NIM : P07224420039
Mahasiswa
Shinta Anggreani
NIM. PO 7224420039
Mengetahui,
Dosen Pembimbing Institusi Preceptor lahan
ii
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nim : P0 7224420039
Samarinda,
Mahasiswa
Shinta Anggreani
NIM. PO 7224420039
KATA PENGANTAR
iii
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
Asuhan Kebidanan pra nikah dengan obesitas di ruang poli Kebidanan.
Penyusunan laporan ini terwujud atas bimbingan, pengarahan dan bantuan dari
berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, dan pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
iv
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. semoga laporan
komprehensif ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Shinta Anggreani
DAFTAR ISI
v
Lembar Pengesahan.......................................................................................... ii
Pernyataan Keaslian Tulisan ............................................................................ iii
Kata Pengantar................................................................................................. iv
Daftar Isi........................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG......................................................................... 1
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum................................................................................. 4
2. Tujuan Khusus................................................................................ 4
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi jinak yang
akhir-akhir ini mendapat perhatian banyak ahli (Jumhur, 2011).
Endometriosis melibatkan sekitar 3-10 % dari semua perempuan di usia
reproduksi, 2-5 % dari perempuan pasca menopause, dan 25-80 % dari grup
infertil (Jahromi et al., 2015). Prevalensi penyakit ini juga belum diketahui
dengan pasti karena penegakan diagnosis pada penyakit ini masih
memerlukan pembuktian secara histopatologis yang didapat dari hasil
operasi. Berdasarkan prevalensi endometriosis di seluruh dunia, maka
diduga lebih dari 70 juta perempuan di dunia menderita endometriosis
(Anwar et al., 2015). Di Amerika Serikat diperkirakan 7 juta perempuan
menderita endometriosis. Dan pada negara-negara industri, endometriosis
merupakan salah satu penyebab ginekologi utama yang menyebabkan
masuk ke rumah sakit (Belleis et al., 2010).
Angka kejadian endometriosis di RS Dr. Cipto Mangunkusomo
selama periode 2000-2005 melalui Divisi Imunoendokrinologi Reproduksi
Departemen Obstetri dan Ginekologi FK UI/RSCM berkisar 68,47 % yang
datang berobat atas keinginan sendiri dan hanya ada 1 pasien yang
merupakan rujukan dari bidan (0,9 %). Rata-rata usia dalam penelitian ini
adalah 33,39 ± 6,40 tahun, dimana yang terbanyak adalah kelompok usia
30-34 tahun dengan jumlah 33 orang (29,72 %). Rata-rata usia menarche
dalam penelitian ini adalah 13,19 ± 1,87 tahun dengan usia menarche
terbanyak adalah 12 tahun dengan jumlah 36 orang (32,4 %) (Puspasari et
al., 2007). Salah satu faktor yang terkait erat untuk mencerminkan
endometriosis adalah peningkatan paparan menstruasi (yaitu proses
menarche yang lebih cepat, siklus menstruasi yang lebih pendek dan
nullipara) dan indeks massa tubuh yang rendah (Kvaskoff et al., 2015).
1
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Belleis et al. (2010) pada Juli
1999-Desember 2009 mendapatkan bahwa 56,5 % dari pasien endometriosis
yang diteliti adalah nullipara dan dari 387 pasien yang tersisa (43,4 %)
ditemukan 191 pasien yang hanya pernah hamil sekali (49,3 %). Wanita
yang mempunyai berat badan berlebih memiliki risiko yang lebih rendah
untuk menjadi endometriosis. Perempuan dengan indeks massa tubuh
meningkat memiliki siklus menstruasi yang lebih tidak teratur dan
peningkatan tingkat anovulasi infertilitas (Vigano et al., 2004). Penelitian
Vigano et al. (2012) mengidentifikasi 11 studi tentang hubungan antara
endometriosis dengan indeks massa tubuh (IMT) pada populasi orang
dewasa dan 5 studi pada asosiasi yang sama selama masa awal kehidupan.
Dari penelitian tersebut ditemukan korelasi terbalik yang rendah antara
endometriosis dengan IMT dewasa dan asosiasi yang lebih kuat secara
konsisten ditunjukkan antara endometriosis dengan ukuran tubuh pada masa
awal kehidupan.
Data litelatur menujukkan bahwa penggunaan kontrasepsi oral dapat
mengurangi risiko terjadinya endometriosis, tetapi jika perempuan tersebut
pernah menggunakan kontrasepsi oral dan telah menghentikan
penggunaannya > 2-4 tahun, maka risikonya akan meningkat 1,8 kali
(Puspasari et al., 2007). Modifikasi faktor risiko yang diidentifikasi dapat
membantu pencegahan primer dari endometriosis (Kvaskoff et al., 2015).
Temuan klinis endometriosis yang beragam ataupun asimtomatis
menyebabkan endometriosis sulit ditegakkan diagnosisnya hanya
berdasarkan gejala klinis saja karena gejala klinis yang dimiliki oleh
endometriosis juga dimiliki oleh penyakit lain. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Mishra et al. (2015) pada April 2012-Maret 2013 terhadap
180 pasien yang memiliki bukti laparaskopi endometriosis diperoleh 135
pasien (75,0 %) memiliki infertilitas primer dan 45 pasien (25,0 %)
memiliki infertilitas sekunder.
Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Oktarina et al.
(2014) yang melaporkan bahwa penyakit penyerta yang paling banyak
2
ditemukan pada perempuan infertil di Klinik Fertilitas Endonikronologi
Reproduksi RSMH Palembang periode September 2011- September 2013
adalah endometriosis dengan jumlah kasus sebanyak 24 orang (25,6 %). Hal
ini juga bisa dapat dilihat dari penelitian Thaharuddin (2015) yang
melaporkan bahwa keluhan infertilitas merupakan keluhan terbanyak kedua
yang dialami perempuan dengan endometriosis yaitu sebanyak 14 orang
(28,6%).
Dalam penelitian Mishra et al. (2015), selain dari infertilitas, keluhan
yang paling umum dari endometriosis adalah dismenore (42,22 %) diikuti
oleh menstruasi yang tidak teratur (17,77 %), menorrhagia (12,2 %),
dispareunia (9,4 %) dan nyeri panggul kronis (4,41 %). Namun, lebih dari
50 % dari kasus mengalami asimtomatis. Lokasi yang paling umum terkena
endometriosis adalah organ-organ pelvik (Jacoeb & Hadisaputra, 2009).
Berdasarkan pemeriksaan patologi pada penelitian Lee et al. (2015)
dilaporkan bahwa endometrioma ovarium merupakan jenis endometriosis
yang paling banyak ditemukan yaitu sebanyak 1.372 orang (96,4 %), diikuti
oleh endometriosis pada jaringan lunak sebanyak 39 orang (2,8 %),
endometriosis pada gastrointestinal sebanyak 4 orang (0,3 %), dan
endometriosis pada saluran kemih sebanyak 3 orang (0,2 %).
Endometriosis tidak dapat dikatakan sebagai kondisi premaligna,
tetapi data literatur memberi kesan bahwa endometriosis mempunyai
potensi untuk menjadi ganas (Nurchayo, 2010). Penelitian Buis et al. (2013)
menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara endometriosis yang
ada di ovarium maupun ekstra ovarium dengan peningkatan risiko kanker
ovarium dan Borderline Ovarian Tumors (BOT). Hasil penelitian ini
menyatakan terdapat 3-8 kali peningkatan risiko tumor ovarium yang
berhubungan dengan endometriosis. Insidensi endometriosis pada kanker
ovarium menurut penelitian Linde et al. (2015) adalah 5,4 %. Tingkat
rekurensi endometriosis setelah operasi konservatif yang telah diamati
adalah 40-50 % dalam 5 tahun pertama. Penggunaan kontrasepsi oral secara
terusmenerus dihubungkan dengan penurunan tingkat rekurensi dismenore,
3
pengurangan nyeri panggul non-spesifik, dan penurunan tingkat rekurensi
endometrioma.
Pemberian kontrasepsi oral secara terus menerus setelah operasi
endometriosis terlihat memberikan keuntungan yang signifikan
dibandingkan dengan rejimen siklik (Zorbas et al., 2015). Berdasarkan
keterangan di atas, banyak faktor yang menjadikan endometriosis penting
dalam ginekologi. Keterlambatan diagnosis pada endometriosis sering
terjadi karena gejala klinisnya tidak spesifik yang bisa mengakibatkan
timbulnya kemungkinan pasien endometriosis untuk mengalami infertilitas.
Rumah sakit dr Kanujoso Djatiwibowo termasuk rumah sakit rujukan
yang melayani kasus ginekologi. Selama tahun 2020 pengunjung dengan
kasus endometriosis mencapai 100 kasus, dimana 25 kasus mendapat tindak
lanjut untuk dirujuk ke RS Abdul Wahab Syahrani Samarinda. Sejak awal
Februari 2021 hingga Maret 2021 terdapat 10 kunjungan klien dengan
endometriosis, dengan data ini maka penulis tertarik untuk membahas
asuhan kebidanan pra konsepsi dengan endometriosis.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk menerapkan asuhan kebidanan pada pra konsepsi dengan
endometriosis di Rumah Sakit dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengumpulan data dasar secara subjektif dan
objektif pada kasus pra konsepsi dengan endometriosis.
b. Menginterpretasi data klien meliputi diagnosa, masalah, dan
kebutuhan kasus pra konsepsi dengan endometriosis.
c. Merumuskan diagnosa potensial dan antisipasi yang harus dilakukan
bidan dari kasus pra konsepsi dengan endometriosis.
d. Mengidentifikasi rencana tindakan segera untuk pra konsepsi dengan
endometriosis.
4
e. Menyusun rencana tindakan untuk kasus pra konsepsi dengan
endometriosis.
f. Melaksanakan tindakan terhadap kebidanan terkait dengan kasus pra
konsepsi dengan endometriosis.
g. Melakukan evaluasi keefektifan asuhan yang diberikan dan
memperbaiki tindakan yang dipandang perlu.
h. Mengetahui kesenjangan antara teori dan praktek pada asuhan
kebidanan pada pra konsepsi dengan endometriosis.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP TEORI
1. Pengertian
Endometriosis adalah kelainan jinak namun progresif yang ditandai
dengan ditemukannya kelenjar dan stroma endometrium di lokasi selain
endometrium (Smith, 2008). Endometriosis merupakan kelainan
ginekologi jinak yang sering diderita oleh perempuan usia reproduksi
yang ditandai dengan adanya glandula dan stroma endometrium di luar
letaknya yang normal. Endometriosis adalah penyakit yang
pertumbuhannya bergantung pada hormon estrogen (Anwar et al., 2011).
Endometriosis adalah kelainan ginekologis yang ditandai dengan
adanya pertumbuhan lapisan endometrium secara ektopik yang
ditemukan di luar uterus. Secara lebih spesifik lagi dijelaskan sebagai
suatu keadaan dengan jaringan yang mengandung unsur – unsur stroma
dan unsur granular endometrium khas terdapat secara abnormal pada
berbagai tempat di dalam rongga panggul atau daerah lain pada tubuh
(Berek, 2011).
Endometriosis adalah suatu kelainan di mana dijumpai adanya
kelenjar dan stroma endometrium di luar rongga uterus (Prawirohardjo,
2011). Lokalisasi sebaran endometrium dapat terjadi di ovarium (dalam
bentuk kista cokelat), peritoneum (sekitar uterus yang menyebabkan
infertilitas), septum rektovaginalis, umbilicus, appendiks, bekas luka
(episiotomy, laparotomi / seksio sesaria). (Manuaba, 2010).
Penentuan klasifikasi dan stadium endometriosis sangat penting
dilakukan untuk menerapkan cara pengobatan yang tepat dan untuk
evaluasi hasil pengobatan. Klasifikasi Endometriosis yang digunakan
saat ini adalah menurut American Society For Reproductive Medicine
6
yang telah di revisi pada tahun 1997 yang berbasis pada tipe, lokasi,
tampilan, kedalaman invasi lesi, penyebaran penyakit dan perlengketan.
Klasifikasi tersebut sebagai berikut :
a. Stadium I (minimal) 1–5
Implantasi terbatas dan tidak ada perlengketan.
b. Stadium II (ringan) 6–15
Implantasi superfisial berkelompok dengan luas kurang dari 5
cm, tersebar pada ovarium dan peritoneum. Tidak ada perlengketan
yang nyata.
c. Stadium III (sedang)16–40
Implantasi superfisial dan dalam jumlah yang multiple,
terdapat endometrioma ovarium yang besar. Terdapat perlengketan
yang yang hebat.
d. Stadium IV (berat)>40
Implantasi superfisial dan dalam yang multipel, terdapat
endometrioma ovarium yang besar. Terdapat perlengketan yang
yang hebat.
Endometriosis bisa terjadi di mana saja dalam pelvis dan pada
permukaan peritoneal di luar pelvis. Paling umum, endometriosis
ditemukan di daerah panggul. Ovarium, peritoneum di bagian panggul,
anterior dan posterior cul-de-sac, dan ligamen uterosakral sering terlibat.
Selain itu, septum rektovaginal, ureter, dan kandung kemih. Kista coklat
ovarium (endometrioma) adalah manifestasi umum dari endometriosis.
Endometriosis juga ditemukan di perikardium, bekas luka bedah, dan
pleura namun kasusnya jarang. Sebuah teori patologi mengungkapkan
bahwa endometriosis telah diidentifikasi pada semua organ kecuali limpa
(Hoffman et al., 2012).
7
2. Fisiologi
Penyebab terjadinya endometriosis sampai saat ini masih belum
diketahui secara pasti. Namun, beberapa teori telah dikemukakan dan
dipercaya sebagai mekanisme dasar endometriosis. Beberapa teori
tersebut antara lain :
a. Teori Menstruasi Retrograde
Teori ini dikemukakan oleh Sampson pada tahun 1927, di
mana terjadi refluks (darah menstruasi mengalir balik) melalui
saluran tuba ke dalam rongga pelvis. Darah yang berbalik ke rongga
peritoneum diketahui mampu berimplantasi pada permukaan
peritoneum dan merangsang metaplasia peritoneum yang kemudian
akan merangsang angiogenesis. Saat ini, teori ini tidak lagi menjadi
8
teori utama, karena teori ini tidak dapat menjelaskan keadaan
endometriosis di luar pelvis.
b. Teori Imunologik dan Genetik
Gangguan pada imunitas terjadi pada wanita yang menderita
endometriosis. Endometriosisowski mendapatkan adanya kegagalan
dalam sistem pengumpulan dan pembuangan zat-zat sisa saat
menstruasi oleh makrofag dan fungsi sel NK yang menurun pada
endometriosis.
c. Teori Metaplasia
Teori
metaplasia ini dikemukakan oleh Robert Meyer yang
menyatakan bahwa endometriosis terjadi karena rangsangan pada
sel-sel epitel yang berasal dari sel epitel selomik pluripoten dapat
mempertahankan hidupnya di daerah pelvis, sehingga terbentuk
jaringan endometriosis. Teori ini didukung oleh penelitian yang
dapat menerangkan terjadinya pertumbuhan endometriosis di toraks,
umbilikus dan vulva.
d. Teori Emboli Limfatik dan Vascular
Teori ini dapat menjelaskan mekanisme terjadinya
endometriosis di daerah luar pelvis. Daerah retroperitoneal memiliki
banyak sirkulasi limfatik. Suatu penelitian menunjukkan bahwa pada
29% wanita yang menderita endometriosis ditemukan nodul limfa
pada pelvis. Hal ini dapat menjadi salah satu dasar teori akan
endometriosis yang terjadi di luar pelvis, contohnya di paru
(Berek,2011).
3. Patofisiologi
Ada beberapa teori yang menjelaskan patofisiologi terjadinya
endometriosis antara lain (Prawirohardjo, 2011) :
a. Teori refluks haid dan implantasi sel endometrium di dalam rongga
peritoneum. Hal ini pertama kali diterapkan oleh John Sampson
(1921). Teori ini dibuktikan dengan ditemukan adanya darah haid
9
dalam rongga peritoneum pada waktu haid dengan laparoskopi, dan
sel endometrium yang ada dalam haid itu dapat dikultur dan dapat
hidup menempel dan tumbuh berkembang pada sel mesotel
peritoneum.
b. Teori koelemik metaplasia, dimana akibat stimulus tertentu terutama
hormon, sel mesotel dapat mengalami perubahan menjadi sel
endometrium ektopik. Teori ini terbukti dengan ditemukannya
endometriosis pada perempuan pramenarke dan pada daerah yang
tidak berhubungan langsung dengan refluks haid seperti di rongga
paru. Disamping itu, endometrium eutopik dan ektopik adalah dua
bentuk yang jelas berbeda, baik secara morfologi maupun
fungsional.
c. Penyebaran melalui aliran darah (hematogen) dan limfogen.
d. Pengaruh genetik. Pola penurunan penyakit endometriosis terlihat
berperan secara genetik. Risiko menjadi 7 kali lebih besar bila
ditemukan endometriosis pada ibu atau saudara kandung.
e. Patoimunologi yaitu reaksi abnormal imunologi yang tidak berusaha
membersihkan refluks haid dalam rongga peritoneum, malah
memfasilitasi terjadinya endometriosis. Apoptosis sel-sel
endometriosis ektopik menurun. Pada endometriosis ditemukan
adanya peningkatan jumlah makrofag dan monosit di dalam cairan
peritoneum, yang teraktivasi menghasilkan faktor pertumbuhan dan
sitokin yang merangsang tumbuhnya endometrium ektopik.
Dijumpai adanya peningkatan aktivitas aromatase intrinsik pada sel
endometrium ektopik menghasilkan estrogen lokal yang berlebihan,
sedangkan respons sel endometrium ektopik terhadap progesteron
menurun. Peningkatan sekresi molekul neurogenik seperti nerve
growth factor dan reseptornya yang merangsang tumbuhnya syaraf
sensoris pada endometrium. Peningkatan interleukin-1 (IL-1) dapat
meningkatkan perkembangan endometriosis dan merangsang
pelepasan faktor angiogenik (VEGF), interleukin-6, interleukin-8
10
dan merangsang pelepasan intercelular adhesion melucule-1 (ICAM-
1) yang membantu sel endometrium yang refluks ke dalam rongga
peritoneum terlepas dari pengawasan imunologis. Interleukin-8
merupakan suatu sitokin angiogenik yang kuat. Interleukin-8
merangsang perlekatan sel stroma endometrium ke protein matrix
exracelular, meningkatkan aktivitas matrix metaproteinase yang
membantu implantasi dan pertumbuhan endometrium ektopik.
11
4. Komplikasi
Komplikasi dari endometriosis adalah: Endocrinopathy (mungkin
menyebabkan infertilitas), rupturnya kista coklat, infeksi kista coklat,
gambaran obstruksi (obstruksi saluran cerna, obstruksi
ureter→hidroureter→ hidronefrosis→ infeksi ginjal), dan keganasan
(jarang terjadi, salah satu yang tersering adalah menjadi
adenoacanthoma) (Konar, 2013).
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Ultrasonografi (USG)
USG hanya dapat digunakan untuk mendiagnosis
endometriosis (kista endometriosis) > 1cm, tidak dapat digunakan
untuk melihat bintik-bintik endometriosis ataupun perlengketan.
Dengan menggunakan USG transvaginal kita dapat melihat gambaran
karakteristik kista endometriosis dengan bentuk kista dan adanya
interval eko di dalam kista.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI tidak menawarkan pemeriksaan yang lebih superior
dibandingkan dengan USG. MRI dapat digunakan untuk melihat
kista, massa ekstraperitoneal, adanya invasi ke usus dan septum
rektovaginal.
c. Pemeriksaan Serum CA 125
Serum CA 125 adalah petanda tumor yang sering digunakan
pada kanker ovarium. Pada endometriosis juga terjadi peningkatan
kadar CA 125. Namun, pemeriksaan ini mempunyai nilai sensitifitas
yang rendah. Kadar CA 125 juga meningkat pada keadaan infeksi
radang panggul, mioma, dan trimester awal kehamilan. CA 125 dapat
digunakan sebagai monitor prognostik pascaoperatif endometriosis
bila nilainya tinggi berarti prognostik kekambuhannya tinggi. Bila
didapati CA 125 > 65 mIU/ml pra operatif menunjukkan derajat
beratnya endometriosis.
12
d. Bedah Laparoskopi
Laparoskopi merupakan alat diagnostik baku emas (gold
standard) untuk mendiagnosis endometriosis. Lesi aktif yang baru
berwarna merah terang, sedangkan lesi yang sudah lama berwarna
merah kehitaman. Lesi nonaktif terlihat berwarna putih dengan
jaringan parut. Pada endometriosis yang tumbuh di ovarium dapat
terbentuk kista yang disebut endometrioma. Biasanya isinya
berwarna cokelat kehitaman sehinggga juga diberi nama kista
cokelat. Sering endometriosis ditemukan pada laparoskopik
diagnostik, tetapi pasien tidak mengeluh.
e. Pemeriksaan Patologi Anatomi
Pemeriksaan pasti dari lesi endometriosis adalah didapatkan
adanya kelenjar dan stroma endometrium (Prawirohardjo, 2011).
13
2) Pemeriksaan panggul: Pada pemeriksaan bimanual mungkin
tidak ditemukan kelainan patologi apapun. Temuan positif yang
diharapkan dari endometriosis adalah nyeri tekan panggul, nodul
di kantong Douglas, terasa nodular pada ligamen uterosakral,
uterus yang retroversi atau ditemukannya massa adneksal
unilateral atau bilateral dengan berbagai ukuran (Konar, 2013).
3) Pemeriksaan spekulum dapat menunjukkan bintik kebiruan pada
forniks posterior. Pemeriksaan rektal atau rektovaginal sering
membantu untuk mengkonfirmasi temuan (Konar, 2013).
7. Penatalaksanaan
a. Penanganan Medis
Pengobatan endometriosis sulit mengalami penyembuhan
karena adanya risiko kekambuhan. Tujuan pengobatan endometriosis
lebih disebabkan oleh akibat endometriosis itu seperti nyeri panggul
dan infertilitas. Pengobatan endometriosis diantaranya ialah :
1) Pengobatan Simtomatik
Pengobatan dengan memberikan antinyeri seperti
paracetamol 500 mg 3 kali sehari, Non Steroidal Anti
Imflammatory Drugs (NSAID) seperti ibuprofen 400 mg tiga kali
sehari, asam mefenamat 500 mg tiga kali sehari. Tramadol,
parasetamol dengan codein, Gamma Amino Butiric Acid (GABA)
inhibitor seperti gabapentin.
2) Kontrasepsi Oral
Penanganan terhadap endometriosis dengan pemberian pil
kontrasepsi dosis rendah. Kombinasi monofasik (sekali sehari
selama 6–12 bulan) merupakan pilihan pertama yang sering
dilakukan untuk menimbulkan kondisi kehamilan palsu dengan
timbulnya amenorea dan desidualisasi jaringan endometrium.
Kombinasi pil kontrasepsi apa pun dalam dosis rendah yang
mengandung 30–35 μg etinilestradiol yang digunakan secara
14
terus- menerus bisa menjadi efektif terhadap penanganan
endometriosis. Tujuan pengobatan itu sendiri adalah induksi
amenorea, Dengan pemberian berlanjut selama 6–12 bulan.
Membaiknya gejala dismenorea dan nyeri panggul dirasakan oleh
60–95% pasien. Tingkat kambuh pada tahun pertama terjadi
sekitar 17–18%. Kontrasepsi oral merupakan pengobatan dengan
biaya lebih rendah dibandingkan dengan lainnya dan bisa sangat
membantu terhadap penanganan endometriosis jangka pendek,
dengan potensi keuntungan yang bisa dirasakan dalam jangka
panjang.
3) Progestin
Progestin memungkinkan efek antiendometriosis dengan
menyebabkan desidualisasi awal pada jaringan endometrium dan
diikuti dengan atrofi. Progestin bisa di anggap sebagai pilihan
utama terhadap penanganan endometriosis karena efektif
mengurangi rasa sakit seperti danazol, lebih murah tetapi
mempunyai efek samping lebih ringan daripada danazol. Hasil
dari pengobatan telah dievaluasi pada 3–6 bulan setelah terapi.
Medroxyprogesterone Acetate (MPA) adalah hal yang paling
sering diteliti dan sangat efektif dalam meringankan rasa nyeri.
Dimulai dengan dosis 30 mg per hari dan kemudian
ditingkatkan sesuai dengan respons klinis dan pola perdarahan.
MPA 150 mg yang diberikan intramuskuler setiap 3 bulan, juga
efektif terhadap penanganan rasa nyeri pada endometriosis.
Pemberian suntikan progesteron depot seperti suntikan KB dapat
membantu mengurangi gejala nyeri dan perdarahan. Efek
samping progestin adalah peningkatan berat badan, perdarahan
lecut, dan nausea. Pilihan lain dengan menggunakan alat
kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) yang mengandung
progesteron, levonorgestrel dengan efek timbulnya amenorea
dapat digunakan untuk pengobatan endometriosis.
15
Strategi pengobatan lain meliputi didrogestron (20–30 mg
perhari baik itu terus-menerus maupun pada hari ke 5–25) dan
linestrenol 10 mg per hari. Efek samping progestin meliputi
nausea, bertambahnya berat badan, depresi, nyeri payudara, dan
perdarahan lecut.
4) Danazol
Danazol suatu turunan 17 alpha ethinyltestosteron yang
menyebabkan level androgen dalam jumlah yang tinggi dan
estrogen dalam jumlah yang rendah sehingga menekan
berkembangnya endometriosis dan timbul amenorea yang
diproduksi untuk mencegah implant baru pada uterus sampai ke
rongga peritoneal. Cara praktis penggunaan danazol adalah
memulai perawatan dengan 400–800 mg per hari, dapat dimulai
dengan memberikan 200 mg dua kali sehari selama 6 bulan. Dosis
dapat ditingkatkan bila perlu unuk mencapai amenorea dan
menghilangkan gejala-gejala.
Tingkat kambuh pada endometriosis terjadi kira-kira 5–20%
per tahun sampai ke tingkat kumulatif yaitu 40% setelah 5 tahun.
Efek samping yang paling umum adalah peningkatan berta badan,
akne, hirsutisme, vaginitas atrofik, kelelahan, pengecilan
payudara, gangguan emosi, peningkatan kadar Low-Density
Lipoprotein (LDL) kolesterol, dan kolesterol total.
5) Gestrinon
Gestrinon adalah 19 nortesteron termasuk androgen,
antiprogestagenik, dan antigonadotropik. Gestrinon bekerja
sentral dan perifer untuk meningkatkan kadar testosterone dan
mengurangi kadar Sex Hormon Binding Globuline (SHGB),
menrunkan nilai serum estradiol ke tingkat folikular awal
(antiestrogenik), mengurangi kadar Luteinizing Hormone (LH),
dan menghalangi lonjakan LH. Amenorea sendiri terjadi pada 50–
100% perempuan. Gestrinon diberikan dengan dosis 2,5–10 mg,
16
dua sampai tiga kali seminggu, selama enam bulan. Efek
sampingnya sama dengan danazol tapi lebih jarang.
6) Gonadotropin Releasing Hormone Agonist (GnRHA)
GnRHa menyebabkan sekresi terus menerus Follicle
Stimulating Hormone (FSH) dan LH sehingga hipofisa
mengalami disensitisasi dengan menurunnya sekresi FSH dan LH
mencapai keadaan hipogonadotropik hipogonadisme, dimana
ovarium tidak aktif sehingga tidak terjadi siklus haid. GnRHa
dapat diberikan subkutan, intranasal. Biasanya dalam bentuk
depot satu bulan ataupun depot tiga bulan. Efek samping antara
lain, rasa semburan panas, vagina kering, kelelahan, sakit kepala,
pengurangan libido, depresi, atau penurunan densitas tulang.
Berbagai jenis GnRHa antara lain leuprolide, busereline, dan
gosereline.
Untuk mengurangi efek samping dapat disertai dengan
terapi add back dengan estrogen dan progesteron alamiah. GnRHa
diberikan selama 6–12 bulan.
7) Aromatase Inhibitor
Fungsinya menghambat perubahan C19 androgen menjadi
C18 estrogen. Aromatase P450 banyak ditemukan pada
perempuan dengan gangguan organ reproduksi seperti
endometriosis, adenomiosis, dan mioma uteri.
b. Penanganan Pembedahan
Pembedahan pada endometriosis adalah untuk menangani efek
endometriosis itu sendiri, yaitu nyeri panggul, sub fertilitas, dan kista.
Pembedahan bertujuan menghilangkan gejala, meningkatkan
kesuburan, menghilangkan bintik-bintik dan kista endometriosis, serta
menahan laju kekambuhan.
c. Penanganan Pembedahan Konservatif
Pembedahan ini bertujuan untuk mengangkat semua sarang
endometriosis dan melepaskan perlengkatan dan memperbaiki
17
kembali struktur anatomi reproduksi. Sarang endometriosis
dibersihkan dengan eksisi, ablasi kauter, ataupun laser. Sementara itu
kista endometriosis < 3 cm di drainase dan di kauter dinding kista,
kista > 3 cm dilakukan kistektomi dengan meninggalkan jaringan
ovarium yang sehat. Penanganan pembedahan dapat dilakukan secara
laparotomi ataupun laparoskopi. Penanganan dengan laparoskopi
menawarkan keuntungan lama rawatan yang pendek, nyeri pasca
operatif minimal, lebih sedikit perlengkatan, visualisasi operatif yang
lebih baik terhadap bitnik–bitnik endometriosis.
Penanganan konservatif ini menjadi pilihan pada perempuan
yang masih muda, menginginkan keturunan, memerlukan hormon
reproduksi, mengingat endometriosis ini merupakan suatu penyakit
yang lambat progresif, tidak cenderung ganas, dan akan regresi bila
menopause.
d. Penanganan Pembedahan Radikal
Dilakukan dengan histerektomi dan bilateral salfingo
oovorektomi. Ditujukan pada perempuan yang mengalami
penanganan medis ataupun bedah konservatif gagal dan tidak
membutuhkan fungsi reproduksi. Setelah pembedahan radikal
diberikan terapi substitusi hormon.
18
B. KONSEP MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN 7 LANGKAH
VARNEY
I. PENGKAJIAN
Pada langkah pengkajian, dilakukan dengan mengumpulkan semua
informasi yang lengkap dan akurat dari semua sumber yang berkaitan
dengan keadaan klien.
Tanggal Pengkajian :
Waktu Pengkajian :
Nama Pengkaji :
Tempat :
Data Subyektif
1) Identitas
Nama :
Agama :
Suku/bangsa :
Pendidikan :
Pekerjaan :
19
Alamat :
No. Register :
b. Keluhan utama
Keluhan utama ibu seorang penderita endometriosis.
5) Riwayat Menstruasi
a. Menarche
20
Perdarahan (menstruasi) yang terjadi untuk pertama kali disebut
menarche, pada umur 12-13 tahun, Menarche lebih dini meningkatkan
endometriosis (Manuaba, 2012).
Haid pertama kali yang dialami seorang perempuan disebut
menarche, yang pada umumnya terjadi pada usia sekitar 14 tahun
(Prawirohardjo, 2014).
b. Siklus haid
Siklus menstruasi adalah jarak antara menstruasi yang dialami
dengan menstruasi berikutnya, tidak kurang dari 24 tapi tidak melebihi
35 hari. Pada usia 25 tahun > 40% perempuan mempunyai panjang
siklus berkisar 25-28 hari, usia 25-35 tahun > 60% siklusnya 28 hari.
Kurang dari 1% perempuan mempunyai siklus haid teratur dengan
panjang siklus < 21 hari atau > 35 hari. Hanya sekitar 20% perempuan
mempunyai siklus haid yang tidak teratur (Prawirohardjo, 2014).
c. Volume darah haid
Volume darah normal adalah tidak melebihi 80 ml dan ganti
pembalut 2-6 kali per hari (Prawirohardjo, 2014).
d. Lama haid
Lama haid 3-7 hari (Prawirohardjo, 2014). durasi aliran
menstruasi yang lama dapat memicu terjadinya endometriosis
(Vercellini et al., 2014).
e. Ciri/sifat darah haid
Ciri darah haid normal adalah tanpa bekuan darah.Bila
perdarahan disertai gumpalan darah menunjukkan terjadi perdarahan
banyak merupakan keadaan abnormal pada menstruasi (Manuaba,
2012).
6) Riwayat Obstetri
21
Sua BB/ Abnorm Lakta
Anak UK Peny Jenis Pnlg Tmpt Peny JK H M peny
mi PB alitas si
7) Riwayat Kontrasepsi
Riwayat penggunaan kontrasepsi, meliputi jenis kontrasepsi yang
pernah digunakan, lama pemakaian dan jarak antara pemakaian terakhir
dengan kehamilan.
Pola Keterangan
Nutrisi Pola ini meliputi pengaturan jadwal bagi penderita endometriosis yang
biasanya adalah 6 kali makan per hari yang dibagi menjadi 3 kali
makan besar dan 3 kali makan selingan. Apabila pola makan yang tidak
baik seperti yang dianjurkan, maka berisiko obesitas (Bistara,2018).
Eliminasi Keluhan yang sering muncul berkaitan dengan eliminasi adalah konstipasi
dan sering buang air kemih yang disertai nyeri. Ini menandakan adanya
infeksi pada saluran urogenital.
Istirahat mengorok, sering terbangun pada saat tidur di malam hari, nyeri
panggul, dan sebagainya.
Aktivitas Aktivitas fisik yang cukup dan latihan olah raga secara teratur dapat
menghindari kegemukan ( Hanifah,2018).
Personal Kebersihan tubuh perlu diperhatikan karena dengan perubahan sistem
Hygiene metabolisme mengakibatkan peningkatan pengeluaran keringat.
Kebiasaan yang Merokok :. Rokok adalah stimulan yang tidak hanya menyebabkan
dapat ketegangan dalam system saraf. Yang mengakibatkan stress.
mempengaruhi
kesehatan
22
Pola Seksual Penurunan fungsi seksual seiring dengan meningkatnya nilai Indeks
karena perubahan hormonal dalam tubuh seseorang dengan obesitas
(Tatiana,2015).
b. Sosial
Perubahan pengetahuan, sikap, gaya hidup dan faktor
peningkatan pendapatan mampu mempengaruhi perubahan dalam
pemilihan jenis makanan dan jumlah yang dikonsumsi. (Syarif,
2002).
Perempuan dengan status sosial yang lebih tinggi mungkin
berisiko tinggi menderita endometriosis. Layanan perawatan
kesehatan superior yang diterima oleh perempuan golongan ini
memberi mereka kesempatan lebih besar untuk didiagnosis
endometriosis sehingga menyebabkan laporan angka kejadian
endometriosis pada golongan ini menjadi lebih tinggi (Bijlani &
Sonawane, 2012).
Riwayat pernikahan: pernikahan ke berapa, lama menikah,
status pernikahan sah/tidak akan memberi dampak bagi ibu terhadap.
kesiapan dirinya dalam menghadapi kehamilan dan persalinan dan
bagaimana penerimaan keluarga terhadap kehamilannya
23
c. Kultural
Adakah adat istiadat yang mengatakan bahwa endometriosis
sebuah ketidak abnormalan, ancaman, tantangan ataupun lainnya.
d. Spiritual
Data Obyektif
a. Pemeriksaan Umum
1) Kesadaran :
Compos Mentis adalah keadaan sadar sepenuhnya dengan
memberikan respon yang cukup terhadap stimulus yang diberikan.
2) Tanda vital :
Tekanan Darah : 100/70-120/70 mmhg
Nadi : 80-100 kali permenit
Suhu Tubuh : 360C-37,50C
Pernapasan : 16-20 kali permenit
3) Antropometri :
Tinggi Badan :
BB saat ini : Obesitas merupakan faktor risiko dari
endometriosis wanita yang mengalami obesitas, jaringan perifernya
dapat meningkatkan jumlah estradiol yang beredar di darah secara
signifikan dalam klinis Bouzari et al. (2016).
Lingkar pinggang : Lingkar pinggang obesitas akan mempengaruhi
atau memperburuk kadar gula darah didalam
tubuhnya (Hasanah,2018).
status gizi mempengaruhi kejadian endometriosis.
24
IMT : Semakin tinggi kategori IMT (Underweight,
Normal, Overweight, Obesitas) maka semakin
tinggi pula resiko terjadinya endometriosis.
1. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Kepala : Kulit kepala dalam keadaan bersih, rambut tidak
mengalami kerontokan dan kulit kepala tidak
berketombe.
Wajah : Tidak pucat karena jika mengalami pucat
merupakan gejala anemia
Mata : Bentuk mata simetris, konjungtiva berwarna merah
muda, sklera berwarna putih atau tidak berwarna
kuning (ikterus). Ada tidaknya Papiledema, paralisis
n. VI kranialis
Hidung : Bentuk hidung simetris, hidung dalam keadaan
bersih, tidak terdapat sekret dan polip dalam rongga
hidung.
Mulut : Bentuk mulut simetris, keadaan bibir tidak kering,
tidak terdapat stomatitis, tidak terdapat karies pada
gigi dan gigi palsu.Tenggorokkan tampak Hipertrofi
tonsil.
Telinga : Ukuran telinga dalam keadaan simetris, posisi
telinga dalam keadaan simetris dan bentuk telinga
dalam keadaan simetris dan tidak terdapat cairan
yang keluar dari telinga.
Leher : Bentuk leher simetris.
Dada : Dada simetris.
Payudara : Puting susu menonjol.
Abdomen : Tampak pembesaran atau tidak, dan ada tidaknya
hepatomegali.
Genetalia : Vulva dalam keadaan bersih
25
b. Palpasi
Kepala : Tidak ada benjolan, tidak terdapat lesi dan tidak
terdapa nyeri tekan pada kepala.
Leher : Tidak terdapat pembesaran yang tidak nomal pada
kelenjar tiroid, tidak ada bendungan vena jugularis.
Payudara : Pada palpasi, payudara seharusnya lobular, bahkan
nodular bila jaringan payudara hipertrofi (Willms,
2010).
Abdomen : Tidak teraba massa dan tidak ada nyeri tekan
c. Auskultasi
Dada : bronchial, suara terndengar keras, nyaring, dengan
hembusan yang lembut, terdengar diatas trakea atau
daerah lekuk suprasternal. Bronkovesikular, suara
terdengar nyaring dengan intensitas sedang. Inspirasi
sama panjang dengan ekspirasi, terdengar di daerah
dada dimana bronkus tertutup oleh dinding
dada.Vesicular, terdengar lembut dan halus inspirasi
lebih panjang dari ekspirasi (Somantri, 2011).
d. Perkusi
Dada : Umumnya bersuara resonan dan dullness. Karena
suara resonan dihasilkan oleh jaringan paru-paru
yang normalnya bergaung dan bernada rendah dan
suara dullness dihasilkan oleh di bagian atas jantung
dan paru-paru (Soemantri, 2011).
26
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Ultrasonografi (USG)
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
c. Pemeriksaan Serum CA 125
d. Bedah Laparoskopi
e. Pemeriksaan Patologi Anatomi
27
IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN TINDAKAN SEGERA
Langkah ini mencakup rumusan tindakan emergensi/darurat yang
harus dilakukan untuk menyelamatkan remaja.rumusan ini mencakup
tindakan segera yang bisa dilakukan secara mandiri, kolaborasi, atau
bersifat rujukan.
28
nutrisi, seperti jumlah kalori, protein, zat besi, asam folat dan vitamin
C (Varney, 2008).
VI. IMPELEMENTASI
Pelaksanaan dilakukan dengan efisien dan aman sesuai dengan rencana
asuhan yang telah disusun. Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh
bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan
lainnya.
VII.EVALUASI
29
BAB III
TINJAUAN KASUS
No Register : 00408705
S:
1. Identitas
Nama Klien : Ny. R.D.A Nama Suami : Tn. B
Umur : 34 tahun Umur : 37 tahun
Suku : Mandar Suku : Bugis
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : Diploma 3 Analis Pendidikan : S1 Ekonomi
Pekerjaan : Analis Pekerjaan : BUMN
Alamat : Sepinggan Raya
30
3. Riwayat Kesehatan Klien
a. Riwayat Kesehatan yang Lalu
Klien tidak memiliki penyakit kelainan reproduksi, penyakit
kardiovaskuler, penyakit darah, penyakit saluran pencernaan, penyakit
hati, penyakit ginjal dan saluran kencing, penyakit saraf, penyakit
jiwa, penyakit sistem imunologi, penyakit infeksi dan penyakit
menular seksual. Klien dinyatakan endometriosis sejak tahun 2014.
5. Riwayat Menstruasi
Klien mengatakan pertama kali menstruasi (menarche) pada usia
10 tahun, siklus menstruasi teratur 28 hari, lama menstruasi ± 7 hari,
ganti pembalut sebanyak 3 kali sehari, warna darah merah encer
kadang disertai gumpalan. HPHT = 12-02-2021.
Lima tahun terakhir klien mengalami dismenorea.
31
7. Riwayat KB
Klien tidak pernah memakai jenis alat kontrasepsi apapun.
32
Ini pernikahan pertama, dimana menikah tahun 2009. Dan
saat ini usia pernikahan 12 tahun. Status perkawinan sah.
c. Kultural : Tidak ada kebudayaan maupun kebiasaan khusus yang
dapat mempengaruhi kesehatan klien.
d. Spiritual : Tidak ada kegiatan keagamaan maupun kebiasaan
khusus yang dapat mempengaruhi kesehatan klien.
O :
1. Pemeriksaan Umum
Kesadaran : compos mentis
Tanda – Tanda Vital :
Tekanan Darah : 138/86 mmHg
Nadi : 84 kali / menit
Suhu : 36,8oC
Pernafasan : 19 kali / menit
Antropometri :
Berat Badan saat ini : 70 kg
Tinggi Badan : 156 cm.
BB 70
IMT : 2= = 28,65
T B 156❑2
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala : simetris, tidak ada lesi, warna rambut hitam, distribusi
rambut merata, kebersihan rambut baik, tidak terdapat
nyeri tekan, dan benjolan abnormal.
Wajah : simetris, bentuk wajah oval, tidak pucat, tidak teraba
oedema, pipi tampak tembem.
Mata : simetris, konjungtiva berwarna merah muda, sklera
berwarna putih, tidak terdapat pengeluaran kotoran,
palpebra tidak oedema
33
Hidung : simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung,
kebersihan cukup, tidak ada polip
Mulut : bibir lembab, tidak pucat, tidak ada stomatitis, tidak
terdapat caries dentis, gigi geraham lengkap, lidah
tremor, tidak terdapat pembengkakan pada tonsil, tidak
ada tanda peradangan.
Telinga : simetris, tidak ada pengeluaran cairan atau serumen
berlebihan
Leher : tidak terdapat pemebesaran kelenjar limfe, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada bendungan pada
vena jugularis, terdapat bekas luka pemasangan
trakeostomi.
Dada : simetris, tidak terdapat retraksi dinding dada saat klien
bernafas, suara nafas terdengar vesikuler, tidak
terdengar suara nafas tambahan seperti bronchi,
wheezing, ronchi, BJ I dan BJ II teratur yaitu lup dan
dup.
Payudara : tidak teraba benjolan abnormal pada payudara, tidak
teraba pembesaran kelenjar limfe.
Abdomen : tampak lipatan lemak, tidak terdapat luka bekas operasi,
bising usus 9x/menit, kandung kemih kosong.
Genitalia : vulva tidak oedema, tidak ada varices, tampak
pengeluaran darah berwarna merah kecoklatan(flek-
flek).
Anus : tidak terdapat hemoroid.
Ekstremitas :
Atas : turgor kulit baik, capillary refill time kembali <2 detik,
Refleks bisep (+), refleks trisep (+).
34
LANGKAH II
INTERPRESTASI DATA DASAR
Diagnosa Dasar
Pra konsepsi usia 34 S=Klien mengatakan ingin melakukan
tahun dengan pemeriksaan persiapan kehamilan dimana klien
endometriosis dan ingin hamil namun khawatir karena penyakit
obesitas tingkat I yang diderita.
Menarchre usia 10 tahun, Setiap bulan haid
selama 7 hari, dalam sehari 3 kali ganti
pembalut
Makan 3-4 kali/hari dengan porsi makan nasi
seporsi lebih, lauk pauk 2 potong, sayur dan
buah pisang, air putih ±7-8 gelas/hari. Tidak ada
keluhan dalam pemenuhan nutrisi klien. Nafsu
makan baik. Makan makanan ringan di sela- sela
kesibukan. Konsumsi makanan tanpa bumbu
penyedap rasa.
Jarang olahraga
Klien merupakan anak tunggal
Ini pernikahan pertama, dengan usia pernikahan
12 tahun
O= KU = Baik Kes = CM
TD = 138/86 mmHg, Nadi = 84 x/menit Suhu =
36,8 0C, Pernafasan 19 x/ menit BB saat ini 70
kg, TB = 156 Cm, IMT= 28,65
Palpasi = teraba lipatan lemak di abdomen.
35
Masalah Dasar
- -
Kebutuhan Dasar
KIE tentang Pengetahuan klien mengenai kehamilan dengan
persiapan kehamilan endometriosis
LANGKAH III
MENGIDENTIFIKASI DIAGNOSA ATAU MASALAH POTENSIAL
Infertilitas.
LANGKAH IV
MENETAPKAN KEBUTUHAN TERHADAP TINDAKAN SEGERA
a. Mandiri : Tidak ada
b. Kolaborasi : Dengan dokter spesialis penyakit dalam dan dokter spesialis
penyakit kebidanan dan kandungan.
c. Merujuk : Tidak ada
LANGKAH V
MENYUSUN RENCANA ASUHAN YANG MENYELURUH
Tanggal 24 Februari 2021 pukul 09.15 wita
36
LANGKAH VI
PELAKSANAAN LANGSUNG ASUHAN / IMPLEMENTASI
Tanggal 24 Februari 2021 pukul 09.30 wita
LANGKAH VII
EVALUASI
Tanggal 24 Februari 2021 pukul 10.15 wita
37
Klien memahami edukasi yang diberikan, dimana klien mampu menjelaskan
definisi endometriosis, tata laksana endometriosis, dan memahami hubungan
endometriosis dengan infertilitas.
3. Memberikan edukasi mengenai persiapan kehamilan, resiko kehamilan
terhadap penyakit penyertanya dan nutrisi seimbang yang harus dikonsumsi
dengan tepat.
Klien memahami edukasi yang diberikan, dimana klien mampu menjelaskan
resiko kehamilan yang mungkin terjadi dan tata laksana pencegahannya dan
akan berusaha mengkonsumsi makanan dengan jumlah seimbang.
4. Menganjurkan klien untuk olahraga secara rutin minimal semingggu dua kali,
seperti jogging dan naik sepeda.
Klien akan berusaha untuk rutin berolahraga minimal seminggu 2 kali.
5. Klien bersedia melakukan kontrol ulang untuk persiapan kehamilan dengan
kondisi yang baik.
Klien berjanji akan melakukan kontrol ulang minimal setiap dua bulan.
38
DOKUMENTASI KEBIDANAN
39
5. Pemerikasaan fisik
Kepala : simetris, tidak ada lesi, warna rambut hitam, distribusi
rambut merata, kebersihan rambut baik, tidak terdapat nyeri
tekan, dan benjolan abnormal.
Wajah : simetris, bentuk wajah oval, tidak pucat, tidak teraba
oedema
Mata : simetris, konjungtiva berwarna merah muda, sklera
berwarna putih, tidak terdapat pengeluaran kotoran,
palpebra tidak oedema
Hidung : simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung, kebersihan
cukup, tidak ada polip
Mulut : bibir lembab, tidak pucat, tidak ada stomatitis, tidak
terdapat caries dentis, gigi geraham lengkap, lidah tremor,
tidak terdapat pembengkakan pada tonsil, tidak ada tanda
peradangan.
Telinga : simetris, tidak ada pengeluaran cairan atau serumen
berlebihan
Leher : tidak terdapat pemebesaran kelenjar limfe, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada bendungan pada vena
jugularis.
Dada : simetris, tidak terdapat retraksi dinding dada saat ibu
bernafas, suara nafas terdengar vesikuler, tidak terdengar
suara nafas tambahan seperti bronchi, wheezing, ronchi, BJ
I dan BJ II teratur yaitu lup dan dup.
Payudara : tidak teraba benjolan abnormal pada payudara, tidak teraba
pembesaran kelenjar limfe.
Abdomen : tidak terdapat luka bekas operasi, bissing usus 9 x / menit,
kandung kemih kosong, dan teraba lipatan lemak di
abdomen klien.
40
Genitalia : vulva tidak oedema, tidak ada varices, tampak keluar lochea
alba, dan tampak keluar pengeluaran darah berwarna merah
kecoklatan.
Anus : tidak terdapat hemoroid
Ekstremitas :
Atas : turgor kulit baik, capillary refill time Kembali,<2 detik,
Refleks bisep (+), refleks trisep (+).
P:
41
menit, Suhu : 36,8 oC , Pernapasan : 19 x/menit
dan teraba lipatan lemak di abdomen klien
; Klien mengerti dan rasa cemas berkurang
setelah mendapatkan penjelasan mengenai hasil
pemeriksaan
42
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan menguraikan pembahasan tentang asuhan kebidanan pada
Ny “RDA” dengan endometriosis di ruang Poli Kebidanan RSUD dr Kanujoso
Djatiwibowo Balikpapan. Asuhan ini dilakukan selama 1 jam.
Dalam hal ini, pembahasan akan diuraikan secara narasi berdasarkan
pendekatan asuhan kebidanan dengan tujuh langkah varney yaitu : pengumpulan
data dasar, merumuskan diagnosis atau masalah aktual, merumuskan diagnosis
atau masalah potensial, melaksanakan tindakan segera atau kolaborasi,
merencanakan tindakan asuhan kebidanan, melakukan tindakan asuhan
kebidanan, dan mengevaluasi asuhan kebidanan.
43
Tekhnik pengumpulan data ada tiga yaitu, 1) Observasi, 2) Wawancara
3) Pemeriksaan. Observasi adalah pengumpulan data melalui indra penglihatan
(perilaku, tanda fisik, kecacatan, ekspresi wajah), pendengaran (bunyi batuk,
bunyi nafas), penciuman (bau nafas, bau luka), perdaban (suhu badan, nadi).
Wawancara, dimana pembicaraan terarah yang umumnya dilakukan pada
pertemuan tatap muka.
Dalam wawancara yang penting di perhatikan adalah data yang
ditanyakan di arahkan data yang relefan. Dan Pemeriksaan, dimana
pengumpulan data yang dilakukan dengan memakai instrument/alat mengukur.
Dengan tujuan untuk memastikan batas dimensi angka, irama kuantitas.
Misalnya pengukuran tinggi badan dengan meteran, berat badan dengan
timbangan, tekanan darah dengan tensimeter (Dwi Asri, 2012 : 27-28).
Dalam tahapan pengakajian, penulis tidak mendapat hambatan. Hal ini
dapat dilihat dari tingkat pendidikan klien yang dapat menerima kehadiran
penulis saat pengumpulan data sampai tindakan yang diberikan. Klien
menunjukan sikap terbuka dan menerima anjuran serta saran yang diberikan
oleh penulis maupun tenaga medis lainnya dalam memberikan asuhan
kebidanan.
Tindakan yang pertama kali dilakukan di ruang Poli Kebidanna RSUD dr
Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan yakni pengumpulan data subjektif yang
terdiri dari alasan utama klien datang ke ruang Poli Kebidanan, riwayat
keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang dan yang lalu, riwayat sosial
ekonomi, psikososial, dan spiritual, serta riwayat kebutuhan dasar klien.
44
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran komposmentis, keadaan
umum
baik, tekanan darah 138/86 mmHg, nadi 84 x/menit, pernapasan 19 x/menit,
dan suhu 36,8°C. Ekspresi wajah tampak cemas, tidak tenang, tidak ada edema
dan pembengkakan pada wajah, kedua konjungtiva mata tidak anemis dan
tidak ikterik, tidak ada pembesaran pada kelenjar tiroid, limfe dan vena
jugularis, payudara tampak simetris.
Pemeriksaan abdomen didapatkan kesan yaitu kandung kemih kosong,
dan teraba lipatan lemak di abdomen klien.
Berdasarkan uraian di atas terdapat persamaan antara teori dengan gejala
yang timbul. Hal ini membuktikan bahwa tidak ditemukan adanya
kesenjangan antara teori dan kasus.
45
C. Langkah III. Antisipasi Diagnosa/ Masalah Potensial
Pada langkah ini, kita mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial
lain berdasarkan rangkaian diagnosis dan masalah yang sudah teridentifikasi.
Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan
pencegahan. Bidan diharapkan dapat waspada dan bersiap-siap bila
diagnose/masalah potensial ini benar-benar terjadi (Tresnawati, 2016 : 3-4).
Langkah ini membutuhkan antisipasi bila memungkinkan dilakukan
pencegahan, sambil mengamati klien, bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila
diagnose/masalah potensial ini benar-benar terjadi dan dilakukan asuhan yang
aman.
Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial lain
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang sudah diidentifikasi.
Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan
pencegahan, sambal mengamati klien, bidan dapat diharapkan bersiap-siap bila
diagnose/masalah potensial ini benar-benar terjadi. Pada langkah ini penting
sekali melakukan asuhan yang aman.
Dalam mengidentifikasi diagnose atau masalah potensial dilakukan
pengantisipasian penanganan yang kemungkinan muncul segera setelah
diagnose utama ditegakkan yaitu obesitas.
Dan berdasarkan pengkajian hasil asuhan kebidanan pada Nn “RDA” di
dapatkan data penunjang terjadinya diagnosa petensial dimana pada kasus Ny
“RDA” didapatkan data objektif berdasarkan pemeriksaan yang di lakukan di
dapatkan hasil sebagai berikut tekanan darah 138/86 mmhg, nadi 84 kali /
menit, suhu 36,8 oc, dan pernafasan 19 kali/menit, dan pada genitalia vulva
tidak oedema, tidak ada varices.
Pemeriksaan abdomen didapatkan kesan yaitu kandung kemih kosong,
dan teraba lipatan lemak di abdomen klien.
Pada kasus Nn “RDA”, penulis menemukan kelainan komplikasi pada klien,
namun komplikasi tersebut sesuai dengan teori sehingga klien memiliki
46
diagnosa potensial yang mungkin terjadi dan tidak ada kesenjangan antara teori
dan kasus.
D. Langkah IV. Identifikasi Perlunya Tindakan Segera/Kolaborasi
Pada langkah ini, yang dilakukan oleh bidan adalah mengidentifikasi
perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter untuk dikonsultasikan atau
ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan lainnya sesuai dengan kondisi
klien. Ada kemungkinan, data yang kita peroleh memeruklan tindakan yang
harus segera dilakukan bidan, sementara kondisi yang lain masih bisa menungg
beberapa waktu lagi (Betty Mangkuji, 2014 : 6).
Langkah keempat ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen
kebidanan yang terjadi dalam kondisi darurat. Kondisi darurat dapat terjadi
pada saat mengelolaan persiapan kehamilan. Kondisi darurat merupakan
kondisi yang membutuhkan tindakan dengan segera untuk menangani
diagnosis maupun masalah darurat yang terjadi apabila tidak segera dilakukan
tindakan segera, selain diatas bisa juga berupa observasi/pemeriksaan.
Pada penjelasan diatas menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan
tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah/kebutuhan yang dihadapi
kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk
mengantisipasi diagnosisi/masalah potensial pada langkah sebelumnya, bidan
juga harus merumuskan tindakan darurat/segera yang harus dirumuskan untuk
menyelamatkan klien. Dalam rumusan ini, termasuk tindakan segera yang
mampu dilakukan secara mandiri atau bersifat rujukan (Rita Yulifah, 2014 :
134).
Pada studi kasus Nn “RDA” tidak memerlukan tindakan segera yang perlu
dilakukan karena tidak ada tindakan yang membutuhkan penanganan segera,
namun memerlukan kolaborasi untuk penanganan lebih lanjut.
47
manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang diidentifikasi atau di
antisipasi.
Pada langkah ini informasi/data dasar yang tidaklengkap dapat dilengkapi.
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah
teridentifikasi dari kondisi-kondisi klien atau dari setiap masalah yang
berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut
seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan
penyuluhan, konseling, dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-
masalah yang berkaitan dengan sosial ekonomi, cultural atau masalah
psikologis (Th. Endang, dkk, 2014 :137)
Adapun sasaran/target dalam rencana asuhan pada kasus ini berfokus untuk
mencegah terjadinya komplikasi dari obesitas tingkat Iyang dapat mengurangi
kematian dan kesakitan pada usia pra nikah (prawirohardjo, 2014 : 334). bila
diagnosis asuhan pra nikah dengan obesitas ditegakkan, rencana asuhan yang
akan diberikan adalah memberitahu klien dan keluarga (orang tua) mengenai
hasil pemeriksaan,
Penatalaksanaan pada kasus obesitas tingkat I yaitu dilakukan secara
konsisten dan sistematik menggunakan praktik pencegahan infeksi,
memberikan asuhan secara rutin (prawirohardjo, 2014 : 335).
Rencana asuhan pada kasus Nn ”RDA” disusun berdasarkan teori dengan
melihat kondisi dan kebutuhan pasien. hasil pengkajian anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pada pasien yaitu Nn “RDA” datang dengan
pemeriksaan persiapan kehamilan dimana klien adalah penderita
endometriosis.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran komposmentis, keadaan
umum baik, tekanan darah 138/86 mmHg, nadi 84 x/menit, pernapasan 19
x/menit, dan suhu 36,8 °C. Ekspresi wajah tampak cemas, tidak ada edema dan
pembengkakan pada wajah, kedua konjungtiva mata tidak anemis dan tidak
ikterik, tidak ada pembesaran pada kelenjar tiroid, limfe dan vena jugularis,
payudara tampak simetris.
48
Pemeriksaan abdomen didapatkan kesan yaitu kandung kemih kosong,
dan teraba lipatan lemak di abdomen klien.
Rencana tindakan yang telah disusun yaitu: Sapa klien untuk
meningkatkan rasa percaya sehingga ibu menjadi lebih kooperatif dengan
petugas, beritahu hasil pemeriksaan, berikan edukasi mengenai obesitas, nutrisi
dan tablet tambah darah, anjurkan olahraga teratur, dan berikan KIE tentang
kontrol ulang untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Rencana asuhan kebidanan yang telah disusun berdasarkan
diagnose/masalah aktual dan potensial, hal ini menunjukkan tidak ada
kesenjangan antara teori dengan manajemen Asuhan kebidanan pada penerapan
studi kasus di lahan praktek.
49
Adapun evaluasi yang dimaksudkan untuk memperoleh atau memberi nilai
terhadap intervensi yang dilakukan berdasarkan tujuan kriteria yang diberikan
kepada Nn “RDA” di ruang Poli Kebidanan RSUD dr Kanujoso Djatiwibowo
pada tanggal 24 Februari 2021 yaitu keadaan klien baik, namun ada komplikasi
yang terjadi pada klien.
Maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan asuhan kebidanan pada pra
nikah dengan endometriosis berlangsung dengan baik. hal tersebut terjadi
karena manajemen asuhan yang diberikan sesuai dengan teori dan sesuai
dengan wewenang bidan.
H. Pendokumentasian
Tindakan yang pertama kali dilakukan di ruang Poli Kebidanan RSUD dr
Kanujoso Djatiwibowo yakni pengumpulan data subjektif yang terdiri dari
alasan utama klien masuk ke Poli Kebidanan, riwayat keluhan utama, riwayat
kesehatan sekarang dan yang lalu, riwayat penyakit keluarga, riwayat sosial
ekonomi, psikososial, dan spiritual, serta riwayat kebutuhan dasar klien.
Sementara itu, dilakukan pula pengumpulan data secara objektif yang
terdiri dari pemeriksaan umum klien, pemeriksaan fisik (head to toe).
Pada tanggal 24 Februari 2021 pukul 09.00 wita, klien datang ke ruang
Poli Kebidanan RSUD dr Kanujoso Djatiwibowo dengan keluhan ingin
melakukan pemeriksaan persiapan kehammilan dimana klien adalah penderita
endometriosis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil pemeriksaan tanda-
tanda vital dalam batas normal.
50
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Asuhan kebidanan pada Nn. “RDA” dengan asuhan pra konsepsi
dilakukan dengan teknik pendekatan manajemen asuhan kebidanan yang
dimulai dari pengkajian dan analisa data dasar, pada langkah ini dilakukan
pengkajian dengan pengumpulan semua data yang diperlukan untuk
mengevaluasi keadaan klien secara lengkap, mulai dari anamnesis riwayat
kesehatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan keterangan
tambahan yang menyangkut atau yang berhubungan dengan kondisi klien.
2. Diagnosa Nn. “RDA” dengan Asuhan kebidanan pada pra konsepsi dengan
endometriosis ditegakkan berdasarkan adanya keluhan ingin melakukan
pemeriksaan persiapan kehamilan dimana klien merupakan penderita
endometriosis.
3. Pada Nn. “ RDA” masalah yang muncul yaitu cemas dan diagnosa
potensial yang muncul yaitu infertilitas.
4. Pada Nn. “RDA”tidak diperlukan tindakan segera, dan rujukan apabila
terjadi masalah dalam persalinan tersebut. Namun memerlukan kolaborasi
51
dalam melakukan asuhan yaitu kolaborasi dengan dokter spesialis penyakit
dalam dan dokter spesialis kebidanan dan kandungan.
5. Rencana tindakan yang telah disusun pada Nn. “RDA” bertujuan agar
klien mendapatkan penanganan yang bersih dan aman, sesuai dengan
kondisinya dan mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut.
6. Tindakan yang dilakukan bertujuan agar rencana yang disusun tercapai
dengan adanya kerjasama antara bidan dengan petugas lainnya agar dapat
lebih meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan pasien.
7. Tindakan evaluasi pada Nn. “RDA”dengan Asuhan Kesehatan pada pra
konsepsi telah diberikan semaksimal mungkin dan sesuai standar
pelayanan/rencana asuhan kebidanan serta komplikasi-komplikasi yang
mungkin terjadi dapat teratasi.
8. Pendokumentasian dilaksanakan pada tanggal 24 Februari 2021 di ruang
Poli Kebidanan RSUD dr Kanujoso Djatiwibowo. Pengkajian dilakukan
mulai dari pasien datang.
B. Saran
1. Bagi Penulis
52
bidan yang berkualitas sesuai dengan perkembangan IPTEK.
b. Bidan harus memberikan asuhan sesuai wewenang untuk itu
manajemen kebidanan perlu dikembangkan karena merupakan alat
yang mendasari bagi bidan untuk memecahkan masalah klien dan
berbagai kasus.
c. Seorang bidan hendaknya mampu mendeteksi secara dini adanya
tanda-tanda infeksi pada leher rahim dan menganjurkan ibu dan
keluarga segera kepelayanan kesehatan bila memiliki keluhan.
4. Bagi Klien
a. Menganjurkan klien untuk kontrol untuk persiapan tindakan
pembedahan.
b. Menganjurkan kepada klien untuk untuk mengomsumsi makanan
dengan gizi seimbang, tablet tambah darah secara rutin, dan
meminum jahe hangat saat nyeri haid terjadi.
c. Menganjurkan kepada klien untuk menjaga kebersihan organ
genetalianya.
53
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, M. & Baziad, A., Prabowo, R.P. 2011, „Ilmu kandungan‟, 3rd Ed, PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, pp. 239.
Anwar, R., Alif, M. & Pribadi, A. 2015, „Expression of Ki-67 has correlation with
the degree and size of endometriosis cysts‟, Journal of Medicine and Health,
vol. 1, no. 1, pp. 20-27.
Bellelis, P., Dias, Jr., J.A., Podgaec, S., Gonzales, M., Baracat, E.C. & Abrao,
M.S. 2010, „Epidemiological and clinical aspects of pelvic endometriosis –
a case series‟, Revista Da Associacao Medica Brasileira, vol. 56, no. 4, pp.
467-471.
Berek, JS. 2011. Berek & Novak’s Gynecology 14th Edition. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Buis, C.C.M., Leeuwen, F.E.V., Moij, T.M. & Burger, C.W. 2013, „Increased risk
for ovarian cancer and borderline ovarian tumours in subfertile woman with
endometriosis‟, Human Reproduction, vol. 28, no. 12, pp. 3358-3369.
Jahromi, M.A., Shekarkhar, G., Aslani, F.S., Azarpira, N., Esfahani, M.N. &
Momtahan, M. 2015, „Prevalence of endometriosis in malignant epithelial
ovarian tumor‟, Archives of Iranian Medicine, vol. 18, no. 10, pp. 844-848.
54
Jumhur, M. 2011, „Studi perbedaan ekspresi COX antara endometrioma dan
karsinoma ovarii‟, Tesis, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Kvaskoff, M., Mu, F, Terry, K.L., Harris, H.R., Poole, E.M., Farland, L. &
Missmer, S.A. 2015, „Endometriosis: A high-risk population for major
chronic diseases?‟, Human Reproduction Update, vol. 21, no. 4, pp. 500-16.
Lee, H.J., Park, Y.M., Jee, B.C., Kim, Y.B. & Suh, C.S. 2015, „Various anatomic
locations of surgically proven endometriosis: A single-center experience‟,
Obstetrics & Gynecology Science, vol. 58, no. 1, pp. 53-58.
Linde, F.M., Ferrer, M.L.S., Cascales, P., Torroba, A., Orozco, R., Sanchez, Y.S.,
Nieto, A. & Fiol, G. 2015, „Prevalence of endometriosis in epithelial
ovarian cancer: Analysis of the associated clinical features and study on
molecural mechanisms involved in the possible causality‟, European
Journal of Gynaecological Oncology, vol. 36, no. 1, pp. 21-24.
Mishra, VV., Gaddagi, R.A., Aggarwal, R., Choudhary, S., Sharma ,U. & Patel,
U. 2015, „Prevalence: Characteristics and management of endometriosis
amongst infertile Woman: A one year retrospective study‟ Journal of
Clinical and Diagnostic Research, vol. 9, no. 6, pp. 1-3.
Nurcahyo, R.A. 2010, „Studi perbedaan ekspresi BAX antara endometriosis ovarii
(endometrioma) dan karsinoma ovarii serosum diferensiasi baik‟, Tesis,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
55
Schorge J.O., Schaffer, J.I., Halvorson, L.M., Hoffman, B.L., Bradshaw, K.D. &
Cunningham, F.G. 2008, „Williams Gynecology‟, McGraw-Hill
Companies, United States, pp. 231.
Smith, R.P. 2008, „Netter‟s obstetrics and gynecology‟, 2nd Ed, Saunders
Elsevier Inc, Philadelphia, pp. 319-320.
Vigano, P., Somigliana, E., Panina, P., Rabellotti, E., Vercellini, P. & Candiani,
M. 2012. „Principles of phenomics in endometriosis‟, Human Reproduction
Update, vol. 18, no. 3, pp. 248-259.
Zorbas, K.A., Economopoulos, K.P. & Vlahos, N.F. 2015, „Continuous versus
cyclic oral contraceptives for treatment of endometriosis: A systematic
review‟, Archives of Gynecology and Obstetrics, vol. 292, no. 1, pp. 37-43.
56