Anda di halaman 1dari 9

BAB I

BERITA

Kasus Pembakaran Pria Asal Bekasi Karena Dituduh Mencuri Amplifier


Musala

Warga Bekasi Muhammad Alzahra alias Zoya meninggal dunia di usia 30


tahun karena dihakimi massa. Tidak Cuma dihajar, Zoya juga dibakar massa di
Pasar Muara, Kabupaten Bekasi, Selasa sore, 1 Agustus 2017. Ia dibakar hidup-
hidup setelah dituduh mencuri amplifier musala.

Polda Metro Jaya telah menangkap dua terduga pelaku pembakaran hingga
tewas terhadap M Alzahra alias Zoya (30 tahun) di Kampung Muara Bakti, Desa
Muara Bakti, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Kedua pelaku
masing-masing berinisial NMH dan SH. Keduanya saat ini telah ditetapkan
sebagai tersangka dan ditahan di Markas Polres Metro Bekasi Kabupaten.Menurut
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Raden Prabowo Argo
Yuwono mengatakan dari kedua terduga pelaku ini akan dimintai keterangan lebih
lanjut mengenai pelaku lain dari kasus pembakaran Zoya.

Kronologis kasus pembakaran hidup-hidup pria asal Bekasi dengan inisial


MA ini dimulai ketika seorang marbot atau pengurus Musala Al Hidayah bernama
Rojali (41 tahun) yang merupakan saksi kunci dari kasus ini melihat MA keluar
masuk musala pada hari Selasa sekitar pukul 16.00 WIB atau usai waktu salat
Ashar tanpa menyapa atau memberi salam saat bertemu dengan dirinya. Padahal,
saat itu Rojali sedang membersihkan halaman musala.

Selesai mebersihkan halaman musala, kemudian Rojali mengecek


pengeras suara yang akan digunakan untuk acara haul nanti malam. Ketika dicoba
tidak ada suara dari pengeras suara atau toa yang berada di atas musala, saat dicek
kembali ternyata amplifier musala sudah menghilang dengan kondisi kabel
speaker yang terpotong. Setelah mengetahui amplifier musala menghilang, Rojali
mencurigai MA sebagai pelaku yang mencuri amplifier musala, karena pada saat
itu hanya ada dirinya dan MA saja di waktu dan di tempat tersebut.

Akhirnya Rojali memberitahukan kepada sejumlah pemuda setempat


untuk melakukan pencarian terhadap MA yang diduga sebagai pelaku pencuri
amplifier musala. Ia hanya menyebut MA mengendarai sepeda motor bebek merk
Revo warna merah. Selain itu, diperkirakan amplifier yang dibawa akan tampak
dari luar jika dibawa dengan sepeda motor. Ia bersama belasan pemuda dengan
mengendarai sekitar tujuh sepeda motor berpencar keliling desa untuk mencari
MA.

Tiba-tiba, di tengah perjalanan kembali ke musala, Rojali melihat sepeda


motor dan pengendara dengan ciri-ciri seperti yang ditemuinya di musala. Lantas,
ia berputar balik dan tancap gas mengejar sepeda motor diduga pelaku pencuri
amplifier musala tersebut. Begitu mendekat, Rojali memepet sepeda motor merah
tersebut seraya berteriak, "Hai, itu amplifier saya." Bukannya berhenti,
pengendara sepeda motor bebek warna merah itu justru berusaha melarikan diri
dengan memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Sejumlah warga dengan
sepeda motornya di tepi jalan melihat kejadian itu. Lantas, mereka ikut bergabung
melakukan pengejaran.

Kejar-kejaran dari sejumlah warga terhadap sepeda motor yang dikendarai


MA pun tak terelakkan. Pengejaran terjadi hingga 500 meter sebelum akhirnya
MA menghentikan laju sepeda motornya di tepi kali. Saat pengejaran itu, Rojali
mengaku sama sekali tidak pernah berteriak 'maling' kepada MA. Teriakan maling
justru diteriakan oleh sejumlah warga yang didominasi oleh anak-anak muda..

Di sanalah warga yang tidak terima akhirnya melakukan perbuatan main


hakim sendiri kepada Zoya. Rojali dan sebagian warga ada yang melerai
pengeroyokan tersebut namun karena kalah jumlah pengeroyokan pun tidak dapat
terelakkan. Tidak hanya dipukuli Zoya pun dibakar hidup-hidup sampai tewas
mengenaskan di lokasi pembakaran yang berjarak sekitar tiga kilometer dari
musala atau di sekitar Pasar Muara Bakti. Ada yang menyatakan bahwa Zoya
dibakar dikarenakan diteriaki begal oleh massa yang sudah kalap dan tidak
terkendali.

Hingga saat ini polisi masih mendalami kasus tersebut. Kepala Bidang
Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Raden Prabowo Argo Yuwono
mengatakan. "Masih dalam pendalaman penyidikan , berapa jumlah pelakunya.
Dari dua ini akan kami kembangkan, kira-kira siapa saja," kata Argo di Markas
Polda Metro Jaya, Senin, 7 Agustus 2017.
BAB II

PEMBAHASAN

Di Indonesia sendiri kasus persekusi atau yang lebih dikenal banyak orang
yaitu perlakuan semena-mena, intimidasi atau main hakim sendiri sudah
menyebar luas dan sudah tidak asing lagi didengar di telinga.Dimulai dari kasus
penganiyaan oleh individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lain,
khususnya hanya karena perbedaan suku, agama atau pandangan politik.

Menurut para pengamat, berdasar Indeks Persamaan Derajat dan Hak


Asasi Manusia, Indonesia sendiri menempati peringkat 113 di dunia. Artinya di
Indonesia sendiri penegakkan HAM serta kesadaran masyarakat akan pentingnya
HAM masih rendah. Otomatis kasus persekusi atau main hakim sendiri di
Indonesia sangat tinggi.

Kita sebagai warga negara Indonesia sendiri pasti sangat khawatir dan
gelisah dengan hal ini, karena semakin lama setiap kasus kejahatan yang terjadi
akan semakin brutal atau dalam bahasa modern yang dikenal itu bar-bar. Hal ini
membuat warga semakin cemas karena takut aparatur negara tidak mampu lagi
menindak atau menahan kejahatan-kejahatan yang terjadi di kemudian hari.

Negara-negara yang menganut sistem negara hukum termasuk Indonesia


tindakan main hakim sendiri tidak dibenarkan. Hal tersebut dikarenakan sudah ada
ketentuan-ketentuan yang mengatur setiap tingkah laku yang menyimpang dan
jika terjadi seuatu perbedaan pendapat dalam suatu kehidupan masyarakat.

Tindakan persekusi yang biasa terjadi di Indonesia adalah kasus provokasi


dari media sosial, biasanya berupa status atau tulisan-tulisan yang berisikan
gunjingan, cacian, dan intimidasi terhadap orang lain, kelompok, bahkan tokoh-
tokoh tertentu, selain itu penganiayaan terhadap para pelaku kriminalitas pun
dapat disebut persekusi. Bila dilihat dari aspek Pancasila kasus persekusi atau
main hakim sendiri ini sangat bertentangan sekali. Terutama pada sila ke-dua
yaitu “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Dengan sila kemanusiaan yang adil
dan beradab setiap manusia diakui dan harus diperlakukan sesuai dengan hak dan
kewajibannya tanpa membedakan asal-usul keturunan, suku, agama, dan status
sosial.

Atas landasan persamaan derajat, hak, dan kewajiban inilah diperlukan


adanya tindakan tegas oleh para penegak hukum terhadap mereka yang
melakukan penghakiman massa atau yang dikenal dengan persekusi. Disamping
itu kemudian para penegak hukum harus perlakukan seorang tersangka/terdakwa
dengan cara-cara yang sesuai prosedur hukum dan tidak boleh diperlakukan
dengan sikap dan cara yang sewenang-wenang.

 Pelanggaran Sila-Sila Pancasila yang Dilakukan dalam Kasus


Pembakaran Pria Asal Bekasi
 Pelanggaran pada sila pertama

Menurut pendapat saya kasus pembakaran hidup-hidup pria dengan inisial


MA tersebut telah melanggar sila Pancasila yang pertama yaitu “Ketuhanan yang
Maha Esa”. Karena manusia merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang
diciptakan untuk saling mengasihi dan menyangi satu sama lain, maka Dia lah
yang berhak untuk mencabut nyawa ciptaanya. Oleh karena itu bila dilihat secara
seksama baik warga yang memukuli maupun pelaku pembakaran MA, mereka
sudah melanggar norma-norma agamanya sendiri yang dibuat oleh Tuhannya dan
mereka pun tidak memikirkan akan kuasa Tuhan dan hukuman yang akan
diterimanya karena telah melanggar aturan yang tela dibuatnya.

 Pelanggaran pada sila ke-dua

Kasus Pembakaran pria asal Bekasi yang dituduh mencuri amplifier musala
ini sangat menyita perhatian masyarakat luas khususnya masyarakat Bekasi
sendiri. Kejadian ini membuktikan bahwa masyarakat Bekasi masih memiliki
kesadaran yang kurang akan Hak Asasi Manusia dan belum pahamnya akan nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila. Kasus ini memiliki banyak sekali
pelanggaran HAM yang tidak sesuai nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Terutama pelanggaran pada Sila ke-dua Pancasila yang berbunyi “Kemanusiaan
yang adil dan beradab”. Seperti yang kita tahu sila ke-2 ini mengharuskan kita
untuk menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan, sikap tidak semena-
mena kepada orang lain, mengakui persamaan derajat, hak dan kewajiban antar
sesama manusia. Tetapi hal tersebut justru diabaikan sehingga munculah kasus
pembakaran seperti ini yang mana memiliki banyak sekali pelanggaran pada sila
ke-dua ini.

Pelanggaran pada sila ke-dua yang pertama adalah menghilangkan hak


untuk hidup bagi seseorang. Dimana pelaku yang berinisial MA ini dipukuli oleh
warga setempat tanpa diberi ampun, dan warga sekitar yang memukulinya pun
tidak tahu menahu apa yang telah diperbuat oleh MA ini. Mereka memukuli MA
hanya dengan alasan bahwa dia adalah begal atau pencuri motor.

Pelanggaran yang selanjutnya adalah pelanggaran hak untuk tidak mendapat


perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat. Hal ini
terjadi saat pelaku dipukuli oleh warga dan dibakar tanpa rasa ampun. Padahal,
pelaku sudah meminta ampun kepada warga bahkan sempat bersujud di kaki
pengurus musala yang sempat melerai.

Pelanggaran lainnya adalah hak untuk memperoleh keadilan. Dimana pelaku


tersebut berhak untuk mendapatkan perlakuan atas perbuatan yang dilakukannya
secara wajar dan sesuai dengan prosedur hukum yang ada. Pelaku yang
seharusnya hanya mendapat hukuman kurungan penjara, pelaku malah dihakimi
oleh warga beramai-ramai bahkan sampai dibakar hidup-hidup tanpa ada belas
kasihan sedikit pun. Kegiatan menghakimi sendiri ini tentu melanggar hukum dan
hak asasi manusia.

"Proses peradilan singkat" yang dialami oleh setiap pelaku kriminalitas ini
justru yang membuat hukum di Indonesia menjadi lemah, bukan sebaliknya.
Akibatnya banyak masyarakat yang sudah tidak percaya lagi akan para penegak
hukum dan hal ini pula yang kemudian mendorong masyarakat untuk menempuh
caranya sendri untuk mendapatkan sebuah keadilan.

Tidak hanya menyulitkan pihak-pihak terkait untuk menelusuri jaringan


jaringan yang terkait, tetapi disatu sisi juga melemahkan hukum yang berlaku
sebagaimana mestinya. Semakin banyak tindakan "main hakim sendiri" itu terjadi,
maka semakin lemahlah penegakan hukum yang dijalankan di negara Indonesia.

Maka bisa kita katakan, aksi main hakim sendiri inilah yang melemahkan
sistem hukum yang berlaku dan sekaligus mencoreng keadilan yang dijunjung
tinggi oleh lembaga-lembaga penegak hukum terkait. Selain itu, pelanggaran yang
terjadi adalah pelanggaran atas rasa aman. Di mana dalam kasus ini menimbulkan
rasa takut dan khawatir yang dialami oleh warga. Berdasar pelanggaran-
pelanggaran tersebut selain tidak sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila sila ke-dua perlakuan tersebut juga telah melanggar undang-undang.

 Pemecahan Masalah dan Solusi

Alasan kasus pembakaran pria asal Bekasi dengan inisial MA yang dituduh
mencuri amplifier musala ini dapat terjadi karena :

1. Kurangnya penerapan serta pemahaman Pancasila dalam kehidupan


bermasyarakat.
2. Masyarakat tidak tahu menahu soal Hak Asasi Manusia sehingga mereka
langsung menuduh dan melakukan persekusi tanpa mendengar penjelasan
si korban.
3. Ada dendam warga sekitar, karena pernah mengalami hal serupa, dan ada
juga yang ikut melakukan akibat rasa empati pada korban lain. Rasa
empati itu berubah menjadi kebencian. Sehingga, saat ada pelaku
kejahatan tertangkap.Mereka langsung mengeksekusinya sendiri tanpa
memikirkan prosedur hukum yang berlaku di Indonesia.
4. Masyarakat tidak percaya atau tidak puas akan hasil hukum sehingga
mereka melakukan cara sendiri untuk membuat keadilan.
Solusi yang dapat diberikan pemerintah agar kasus pelanggaran Pancasila
seperti kejadian pembakaran ini tidak terulang kembali yaitu dengan melihat
semua masalah tersebut, sebaiknya langkah pertama yang dilakukan
pemerintah adalah lebih memberikan penyuluhan rutin tentang Pancasila
kepada masyarakat. Terutama ditekankan kepada nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila. Karena dewasa ini, nilai-nilai Pancasila yang ada di
masyarakat sudah mulai luntur mengingat Pancasila merupakan dasar negara
Indonesia. Selain dasar negara, Pancasila juga perlu dianggap sebagai
peninggalan kaum terdahulu dan harus dijaga baik secara simbolik maupun
dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila juga merupakan sebuah filosof yang
mana isi atau nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tidak semata-mata
dibuat begitu saja, melainkan dibuat dengan mempelajari sebuah isi atau
hakikat suatu fenomena atau Pancasila itu tumbuh dibalik sebuah realitas yang
sudah terjadi di masa-masa lampau, maka dari itu Pancasila berbeda dari
semua ilmu.

Jika kita sudah maksimal untuk menerapkan nilai-nilai yang terkandung


dalam Pancasila, maka kasus pembakaran seperti ini dapat dicegah karena kita
sudah bisa menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila untuk
menyelesaikan masalah tersebut.

Langkah kedua terpusat kepada pihak yang berwenang, dimana mereka


harus lebih sigap dalam mengawasi kriminalitas yang ada serta harus bisa
memberikan penyuluhan bagaimana prosedur hukum yang berlaku terhadap
seorang pelaku pencurian agar tidak terjadi main hakim sendiri.
BAB III

DAFTAR PUSTAKA

 https://www.kaskus.co.id/thread/5988c9e3dad77066768b4567/sejak-ma-
dibakar-marbot-tak-bisa-tidur-dia-bersujud-dan-minta-maaf-berulang-
ulang/

 https://www.merdeka.com/peristiwa/benang-merah-kasus-pencuri-
amplifier-musala-dibakar-warga.html

 https://megapolitan.kompas.com/read/2017/08/05/08333431/pria-yang-
dibakar-hidup-hidup-di-bekasi-benarkah-pencuri-

 https://www.rappler.com/indonesia/berita/177999-kronologi-pembakaran-
hidup-hidup-bekasi

Anda mungkin juga menyukai