Anda di halaman 1dari 10

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan dan Produksi Tanaman Kedelai di Indonesia


Kedelai merupakan komoditas terpenting ketiga setelah padi dan jagung
yang kaya akan protein. Pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang telah
mengubah pola konsumsi, dari pangan penghasil energi ke produk penghasil
protein. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah
penduduk dan kebutuhan bahan baku industri olahan pangan seperti tahu,
tempe, kecap, susu kedelai, tauco, snack dan sebagainya.. Menurut Nuryati
(2015), sentra produksi kedelai Indonesia berada di tujuh provinsi, memberikan
kontribusi sebesar 87,40% terhadap produksi kedelai nasional selama tahun
2010-2015 dan 27 provinsi lainnya menyumbang 12,60%. Kontribusi terbesar
diberikan oleh Provinsi Jawa Timur sebesar 39,74% (rata-rata produksi 351,92
ribu ton), diikuti Jawa Tengah 14,03% (rata-rata produksi 124,23 ribu ton), dan
Nusa Tenggara Barat 10,65% (rata-rata produksi 94,33 ribu ton). Empat provinsi
sentra lain berkontribusi di bawah 10%, yakni Jawa Barat 8,76% (rata-rata
produksi 77,55 ribu ton), Aceh 5,96% (rata-rata produksi 52,78 ribu ton),
Sulawesi Selatan 5,06% (rata-rata produksi 44,80 ribu ton), dan DIY 3,21% (rata-
rata produksi 28,41 ribu ton).
Produksi kedelai dalam negeri selama tiga dasawarsa terakhir belum
mampu memenuhi kebutuhan. Padahal sebelum tahun 1975, Indonesia mampu
berswasembada kedelai dengan nisbah produksi-konsumsi lebih besar dari 1,0
(Swastika, 2000). Ketidakmampuan produksi memenuhi kebutuhan dalam negeri
telah menyebabkan impor kedelai terus meningkat. Produktivitas kedelai nasional
memang masih rendah yakni hanya 1,1 ton/ha, namun sebenarnya masih bisa
ditingkatkan hingga menjadi 1,5–2,5 ton/ha dengan cara memanfaatkan
teknologi maju dan pemeliharaan yang intensif. Ada beberapa langkah praktis
sekaligus terobosan yang bisa dilakukan untuk meningkatkan produktivitas
kedelai. Misalnya, penggunaaan pupuk secara efisien, waktu tanam yang tepat
sesuai dengan potensi dan daya dukung lahan, serta menggunakan varietas
unggul yang memiliki daya adaptasi yang luas pada agroekosistem spesifik
lokasi (Martodireso dan Suryanto, 2001).
2.2 Deskripsi Tanaman Kedelai
2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kedelai
Tanaman kedelai dalam sistematika tumbuhan menurut Adisarwanto
(2006) diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Famili : Leguminosae
Genus : Glycine
Species : Glycine max (L.) Merril
Tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak dan
merupakan tanaman semusim. Morfologi tanaman kedelai didukung oleh
komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong dan biji sehingga
pertumbuhannya bisa optimal. Biji merupakan komponen morfologi kedelai yang
bernilai ekonomis. Menurut Adisarwanto (2006), bentuk biji kedelai tidak sama
tergantung varietas, ada yang berbentuk bulat, agak gepeng, atau bulat telur.
Namun, sebagian besar biji kedelai berbentuk bulat telur. Ukuran dan warna biji
kedelai juga tidak sama. Akan tetapi, sebagian besar berwarna kuning dan
sedikit berwarna hitam dengan ukuran biji kedelai yang dapat digolongkan dalam
tiga kelompok, yaitu berbiji kecil (<10 g/100 biji), berbiji sedang (10-12 g/100 biji),
dan berbiji besar (13-18 g/100 biji).
Sistem perakaran pada kedelai terdiri dari sebuah akar tunggang yang
terbentuk dari calon akar, sejumlah akar sekunder yang tersusun dalam empat
barisan sepanjang akar tunggang, cabang akar sekunder dan cabang akar
adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Pada kondisi yang sangat
optimal, akar tunggang kedelai dapat tumbuh hingga kedalaman 2 meter.
Perkembangan akar tanaman kedelai dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain penyiapan lahan, tekstur tanah, kondisi fisik dan kimia tanah, serta kadar air
tanah. Salah satu kekhasan dari sistem perakaran tanaman kedelai adalah
adanya interaksi simbiosis antara bakteri nodul akar (Rhizobium japanicum)
dengan akar tanaman kedelai yang menyebabkan terbentuknya bintil akar. Bintil
akar akan terbentuk sekitar 10-20 hari setelah tanam (Suprapto, 2004). Bintil
akar ini sangat berperan dalam proses fiksasi N2 yang sangat dibutuhkan oleh
tanaman kedelai untuk kelanjutan pertumbuhannya khususnya dalam aspek
penyediaan unsur hara nitrogen. Hal inilah yang menyebabkan tanaman kedelai
tidak banyak memerlukan tambahan pupuk nitrogen pada awal pertumbuhannya.
Tanaman kedelai memiliki batang yang pendek (30 cm –100 cm), memiliki
3 – 6 percabangan dan berbentuk tanaman perdu. Pada pertanaman yang rapat
seringkali tidak terbentuk percabangan atau hanya bercabang sedikit. Batang
tanaman kedelai berasal dari poros embrio yang terdapat pada biji masak.
Hipokotil merupakan bagian terpenting pada poros embrio, yang berbatasan
dengan bagian ujung bawah permulaan akar yang menyusun bagian kecil dari
poros bakal akar hipokotil. Bagian atas poros embrio berakhir pada epikotil yang
terdiri dari dua daun sederhana yaitu primordia daun bertiga pertama dan ujung
batang (Sumarno, 2007).
Daun kedelai merupakan daun majemuk yang terdiri dari tiga helai anak
daun dan umumnya berwarna hijau muda atau hijau kekuning-kuningan. Bentuk
daun ada yang oval, juga ada yang segitiga. Warna dan bentuk daun kedelai ini
tergantung pada varietas masing-masing. Pada saat tanaman kedelai itu sudah
tua, maka daun-daunnya mulai rontok (Andrianto dan Indarto, 2004). Bunga
pada tanaman kedelai umumnya muncul atau tumbuh pada ketiak daun yakni
setelah buku kedua. Bunga kedelai termasuk sempurna karena pada setiap
bunga memiliki alat reproduksi jantan dan betina. Warna bunga kedelai ada yang
ungu dan putih. Potensi jumlah bunga yang terbentuk bervariasi tergantung dari
varietas kedelai, tetapi umumnya berkisar 40-200 bunga per tanaman
(Adisarwanto, 2006).
Berkisar 10-14 hari setelah bunga pertama terbentuk, poling kedelai mulai
muncul. Warna polong yang baru tumbuh berwarna hijau dan selanjutnya akan
berubah menjadi kuning atau cokelat pada saat dipanen. Pembentukan dan
pembesaran polong akan meningkat sejalan dengan bertambahnya umur dan
jumlah bunga yang terbentuk. Jumlah polong yang terbentuk beragam, yakni 2-
10 polong pada setiap kelompok bunga di ketiak daunnya. Sementara itu, jumlah
polong yang dapat dipanen berkisar 20-200 polong/tanaman tergantung pada
varietas kedelai yang ditanam dan dukungan kondisi lingkungan tumbuh
(Adisarwanto, 2006).
2.2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai
Kedelai dapat tumbuh dengan baik jika ditanam pada kondisi yang sesuai.
Tanah yang sesuai untuk usaha tani kedelai adalah tanah yang bertekstur liat
berpasir, liat berdebu berpasir, debu berpasir, drainase baik, mampu menahan
kelembaban tanah, dan tidak mudah tergenang air. Kandungan bahan organik
tanah (3-4%) sangat mendukung pertumbuhan tanaman kedelai. Tanaman
kedelai tumbuh optimal pada daerah dengan curah hujan 100-400 mm/bulan,
kelembaban 60 - 70%, pH tanah 5,8 - 7 dan ketinggian kurang dari 600 m dpl.
Suhu yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman kedelai berkisar antara 22-27º C
(Sumarno, 2007).
2.2.3 Stadia Pertumbuhan Tanaman Kedelai
Stadia pertumbuhan kedelai dibedakan menjadi dua bagian yaitu
pertumbuhan vegetatif dan pertumbuhan generatif. Stadia pertumbuhan vegetatif
dihitung sejak tanaman mulai muncul ke permukaan tanah sampai saat mulai
berbunga. Stadia perkecambahan dicirikan dengan adanya kotiledon, sedangkan
penandaan stadia pertumbuhan vegetatif dihitung dari jumlah buku yang
terbentuk pada batang utama. Kadarwati (2006), mengatakan nitrogen
merupakan unsur hara makro yang paling banyak dibutuhkan tanaman dan
sangat berperan dalam fase vegetatif tanaman. Sedangkan pada stadia
pertumbuhan reproduktif (generatif) dihitung sejak tanaman kedelai mulai
berbunga sampai pembentukan polong, perkembangan biji, dan pemasakan biji.
Pada fase ini sangat memerlukan unsur P dan K dalam jumlah yang lebih banyak
(Kadarwati, 2006).
2.2.4 Budidaya Tanaman Kedelai
Tanaman kedelai dapat tumbuh di berbagai agroekosistem dengan jenis
tanah, kesuburan tanah, iklim, dan pola tanam yang berbeda sehingga kendala
satu agroekosistem akan berbeda dengan agroekosistem yang lain. Menurut
Fauziah (2015), kegiatan dalam budidaya kedelai dapat dilakukan dengan cara
berikut ini :
1. Pemilihan Benih
Kualitas benih sangat menentukan keberhasilan usaha tani kedelai. Pada
penanaman kedelai, biji atau benih ditanam secara langsung, sehingga apabila
kemampuan tumbuhnya rendah, jumlah populasi per satuan luas akan
berkurang. Agar dapat memberikan hasil yang memuaskan, harus dipilih varietas
kedelai yang sesuai dengan kebutuhan, mampu beradaptasi dengan kondisi
lapang, dan memenuhi standar mutu benih yang baik. Hal-hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan varietas yaitu umur panen, ukuran dan warna
biji, serta tingkat adaptasi terhadap lingkungan tumbuh yang tinggi.
Varietas yang akan ditanam harus mempunyai umur panen yang cocok
dalam pola tanam pada agroekosistem yang ada. Hal ini menjadi penting untuk
menghindari terjadinya pergeseran waktu tanam setelah kedelai dipanen. Ukuran
dan warna biji varietas yang ditanam harus sesuai dengan permintaan pasar di
daerah sekitar sehingga setelah panen tidak sulit dalam menjual hasilnya. Untuk
daerah sentra pertanaman tertentu, misalnya di tanah masam hendaknya
memilih varietas kedelai unggul yang mempunyai tingkat adaptasi tinggi terhadap
tanah masam sehingga akan diperoleh hasil optimal, contohnya varietas
Tanggamus. Demikian pula bila kedelai ditanam di daerah banyak terdapat hama
ulat grayak maka pemilihan varietas tahan ulat grayak amat menguntungkan,
contohnya varietas Ijen. Selain itu, varietas yang ditanam tersebut harus sudah
bersifat aditif dengan kondisi lahan yang akan ditanami sehingga tidak
mengalami hambatan dalam pertumbuhannya (Irwan, 2006).
2. Persiapan Lahan
Tanaman kedelai biasanya ditanam pada tanah kering (tegalan) atau tanah
persawahan. Pengolahan tanah bagi pertanaman kedelai di lahan kering
sebaiknya dilakukan pada akhir musim kemarau, sedangkan pada lahan sawah
umumnya dilakukan pada musim kemarau. Persiapan lahan penanaman kedelai
di areal persawahan dapat dilakukan secara sederhana. Mula-mula jerami padi
yang tersisa dibersihkan, kemudian dikumpulkan, dan dibiarkan mengering.
Selanjutnya, dibuat petak-petak penanaman dengan lebar 3-10 m, yang
panjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan. Diantara petak penanaman
dibuat saluran drainase selebar 25-30 cm, dengan kedalaman 30 cm. Kemudian
tanah tersebut didiamkan selama 7-10 hari dan tanah siap ditanami. Jika areal
penanaman kedelai yang digunakan berupa lahan kering atau tegalan sebaiknya
dilakukan pengolahan tanah terlebih dahulu. Tanah dicangkul atau dibajak
sedalam 15-20 cm. Di sekeliling lahan dibuat parit selebar 40 cm dengan
kedalaman 30 cm. Selanjutnya, dibuat petakan-petakan dengan panjang antara
10-15 cm, lebar antara 3 cm –10 cm, dan tinggi 20 cm –30 cm. Antara petakan
yang satu dengan yang lain (kanan dan kiri) dibuat parit selebar dan sedalam 25
cm. Antara petakan satu dengan petakan di belakangnya dibuat parit selebar 30
cm dengan kedalaman 25 cm. Selanjutnya, lahan siap ditanami benih.
3. Penanaman
Cara tanam yang terbaik untuk memperoleh produktivitas tinggi yaitu
dengan membuat lubang tanam memakai tugal dengan kedalaman antara 1,5-2
cm. Setiap lubang tanam diisi sebanyak 3-4 biji dan diupayakan 2 biji yang bisa
tumbuh. Penanaman ini dilakukan dengan jarak tanam 40 cm x 10-15 cm. Pada
lahan subur, jarak dalam barisan dapat diperjarang menjadi 15-20 cm. Populasi
tanaman yang optimal berkisar 400.000-500.000 tanaman per hektar. Dalam
melakukan penanaman, hal yang terpenting yaitu arah tanam harus sejajar
dengan arah saluran irigasi atau pematusan sehingga air tidak menggenang
dalam petakan.
4. Pemeliharaan
Untuk mengurangi penguapan tanah pada lahan, dapat digunakan mulsa
berupa jerami kering. Mulsa ditebarkan di antara barisan tempat penanaman
benih dengan ketebalan antara 3-5 cm. Satu minggu setelah penanaman,
dilakukan kegiatan penyulaman. Penyulaman bertujuan untuk mengganti benih
kedelai yang mati atau tidak tumbuh. Tanaman kedelai sangat memerlukan air
saat perkecambahan, stadium awal vegetatif, masa pembungaan, dan
pembentukan biji (35 - 65 hari). Pengairan sebaiknya dilakukan pada pagi atau
sore hari. Pengairan dilakukan dengan menggenangi saluran drainase selama
15-30 menit.
Pada saat tanaman berumur 20-30 hari setelah tanam, dilakukan kegiatan
penyiangan. Penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma yang tumbuh
menggunakan tangan atau kored. Selain itu pemeliharaan kedelai dilakukan pula
penggemburan tanah. Tanah yang kurang subur dapat diperbaiki dengan cara
pemberian pupuk saat tanaman berumur 20-30 hari setelah tanam. Pupuk yang
digunakan berupa Urea sebanyak 50 kg/ha. Pupuk diberikan dalam larikan di
antara barisan tanaman kedelai, selanjutnya ditutup dengan tanah. Bagi kedelai
Jepang, pupuk susulan yang digunakan adalah Urea, TSP, dan KCl masing-
masing sebanyak 200 kg/ha. Untuk meningkatkan hasil produksi kedelai, dapat
digunakan pula ZPT (Zat Pengatur Tumbuh) dan PPC (Pupuk Pelengkap Cair).
Dosis yang digunakan disesuaikan dengan dosis anjuran (Irwan, 2006).
5. Panen
Waktu panen juga ditentukan oleh banyaknya polong yang telah berubah
menjadi coklat kuning atau kuning jerami. Tanaman kedelai mulai di panen
apabila lebih dari 95% polong yang terbentuk sudah berubah warna dan jumlah
daun yang masih tertinggal di tanaman sekitar 5-10%. Pemanenan dapat
dilakukan sesuai dengan ketetapan umur dari varietas yang digunakan. Cara
panen yang dilakukan di Indonesia pada umumnya masih trsdisional, yakni
dengan cara memotong batang tanaman kedelai sedekat mungkin dengan
permukaan tanah menggunakan sabit bergerigi tajam. Keuntungan melakukan
panen dengan sabit adalah hanya batang tanaman kedelai yang dipotong,
sehingga bintil akar yang mengandung bakteri Rhizobium masih tetap tersisa di
tanah (Adisarwanto, 2006).

6. Pasca Panen
Proses pascapanen meliputi pengumpulan, pengeringan, penyortiran dan
penggolongan, serta penyimpanan biji/benih. Setelah pengumpulan selesai,
seluruh hasil panen hendaknya segera dijemur di atas tikar, anyaman bambu
atau di lantai selama 3 hari. Setelah kering sempurna dan merata, polong kedelai
akan mudah pecah sehingga bijinya mudah dikeluarkan. Biji kedelai yang akan
digunakan sebagai benih, dijemur secara terpisah. Biji yang terpisah kemudian
ditampi agar terpisah dari kotoran-kotoran lainnya. Biji yang luka dan keriput
dipisahkan. Biji yang bersih ini selanjutnya dijemur kembali sampai kadar airnya
9-11 %. Biji yang sudah kering lalu dimasukkan ke dalam karung dan dipasarkan
atau disimpan. Sebagai tanaman pangan, kedelai dapat disimpan dalam jangka
waktu cukup lama. Caranya kedelai disimpan di tempat kering dalam karung.
Karung-karung kedelai ini ditumpuk pada tempat yang diberi alas kayu agar tidak
langsung menyentuh tanah atau lantai. Apabila kedelai disimpan dalam waktu
lama, maka setiap 2-3 bulan sekali harus dijemur lagi sampai kadar airnya sekitar
9-11 % (Adisarwanto, 2006).
2.3 Macam-Macam Varietas Tanaman Kedelai
Varietas merupakan sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies
yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah,
biji dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat
membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu
sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan
(Handoko, 2015). Varietas unggul merupakan salah satu komponen teknologi
penting untuk meningkatkan produksi dan pendapatan usahatani kedelai.
Berbagai varietas unggul yang tersedia dapat dipilih sesuai dengan kondisi
wilayah dan keinginan pasar. Penggunaan benih yang bermutu menjamin
keberhasilan usahatani (Nugrahaeni, 2014).Dasar-dasar penentuan varietas
kedelai adalah menurut umur, warna biji, dan tipe batang. Varietas kedelai yang
dianjurkan yaitu Otan 27 dan 29, Ringgit 317, Sumbing 452, Merapi 520, Shakti
945, Davros, Economic Garden, Taichung 1290, TKG 1291, Clark 1293, Orba
1343, Galunggung, Lokon, Guntur, Wilis, Dempo, Kerinci, Raung, Merbabu,
Muria dan Tidar (Gani, 2000). Varietas unggul lainnya yang dapat digunakan
untuk meningkatkan produktivitas kedelai yaitu varietas anjasmoro dengan
tingkat daya hasil 2,03-2,25 t/ha, varietas detam 1 dengan potensi hasil dapat
mencapai 2,51 t/ha, serta varietas dega dengan potensi hasilnya 3,82 t/ha.
2.4 Sistem Tanam Pada Tanaman Kedelai
Pengaturan jarak tanam dengan kepadatan tertentu bertujuan memberi
ruang tumbuh pada tiap-tiap tanaman agar tumbuh dengan baik. Jarak tanam
akan mempengaruhi kepadatan dan efesiensi penggunaan cahaya, persaingan
diantara tanaman dalam penggunaan air dan unsur hara sehingga akan
mempengaruhi produksi tanaman. Pada kerapatan rendah, tanaman kurang
berkompetisi dengan tanaman lain, sehingga penampilan individu tanaman lebih
baik. Sebaliknya pada kerapatan tinggi, tingkat kompetisi diantara tanaman
terhadap cahaya, air dan unsur hara semakin ketat sehingga tanaman dapat
terhambat pertumbuhannya (Hidayat, 2008). Jarak tanam menentukan efesiensi
pemanfaatan ruang tumbuh, mempermudah tindakan budidaya lainnya, tingkat
dan jenis teknologi yang digunakan yang dapat ditentukan oleh jenis tanaman,
kesuburan tanah, dan kelembaban tanah. Teknologi yang digunakan manual
atau mesin. Mahdi (2011) menyatakan bahwa pengaturan jarak tanam yaitu baris
tunggal (single row) dan baris rangkap (double row).
Sistem tanam kedelai umumnya adalah baris tunggal (single row), dengan
pengaturan jarak tanam berturut-turut 40 cm x 15 cm dan 40 cm x 10 cm, atau
20-25 cm x 20-25 cm, dan ditanam dua tanaman per lubang sehingga populasi
tanaman berkisar antara 350.000-500.000 per hektar. Sistem tanam kedelai yang
lain adalah baris ganda (double row) dengan ukuran jarak antar baris ganda x
antar baris x jarak tanaman dalam baris ganda 40 cm x (20 - 25 cm) x (10 -15
cm), dengan 2-3 biji/lubang (Litbang, 2014). Sistem tanam kedelai yang
diterapkan petani ialah model tanam satu barisan (single row). Namun, menurut
BBP2TP LITBANG (2015), Sistem pengaturan jarak tanam yang efektif
meningkatkan produksi tanaman yaitu sistem tanam baris rangkap (double row).
Sistem tanam double raw dirancang untuk memperbaiki lingkungan tumbuh
tanaman kedelai sehingga mampu berproduksi optimal. Sistem tanam double
row dalam pembuatan baris ganda pada pertanaman kedelai, yakni jarak antara
tanaman 160 cm dan 80 cm dan jarak didalam barisan sama yakni 80 cm.
Diantara barisan yang berukur 160 cm dapat ditanami komoditas lain seperti
umbi kayu untuk meningkatkan pendapatan petani. Penjarangan barisan ini
ditujukan agar tanaman lebih banyak mendapatkan sinar matahari untuk proses
fotosistesis sehingga meningkatkan produktivitas tanaman (BBP2TP LITBANG,
2015).

Anda mungkin juga menyukai