TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Gagal ginjal kronik (Chronic Renal Failure) atau sering disebut
dengan CKD (Chronic Kidney Desease)adalah kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan azotemia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah) (Diyono & Mulyani. S, 2019).
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penurunan fungsi
ginjal progresif yang ireversibel ketika ginjal tidak mampu
mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan, dan elektrolit yang
menyebabkan terjadinya uremia dan azotemia (Smetlzer & Bare, 2004
dalam Bayhakki, 2013).
Penyakit Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan salah satu
penyakit yang ciri-ciri penyakitnya tidak banyak disadari oleh banyak
orang, karena pada dasarnya penyakit CKD ini adalah penyakit yang
membunuh secara diam-diam, sehingga tidak sedikit orang yang
memiliki ciri-ciri penyakit CKD selalu mengabaikan dan dianggap
sebagai penyakit biasa saja. Ciri-ciri penyakit CKD yang paling umum
adalah adanya perubahan dari warna urin dan mengalami sakit atau
nyeri pada saat buang air kecil. Penyakit CKD ini hampir sama dengan
penyakit umum lainnya, sehingga penanganan sering kali terlambat
(Efriza, 2012 dalam Walalangi, 2015).
Jadi, dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan
bahwa CKD adalah kondisi dimana ginjal mengalami penurunan
fungsi sehingga tidak mampu mempertahankan metabolisme tubuh
serta keseimbangan cairan elektrolit.
2. Etiologi
Etiologi CKD menurut Nurarif (2015) adalah:
a. Penyakit infeksi tubulo intersititial (pielonefritis kronik atau refluk
nefropati)
b. Penyakit peradangan di glumerulonefritis
c. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis)
d. Gangguan jaringan ikat (lupus eritomatosus sistemik)
e. Gangguan kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal)
f. Penyakit metabolic (diabetes mellitus, goat, hiperparatiroidisme,
amiloidosis)
g. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesic, nefropati
timbal
h. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomaly kongenital pada leher
kandung kemih dan uretra.
3. Patofisiologi
Menurut Sudoyo & Sri Mulyanti (2019) gagal ginjal kronik terjadi
setelah sejumlah keadaan yang menghancurkan masa nefron ginjal.
Keadaan ini mencangkup penyakit parenkim ginjal difus bilateral,
juga lesi obstruksi pada traktus urinearius. Mula-mula terjadi beberapa
serangan penyakit ginjal terutama menyerang glomerulus, yang
menyerang tubulus ginjal yang dapat mengganggu perfusi dan fungsi
darah pada parenkim ginjal. Perubahan patologi CRF melalui 3 tahap
yaitu:
a. Reduced Renal Reserve
Ditandai dengan hilangnya 40-70% fungsi nefron. Biasanya belum
muncul gejala, karena nefron masih mampu menjalanka fungsi
ginjal dengan baik.
b. Renal Insuffisiency
Dimulai dengan nefron yang rusak mencapai 75-90%. Pasien akan
mengeluh polyurie dan nocturia. Ureum kreatinin mulai naik
karena ginjal tidak mampu mengeluarkannya bersama urine.
Kadang pada fase ini gejala anemia mulai muncul.
c. ESRD (End Stage Renal Disease)
Terjadi ketika nefron yang berfungsi tinggal 10%. Gejala
kegagalan dalam menjalankan fungsi ginjal semakin tampak yang
ditandai dengan peningkatan kadar kreatinin, BUN, ketidak
seimbangan elektrolit dan asam basa. Pada tahap ini pasien
biasanya membutuhkan terapi dialisis.
Masalah-masalah yang muncul pada gagal ginjal kronik sangat
bervariatif. Namun secara umum masalah yang muncul adalah:
a. Fungsi Renal Menurun
Produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresi
bersama urine) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah, maka gejala seperti azotemia akan semakin berat.
Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
b. Gangguan Kliren Renal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal akibat dari penurunan
jumlah glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan
klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
c. Penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (GFR)
Dapat dideteksi dengan mendapatkan urine 24 jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya filtrasi glomerulus
(akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan
menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat. Selain itu,
kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin
serum merupakan indikator yang paling sensitif dari fungsi renal
karena substansi itu di produksi secara konstan oleh tubuh. BUN
tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal tetapi juga oleh
masukan protein dalam diet, katabolisme protein akibat injuri
jaringan, peningkatan sel darah merah (RBC) dan medikasi seperti
steroid.
d. Retensi Cairan dan Natrium
Pada penyakit tahap akhir, ginjal tidak mampu lagi umtuk
mengonsentrasikan atau mengencerkan urine secara normal
sebagai respons yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan
dan elektrolit sehari-hari. Paien sering menahan natrium dan
cairan , meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung
kongesif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat mengakibatkan
aktivitas aksis renin-angiotensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldesteron. Kondisi yang demikian akan
membuat volume darah vaskuler dan penyempitan vaskuler
sehingga akan terjadi hipertensi.
e. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis
metabolik seiring dengan ketidak mampuan ginjal mengekskresi
muatan asam yang berlebihan. Penurunan muatan asam terutama
akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mengekskresi
ammonia dan mengabsorpsi natrium bikarbonat.
f. Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak
adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien terutama dari saluran gastroistestinal. Eritropoetin adalah
suatu substansi normal yang diproduksi oleh ginjal yang dapat
menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah
merah. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan
anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina, dan sesak nafas.
g. Ketidakseimbangan Kalium dan Fosfat
Abnormalitas utama yang lain pada gagal ginjal kronis adalah
gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium
dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik. Jika salah
satunya meningkat, maka yang lain kan turun. Dengan
menurunnya filtrasi melalui glumerulus ginjal, terdapat
peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar
serum kalsium. Pada gagal ginjal kronis tubuh tidak merespons
secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan
akibatnya kalsium tulang menurun, menyebabkan penyakit tulang
atau osteophorosis, penyakit tulang eremik (osteodistrofi renal)
terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan
keseimbangan parathormon.
Keterangan:
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
b. Intervensi
Manajemem Cair
Status nutrisi
No Indikator Awal Tujuan Akhir
1. Asupan makanan
2. Asupan cairan
3. Asupan hidrasi
4. Asupan gizi
Keterangan:
Keterangan :
1. Sangat berat
2. Berat
3. Cukup
4. Ringan
5. Tidak ada
b. Intervensi
a) Buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw thrust.
b) Posisikan untuk memaksimalkan ventilasi.
c) Lakukan fisioterapi dada.
d) Motivasi pasien untuk bernafas pelan.
e) Instruksikan untuk batuk efektif.
f) Kelola pemberian obat nebulizer.
g) Kelola pemberian obat bronkodilator.
h) Kelola oksigen.
Manajemen energi