Anda di halaman 1dari 3

PENGEMBARA YANG LAPAR

Alkisah tiga orang sahabat yaitu Kendi, Buyung, dan Awang yang sedang mengembara.
Mereka membawa bekalan makanan seperti beras, daging, susu, dan buah-buahan.
Biasanya, apabila mereka kelelahan, mereka berhenti untuk sekedar beristirahat atau hanya
menggenyangkan perut. Jika dalam perjalanan mereka bertemu sebuah desa, biasanya
mereka akan singgah membeli makanan untuk bekal perjalanan.

Pada suatu hari, mereka tiba dikawasan hutan belantara. Di kawasan tersebut, mereka tidak
menemukan desa atau kampung dalam perjalanan. Mereka berhenti dan beristirahat di
bawah sebatang pohon tua yang yang sangat besar dan sangat rindang. Perbekalan
makanan mereka sudah habis tak menyisa. Dan ketiga sahabat itu mulai kelaparan.

“Hei, jika ada nasi yang sebanyak kawah pun, aku akan menghabiskannya seorang diri,” tiba-
tiba Kendi mengeluh. Dia memegangi perutnya yang sedari tadi belum diisinya. Dan
badannya ia sandarkan pada pohon tua yang sangat besar itu.
“Jika aku kelaparan seperti ini, ayam panggang sepuluh ekor pun akan aku habiskan,” kata
Buyung pula.

“Kalian tidak boleh berlaku tamak dan membual seperti itu. Aku pun juga kelaparan. Bagiku,
nasi sepingan pun sudah cukup untuk mengatasi kelaparanku ini, “ Kata Awang.Kendi dan
Buyung tertawa mendengar kata-kata yang diucapkan Awang barusan.“Hanya dengan nasi
sepinggan saja, bagaimana bisa perutmu itu bisa kenyang? Padahal kau juga merasakan
kelaparan yang sama seperti yang kami derita!”.Dari kejauhan ternyata perbualan mereka
tadi didengar oleh pohon tua besar itu. Setelah mendengar keluhan ketiga pengembara
tersebut, pohon yang merasa kasihan terhadap mereka itu lalu menggugurkan tiga helai
daun miliknya.
Bubb! Terdengar bunyi seperti benda yang terjatuh ditelinga Kendi, Awang, dan Buyung.
Mereka langsung mencari-cari asal suara tersebut di dicelah-celah semak. Mereka mencari-
cari suara tersebut dari arah yang berlawan-lawanan.“Wah, ada nasi sekawah!” kata Kendi
heran dan menjerit karena ia kaget melihatnya. Dia menghampiri nasi sekawah yang masih
beruwap itu. Tanpa berfikir lebih lama, ia memakan nasi tersebut dengan lahapnya.“Ayam
panggang sepuluh ekor! Wah, enaknya!” teriak Buyung dari arah timur. Tiba-tiba air liurnya
menetes. Selera makannya muncul seketika. Dengan pasti ia mngambil ayam yang paling
besar lalu memakannya dengan lahap.Melihat Kendi dan Buyung yang telah mendapatkan
makanan, Awang berjalan semakin dalam ke arah semak-semak tersebut. Ketika Awang
melewati daun kelembak, tampak olehnya sepinggan nasi berlauk terhidang di hadapannya.
Awang tersenyum, dan mengucap syukur karena telah mendapat rezeki. Ia memakan nasi
sepingan itu dengan tenang.

Selepas makan, Awang merasa kenyang. Ia beristirahat ditempat semula, di bawah pohon
tua besar sambil memperhatikan Kendi dan Buyung yang sedang makan dengan
lahapnya.“Urgh!” Kendi bersendawa. Perutnya sangatlah kenyang. Nasi di dalam kawah itu
masih tersisa banyak. Ia tidak mampu lagi menghabiskan semua nasi tersebut. “kenapa
kamu tidak menghabiskan kami?” tiba-tiba nasi di dalam kawah itu bertanya pada Kendi.
“Aku sudah kenyang,” jawab Kendi
“Bukankah kamu berjanji akan menghabiskan kami sekawah?” tanya nasi itu lagi.
“Tapi perutku sudah kenyang,” jawab Kendi.
Tiba-tiba nasi itu berkumpul dan mengejar Kendi. Kawah itu menyekap kepala Kendi dan
nasi-nasi itu menggerogoti tubuh Kendi. Kendi menjerit meminta tolong.

Buyung juga kekenyangan. Ia hanya dapat menghabiskan seekor ayam saja. Sembilan ekor
ayam lagi tersisa di tempat pemanggang. Kerena terlalu banyak makan, perutnya berasa
mual. Melihat baki ayam-ayam panggang itu saja, ia meresa muak dan hendak muntah.
Buyung segera pergi meninggalkan ayam-ayam itu ke dalam semak.
“Kenapa kamu tidak menghabiskan kami?” tiba tiba ayam panggang itu berbicara.
“Aku sundah kenyang.” Kata Buyung. “makan seekorpun aku sudah muak,” katanya lagi
Tiba-tiba muncul Sembilan ekor ayam jantan dari celah-celah semak di tempat itu. Mereka
berlari ke arah Buyung.Ayam-ayam itu mematuk dan mengoyak tubuh Buyung. Buyung
melompat-lompat sambil meminta tolong.
Awang bagaikan bermimpi melihat teman-temannya. Kendi terpekik dan terlolong. Buyung
melompat-lompat dan berguling-guling di atas tanah. Awang tidak dapat berbuat apa-apa.
Ia seperti terpukau melihat kejadian itu.Akhirnya Kendi dan Buyung mati. Tinggallah Awang
seorang diri. Ia meneruskan semua perjalanannya.

Sebelum berangkat, Awang mengambil sepinggan nasi yang telah habis. Sebutir pun tidak
menyisa di dalam pinggan itu.“Pinggan ini akan mengingatkan aku supaya tidak berlaku
sombong dan tamak. Makan itu secukupnya jangan berlebihan agar tidak mubazir,” kata
Awang lalu ia pergi meninggalkan tempat tersebut.

Anda mungkin juga menyukai