Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Prakarsa Paedagogia ISSN 2620-9780 (Online),

Vol. 1 No. 1, Juni 2018 Hal. 61-66 2621-5039 (Cetak) 61

Konseling Kelompok dengan Pendekatan Behaviouristik untuk


Siswa SMP
Erdiyati
SMP N 1 Margoyoso Pati
e-mail: erdisuharto@gmail.com

Info Artikel Abstract


Sejarah Artikel This article aims to examine the bahavioutristik approach in group counseling
Diterima: 12 Maret 2018 situations. The method used is the study of literature by comparing the
Revisi: 27 April 2018 author's experience during implementing group I school counseling. The
Disetujui: 12 Mei 2018 result can be found techniques in the bahaviouristic approach that can be
Dipublikasikan: Juni 2018 developed in the implementation of group counseling for junior high school
students.
Artikel ini dapat diakses secara terbuka dibawah lisensi CC-BY-SA
Keyword
Konseling Kelompok
Behaviouristik

Pendahuluan
Berkaitan dengan tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih.
Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan
dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti
mengembangkan ketrampilan-ketrampilan kepada siswa. Terutama guru BK (Bimbingan dan
Konseling) harus bisa menjalankan profesinya yaitu mengonseling siswa yang “bermasalah” / atau
butuh pemecahan masalah. Dan salah satu metode konseling adalah metode konseling behavior
yang tujuannya adalah untuk mengahapus/menghilangkan tingkah laku maldaptif (masalah) untuk
digantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan siswa. Tujuan yang
sifatnya umum harus dijabarkan ke dalam perilaku yang spesifik : (a) diinginkan oleh klien; (b)
konselor mampu dan bersedia membantu mencapai tujuan tersebut; (c) klien dapat mencapai
tujuan tersebut; (d) dirumuskan secara spesifik. Konselor dan klien bersama-sama (bekerja sama)
menetapkan/merumuskan tujuan-tujuan khusus konseling.
Dalam pelaksanaan proses konseling, guru seringkali dihadapkan dengan berbagai macam
masalah, terutama masalah-masalah yang terkait dengan keberhasilan proses konseling.
Keberhasilan dalam konseling terlihat dari siswa yang menemukan solusi atas masalahnya.
Keberhasilan siswa dalam menyelesaikan masalahnya tidak terlepas dari peran aktif guru BK,
begitu juga dengan keberhasilan siswa dari segi emosional. Hal ini pun di tentukan oleh guru,
khususnya guru BK yang mampu memberi motivasi dan dapat menciptakan iklim / suasana yang
harmonis, kondusif, menyenangkan dan mampu memberi semangat kepada siswa.
Bimbingan Konseling)sebagai salah satu bagian di lembaga pendidikan formal merupakan
wahana untuk meningkatkan ketrampilan, sikap, dan nilai. Pendidikan yang di terapkan oleh
Bimbingan Konseling menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung. Tujuan
pendidikan Bimbingan Konseling adalah membantu siswa memahami ketrampilan, sikap, dan
nilai. dan saling keterkaitannya, mengembangkan ketrampilan dasar untuk menumbuhkan nilai
serta sikap ilmiah, menerapkan konsep dan prinsip untuk menghasilkan karya ketrampilan, sikap,
dan nilai yang berkaitan dengan kebutuhan manusia. Maka metode yang digunakan dalam
pembelajaran Bimbingan Penyuluhan Konseling harus merupakan metode yang mengandung
esensi pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam pengetahuan ilmiah untuk meningkatkan

10.24176/jpp.v1i1.2612 http://jurnal.umk.ac.id/index.php/JKP
prakarsa@umk.ac.id
ISSN 2620-9780 (Online), Jurnal Prakarsa Paedagogia 62
2621-5039 (Cetak) Vol. 1 No. 1, Juni 2018 Hal. 61-66

kecerdasan emosional siswa. Salah satu metode yang tepat yang digunakan dalam proses konseling
siswa untuk meningkatkan memberi solusi atas masalah siswa adalah metode behavior yaitu
metode yang menitik beratkan pada tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan
lingkungan melalui hukum-hukum belajar : (a) pembiasaan klasik; (b) pembiasaan operan; (c)
peniruan. Tingkah laku tertentu pada individu dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidak puasan yang
diperolehnya. Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil
belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi
pembentukan tingkah laku.
Corey & Corey (2006) menjelaskan bahwa seorang ahli dalam konseling kelompok
mencoba membantu peserta untuk menyelesaikan kembali permasalahan hidup yang umum
dan sulit seperti: permasalahan pribadi, sosial, belajar/ akademik, dan karir. Konseling kelompok
lebih memberikan perhatian secara umum pada permasalahan-permasalahan jangka pendek dan
tidak terlalu memberikan perhatian pada treatmen gangguan perilaku dan psikologis. Konseling
kelompok memfokuskan diri pada proses interpersonal dan strategi penyelesaian masalah yang
berkaitan dengan pemikiran, perasaan, dan perilaku yang disadari. Metode yang digunakan adalah
dukungan dan umpan balik interaktif dalam sebuah kerangka berpikir here and now (di sini dan
saat ini).

Pembahasan
Tujuan umum dari layanan konseling kelompok dapat ditemukan dalam sejumlah
literatur profesional yang mengupas tentang tujuan konseling kelompok, sebagaimana ditulis
oleh Ohlsen, Dinkmeyer, Muro, serta Corey (dalam Winkel, 1997) sebagai berikut.
1. Masing masing konseli mampu menemukan dirinya dan memahami dirinya sendiri dengan
lebih baik. Berdasarkan pemahaman diri tersebut, konseli rela menerima dirinya sendiri dan
lebih terbuka terhadap aspek-aspek positif kepribadiannya.
2. Para konseli mengembangkan kemampuan berkomunikasi antara satu individu dengan
individu yang lain, sehingga mereka dapat saling memberikan bantuan dalam menyelesaikan
tugas-tugas perkembangan yang khas pada setiap fase-fase perkembangannya.
3. Para konseli memperoleh kemampuan mengatur dirinya sendiri dan mengarahkan
hidupnya sendiri, dimulai dari hubungan antarpribadi di dalam kelompok dan dilanjutkan
kemudian dalam kehidupan sehari-hari di luar lingkungan kelompoknya.
4. Para konseli menjadi lebih peka terhadap kebutuhan orang lain dan lebih mampu
menghayati/ memahami perasaan orang lain. Kepekaan dan pemahaman ini akan membuat
para konseli lebih sensitif terhadap kebutuhan psikologis diri sendiri dan orang lain.
5. Masing masing konseli menetapkan suatu sasaran/target yang ingin dicapai, yang
diwujudkan dalam sikap dan perilaku yang lebih konstruktif.
6. Para konseli lebih menyadari dan menghayati makna dari kehidupan manusia sebagai
kehidupan bersama, yang mengandung tuntutan menerima orang lain dan harapan akan
diterima oleh orang lain.
7. Masing-masing konseli semakin menyadari bahwa hal-hal yang memprihatinkan bagi
dirinya kerap menimbulkan rasa prihatin dalam hati orang lain. Dengan demikian, konseli
tidak akan merasa terisolir lagi, seolah-olah hanya dirinyalah yang mengalami masalah tersebut.
8. Para konseli belajar berkomunikasi dengan seluruh anggota kelompok secara terbuka, dengan
saling menghargai dan saling menaruh perhatian. Pengalaman berkomunikasi tersebut
akan membawa dampak positif dalam kehidupannya dengan orang lain di sekitarnya

Erdiyati (Konseling Kelompok Behaviouristik.........)


ISSN 2620-9780 (Online), Jurnal Prakarsa Paedagogia 63
2621-5039 (Cetak) Vol. 1 No. 1, Juni 2018 Hal. 61-66

Manusia adalah mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar.
Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi
ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Tingkah laku
seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya.
Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan melalui hukum-hukum
belajar : (a) pembiasaan klasik; (b) pembiasaan operan; (c) peniruan. Tingkah laku tertentu pada
individu dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidak puasan yang diperolehnya. Manusia bukanlah hasil
dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil belajar, sehingga ia dapat diubah dengan
memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku.
Karakteristik konseling behavioral adalah : (a) berfokus pada tingkah laku yang tampak dan
spesifik, (b) memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan konseling, (c) mengembangkan
prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah klien, dan (d) penilaian yang obyektif terhadap
tujuan konseling.Menurut Skinner, perilaku manusia atas konsekuensi yang diterima. Apabila
perilaku mendapat ganjaran positif, maka individu akan meneruskan atau mengulangi tingkah
lakunya, sebaliknya apabila perilaku mendapat ganjaran negatif (hukuman), maka individu akan
menghindari atau menghentikan tingkah lakunya. Pendekatan behavioral lebih berorientasi pada
masa depan dalam menyelesaikan masalah. Inti dari behavioral adalah proses belajar dan
lingkungan individu. Konseling behavioral dikenal sebagai ancangan yang pragmatis.
Perilaku dipandang sebagai respon terhadap stimulasi atau perangsangan eksternal dan
internal. Karena itu tujuan terapi adalah untuk memodifikasi koneksi-koneksi dan metode-metode
Stimulus-Respon (S-R) sedapat mungkin. Kontribusi terbesar konseling behavioral adalah
bagaimana memodifikasi perilaku melalui rekayasa lingkungan sehingga terjadi proses belajar untuk
perubahan perilaku.
Corey (2001) mengatakan bahwa konseling behavioral yang modern tidak mempunyai
asumsi deterministik tentang manusia yang menganggap manusia hanya sebagai produk dari
kondisioning sosiokultur. Individu adalah hasil produksi dan juga yang memproduksi
lingkungannya. Corey melihat Skinner sebagai penganut teori tingkah laki yang radikal yang tidak
mengakui kemungkinan diri sebagai penentu dan kebebasan diri. Kecenderungan sekarang adalah
untuk mengajarkan pengendalian kepada konseli, dengan demikian meningkatkan kebebasan
mereka. Modifikasi tingkah laku bertujuan meningkatkan keterampilan individu sehingga mereka
mempunyai lebih banyak pilihan dalam memilih suatu tingkah laku.
Pada umumnya konselor yang mempunyai orientasi behavioral bersikap aktif dalam proses
konseling. Konseli belajar menghilangkan atau belajar kembali bertingkah laku tertentu. Dalam
proses ini, konselor berfungsi sebagai konsultan, guru, pemberi dukungan dan fasilitator. Ia bisa
juga memberi instruksi atau mensupervisi orang-orang pendukung yang ada di lingkungan konseli
yang membantu dalam proses perubahan tersebut. Konselor behavioral yang efektif beroperasi
dengan perspektif yang luas dan terlibat dengan konseli dalam setiap fase konseling (Gladding,
2004).
Fungsi dan tuga konselor juga dijelaskan untuk mengaplikasikan prinsip dari mempelajari
manusia untuk memberi fasilitas pada penggantian perilaku maladaptif dengan perilaku yang lebih
adaptif. Kemudian menyediakan sarana untuk mencapai sasaran konseli, dengan membebaskan
seseorang dari perilaku yang mengganggu kehidupan yang efektif sesuai dengan nilai demokrasi
tentang hak individu untuk bebas mengejar sasaran yang dikehendaki sepanjang sasaran itu sesuai
dengan kebaikan masyarakat secara umum.
Keberadaan konseli dalam konseling kelompok khususnya behavioral tidak harus berasal
dari konseli yang mempunyai permasalahan yang sama. Setiap anggota kelompok diberikan
kesempatan untuk menanggapi persoalan yang sedang dihadapi oleh salah seorang anggota
kelompok. Di sini, ada semacam sharing pendapat di antara teman sebaya dalam memecahkan

Erdiyati (Konseling Kelompok Behaviouristik.........)


ISSN 2620-9780 (Online), Jurnal Prakarsa Paedagogia 64
2621-5039 (Cetak) Vol. 1 No. 1, Juni 2018 Hal. 61-66

sebuah persoalan. Dalam kegiatan konseling, konselor memegang peranan aktif dan langsung. Hal
ini bertujuan agar konselor dapat menggunakan pengetahuan ilmiah untuk menemukan masalah-
masalah konseli sehingga diharapkan kepada perubahan perilaku yang baru. Sistem dan prosedur
konseling behavioral sangat terdefinisikan, juga demikian pula peranan yang jelas dari konselor dan
konseli. Konseli harus mampu berpartisipasi dalam kegiatan konseling, ia harus memiliki motivasi
untuk berubah, harus bersedia bekerjasama dalam melakukan aktivitas konseling, baik ketika
berlangsung konseling maupun diluar konseling.
Guna mencapai perubahan yang menjadi tujuan penyelenggaraan konseling behavioral,
maka tahap-tahap pelaksanaan konseling harus sistematis. Hal ini disebabkan konseling behavioral
berbasis pada tingkah laku khusus yang akan dirubah. Berikut merupakan tahapannya :
1. Memulai Kelompok (Beginning The Group)
Konselor mengadakan pertemuan dengan setiap individu untuk menentukan apakah
individu-individu tersebut cocok untuk ditangani dalam kelompok dan memiliki kemauan untuk
berpartisipasi dalam kelompok. Aktivitas dalam pertemuan kelompok yang pertama dipusatkan
pada pengorganisasian kelompok, serta mengorientasikan konseli ke proses kelompok dan
memulai membangun sebuah kebersamaan kelompok.
2. Pembatasan atau Penentuan masalah (Definition of the Problem)
Masalah konseli yang diceritakan pada kelompok perlu dianalisis terlebih dahulu. Konselor
mengidentifikasi anteseden dan konsekuensi tingkah laku dengan melakukan analisis yang
sistematis tentang tingkah laku bermasalah tersebut, sehingga konselor dapat memberikan stimuli
dan mengeksplorasi lebih lanjut unsur-unsur penguat yang mungkin ada pada masalah itu.
3. Perkembangan dan Sejarah Sosial (The Development and Social History)
Pada tahap ini, konselor dapat meminta konseli untuk mengungkapkan keberhasilan dan
kegagalan dalam hidupnya, kelebihan dan kekurangan dirinya, hubungan sosial, penghambat
tingkah laku, dan konflik-konflik yang dialami.
4. Pernyataan Tujuan Behavioral (Stating Behavioral Goal)
Konseli harus menyatakan masalah dan tujuan yang diharapkan dalam bentuk behavioral.
Tujuan yang spefisik ini merupakan tujuan bagi perilaku khusus yang akan diubah.
5. Strategi Pengubahan Tingkah Laku (Strategies for Behavioral Change)
Pada tahap ini akan sangat membantu jika konselor mengembangkan kontrak behavioral
yang spefisik, yaitu kontrak mingguan dengan setiap anggota.
6. Pengalihan dan Pemeliharaan Tingkah Laku yang Dikehendaki (Transfer and Maintenance of
Desired Behavior)
Pengalihan pengubahan tingkah laku ini dapat difasilitasi pemanfaatan kelompok sebagai
dunia kecil dari kehidupan yang sebenarnya. Konselor perlu membangun situasi di mana anggota
kelompok dapat mencoba tingkah laku yang dikehendaki dalam situasi kelompok sehingga mereka
dapat memperoleh balikan (feedback) atas usaha mereka.
Teknik-teknik konseling yang digunakan adalah:
1. Systematic Desentisisation (desensitisasi sistematis): teknik spesifik yang digunakan untuk
menghilangkan kecemasan dengan kondisi rileks saat berhadapan dengan situasi yang
menimbulkan kecemasan yang bertambah secara bertahap.
2. Relaxation (teknik relaksasi): teknik yang digunakan untuk membantu konseli mengurangi
ketegangan fisik dan mental dengan latihan pelemasan otot-ototnya dan pembayangan situasi
yang menyenangkan saat pelemasan otot-ototnya sehingga tercapai kondisi rileks, baik fisik
dan mentalnya.
3. Teknik Flooding: teknik yang digunakan konselor untuk membantu konseli mengatasi
kecemasan dan ketakutan terhadap sesuatu hal dengan cara menghadapkan konseli tersebut

Erdiyati (Konseling Kelompok Behaviouristik.........)


ISSN 2620-9780 (Online), Jurnal Prakarsa Paedagogia 65
2621-5039 (Cetak) Vol. 1 No. 1, Juni 2018 Hal. 61-66

dengan siuasi yang menimbulkan kecemasan tersebut secara berulang-ulang sehingga


berkurang kecamasannya terhadap situasi tersebut.
4. Reinforcement Technique: teknik yang digunakan konselor untuk membantu meningkatkan
perilaku yang dikehendaki dengan cara memberikan penguatan terhadap perilaku tersebut.
5. Modelling: Teknik untuk memfasilitasi perubahan tingkahlaku konseli dengan menggunakan
model.
6. Cognitive Restructuring: teknik yang menekankan pengubahan pola pikiran, penalaran, sikap
konseli yang tidak rasional menjadi rasional dan logis.
7. Assertive Training: teknik membantu konseli mengekspresikan perasaan dan pikiran yang
ditekan terhadap orang lain secara lugas tanpa agresif
8. Self Management: teknik yang dirancang untuk membantu konseli mengendalikan dan
mengubah perilaku sendiri melalui pantau diri (swa pantau atau swa monitoring), kendali diri
(self control), dan ganjar diri (self reinforcement).
9. Behavioral rehearsal: teknik penggunaan pengulangan atau latihan dengan tujuan agar konseli
belajar keterampilan antarpribadi yang efektif atau perilaku yang layak.
10. Behavior contract (kontrak perubahan tingkahlaku): suatu kesepakatan tertulis atau lisan
antara konselor dan konseli sebagai teknik untuk memfasilitasi pencapaian tujuan konseling.
Teknik ini memberikan batasan, motivasi, insentif bagi pelaksanaan kontrak, dan tugas-tugas
yang ditetapkan bagi konseli untuk dilaksanakan antar pertemuan konseli.
11. Homework assignment (Pekerjaan Rumah): teknik yang digunakan dengan cara memberikan
tugas/aktivitas yang dirancang agar dilakukan konseli antara pertemuan konseling seperti
mencoba perilaku baru, meniru perilaku tertentu, atau membaca bahan bacaan yang relevan
dengan maslah yang dihadapinya.
12. Role Playing (bermain peran): teknik yang digunakan konselor untuk membantu konseli
mencapai tujuan yang diharapkan dengan permainan peran. Konseli memerankan perilaku
tertentu yang ingin dikuasainya sehingga dapat tujuan yang diharapkan.

Simpulan
Tingkah laku adalah hasil belajar, manusia merupakan hasil dari lingkungan tetapi juga
pencipta lingkungan. Tidak ada asumsi dasar yang dapat merangkum seluruh prosedur dalam
pendekatan tingkah laku. Teknik konseling kelompok behavioral sangat menitikberatkan kepada
pengubahan tingkah laku dan tindakan, tidak terkecuali dalam sebuah kelompok. Konselor dapat
menjadi pembimbing tiba-tiba kemudian bisa pula menjadi fasilitator atau juga supervisor dalam
sesi-sesi konseling yang dilakukan. Teknik-teknik pengubahan tingkah laku yang khusus dalam
behavioral adalah ; Pelatihan Asertivitas, Latihan Respon, Relaksasi, Desensitisasi Sistematis,
Implosion dan Flooding, yang mana teknik-teknik ini dapat digunakan sesuai kondisi dan tingkat
keperluannya dalam proses konseling kelompok. Proses konseling kelompok behavioral ini jarang
sekali dapat dilakukan hanya sekali, perlu beberapa sesi untuk setiap konseli agar benar-benar puas
dan mengubah tingkah lakunya sesuai dengan harapannya. Namun konseling behavioral sangat
efektif untuk mengurangi tingkat dan kecenderungan seperti kecemasan, kegalauan, kekhawatiran,
kebingungan dan lain sebagainya dalam lingkup singkat.
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsini. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Dimyati, Mahmud. (2000). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Institut
Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Erdiyati (Konseling Kelompok Behaviouristik.........)


ISSN 2620-9780 (Online), Jurnal Prakarsa Paedagogia 66
2621-5039 (Cetak) Vol. 1 No. 1, Juni 2018 Hal. 61-66

Edi, Legowo. (2003). Analisis Pengubahan Tingkah Laku. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Hurlock, E. (1999). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga
Hamalik, Oemar. (2004). Prses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Iqbal, Hasan. (2002). Pokok-Pokok Materi metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia
Indonesia
Margaret, Bell. (2001). Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: Rajawali Pers
Marzuki. (2002). Metodologi Riset. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas
Islam Indonesia
Muhibbin, Syah. (2005). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya
Santoso, S., & Zamroni, E. (2017). Analysis of Social and Emotional Development of Orphaned
Youth in terms of Self Concept and Resilience: Study at Child Care Children's Home
(PSAA) Tunas Bangsa Pati. GUIDENA: Jurnal Ilmu Pendidikan, Psikologi, Bimbingan dan
Konseling, 7(1), 87-93.
Sardiman. (2002). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Gunarso, S. (2002). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia
Slameto. (2005). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta
Soedomo, Hadi. (2005). Pengelolaan Kelas. Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan UNS dan
UPT Penerbitan Percetakan UNS
Soli&Thayeb. 2002. Teknik dan Laboratorium Konseling. Jakarta: departeman Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Akademik
Trisno, Martono. (2005). Strategi Belajar-Mengajar. Surakarta: departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Universitas Sebelas Maret
Thulus, Hidayat dkk, (2001). Psikologi Pendidikan. Surakarta: FKIP Universitas Sebelas Maret
Yamin, Martini, (2006). Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia, Jakarta : Putra Grafika.
Winkel WS, (2001). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: Grasindo
Zamroni, E. (2016). Urgensi career decision making skills dalam penentuan arah peminatan peserta
didik. Jurnal Konseling Gusjigang, 2(2).
Zamroni, E., & Rahardjo, S. (2015). Manajemen Bimbingan Dan Konseling Berbasis
Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014. Jurnal Konseling Gusjigang, 1(1).
Zamroni, E., Sugiharto, D. Y. P., & Tadjri, I. (2014). Pengembangan Multimedia Interaktif
Bimbingan Karir Untuk Meningkatkan Keterampilan Membuat keputusan Karir
Pada program Peminatan Siswa SMP. Jurnal Bimbingan Konseling, 3(2)

Erdiyati (Konseling Kelompok Behaviouristik.........)

Anda mungkin juga menyukai