatisitas otot.
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang muncul pada CKD menurut Bruner &
Suddart (2013) adalah:
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor biologis.
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen.
3. Intervensi
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam
diharapkan keseimbangan cairan dapat terpenuhi dengan kriteria
hasil:
 Keseimbangan cairan
No Indikator Awal Tujuan Akhir
1. Tekanan darah
2. Denyut nadi radial
3. Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam

Keterangan:
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu

b. Intervensi
 Manajemem Cair

a) Monitor edema perifer.


b) Monitor data laboratorium
c) Monitor input dan output
d) Monitor kembalinya sisa peritoneal (Infeksi, perdarahan)
e) Berikan infuse IV (misalnya cairan produk darah)
secaraperlahan untuk mencegah peningkatan preload.
f) Timbang berat badan setiap hari
g) Siapkan pasien untuk dyalisis
h) Berikan obat yang diresepkan untuk mengurangi preload
(misalnya furosemide)
i) Bantu pemasangan kateter
j) Kolaborasi dengan tim medis (HD)

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan faktor biologis
a. Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam


diharapkan nutrisi dicerna dan diserap untuk memenuhi kebutuhan
tubuh dengan kriteria hasil:

 Status nutrisi
No Indikator Awal Tujuan Akhir
1. Asupan makanan
2. Asupan cairan
3. Asupan hidrasi
4. Asupan gizi

Keterangan:

1. Sangat menyimpang dari rentan normal


2. Banyak menyimpang dari rentan normal
3. Cukup menyimpang dari rentan normal
4. Sedikit menyimpang dari rentan normal
5. Tidak menyimpang dari rentan normal
b. Intervensi
 Manajemen Nutrisi
a) Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk
memenuhi kebutuhan gizi.
b) Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat mengkonsumsi
makan( misalnya bersih, berventilasi, santai, tidak bau).
c) Berikan obat-obatan sebelum makan (misalnya obat
penghilang rasa nyeri).
d) Tawarkan makanan ringan padat gizi.
e) Berikan makanan yang menarik dan menyehatkan.
f) Anjurkan keluarga untuk membawa makanan favorit.
g) Atur diet yang diperlukan (yaitu menyediakan makanan
protein tinggi, vitamin, mineral dan lain-lain).

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan berhubungan dengan


hiperventilasi
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam
diharapkan ketidakefektifan pola nafasdapat teratasi dengan
kriteria hasil:
 Status pernafasan ventilasi
No Indikator Awa Tujuan Akhir
1. Penggunaan otot bantu nafas
2. Suara nafaas tambahan
3. Retraksi dinding dada
4. Pernafasan dengan bibir megerucut
5. Dipsnea saat istirahat
6. Dipsnea saat latihan
7. Orthopnea
8. Taktil fremitus
9. Pengembaangan dinding dada tidak smetris
10. Gangguan vokalisasi
11. Akumulasi sputum
12. Gangguan suara saat auskultasi

Keterangan :
1. Sangat berat
2. Berat
3. Cukup
4. Ringan
5. Tidak ada
b. Intervensi

 Manajemen jalan nafas.

a) Buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw thrust.
b) Posisikan untuk memaksimalkan ventilasi.
c) Lakukan fisioterapi dada.
d) Motivasi pasien untuk bernafas pelan.
e) Instruksikan untuk batuk efektif.
f) Kelola pemberian obat nebulizer.
g) Kelola pemberian obat bronkodilator.
h) Kelola oksigen.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara


suplai dan kebutuhan oksigen
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam
diharapkan mampu menunjukan toleransi aktivitasdengan kriteria
hasil:
 Toleransi Terhadap Aktivitas
No Indikator Awal Tujuan Akhir
1. Kecepatan berjalan
2. Saturasi oksigen ketika beraktivitas
3. Frekuensi pernafasan ketika bernafas
4. Kemudahan bernafas ketika beraktivitas
5. Kekuatan tubuh bagian bawah
6. Kekuatan tubuh bagian atas
7. Frekuensi nadi ketika beraktivitas
Keterangan :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
b. Intervensi

 Manajemen energi

a) Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan kelelahan.


b) Monitor asupan nutrisi.
c) Monitor/lokasi dan sumber ketidaknyamanan/nyeri yang
dialami pasien.
d) Anjurkan pasien untuk mengungkapkan perasaan secara
verbal.
e) Anjurkan pola tidur siang.
f) Kurangi ketidaknyamanan fisik yang dialami pasien bisa
mempengaruhi fungsi kognitif, pemantauan diri dan
pengaturan aktivitas pasien.
g) Anjurkan ketahanan untu memilih aktivitas-aktivitas yang
akan dilakukan. Lakukan ROM aktif/pasien untuk
menghilangkan ketegangan otot

C. Konsep Penerapan Intervensi Berdasarkan Hasil Penelitian


1. Definisi
Diet adalah usaha sadar seseorang dalam membatasi dan
mengontrol makanan yang akan dimakan dengan tujuan untuk
mengurungi beban kerja ginjal dan mempertahankan berat tubuh (Anita,
2012 dalam Abdurahman, 2014). Gejala CKD jika diketahui sedini
mungkin, penderita bisa mendapat bantuan untuk mengubah atau
menyesuaikan gaya hidupnya sedini mungkin yaitu dengan diet.
Penatalaksanaan yang dilakukn salah satu diet yang harus dijalani
pasien tersebut yaitu diet nutrisi dan cairan seperti, karbohidrat, protein,
natrium, kalium dan mineral. Pasien dengan ketidakpatuhan diet CKD
seringkali memberikan dampak yang tidak baik pada kinerja ginjal
(Sumilati & Soleha, 2015).
Intervensi gizi adalah suatu tidakan yang terencana yang
ditunjukan untuk merubah prilaku gizi, kondisi lingkungan, atau aspek
status kesehatan individu. Tujuan intervensi gizi adalah mengatasi
masalah gizi yang teridentifikasi melalui perencanaan dan
penerapannya terkait perilaku, kondisi lingkungan atau status kesehatan
individu, kelompok atau masyarakat untuk memenuhi kebutuhan gizi
klien (Kemenkes, 2014).
2. Tujuan
Tujuan diet berdasarkan problem pada diagnosis gizi yaitu
(Cornelia, dkk 2016):
a. Meningkatkan asupan energy dan protein.
b. Mengontrol kadar kalium, natrium, kalsium, dan fosfor darah.
c. Menurunkan kadar ureum dan kreatinin dalam darah
d. Meningkatkan pengetahuan tentang pemilihan bahan makan
sumber protein dan pemahaman tentang pola makan tinggi protein.
e. Meningkatkan pengetahuan tentang penggunaan suplemen makanan.
3. Manfaat
Manfaat diet pada pasien CKD (Chronic Kidney Disease) menurut
(Cornelia, dkk 2016):
a. Meningkatkan asupan energy dan protein.
b. Mengontrol kadar kalium, natrium, kalsium, dan fosfor darah.
c. Menurunkan kadar ureum dan kreatinin dalam darah
d. Meningkatkan pengetahuan tentang pemilihan bahan makan
sumber protein dan pemahaman tentang pola makan tinggi protein.
e. Meningkatkan pengetahuan tentang penggunaan suplemen makanan.
4. Penelitian-penelitian yang berhubungan dengan penerapan
intervensi tersebut
Kebutuhan nutrisi untuk pasien CKD meliputi kebutuhan protein,
kebutuhan kalium, kebutuhan natrium, dan kebutuhan karbohidrat.
Penatalaksanaan gagal ginjal kronik dapat dilakukan dengan berbagai
cara diantaranya pengaturan diet, pembatasan asupan cairan, obat-
obatan, terapi penggantian ginjal seperti transplantasi ginjal dan
hemodialisa (Mutakin & Kumala Sari, 2011). Masalah yang sering
timbul pada proses homodialisa adalah tingginya angka malnutrisi. Hal
ini disebabkan adanya gejala gastroistestinal berupa anoreksia, mual,
dan muntah disamping proses hemodialisanya sendiri dapat
menyebabkan kehilangan protein akibat proses dialisa. Disat menjalani
terapi hemodialisa harus mendapat asupan makanan yang cukup agar
tetap dalam keadadaan gizi baik. Status gizi yang kurang merupakan
prediktor terjadinya angka kematian yang tinggi pada gagal ginjal
kronik yang menjalani terapi hemodialisa (Becker, 1992 dalam
Panjaitan et al, 2014).

Anda mungkin juga menyukai