Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis atau TB paru merupakan penyakit
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,
yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama diparu
atau diberbagai organ tubuh lainnya. TB paru dapat
menyebar ke setiap bagian tubuh, termasuk meningen,
ginjal, tulang dan nodus limfe dan lainnya
(Smeltzer&Bare, 2015). Kuman ini menyerang pada
saluran pernafasan bagian bawah melalui udara yang
dihirup ke dalam paru, kemudian kuman tersebut dapat
menyebar dari paru ke bagian tubuh yang lain melalui
sistem peredaran darah, sistem saluran limfa, saluran
pernafasan atau menyebar langsung ke bagian-bagian
tubuh yang lain (Depkes RI,2011). Penyakit ini bila tidak
diobati atau pengobatannya tidak secara tuntas dapat
menimbulkan komplikasi dan bisa menyebabkan
kematian (Kemenkes RI,2016). Sumber penularanya
adalah pasien TB paru BTA positif melalui percik renik
dahak yang dikeluarkannya. Namun pasien TB paru
BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan
menularkan penyakit TB paru jika hasil kultur positif
atau kultur negatif, tapi hasil foto toraks adalah positif
(Kemenkes RI,2014).
Centres for Desease Control (CDC) melaporkan
pada tahun 2015, tingkat insiden TB paru terus
menurun untuk orang < 5tahun dan berusia
15-24 tahun namun tingkat kejadian untuk orang
berusia 45-64 tahun meningkat sedikit 3,5- 3,6 kasus
100.000 orang. (CDC, 2015) Tingkat insiden untuk
semua kelompok usia lainnya tetap sama dengan tahun
2014 di dunia Orang dewasa berusia >65 tahun
memiliki tingkat kejadian 4,8 kasus/100.000, anak-anak
berusia 5-14 tahun memiliki tingkat terendah pada 0,5
kasus/100.000 pada tahun 2015. Menurut kelompok
umur, kasus tuberkulosis pada tahun 2015 paling
banyak ditemukan pada kelompok umur 25-34 tahun
yaitu sebesar 18,65% diikuti kelompok umur 45-54
tahun sebesar 17,33% dan pada kelompok umur 35-44
tahun sebesar 17,18% di dunia.
Centres for Desease Control (CDC) melaporkan
493 kematian di negara Amerika pada tahun 2014 yang
disebabkan TB paru, penurunan 11,2% dari tahun
2013. TB Paru merupakan penyebab utama morbiditas
dewasa dan kematian secara global. Pada tahun 2012,
kematian yang disebabkan oleh TB paru yaitu 1,3 juta
kematian. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman
Mycobacterium tuberculosis ini pun tinggi. Tahun 2009,
1,7 juta orang meninggal karena TB paru (600.000
diantaranya perempuan) sementara ada 9,4 juta kasus
baru TB paru (3,3 juta diantaranya perempuan).
Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB
paru dimana sebagian besar penderita TB paru adalah
usia produktif (15-55 tahun). Angka kematian karena
infeksi TB Paru di Indonesia pada tahun 2009
mencapai 62.246 orang.
Angka keberhasilan pengobatan pada tahun 2014
sebesar 81,3% sedangkan WHO menetapkan standar
angka keberhasilan pengobatan sebesar 85%.
Sementara Kementerian Kesehatan menetapkan target
minimal 88% untuk angka keberhasilan pengobatan
pada tahun 2O14.Dengan demikian pada tahun 2014,
Indonesia tidak mencapai standar angka keberhasilan
pengobatan pada kasus TB paru.Berdasarkan hal
tersebut, pencapaian angka keberhasilan pengobatan
tahun 2014tidak memenuhi target rentra tahun 2014
(Kemenkes RI. 2015).
Terdapat 3 faktor yang menyebabkan tingginya
kasus TB paru di Indonesia yaitu, waktu pengobatan
yang relatif lama (6 sampai 8 bulan) menjadi penyebab
penderita TB sulit sembuh karena pasien TB paru
berhenti berobat (Drop Out) setelah merasa sehat
meski proses pengobatan belum selesai sehingga
menyebabkan kekambuhan pada penderita TB paru
dengan DO. Selain itu, masalah TB paru diperberat
dengan adanya peningkatan infeksi HIV/AIDS yang
berkembang cepat dan munculnya permasalahan TB
Multi Drugs Resistant (MDR) atau kebal terhadap
bermacam obat. Masalah lain adalah adanya penderita
TB paru laten, dimana penderita tidak sakit namun
akibat daya tahan.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien
dengan penyakit TB paru

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mampu melakukan asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit TB Paru
2. Tujuan khusus
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada
pasien dengan penyakit TB paru
b. Mampu menyusun diagnosa keperawatan pada
pasien dengan penyakit TB paru
c. Mampu melakukan implementasi pelaksanaan
asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyakit TB paru
d. Mampu melakukan evaluasi asuhan keperawatan
pada pasien dengan penyakit TB paru
e. Mampu mendokumentasikan asuhan
keperawatan pada pasien penyakit TB paru.
D. Manfaat Asuhan Keperawatan
Adapun manfaat penulisan adalah sebagai berikut:
1. Manfaat akademis
Sebagai bahan bacaan ilmiah, dan untuk
mengembangkan kualitas ilmu keperawatan serta
menjadi bahan bagi mereka yang ingin melakukan
asuhan keperawatan selanjutnya khususnya studi
asuhan keperawatan tentang penyakit TB paru.
2. Manfaat praktis
Sebagai masukan bagi perawat dan praktisi
kesehatan lain dalam meningkatkan pelayanan
keperawatan atau kesehatan pasien dengan
penyakit TB paru.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep dasar penyakit


1. Pengertian TBC
Tuberkulosis atau TB paru adalah suatu
penyakit menular yang paling sering mengenai
parenkim paru, biasanya disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. TB paru dapat
menyebar ke setiap bagian tubuh, termasuk
meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe
(Smeltzer&Bare, 2015). Selain itu TB paru adalah
penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup
terutama di paru atau di berbagai organ tubuh lainnya
yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi.
Pada manusia TB paru ditemukan dalam dua bentuk
yaitu: (1) tuberkulosis primer: jika terjadi pada infeksi
yang pertama kali, (2) tuberkulosis sekunder: kuman
yang dorman pada tuberkulosis primer akan aktif
setelah bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi
endogen menjadi tuberkulosis dewasa (Somantri,
2009).
Menurut Robinson, dkk (2014),TB Paru
merupakan infeksi akut atau kronis yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis di tandai dengan
adanya infiltrat paru, pembentukan granuloma
dengan perkejuan, fibrosis serta pembentukan
kavitas.

2. Klasifikasi
Digiulio (2014) menyatakan bahwa bentuk penyakit
tuberkulosis ini dapat diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu tuberkulosis paru dan tuberkulosis ekstra paru.
a. Turberkolosis paru
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru
dibagi dalam :

1) Tuberkulosis Paru BTA (+)


Kriteria hasil dari tuberkulosis paru BTA positif
adalah Sekurang-kurangnya 2 pemeriksaan dari
3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+) atau 1
spesimen dahak SPS hasilnya (+) dan foto
rontgen dada menunjukan gambaran
tuberculosis aktif.
2) Tuberkulosis Paru BTA (-)
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya
BTA (-) dan foto rontgen dada menunjukan
gambaran Tuberculosis aktif. TBC Paru BTA (-),
rontgen (+) dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan
ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgan
dada memperlihatkan gambaran kerusakan
paru yang luas.
b. Turberkolosis ekstra paru
TBC ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu :
1) TBC ekstra paru ringan
Misalnya : TBC kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang
belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
2) TBC ekstra paru berat
Misalnya : meningitis, millier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa dupleks, TB
tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing
dan alat kelamin.

3. Tanda dan Gejala TBC


Tanda dan gejala menurut Digiulio (2014) yang
sering teijadi pada Tuberkulosis adalah batuk
yang tidak spesifik tetapi progresif. Penyakit
Tuberkulosis paru biasanya tidak tampak adanya
tanda dan gejala yang khas. Biasanya keluhan
yang muncul adalah :
1) Demam terjadi lebih dari satu bulan, biasanya
pada pagi hari. Batuk, terjadi karena adanya
iritasi pada bronkus; batuk ini membuang /
mengeluarkan produksi radang, dimulai dari
batuk kering sampai batuk purulent
(menghasilkan sputum).
2) Sesak nafas, terjadi bila sudah lanjut dimana
infiltrasi radang sampai setengah paru.
3) Nyeri dada. Nyeri dada ini jarang ditemukan,
nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke
pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
4) Malaise ditemukan berupa anoreksia, berat
badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan
keringat di waktu di malam hari

4. Etiologi
Penyebab tuberkolosis paru adalah
Mycobacterium Tuberculosis.
Ada beberapa spesies Mycobacterium, antara
lain: M. Tuberculusis, M africanum, M. Bovis , M.
Laprae dan sebagainya. Yang juga dikenal
sebagai bakteri tahan asam (BTA). Kelompok
mikobakterium selain Mycobacterium
Tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan
pada saluran pernafasan dienal sebagai MOTT
(Mycobacterium Other Than Tuberculosis)
(Menkes RI,2017).

5. Patofisiologi
Menurut Somantri (2008), infeksi diawali
karena seseorang menghirup basil Mycobacterium
tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan
napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan
terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium
tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke
area lain dari paru (lobus atas). Basil juga
menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke
bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks
serebri) dan area lain dari paru (lobus atas).
Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan
respons dengan melakukan reaksi inflamasi.
Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis
(menelan bakteri),

sementara limfosit spesifik-tuberkulosis


menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan
normal. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu
2-10 minggu setelah terpapar bakteri.Interaksi
antara Mycobacterium tuberculosis dan sistem
kekebalan tubuh pada masa awal infeksi
membentuk sebuah massa jaringan baru yang
disebut granuloma.
Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup
dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti
dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk
menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah
dari massa tersebut 8 disebut ghon tubercle.
Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang
menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk
materi yang berbentuk seperti keju (necrotizing
caseosaj.Hal ini akan menjadi klasifikasi dan
akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian
bakteri menjadi nonaktif. Menurut Widagdo (2011),
setelah infeksi awaljika respons sistem imun tidak
adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah.
Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat
infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak
aktif kembali menjadi aktif, Pada kasus ini, ghon
tubercle mengalami ulserasi sehingga
menghasilkan necrotizing caseosa di dalam
bronkus.
Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi
sembuh dan membentuk jaringan parut.Paru-paru
yang terinfeksi kemudian meradang,
mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia,
membentuk tuberkel, dan seterusnya.Pneumonia
seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya.
Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit
atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag
yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang
dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel
epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit
(membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang
mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang
dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan
memberikan respons berbeda kemudian pada
akhirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi
oleh tuberkel.
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita TB
paru adalah :
a. Pemeriksaan diagnostik
b. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum sangat penting karena
dengan di ketemukannya kuman BTA diagnosis
tuberculosis sudah dapat di pastikan.
Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali yaitu:
dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak
sewaktu kunjungan kedua. Bila didapatkan
hasil dua kali positif maka dikatakan
mikroskopik BTA positif. Bila satu positif, dua
kali negatif maka pemeriksaan perlu diulang
kembali. Pada pemeriksaan ulang akan
didapatkan satu kali positif maka dikatakan
mikroskopik BTA negatif
c. Skin test (PPD, Mantoux)
Hasil tes mantaoux dibagi menjadi :
1) indurasi 0-5 mm (diameternya ) maka
mantoux negative atau hasil negative.
2) indurasi 6-9 mm ( diameternya) maka hasil
meragukan 3
3) indurasi 10-15 mm yang artinya hasil
mantoux positif
4) indurasi lebih dari 16 mm hasil mantoux
positif kuat
5) reaksi timbul 48- 72 jam setelah injeksi
antigen intrakutan berupa indurasi
kemerahan yang terdiri dari infiltrasilimfosit
yakni persenyawaan antara antibody dan
antigen tuberculin.
d. Rontgen dada Menunjukkan adanya infiltrasi
lesi pada paru- paru bagian atas, timbunan
kalsium dari lesi primer atau penumpukan
cairan. Perubahan yang menunjukkan
perkembangan Tuberkulosis meliputi adanya
kavitas dan area fibrosa.
e. Pemeriksaan histology / kultur jaringan Positif
bila terdapat Mikobakterium Tuberkulosis.
f. Biopsi jaringan paru Menampakkan adanya sel-
sel yang besar yang mengindikasikan
terjadinya nekrosis.
g. Pemeriksaan elektrolit Mungkin abnormal
tergantung lokasi dan beratnya infeksi.
h. Analisa gas darah (AGD) Mungkin abnormal
tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa
kerusakan jaringan paru.
i. Pemeriksaan fungsi paru Turunnya kapasitas
vital, meningkatnya ruang fungsi, meningkatnya
rasio residu udara pada kapasitas total paru,
dan menurunnya saturasi oksigen sebagai
akibat infiltrasi parenkim / fibrosa, hilangnya
jaringan paru, dan kelainan pleura (akibat dari
tuberkulosis kronis).

7. Penatalaksanaan
Pengobatan TBC Paru dibagi dalam dua tahap
yakni:
a. Pengobatan TBC Paru Pengobatan tetap dibagi
dalam dua tahap yakni:
1)Tahap intensif (initial), dengan memberikan
4-5 macam obat anti TB per hari dengan
tujuan mendapatkan konversi sputum
dengan cepat (efek bakteri sidal),
menghilangkan keluhan dan mencegah efek
penyakit lebih lanjut, mencegah timbulnya
resistensi obat
2)Tahap lanjutan (continuation phase), dengan
hanya memberikan 2 macam obat per hari
atau secara intermitten dengan tujuan
menghilangkan bakteri yang tersisa (efek
sterilisasi), mencegah kekambuhan
pemberian dosis diatur berdasarkan berat
badan yakni kurang dari 33 kg, 33 - 50 kg
dan lebih dari 50 kg
b. Perawatan bagi penderita tuberkulosis
Perawatan yang harus dilakukan pada
penderita tuberculosis adalah :
1) Awasi penderita minum obat, yang paling
berperan disini adalah orang terdekat yaitu
keluarga
2) Mengetahui adanya gejala efek samping
obat dan merujuk bila diperlukan
3) Mencukupi kebutuhan gizi seimbang
penderita
4) Istirahat teratur minimal 8 jam per hari
5) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang
dahak pada bulan kedua, kelima dan enam
6) Menciptakan lingkungan rumah dengan
ventilasi dan pencahayaan yang baik
c. Pencegahan penularan TBC Tindakan
pencegahan yang dapat dilakukan adalah:
1) Menutup mulut bila batuk
2) Membuang dahak tidak di sembarang
tempat. Buang dahak pada wadah tertutup
yang diberi lisol
3) Makan makanan yang bergizi
4) Memisahkan alat makan dan minum bekas
penderita 5) Memperhatikan lingkungan
rumah, cahaya dan ventilasi yang baik
8. Komplikasi
a. Kerusakan tulang dan sendi
Nyeri tulang punggung dan kerusakan sendi
bisa terjadi ketika infeksi kuman TB
menyebar dari paru-paru ke jaringan tulang.
Dalam banyak kasus, tulang iga juga bisa
terinfeksi dan memicu nyeri di bagian
tersebut.

b. Kerusakan otak
Kuman TB yang menyebar hingga ke otak
bisa menyebabkan meningitis atau
peradangan pada selaput otak. Radang
tersebut memicu pembengkakan pada
membran yang menyelimuti otak dan
seringkali berakibat fatal atau mematikan.

c. Kerusakan hati dan ginjal


Hati dan ginjal membantu menyaring
pengotor yang ada adi aliran darah. Fungsi
ini akan mengalami kegagalan apabila
kedua organ tersebut terinfeksi oleh kuman
TB.
d. Kerusakan j antung
Jaringan di sekitar jantung juga bisa
terinfeksi oleh kuman TB. Akibatnya bisa
terjadi cardiac tamponade, atau peradangan
dan penumpukan cairan yang membuat
jantung jadi tidak efektif dalam memompa
darah dan akibatnya bisa sangat fatal.
B. Konsep dasar askep
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan suatu pendekatan untuk
mengumpulkan data baik subyek maupun obyek, adapun
tujuan pengkajian adalah memberikan gambaran yang
terus menerus mengenai kesehatan pasien. Pada tahap
pengkajian ini ada beberapa kegiatan yang harus
dilakukan menurut Wijaya & Putri (2013) dan Doenges
(2014) pengkajian dari asuhan keperawatan TB paru
dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Identitas klien
Penyakit tuberkulosis dapat menyerang manusia mulai
dari usia anak sampai dewasa. Usia dibawah lima tahun
mempunyai resiko lebih besar mengalami tuberkolosis
karena imunitas sellulernya belum berkembang
sempurna (Emita dkk,2009). Laki-laki lebih rentan
terkena TB paru karena bebab kerja yang meningkat,
istirahat yang kurang, gaya hidup tidak sehat seperti
merokok dan minum alkohol (Emi dkk, 2009
b. Riwayat penyakit
1) Keluhan Utama
a) Keluhan Respiratoris: Batuk, batuk darah, sesak
nafas, nyeri dada
b) Keluhan Sistemis: demam, keringat malam,
anoreksia, penurunan berat badan, malaise
c. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada pasien
dengan TB paru.
Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan,
insomnia, pola hidup menetap, jadwal olah raga menjadi
tidak teratur
d. Pola tidur dan istirahat
Pasien akan mengeluh gangguan tidur karena nyeri
sendi akibat efek samping obat OAT, pasien sering
mengeluh keluar keringat di malam hari sehingga
menggangu kenyamanan tidur.
e. Pemeriksaan fisik
1) Peningkatan suhu tubuh.
2) Peningkatan RR.
3)Penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-
posterior dibandingkan proporsi diameter lateral.
4)Tampak ketidaksimetrisan rongga dada, pelebaran
Intercostal Space (ICS) pada sisi yang sakit
khususnya pada TB paru dengan penyulit yaitu
adanya efusi pleura.
5)Getaran suara (Fremitus Vokal): Adanya penurunan
taktil fremitus (apabila ada komplikasi efusi pleura).
6)Perkusi: Redup /pekak (pada area paru yang
mengalami efusi pleura).
7)Auskultasi: Pada pasien dengan TB paru didapatkan
bunyi nafas tambahan (ronkhi) karena penumpukan
sekret.

2. Diagnosa yang mungkin muncul

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan


dengan penumpukan sekret
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake tidak adekuat
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
hiperventilasi, kelemahan otot pernafasan
d. Resiko penyebaran infeksi yang berhubungan dengan
tidak adekuatnya mekanisme pertahanan diri,
menurunnya aktivitas silia/ sekret statis, kerusakan
jaringan/infeksi lanjutan
3. Perencanaan
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN JRITERIA HASIL
1 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan 1. Kaji fungsi 1. Adanya perubahan
tidak efektif asuhan respirasi, suara, fungsi respirasi
berhubungan keperawatan jumlah, irama dan menandakan kondisi
dengan peningkatan selama 3x34 jam kedalaman penyakit masih dalam
produksi sputum diharapkan jalan 2. Catat produksi kondisi penangan
akibat proses infeksi nafas efektif sputum yang penuh.
dengan kriteria dikeluarkan 2. Ketidakmampuan
hasil : DS : pasien 3. Atur posisi pengeluaran sekret
mengatakan fowler/semi fowler menjadikan timbulnya
sudah tidak batuk, 4. Ajarkan batuk penumpukan
batuk berkurang, efektif berlebihan pada
batuk tidak 5. Anjurkan minum saluran nafas
berdahak” DO : - air cukup 3. Posisi
Keadaan umum : 2500ml/hari semifowler/fowler
sehat - Kesadaran memberikan
: komposmentis - kesempatan paru-paru
TD : 120/90 untuk berkembang
mmHg - RR : 16- 4. Batuk efektif
20 x/menit - N : mempermudah
70-100 x/menit - ekspektorasi mukus
Tidak terdengar 5. Air hangat
suara ronchi - mempermudah
Sputum tidak ada pengenceran sekret
- Hb : Normal 13- 6. Mengencerkan
16 g/dl dahak, memperlancar
saluran pernafasan.
2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. Catat status 1. berguna dalam
nutrisi kurang dari asuhan nutris menenukan
kebutuhan tubuh keperawatan pasien rencana
berhubungan kepada 2. Berikan tindakan
dengan intake tidak Tn.Y selama 3x24 perawatan selanjutnya
adekuat jam mulut sebelum dan 2. meningkatkan
diharapkan nutrisi sesudah kenyaman
seimbang dengan pelaksanaan daerah mulut
kriteria respiratori 3. meningkatkan
hasil : 3. Anjurkan pasien intake makanan
DS : pasien makan sedikit tapi dan nutrisi
mengatakan sering sesuai pasien
nafsu makan baik, dengan 4. menentukan/
makan diit mempercepat
habis 1 porsi, 4. Berikan makan proses
tidak mual” dalam pemberian penyembuhan
DO : diit dengan diit
A: 1700 kalori tinggi
- Tidak terjadi tinggi protein kalori
penurunan BB 5. Kolaborasi tinggi protein
- BBI : 54kg dengan dokter 5. menghilangkan
B: untuk pemberian rasa mual
- Hb : 13-16 g/dl obat
- GDS : 70-100
mg/dL
C:
- Konjungtiva an
anemis
- Mual tidak ada
- Nafsu makan
membaik
D:
- Pasien makan
dengan
baik

3 Tujuan: dalam 1)Identifikasi faktor 1. Rasional: degan


waktu 3 x 24 jam, penyebab mengidentifikasi
setelah diberikan 2)Kaji fungsi penyebab kita
intervensi, pola pernafasan, catat dapat
pernapasan kecepatan menentukan jenis
kembali pernapasan, efusi pleura,
efektif.Kriteria dispnea, sianosis, sehingga dapat
hasil dan perubahan mengambil
1) Pasien mampu tanda vital tindakan yang
melakukan batuk 3)Atur posisi tepat
efektif fowler/semi 2. Rasional: distress
2)Irama, fowler(tidur pernafasan dan
frekuensi, dan
bersandar) tinggi pertumbuhan
kedalaman
pernafasan dan miring pada tanda vital dapat
berada pada
sisi yang sakit dan terjadi sebagai
batas normal.
Pada bantu pasien untuk akibat stress
pemeriksaan
latihan nafas dalam fisiologis dan
ronsen dada, tidak
ditemuan adanya dan batuk nyeri. Bisa juga
akumulasi cairan,
efektif4)Auskultasi menunjukan
dan bunyi napas
terdengar jelas bunyi napas. terjadinya shok
5) Kaji akibat hipoksia.
pengembangan 3. Rasional: posisi
dada dan posisi semi/high fowler
trakea. memaksimalkan
6)Kolaborasi untuk ekspansi paru dan
tindakan penurunan upaya
thorakolsentesis napas.Ventilasi
atau kalo perlu maksimal
WSD (water seal membuka area
drainage). 36atelektasis dan
meningkatkan
gerakan secret ke
jalan nafas besar
untuk kemudian
dikeluarkan.
4. .Rasional: bunyi
napas dapat
menurun, bahkan
tidak ada, pada
area kolaps yng
m,eliputi satu
lobus, sigmen
paru, atau seluruh
area paru
(unilateral)
5. Rasional:Ekspansi
paru menurun
pada area kolaps.
Devisiensi trakea
kearah sisi yang
sehat pada
tension
6. Rasional :
Bertujuan sebagai
evakuasi cairan
atau udara dan
memudahkan
ekspansi paru
secara maksimal
4 Resiko penyebaran Tujuan: Setelah 1)Instruksikan 1. .Rasional:
infeksi yang dilakukan tindakan mengurangi resiko
kepada klien jika
berhubungan keperawatan anggota keluarga
dengan tidak selama 2 x 24 bersin atau batuk untuk tertular
adekuatnya jam, penyebaran dengan penyakit
menggunakan
mekanisme infeksi tidak yang sama
pertahanan diri, terjadi.Kriteria tissue.2)Jelaskan dengan klien
menurunnya hasil:1)Klien 2. .Rasional:
pentingnya
aktivitas silia/ sekret mampu penggunaan
statis, kerusakan memperlihatkan menggunakan alat masker dapat
jaringan/infeksi perilaku sehat meminimalisasika
untuk mengontrol
lanjutan (menutup mulut n penyebaran
saat bersin, infeksi seperti infeksi
batuk).2)Tidak melaluidropplet
masker3)Monitor
muncul tanda- sehingga
tanda infeksi suhu sesuai mengurangi resiko
lanjutan. anggota keluarga
indikasi..4)Anjurkan
untuk tertular.
untuk tidak 3. Rasional:
peningkatan suhu
menghentikan
menandakan
terapi terjadinya infeksi
sekunder
4. .Rasional:
penghentian
terapi
mengakibatkan
pengobatan yang
berulang dari awal
dan
mengakibatkan
resistensi bakteri.
4. Evaluasi

Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang


sistematikdan terencana tentang kesehatan klien dengan
tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan berkesinambungan
dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam
menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk
mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan
mengukur hasil dari proses keperawatan.
Tujuan dari evaluasi yaitu untuk menentukan
perkembangan kesehatan klien, untuk menilai efektifitas,
efisiensi, dan produktifitas dari tindakan keperawatan yang
telah diberikan, untuk menilai pelaksanaan asuhan
keperawatan, mendapatkan umpan balik, sebagai
tanggungjawab dan tanggung gugat dalam pelaksanaan
pelayanan keperawatan (Kodim, 2015). Evaluasi terbagi
menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Evaluasi struktur
Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara
atau keadaan sekeliling tempat pelayanan keperawatan
diberikan. Aspek langsung mempengaruhi dalam
pemberian pelayanan. Persediaan perlengkapan, fasilitas
fisik, ratio perawat-klien, dukungan administrasi,
pemeliharaan dan pengembangan kompetensi staf
keperawatan dalam area yang diinginkan.
b. Evaluasi proses
Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat
dan apakah dalam memberikan pelayanan keperawatan
merasa cocok, tanpa tekanan, dan sesuai wewenang.
Area yang menjadi perhatian pada evaluasi proses
mencakup jenis informasi yang didapat pada saat
wawancara dan pemeriksaan fisik, validasi dari
perumusan diagnosa keperawatan, dan kemampuan
teknikal perawat.
c. Evaluasi hasil
Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien.
Respons perilaku klien merupakan pengaruh dari
intervensi keperawatan dan akan terlihat pada
pencapaian tujuan dan kriteria hasil.
DAFTAR PUSTAKA

Digiulio, M. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Ed. 1.

Yogyakarta: Rapha

Publishing

Doenges, M. (2014). Rencana Asuhan Keperawatan:

Pedoman Untuk

Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan

Pasien. Jakarta: EGC

Kodim, Y. (2015). Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.


Jakarta: CV TRANS INFO MEDIA
Robinson, J., & Saputra, D. (2014). Visual Nursing ( Medikal -

Bedah ). Tangerang Selatan: BINARUPA AKSARA.

Smeltzer, S. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner &

Suddarth. Jakarta: EGC.

Somantri I. (2009) Keperawatan medikal bedah: Asuhan


Keperawatan pada pasien gangguan sistem pernafasan.
Jakarta: Salemba Medika.
Wijaya, N. S., & Putri, N. M. (2013). Keperawatan Medikal

Bedah KMB 2. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai