Anda di halaman 1dari 75

SKRIPSI

ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI


KOTA TASIKMALAYA

Disusun Oleh :
AMI NURJANNAH
NIM : 02115006

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NAROTAMA
SURABAYA

Jl. Arief Rachman Hakim No.51 Surabaya


Phone : 031-5946404- 5995578, fax. 031- 5931213
www.narotama.ac.id
2020
ABSTRAK

Tanah Pertanian merupakan salah satu ekosistem penunjang


kehidupan warga Negara Indonesia, tanah yang subur menjadi buah yang
akan menghasilkan sumber daya pangan untuk seluruh warga penduduk
yang berada di sekitarnya. Demi mempertahankan sumber daya pangan di
Indonesia para petani pasti melakukan perawatan dan perlindungan
terhadap tumbuhan yang mereka tanam baik itu padi, jagung, atau
tumbuhan lainnya yang memberikan hasil buah pertanian. Sumber daya
yang baik adalah sumber daya yang terus diberikan perhatian dan
pengelolaan secara berkala untuk mencapai hasil yang sempurna dalam
ketersediannya. Selain perawatan dari para petani untuk mewujudkan
ekosistem yang semakin maju perlu adanya upaya pemerintah dalam
mendukung kemajuan sumber daya bahan pangan, karena dengan begitu
pemberdayaan alam dan pemerintahan saling berjalan dengan selaras dan
seimbang, akan tetapi tidaklah mudah dalam pelaksanaannya perlu adanya
saling membangun kesadaran untuk mewujudkannya. Memasuki era baru
seperti sekarang ini pemerintah melakukan banyak perubahan dan
peralihan atas dasar untuk menjadikannya suatu sumber penghasilan yang
dibidang yang berbeda, seperi halnya peralihan fungsi tanah pertanian
menjadi sebuah gedung atau bahan bangunan lainnya untuk mencapai hasil
yang lebih pesat dan kerab dianggap lebih pantas dan mewah. Peralihan
tanah pertanian bukan lagi hal yang tabu dalam kehidupan seperti sekarang
ini, untuk memajukan teknologi dan perkembangan suatu wilayah atau
negara tanah pertanian sudah banyak menjadi sasaran utama para
pengusaha dan pemerintahan yang bergerak dibidangnya. Tanah pertanian
yang dialihkan menjadi sebuah gedung menjadi pertanyaan terhadap
bagaimana keabsahan dalam proses pelaksanaannya. Karena dengan
adanya peralihan pertanahan dapat berpengaruh terhadap keberlangsungan
hidup para penduduk dan petani yang berada disekitarnya. Karena wujud
dari sebuah seumber daya alam adalah dengan mempertahankan dan
mengembangkannya agar tetap berlangsung.

Kata Kunci : Pertanian, Alih Fungsi Lahan

i
ABSTRACT

Agricultural land is one of the ecosystem supporting the life of


Indonesian citizen, fertile land into fruit that will produce food resources
for all residents who are in the vicinity. In order to maintain food resources
in Indonesia farmers must do the care and protection of plants that they
plant whether rice, corn, or other plants that produce agricultural fruits.
Good resources are resources that are continually given attention and
management periodically to achieve perfect results in supplementary. In
addition to the care of the farmers to realize an increasingly advanced
ecosystem need the Government's efforts in supporting the advancement
of food resources, because so the empowerment of nature and governance
of each other is aligned and balanced, but it is not easy in the
implementation necessary to build awareness to make it happen. Entering
a new era as now the government is doing many changes and shifts on the
basis to make it a source of income in a different field, as well as the
transition of agricultural land function into a building or other building
materials to achieve a faster outcome and the Kerab is considered more
appropriate and luxurious. The transition of agricultural land is no longer a
taboo in life as it is today, to advance the technology and development of a
region or country of agriculture has become a major target of
entrepreneurs and governments engaged in the field. The farmland turned
into a building is a question of how validity is in the process of
implementation. Because with the transition the land can affect the
sustainability of the lives of the inhabitants and farmers around it. Because
the manifestation of a seumber of natural power is to defend and develop it
to keep it going.

Keywords : Agriculture, Land Transfer

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR………………………………................................. i

MOTTO…………………………………………………………………..... ii

ABSTRAK……………………………………………………………….... iii

ABSTRACT……………………………………………………………….. iv

DAFTAR ISI……………………………………………………………...... v

BAB I……………………………………………………………………...... 1

PENDAHULUAN……………………………………………………......... 1

1.1. Latar
Belakang…………………………………………………..... 1
1.2. Rumusan
Masalah………………………………………………… 8
1.3. Tujuan
Penilitian………………………………………………….. 9
1.4. Manfaat
Penilitian………................................................................ 9
1.4.1. Manfaat Teoritis…………………………………………...... 9
1.4.2. Manfaat Praktis……………………………………………... 10
1.5. Tinjauan
pustaka…………………………………………………. 10
1.5.1. Konsep Peralihan Hak .....................……………………....... 10
1.6. Metode Penelitian.......
…………………………………………….. 11
1.6.1 Jenis Penelitian........................................................................ 11
1.6.2 Sumber dan Bahan Hukum .................................................... 12
1.6.3 Pendekatan Masalah................................................................ 12

iii
1.6.4 Teknik Pengumpulan Data...................................................... 13
1.6.5 Analisa Data............................................................................ 13
1.7. Orisinalitas Penelitian………………….........................................
13
1.8. Sistematika Penelitian.....……………………................................
14

BAB II………………………………………………………………..... 16

AKIBAT HUKUM PERALIHAN HAK ATAS TANAH LAHAN


PERTANIAN KE NON PERTANIAN YANG TIDAK SESUAI
KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN................................... 16

2.1. Pengertian Tanah, Tanah Pertanian, Tanah Non Pertanian.....


16
2.2. Pengertian Alih Fungsi, Dasar Hukum Alih Fungsi...................
16
2.3. Faktor-faktor Pendorong Pengalihan Fungsi Penggunaan
Lahan Pertanian ke Non Pertanian..........................................................
24
2.4. Akibat Hukum Yang Timbul dari Peralihan Hak Atas Tanah
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.................................................
36

BAB III…………………………………………………………….......

UPAYA PEMERINTAH DALAM PENGENDALIAN ALIH FUNGSI


PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN
PANGAN BERKELANJUTAN......................................................... 41

3.1. Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Ke Non


Pertanian... 42
3.2. Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan

iv
Berkelanjutan52
3.3. Upaya Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non
Pertanian Pemerintah Kota
Tasikmalaya............................................................ 60
3.4. Hambatan Pemerintah dalam Pengendalian Alih Fungsi
Lahan... 62

BAB IV……………………………………………………........................ 68

PENUTUP……………………………………………………………….. 68

4.1. Kesimpulan………………………………………………………….. 68

4.2. Saran……………………………………………………………........ 70

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………... 71

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu sumber kekayaan alam yang paling penting di bumi

adalah tanah karena tanah telah memberikan banyak manfaat dan dapat

menunjang kehidupan untuk semua makhluk hidup, termasuk manusia

baik dari masyarakat kecil seperti petani maupun masyarakat pebisnis atau

pemilik modal hingga pejabat pemerintahan yang biasanya bertujuan

untuk terciptanya infrastruktur yang memadai dalam Negeri. Tanah

merupakan ekosistem alam yang dapat digunakan oleh manusia dalam

berbagai macam kebutuhan dari menanam padi, memupuk tanaman,

pembangunan gedung, pembagunan rumah dan kebutuhan manusia

lainnya sampai pada penguburan jasat manusia atau hewan ke liang lahat.

Sebuah tanah tidak akan pernah luput dari lahan pertanian sebab lahan

pertanian begitu sangat berpengaruh pada sandang pangan para petani

untuk terus memproduksi serta menghasilkan tanaman yang indah,

sandang pangan yang dibutuhkan ataupun untuk pemeliharaan hewan

ternak di dalam lahan pertanian. Dalam hal memupuk dan menghasilkan

bahan pangan keberadaan petani menjadi sangat penting bagi negara

agraris untuk turut serta berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dalam bidang pertanian. Tanah merupakan dasar dari sebuah

pelestarian alam yang sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup di

1
2

bumi ini, partikel tanah yang menjadi akumulasi tubuh alam yang dapat

menduduki sebagian besarnya adalah permukaan planet bumi ini.

Walaupun dalam pembangunan sebuah gedung atau lahan yang kian

mengurangi perkembangan tanah di bumi akan tetapi tidak berubah tanah

masih menjadi hal yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup

manusia. Tanah harus tetap diberikan perawatan yang cukup demi

melestarikan kesuburannya dalam menumbuhkan tanaman dan

memberikan manfaat yang berlimpah untuk manusia, terutama bagi para

pemerhati tumbuhan akan sangat sedih jika lahan tanah dialihkan tidak

pada fungsinya.

Sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah nomor 22 Tahun 1976

tentang Pembentukan Kota Administratip Tasikmalaya. Pada saat itu kota

Tasikmalaya masih menjadi kota yang sangat kecil namun mampu

berkembang jauh lebih baik ketimbang kota-kota besar lainnya. Letak jalur

utama selain pulau Jawa di Provinsi Jawa Barat yaitu kota Tasikmalaya

tidak sedikit para investor yang menyalurkan dananya untuk melakukan

pembangunan dan menanamkan modal untuk kepentingan usaha para

investor, karena letak yang strategis dan mampu memberikan potensi

terhadap pengembangan usaha, selain kota Bandung, Jakarta dan

Semarang ataupun kota besar lainnya Kota Tasikmalaya sebagai salah satu

target para investor untuk melakukan perluasan cabang usahanya, mereka

menjadikan kota Tasikmalaya sebagai Kota pilihan terbaik. Kota yang

memiliki banyak keindahan alam ini akan sangat berkembang pesat jika

mampu memanfaatkan kekayaan alamnya untuk kesejahteraan masyarakat


3

kota itu sendiri. Saat ini Kota Tasikmalaya memliki Luas Wilayah 183, 8

km sebanyak 692.567 jiwa, memiliki 10 Kecamatan dan 69 Kelurahan.

Berdasarkan data Pusat Badan Statistik Kota Tasikmalaya ditahun 2019

pada bidang tanah dari beberapa kategori status tanah, Hak Milik sebanyak

92.185, sebanyak 10.483 Hak Guna Bangunan, 893 Hak Pakai, 303 Hak

Wakaf, sebanyak 3 Hak Guna Usaha, dan ada 3 Hak Pengelolaan Tanah.

Hal ini menjadi rujukan bahwa Kota Tasikmalaya mengalami

perkembangan dari beberapa tahun yang cukup membaik.

Dari perkembangan yang mencakup beberapa sektor pembangunan

di Kota Tasikmalaya ternyata masih banyak yang belum terverifikasi oleh

data sementara terpantau dari jumlah Bidang Tanah yang terdaftar Badan

Pertanahan Nasional Kota Tasikmalaya ada 103.870 bidang, sedangkan

fakta dilapangan menyatakan kurang lebih 300 ribu tanah yang belum

terverifikasi. Kendala ini diakibatkan karena sulitnya masyarakat untuk

melengkapi proses pendaftaran berkas, hal ini juga berkaitan dengan

bagaimana pemerintah daerah melakukan konsolidasi terhadap masyarakat

terkait status kepemilikan tanah.

Permasalahan yang serupa terkait dan tak kalah pentingnya adalah

peralihan tanah pertanian ke non pertanian. Alih fungsi tanah pertanian

yang sangat mengkhawatirkan masyarakat dalam pembangunan sebuah

gedung atau hotel ini bukan semakin memberdayakan para petani akan

tetapi justru para petanilah yang diperdaya. Tanah pertanian semakin

sedikit, ditanam besi, beton dan lain sebagainya untuk kepentingan

pembangunan yang dianggap kurang bisa mengalihkan fungsi tanah


4

pertanian dengan baik. Kesejahteraan para petani berada pada sumber

kekayaan tanah pertanian yang menjadi fokus untuk memaksimalkan hasil

produk para petani di Kota Tasikmalaya. Hal ini sesuai dengan asas dan

tujuan daripada perlindungan dan pemberdayaan para petani untuk

mencapai kedaulatan, kemandirian, kebermanfaatan, efisiensi, berkeadilan,

dan berkelanjutan.

Sandy (1995), mengatakan “Penggunaan lahan merupakan wujud

dari kegiatan manusia pada suatu ruang atau tanah”. Sedangkan menurut

Purwadhi (2008), mengatakan bahwa : “Penggunaan lahan berkaitan

dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu, penggunaan lahan

biasanya digunakan untuk mengacu pada pemanfaatan masa kini”.

Dengan begitu maka penggunaan lahan bisa diartikan sebagai bentuk

kegiatan manusia pada bidang lahan yang dilakukan untuk mendapatkan

manfaat demi memenuhi kebutuhan manusia.

Boedi Harsono (2008) menjelaskan bahwa sebutan tanah dalam

bahasa kita dapat dipakai dalam berbagai arti, maka dalam penggunaannya

perlu diberi batasan, agar diketahui dalam arti apa istilah tersebut

digunakan. Dalam Hukum Tanah kata sebutan “tanah” dipakai dalam arti

yuridis, sebagai suatu pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh

UUPA. Dalam pasal 4 dinyatakan, bahwa Atas dasar hak menguasai dari

Negara...ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi,

yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh

orang-orang... .Dengan demikian jelaslah, bahwa tanah dalam pengertian

yuridis adalah permukaan bumi (ayat 1). Sedang hak atas tanah adalah
5

hak atas sebagian tertentu permukaan bumi, yang berbatas, berdimensi

dua dengan ukuran panjang dan lebar. Tanah diberikan kepada dan

dipunyai orang dengan hak-hak yang disediakan oleh UUPA, adalah untuk

digunakan atau dimanfaatkan. Diberikannya dan dipunyainya tanah

dengan hak-hak tersebut tidak akan bermakna jika penggunaannya terbatas

hanya pada tanah sebagai permukaan bumi saja. Untuk keperluan apapun

tidak bisa tidak, pasti diperlukan juga penggunaan sebagian tubuh bumi
1
yang ada dibawahnya dan air serta ruang yang ada di atasnya. Oleh

karena itu dalam ayat (2) dinyatakan bahwa hak-hak atas tanah bukan

hanya memberikan wewenang untuk mempergunakan sebagian tertentu

permukaan bumi yang bersangkutan, yang disebut “tanah”, tetapi juga

tubuh bumi yang ada di bawahnya dan air serta ruang yang ada di

atasnya.2

Leser dan Rood dalam bukunya mengatakan bahwa semua

makhluk hidup yang berada di bumi membutuhkan bentang lahan dan

sumber daya alam sebagai tempat tinggal hidup dan melakukan berbagai

aktivitas kehidupan. Segala bentuk aktivitas manusia seperti pengelolahan

sumber daya tanah untuk lahan pertanian., perkebunan, dan perikanan

merupakan bentuk aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan,

dan papan bagi masyarakat.

Vink dalam bukunya mengatakan arti dari penggunaan lahan

adalah : “Segala bentuk intervensi atau campur tangan manusia terhadap

bidang lahan dalam rangka memenuhi hidupnya baik secara material


1
Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, hlm. 18

2
Ibid
6

ataupun spiritual”. Menurutnya Penggunaan lahan ada 2 (dua) tipe, yaitu

sebagai berikut :

a. Penggunaan lahan untuk tanah pertanian. Contohnya adalah sawah,

perkebunan, hutan produksi, cagar alam, dan lain-lain

b. Penggunaan lahan Tanah Non Pertanian. Contohnya adalah perkotaan

atau pedesaan, tempat wisata, pertambangan, dan lain-lain.

Semakin meningkatnya kebutuhan dan kurangnya lahan pertanian

yang subur dan berpotensi, juga adanya persaingan penggunaan lahan

antara sektor pertanian dan sektor non pertanian, dari itu diperlukan

adanya kecanggihan teknologi yang tepat untuk memaksimalkan dalam

penggunaan sumber daya lahan secara berkesinambungan. Kecanggihan

teknologi yang sangat dibutuhkan untuk mengelola lahan secara tepat dan

benar. Dalam penggunaannya memang tidak bisa dilakukan secara

sembarangan, butuh banyak pertimbangan sebelum memutuskan dalam

penggunaan bentang lahan.

Pada umumnya penggunaan lahan dilihat dari kemampuan lahan dan

lokasinya. Apabila untuk aktivitas pertanian, penggunaan lahan tergantung

pada kelas kemampuan lahan yang bercirikan adanya perbedaan terhadap

sifat-sifat penghambat bagi penggunaannya. Suparmoko menuturkan

bahwa penggunaan lahan juga dilihat pada lokasi dimana lahan tersebut

berada di daerah pemukiman, lokasi industri, ataupun untuk daerah-daerah

wisata.

Rustiadi menuturkan bahwa untuk memuaskan kebutuhan hidup yang

manusia inginkan menjadi terus berkembang, dan untuk meningkatkan


7

pertumbuhan dari segi ekonomi, pengelolaan sumber daya alam terkadang

tidak mempertimbangkan aspek secara berkelanjutan, kemudian akhirnya

kelestariannya semakin terancam dan mengakibatkan pada kurangnya

sumber daya lahan yang berkualitas tinggi. Sementara itu pada sisi lain

manusia semakin bergantung pada sumber daya lahan yang bersifat

marginal dengan kualitas yang kurang baik atau masih rendah. Hal seperti

itu terkadang bisa berakibat semakin berkurangnya ketahanan pangan,

intensitas pencemaran yang berat dan maraknya kerusakan pada

lingkungan. Secara otomatis aktivitas dalam kehidupan cenderung pada

sistem pemanfaatan sumber daya alam dengan kapasitas yang menurun.

Namun pada kenyataannya masih banyak permintaan sumber daya lahan

yang terus meningkat akibat dari tekanan pertambahan penduduk dan

meningkatnya konsumsi per kapita pada masyarakat.3

Indonesia yang merupakan Negara agraris mempunyai sumber daya

alam yang sangat kaya raya baik dari sektor pertanian, perkebunan,

pertambangan, dan perikanan. Dengan modal besar dan melimpah yang

dimiliki Negara Indonesia seharusnya dapat mencapai kemakmuran dan

kesejahteraan dalam hal pertanian akan memberikan peran penting dalam

perekonomian Nasional. Menurut pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 “Bumi dan Air dan kekayaan

alam yang terkandung di dalam nya dikuasai oleh Negara dan dipengaruhi

untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Selanjutnya dalam Undang-

Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang perlindungan Verietas Tanaman

3
Suriansyah Murhaini, “Hukum Pertanahan Alih Fungsi Tanah dan Fungsi Sosial Hak
Atas Tanah”, LaksBang Justitia Surabaya, Yogyakarta, 2018, hlm. 158.
8

disebutkan bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Agraris,

maka pertanian yang maju, efisien dan tangguh mempunyai peranan yang

penting dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan Nasional.

Dalam keterangannya Djoni Sumardi Gozali (2017) menyebutkan

Tanah dalam kehidupan manusia menempati kedudukan yang sangat

penting, karena sebagian besar kehidupan manusia bergantung pada tanah.

Tanah merupakan tempat tinggal bagi manusia, disamping itu tanah juga

sebagai sumber penghidupan. Bahkan tanah merupakan harta yang dapat

dicadangkan untuk kehidupan dimasa akan datang, tanah pula yang

dijadikan tempat disemayamkan jenazah orang meninggal dunia.

Demikian pentingnya arti tanah bagi kehidupan manusia, maka dalam

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 2043) (selanjutnya disebut UUPA) hak-hak atas tanah

dapat diberikan secara perorangan maupun secara bersama-sama dengan

orang lain. Pemberian hak-hak atas tanah tersebut memberikan

kewenangan untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan sekedar

diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan tanah

itu. 4

Kebijakan peralihan fungsi tanah pertanian yang dibuat suatu Negara,

termasuk Indonesia sebetulnnya bertujuan mengatur ketersediaan lahan

pertanian agar tetap stabil dan tidak menyempit, tidak mudah atau cepat

rusak tetap berfungsi dengan baik. Akibat ulah atau pemanfaatan para
4
Djoni Sumardi Gozali, 2017, Hukum Pengadaan Tanah, UII Press, Yogyakarta, hlm. 1
9

penghuninya, karena pada dasarnya peralihan tanah pertanian terjadi

karena unsur yang bertujuan untuk mempertahankan hidup manusia

lainnya.

Berdasarkan uraian diatas dalam penulisan skripsi ini penulis

mengusung judul tentang “Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non

Pertanian di Kota Tasikmalaya”. Menurut penulis adanya suatu proses

peralihan fungsi lahan yang dilaksanakan oleh pemerintah dapat

mempengaruhi sektor ekonomi, sosial dan budaya pada masyarakat yang

berada pada wilayah setempat, terutama pada kesuburan tanah

mengakibatkan dampak penurunan produksi pangan Nasional dan banyak

buruh tani yang kehilangan pekerjaan apabila peralihan fungsi ini tidak

sesuai dengan kondisi dan keadaan masyarakat di wilayah tersebut maka

akan sangat jelas lemahnya regulasi pengendalian fungsi lahan ini karena

ketidaktegasan peraturan pemerintah dan pejabat yang menangani

peralihan fungsi lahan dalam melaksanakan tugasnya sehingga bisa

dikatakan sengaja mengalihkan fungsi tanah pertanian tersebut untuk ke

sektor fungsi pada bidang lain. Dengan adanya peralihan fungsi tanah

pertanian yang kurang memberikan kesejahteraan terhadap masyarakat

seharusnya ada ketegasan terhadap kekuatan hukum, memberikan

ketegasan terhadap penegak hukum, dan memberikan sanksi pelanggaran

kepada yang bersangkutan dalam menangani kasus peralihan tanah

pertanian ke non pertanian agar tidak timbul perselisihan ataupun sengketa

tanah yang menyebabkan ketidakpastian hukum dalam pengelolaannya

dikemudian hari.
10

1.2 Rumusan Masalah

Melihat kembali pada persoalan kasus pembangunan gedung yang

baru saja terjadi pada tahun 2019 lalu di Kota Tasikmalaya berdasarkan

uraian latar belakang penelitian diatas bahwa segala ketentuan yang

berlaku kemakmuran dan kesejahteraan rakyatlah yang harus diutamakan.

Demikian pula dengan Bumi dan air serta kekayaan alam yang berada di

Negara ini dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Namun makna dari sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat ini memerlukan implementasi yang sangat konkret. Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria memuat berbagai pasal khusus berkaitan dengan

pertanahan. Termasuk pada pasal 15 memelihara tanah, menambah

kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban setiap

orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum

dengan tanah, dengan memperhatikan pihak yang ekonominya lemah. Jika

tanah pertanian yang penduduknya rata-rata ekonomi lemah hal ini akan

sangat berpengaruh pada sektor ekonomi para petani dan penduduk

disekitarnya. Dan mengakibatkan tidak stabilnya harga pasar, juga akan

berpengaruh pada regenerasi para petani kemudian hari jika tanah

pertanian terus menerus di alih fungsikan sebagai pembangunan gedung,

semakin sempit dan tidak ada lagi keindahan alam yang terlihat dari

sebuah perkebunan hasil bumi.


11

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan rumusan

masalah mengenai Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian di Kota

Tasikmalaya adalah sebagai berikut :

1. Akibat hukum apa jika peralihan lahan pertanian ke non pertanian di

Kota Tasikmalaya tidak sesuai dengan peraturan perundang-

undangan ?

2. Upaya apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi

peralihan penggunaan tanah pada Lahan Pertanian Berkelanjutan?

1.3 Tujuan Penelitian

Dilaksanakannya penelitian hukum ini untuk mengembangkan

potensi dan disiplin ilmu hukum dari tridarma Perguruan tinggi swasta

ataupun Negeri, untuk membina kemampuan penulis dalam menyelesaikan

studi ilmu hukum dalam memperoleh gelar sarjana hukum dan untuk

menyatakan kebenaran secara ilmiah. Mengetahui dari beberapa aspek

akibat dari suatu Peralihan Tanah Pertanian penulis memiliki tujuan dari

penelitian ini untuk mengetahui beberapa hal diantaranya :

1. Untuk mengetahui akibat hukum jika peralihan lahan pertanian ke non

pertanian tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2. Menganalisa upaya hukum pemerintah (daerah) Kota Tasikmalaya

dalam menangani persoalan yang timbul akibat dari alih fungsi tanah

tanah pertanian ke non pertanian.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis


12

 Untuk memenuhi tugas akhir dalam menyelesaikan studi di Fakultas

Hukum Universitas Narotama Surabaya.

 Untuk pengembangan keilmuan dan pengetahuan penulis dilingkungan

Hukum Pertanahan.

 Untuk mengetahui upaya mengatasi permasalahan akibat peralihan

tanah pertanian ke non pertanian.

1.4.2 Manfaat Praktis

 Manfaat bagi Penulis

Manfaat yang dapat dirasakan secara langsung oleh penulis adalah

semakin bertambahnya pengetahuan dan referensi permasalahan alih

fungsi tanah.

 Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bagaimana keabsahannya

suatu kewenangan pemerintah atau pejabat yang berwenang

menangani peralihan tanah pertanian dapat sinkron dengan kondisi dan

situasi masyarakat dimana masyarakat itu tinggal agar terciptanya

tindakan hukum yang baik serta dapat mencapai kebermanfaat,

kepastian, dan keadilan dalam kehidupan.

1.5 Tinjauan Pustaka

1.5.1 Konsep Peralihan Hak

Peralihan Hak atas Tanah merupakan proses peralihan subjek hak

atas tanah ke subjek hak atas tanah yang lain dan dapat dialihkan melalui 2

(dua) cara yaitu :


13

1. Beralih Adalah proses berpindahnya hak milik atas tanah dari pemilik

kepada pihak lain karena ada suatu peristiwa hukum.5

Beralihnya hak milik atas tanah yang telah bersertipikat wajib

didaftarkan ke Kantor Pertanahan Kota atau Kabupaten setempat

dengan surat keterangan yang telah dibuat oleh pejabat PPAT ataupun

camat kelurahan atau desa setempat.

Adapun prosedur peralihan hak atas tanah diatur dalam pasal 37 ayat

(1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah.

2. Dialihkan atau Pemindahan Hak

Adalah proses dialihkannya atau pemindahan hak suatu tanah dari

pemilik kepada pihak lain karena adanya suatu peristiwa atau perbuatan

hukum. Contohnya Jual Beli, Hibah, Waris, Lelang.

Berpindahnya hak atas tanah karena dialihkan atau dipindahkan harus

ada pembuktian akta yang dibuat oleh Notaris atau PPAT daerah

setempat dan didaftarkan ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota

setempat untuk dicatata dibuku tanah berupa (sertipikat tanah) dari

nama pemilik tanah yang sebelumnya kemudian menjadi nama pemilik

yang baru.

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Jenis Penelitian

5
Arifin, Ratih Putriani, Ethesis:”Hak Kepemilikan Atas Tanah Kosong:Komparasi
Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 dan Hukum Islam”(Malang:UIN
Maulana Malik Ibrahim), Hal.30.
14

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian Yuridis

Normatif yaitu menganalisa terhadap peraturan perundang-undangan yang

berhubungan dengan pokok permasalahn yang sedang diteliti sebagai

bahan hukum primer. Karena penelitian ini memfokuskan pada peraturan

perundang-undangan, maka dari itu jenis penelitian ini menggunakan

metode pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan selain itu

penelitian ini menggunakan metode pendekatan konseptual (konseptual

approach), yang berasal dari bahan hukum sekunder.

1.6.2 Metode Pendekatan

Metode penelitian ini menggunakan metode pendekatan

perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan konseptual

(conseptual approach). Metode pendekatan perundang-undangan yang

dilakukan yaitu dengan mengkaji dan menganalisa dari berbagai peraturan

perundang-undangan yang mengatur tentang Alih Fungsi Lahan Pertanian

Ke Non Pertanian yang ada di Indonesia. Sedangkan pendekatan

Konseptual dilakukan dengan mengkaji dan menganalisa dari berbagai

konsep serta pengertian tentang Alih Fungsi Lahan Pertanian Ke Non

Pertanian.

1.6.3 Sumber dan Bahan Hukum (Legal Sources)

Sumber bahan hukum dalam penelitian ini menggunakan 2 (dua)

jenis bahan hukum yaitu sebagai berikut :

1. Sumber Bahan Hukum Primer :


15

- Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1976 tentang Pembentukan

Kota Administratip Tasikmalaya

- Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

- Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar

Pokok – Pokok Agraria.

- Undang – undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan

- Dan Peraturan – Peraturan lainnya yang masih berlaku di Indonesia.

2. Sumber Bahan Hukum Sekunder yaitu :

Naskah akademis, rancangan undang-undang, jurnal hukum, hasil

penelitian ahli hukum, pustaka hukum dan lain-lain.

1.6.4 Pendekatan Masalah

Sebagai acuan dari penelitian ini penulis memfokuskan pada

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan. Sebagaimana yang telah disebutkan di

atas bahwa dalam penelitian ini masalah yang sedang diangkat adalah

mengenai akibat hukum peralihan hak atas lahan pertanian ke non

pertanian yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undagan.

1.6.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipakai adalah dengan mengkaji dan

menganalisa data dari berbagai informasi, buku – buku dan sumber

lainnya yang berkaitan dengan kebutuhan dalam penulisan skripsi.


16

1.7 Orisinalitas Penelitian

Dalam suatu penelitian memerlukan perbandingan dengan penelitian

atau karya tulis ilmiah lainnya agar mampu memberikan perbaruan dan

reverensi dari penulisan sebuah skripsi. Penulisan Skripsi oleh Zaki

Manggala Putra Mohammad yang berjudul “Pengaruh Alih Fungsi Lahan

Pertanian Dan Jumlah Penduduk Terhadap Ketahanan Pangan Beras Kota

Tasikmalaya Tahun 2012-2017” Sarjana Thesis, Universitas Siliwangi,

Kota Tasikmalaya. Membahas tentang perkembangan jumlah penduduk

dan perekonomian Kota Tasikmalaya secara parsial terhadap ketahanan

pangan dan pengaruh akibat dari alih fungsi lahan pertanian dengan

jumlah penduduk secara bersamaan.

1.8 Sistematika Penelitian

Untuk mempermudah dalam menjabarkan dan menggambarkan secara

keseluruhan hasil penelitian ini maka beberapa deskripsi akan dirangkum

singkat oleh penulis diantaranya adalah :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada Bab I penulis akan menguraikan latar belakang permasalahan,

kemudian merumuskan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian

tinjauan pustaka, Metode Penelitian dan sistematika penulisan.


17

BAB II : AKIBAT HUKUM PERALIHAN HAK ATAS TANAH

LAHAN PERTANIAN KE NON PERTANIAN YANG TIDAK SESUAI

KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN

Pada bab II penulis akan membahas tentang Akibat hukumnya apabila

Alih Fungsi Lahan Pertanian tidak sesuai dengan sebagaimana yang telah

diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009.

BAB III : UPAYA PEMERINTAH DALAM PENGENDALIAN ALIH

FUNGSI PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN TERHADAP

KETAHANAN PANGAN BERKELANJUTAN

Pada bab III penulis akan membahas tentang Upaya Pemerintah dalam

menangani dan mengendalikan alih fungsi lahan pertanian yang

mengakibatkan Ketahanan pangan Daerah Kota Tasikmalaya.

BAB IV : PENUTUP

Pada bab IV penulis memberikan keterangan bagian penutup yang memuat

Kesimpulan dan saran dari permasalahan yang dibahas dalam penelitian

ini.
BAB II

AKIBAT HUKUM PERALIHAN HAK ATAS TANAH LAHAN

PERTANIAN KE NON PERTANIAN YANG TIDAK SESUAI

KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN

2.1 Pengertian Tanah, Tanah Pertanian, Tanah Non Pertanian

Tanah Merupakan sumber daya alam yang dikaruniakan oleh sang

pencipta sebagai sarana untuk keberlangsungan hidup seluruh makhluk di

bumi. Tanah yang subur menjadikan hidup manusia menjadi lebih baik

karena dapat memberikan banyak manfaat dan pengaruh dalam kehidupan

dan bernegara sehingga dapat berkembang seperti Negara Indonesia.

Selain menghasilkan tanaman tanah juga menghasilkan bahan pangan

yang luar biasa dalam kehidupan. Namun perkembangan tanah sedikit

berkurang karena semakin pesatnya teknologi, di Kota Tasikmalaya

contohnya tidak sedikit yang melakukan pembangunan dengan

mengalihkan fungsi tanah atau lahan demi kemajuan dan perkembangan

dalam suatu daerah yang terkadang harus merelakan beberapa ekosistem

alam yang telah ada untuk sarana hidup manusia yang lebih layak dan

mewah. Selain itu, alih fungsi tanah juga banyak difungsikan untuk

pembangunan sebuah gedung, penguburan jasat manusia ataupun hewan,

membuat kerajinan, dan lain sebagaianya. Bagi suatu Negara tanah

merupakan aset terpenting dalam pertumbuhan ekonomi untuk perluasan

suatu daerah ataupun suatu wilayah.

18
19

Sedangkan Tanah Pertanian merupakan tanah yang menjadi objek

dalam bercocok tanam oleh para petani untuk menghasilkan produksi

tanaman ataupun hewan ternak. Lahan Pertanian ada dua jenis berdasarkan

fungsinya yaitu :

1) Tanah Pertanian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B)

Budidaya lahan pertanian pada wilayah pedesaaan yang mempunyai

hamparan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagai fungsi utamanya

adalah untuk mendukung kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan

Nasional.

2) Tanah Pertanian Non LP2B

Merupakan jenis tanah pertanian yang tidak termasuk dalam rencana tata

ruang tercantum dalam Undang- undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang

Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan.

Sedangkan Tanah Non Pertanian ialah Tanah yang dialihkan untuk

pembangunan sebuah gedung dan dijadikan tempat usaha atau kegiatan

selain untuk kegiatan pertanian. Contoh penggunaan tanah non pertanian

yaitu :

1) Penggunaan Tanah Perumahan

Semakin bertumbuhnya penduduk akan bertambah pula pembangunan

rumah untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Pembangunan perumahan

pada beberapa lokasi dari perkotaan hingga pinggir kota ataupun pedesaan.

Penggunaan Tanah Industri

2) Pembangunan tanah Industri ini juga sangat banyak karena seiring

bertambahnya jumlah penduduk dalam suatu daerah untuk menghasilkan


20

suatu barang dan jasa serta untuk membuka lapangan kerja, menigkatkan

pendapatan, menunjang pembangunan daerah, dan memanfaatkan sumber

daya alam, juga termasuk sumber daya manusia yang ada. Pembangunan

Tanah Industri diantaranya yaitu sebagai Pabrik, Pasar, Pertokoan,

Perhotelan, dan lain sebagainya.

3) Penggunaan Tanah Jasa

Penggunaan tanah untuk jasa memerlukan banyak lahan untuk

pembangunannya, diantaranya untuk pembangunan jalan Toll, Terminal,

Halte, Stasiun, rel kereta api, sekolahan, kampus, perpustakaan, tempat

ibadah, tempat hiburan, pos, kantor polisi, markas tentara, tempat wisata,

kebun binatang, atau gedung olahraga. Baik dari tanah pemerintah ataupun

tanah swasta.

2.2 Pengertian Alih Fungsi, Dasar Hukum Alih Fungsi

Alih Fungsi Lahan artinya adalah perubahan sebagian atau seluruh

lahan dari fungsinya semula menjadi fungsi lain karena pengadaan tanah

ataupun menjadi pemukiman dan industri yang dapat memberikan dampak

bagi lingkungan, penduduk dan potensi lain, kebutuhan ini terus

meningkat seiring bertambahnya sektor ekonomi dan kependudukan pada

daerah itu sendiri. Dalam penerapannya alih fungsi lahan mempunyai

dasar dalam pelaksanaannya yang sesuai dengan ketentuan dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku untuk mendukung tertib dan agar tidak

terjadi pengalihan fungsi lahan secara sembarangan. Beberapa dasar

hukum alih fungsi lahan yang berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut :
21

a. Ps. 28 H ayat (1) dan pasal 33 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Menjelaskan konsep pengalihfungsian lahan yang tercermin gagasan

tentang kekuasaan dan hak asasi manusia dan juga konsep ekonomi.

Kedaulatan berada ditangan rakyat yang tercermin pada konsep hak asasi

manusia atas lingkungan hidup sehat, sebagaimana yang dimaksud

terdapat pada ps. 28H ayat (1) UUD 1945 berbunyi :

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,

dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak

memperoleh pelayanan kesehatan”.

Selain itu tercermin juga konsep demokrasi yang berhubungan dengan

prinsip pembangunan berkelanjutan. Diatur dalam pasal 33 ayat (3) dan

ayat (4) UUD 1945 berbunyi :

“Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalam dikuasai oleh

negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Dan perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi

ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisien-berkeadilan, berkelanjutan

dan berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga

keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.6

b. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

Ps. 61 ayat (1) yang menyatakan bahwa :

“Penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap

bencana, potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber
6
Pasal 33 ayat (3-4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
22

daya buatan, kondisi ekonomi, sosial,budaya,politik,hukum,pertahanan

keamanan,lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan, dan teknologi,

sebagai satu kesatuan, dan geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi”.

c. Ps. 1 ayat (8) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Pasal 1 ayat (8) berbunyi :

“Pertanian pangan adalah usaha manusia untuk mengelola lahan dan

agar ekosistem dengan bantuan teknologi, modal, tenaga, kerja dan

manajemen untuk mencapai kedaulatan dan ketahanan pangan serta

kesejahteraan rakyat”. Ditambah lagi pada pasal 44 berisi tentang aturan

dan penjelasan lahan pertanian yang dapat dialihfungsikan untuk

kepentingan umum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan

d. Ps. 21 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya

Air. Berbunyi : “Perlidungan dan pelestarian sumber air ditujukan untuk

melindungi dan melestarikan sumber air beserta lingkungan

keberadaannya terhadap kerusakan atau gangguan yang disebabkan oleh

alam termasuk kekeringan dan disebabkan oleh tindakan manusia”.

e. Ps. 1 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2012 tentang Insentif

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa :

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yaitu merupakan bidang lahan

pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara

konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan,

dan kedaulatan pangan nasional.


23

f. Ps. 1 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan

dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Terdapat pada Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan bahwa :

Alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan yang merupakan

perubahan fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan menjadi bukan

lahan pertanian pangan berkelanjutan baik secara tetap maupun sementara.

g. Ps. 1 ayat (48) Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya tentang Rencana

Detail Tata Ruang Zonasi Kota Tasikmalaya Tahun 2016-2036.

Pasalnya mengatakan bahwa :

Dalam Izin pemanfaatan ruang yaitu izin yang dipersyaratkan dalam

kegiatan dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Dalam kaidah peraturan daerah Kota Tasikmalaya belum ada

pengaturan dasar yang mengatakan secara spesifik bahwa alih fungsi lahan

petanian menjadi non pertanian berdasarkan aturan dan ketetapan

Peraturan Daerah di Kota Tasikmalaya itu sendiri. Dalam hal peraturan

Daerah Kota Tasikmalaya hanya berbicara tentang Rencana Detail dan

Tata Ruang pada Zonasi di Kota Tasikmalaya yang diberlakukan dari

tahun 2016 hingga tahun 2036 mendatang. Jadi alih fungsi lahan pertanian

ke non pertanian di Kota Tasikmalaya peraturannya mengikuti pada

Undang-Undang tertinggi yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 41

Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

pada ps. 44 yang berbicara mengenai Alih Fungsi dan Peraturan


24

Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Alih fungsi lahan pertanian cenderung menjadi permasalahn yang

bersifat negatif di dalam pertanian. Namun masih banyak lahan sawah

yang dialihfungsikan karena tingginya tekanan ekonomi apalagi pada masa

krisis petani dan juga rendahnya harga jual produksi pangan pertanian

sehingga menyebabkan meningkatnya pengalihan fungsi lahan pertanian

ke nonpertanian pada pihak-pihak yang memiliki modal tinggi. Kota

Tasikmalaya termasuk banyak mengalami perubahan karena pengalihan

lahan sawah dan pertanian menjadi industri dan perhotelan. Lihat tabel

kondisi lahan pertanian di Kota Tasikmalaya pada tahun 2019.

Total Lahan Pertanian Kota Tasikmalaya Tahun 2019


Sawah Irigasi (Ha) 4.798
Sawah Tadah Hujan (Ha) 998
Total Sawah (Ha) 5.796
Tegal/Kebun (Ha) 2.594
Ladang/Huma (Ha) 932
Hutan Rakyat (Ha) 1.545
Padang Rumput (Ha) 20

Hutan Negara (Ha) 319

Sementara
72
Tidak Diusahakan (Ha)
Lainnya (Tambak,Kolam,
890
Empang, Dll) (Ha)
Total Bukan Sawah (Ha) 6.372
25

Lahan Bukan Pertanian (Ha) 4.988


Total Wilayah (Ha) 17.156

Sumber : data.tasikmalayakota.go.id

2.3 Faktor – faktor Pendorong Pengalihan Fungsi Penggunaan Lahan

Pertanian ke Non Pertanian

Alih fungsi lahan pertanian dapat disebabkan dari beberapa faktor

diantaranya :

1. Faktor Eksternal

Faktor yang karena perubahan dinamika pertumbuhan perkotaan. Pertama,

pertumbuhan daerah perkotaan, semakin padatnya daerah perkotaan maka

akan terjadi peluasan daerah pinggiran kota atau belakang kota. Daerah

pedesaan dengan kepadatan penduduk yang memasok kebutuhan pangan

di daerah kota mulai mendesak pertumbuhan dan perkembangan penduduk

kota yang semakin padat. Sehingga tanah tanah di desa banyak dialihkan

menjadi tanah pemukiman dan perindustrian. Kedua, pertumbuhan

penduduk yang semakin meningkat menyebabkan semakin banyaknya

permintaan tempat tingga dengan beralihnya tanah pertanian menjadi

tanah pemukiman warga pedesaaan digunakan untuk perumahan, padatnya

pembangunan dianggap sebagai akibat dari menurunnya pertumbuhan

produksi tani, padi, jagung, dan lain lain. Ketiga, Faktor Ekonomi adalah

salah satu faktor yang menyebabkan semakin banyaknya tingkat


26

kebutuhan tanah dibidang ekonomi mulai dari pariwisata sampai pusat

perdagangan. Tekanan ekonomi krisis juga menyebabkan terjadinya alih

fungsi pada lahan pertanian, banyak dari petani yang menjual tanah dan

lahan perkebunannya demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. 7

2. Faktor Internal

Faktor dari dalam yang disebabkan oleh suatu kondisi sosial dan ekonomi

pertanian, karakter petani dari usia, pendidikan, tanggungan keluarga, luas

lahan tanah yang dimiliki, dan tingkat ketergantungan terhadap tanah.

Semakin berkembangnya zaman banyak memilih pekerjaan yang praktis

tidak terlalu banyak mengeluarkan keringat namun penghasilan cukup

biasanya dari kalangan pemuda yang menginginkan bekerja di industri dan

perkantoran dari pada disawah. Hal ini yang dapat mempengaruhi daerah

pedesaan yang sebagian besar penghasilan untuk memenuhi kebutuhan

yang bergerak dibidang pertanian menjadi semakin berkurang karena

memilih untuk pergi ke kota mencari pekerjaan yang lebih praktis. Selain

hal itu semakin meningktanya nilai rupiah dan perkembangan ekonomi,

biaya operasional dalam pengelolaan tanah juga mengakibatkan para

petani mengalami kerugian, sehingga para petani lebih memilih untuk

beralih dan dialihkan profesi serta lahan pertaniannya menjadi non

pertanian. 8

3. Faktor Kebijakan Pemerintah

7
Risna Diani, Skripsi:”Alih Fungsi Tanah Pertanian menjadi Non Pertanian di
Kabupaten Sidoarjo” (Surabaya:UNNAR,2016),Hal .34
8
Ibid, hal 35
27

Lemahnya aspek regulasi terkait dengan masalah kekuatan hukum, sanksi

pelanggaran, 9dan akurasi objek tanah yang dilarang dikonversi, dan

kurangnya aksi nyata serta tidak jelasnya langkah pemerintah dalam

meminimalisir alih fungsi tanah yang terkonversi.

4. Faktor Kependudukan

Semakin bertambahnya jumlah penduduk suatu daerah maka akan semakin

meningkat kebutuhan masyarakat dalam pembangunan lahan untuk rumah,

usaha, industri dan fasilitas umum lainnya. Dibuktikan dengan tabel yang

tertera dibawah berdasarkan sumber Dinas Kependudukan dan Pencatatan

Sipil Kota Tasikmalaya.

Jumlah Penduduk Dan Kepadatan Penduduk Per-Kecamatan Kota

Tasikmalaya Tahun 2019

Kecamatan Jumlah % Luas Kepadatan

Penduduk (Km2) Penduduk


Cihideung 73.372 10,19 5,49 13.365
Cipedes 82.108 11.40 8,96 9.164
Tawang 64.114 8,90 7,07 9.068
Indihiang 57.826 8,03 11,04 5.238
Kawalu 96.942 13,46 42,77 2.267
Cibeureum 68.604 9,52 19,04 3.604
Tamansari 75.970 10,55 35,99 2.111
Mangkubumi 96.834 13,45 24,53 3,948
9
Ibid
28

Bungursari 59.064 8,20 16,90 3.495


Purbaratu 45.048 6,25 12,01 3.751
Total 719.882 100,00 183,80 3.917

Sumber : data.tasikmalayakota.go.id/dinas kependudukan dan pencatatan

sipil.

Selain kepadatan penduduk yang semakin meningkat pada tiap

tahunnya peningkatan taraf hidup masyarakat pun turut berperan dan

mengikuti perkembangan zaman.10 Hamparan tanah sawah yang semula

luas membentang kemudian berkurang karena dialihfungsikan sebagian

areal pemukiman. Semakin tahun jumlah alih fungsi lahan pertanian

semakin meningkat, sementara disisi lain pembukaan lahan pertanian baru

dari kawasan hutan atau tanah kering lainnya (pekarangan dan

perkebunan) tidak memenuhi target yang diinginkan.11

5. Faktor Ekonomi

Meningkatnya nilai sewa tanah yang diperoleh dari sektor non

pertanian daripada sektor pertanian itu sendiri. Rendahnya upah atau

insentif petani karena tingginya biaya hidup dan biaya produksi, sementara

itu harga hasil tani relatif rendah, kebutuhan keluarga petani yang terdesak

untuk mengikuti perkembangan kebutuhan modal usaha ataupun keperluan

lainnya seperti pendidikan, pekerjaan, atau modal tambahan untuk

10
Ibid, hal. 36
11
Suriansyah Murhaini, Hukum Pertanahan Alih Fungsi Tanah dan Fungsi Sosial Hak
atas Tanah, LaksBang Justitia Surabaya, Yogyakarta, 2018, hlm.162
29

mencukupi hidup keluarganya seringkali membuat para petani lebih

memilih menjual tanahnya karena tidak mempunya pilihan lain. 12

6. Kenaikan Kebutuhan masyarakat untuk pemukiman

Ketika didaerah pemukiman sudah tidak lagi mencukupi kebutuhan

yang diminta, maka konversi lahan pertanian menjadi kawasan perumahan

menjadi pilihan sebagai salah satu solusi permasalahn tersebut13.

7. Tingginya biaya penyelenggaraan pertanian

Untuk mengolah sawah atau lahan pertanian dari lapisan tanah agar

mendapatkan hasil yang optimal tentu saja membutuhkan modal yang

tidak sedikit, belum lagi jika barang-barang kebutuhan pengolahan

pertanian tersebut mengalami kenaikan seperti pada saat naiknya harga

bahan bakar minyak, maka harganya bisa melambung menjadi dua kali

lipat. Kenaikan harga pupuk, benih pertanian, biaya irigasi, hingga harga

sewa tenaga petani membuat para pemilik sawah mempertimbangkan

untuk menjual sawah mereka atau mengalihfungsikan lahan menjadi

bangunan atau tempat wirausaha.14

8. Menurunnya harga jual produk-produk pertanian

12
Risna Diani, Op.,cit, hal 37
13
Suriansyah Murhaini, Op.,cit, hal .163
14
Ibid, hal.163
30

Harga jual produk pertaniannya menjadi sangat rendah atau malah

tidak laku dipasaran. Jika hal ini terjadi maka para petani akan menderita

kerugian yang tidak sedikit.15

9. Pergantian ke sektor usaha lainnya

Seiring berkembangnya zaman dan pengetahuan, teknologi, serta

bertambahnya wawasan para pemilik lahan pertanian, maka tidak sedikit

dari mereka yang sengaja mengalihkan fungsi lahan pertanian ke sektor

usaha lain. Dengan harapan perekonomian dapat semakin meningkat,

mereka mulai mendirikan tempat-tempat industri, peternakan, serta tempat

usaha lain di atas lahan pertaniannya. 16

10. Faktor Sosial Budaya

Keberadaan hukum waris yang menyebabkan fregmentasi tanah lahan

pertanian sehingga tidak ada batas minimum skala ekonomi usaha yang

menguntungkan17, lemahnya fungsi kontrol dan pemberlakuan peraturan

pemerintah atau lembaga terkait alih fungsi lahan pertanian. Otonomi

daerah yang lebih mengutamakan pembangunan untuk meningkatkan

Pendapatan Asli Daerah. Selain itu kurangnya minat generasi muda

dibidang pertanian karena beberapa golongan masyarakat menganggap

bahwa pekerjaan dibidang sektor pertanian minim penghasilan dan

bearada dikelas bawah.

15
Ibid, hal 164
16
Ibid, hal 165
17
Risna Diani, Op.,cit, hal 37
31

Adanya faktor yang mendorong alih fungsi lahan pertanian perlu

meninjau kembali pada peraturan dan dasar hukum yang berlaku untuk

melindungi dan menjaga supaya dalam prosesnya tidak terjadi secara

sembarangan. Alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan pada

dasarnya adalah dilarang untuk dialihfungsikan. Sesuai dengan pasal 44

Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan. Dikecualikan yang boleh hanya untuk

kepentingan umum dan beberapa syaratnya dalam pasal 44 ayat 3 yaitu :

a. Dilakukan kajian kelayakan strategis

b. Disusun rencana alih fungsi lahan

c. Dibebaskan kepemilikan haknya dari pemilik; dan

d. Disediakan lahan pengganti terhadap lahan pertanian pangan

berkelanjutan yang dialihfungsikan.

Sesuai dengan pasal 46 Lahan pertanian pangan berkelanjutan yang

dialihfungsikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 ayat (3)

dilaksanakan atas dasar kesesuaian lahan dengan ketentuan yakni :

a. Paling sedikit tiga kali luas lahan dalam hal yang dialihfungsikan

lahan beririgasi

b. Paling sedikit dua kali luas lahan dalam hal yang dialihfungsikan

lahan reklamasi rawa pasang surut dan nonpasang surut (lebak) dan
32

c. Paling sedikit satu kali luas lahan dalam hal yang dialihfungsikan

lahan tidak beririgasi.

Beberapa butir-butir peraturan dalam Undang-undang Nomor 41

Tahun 2009 yang berkaitan dengan pengaturan alih fungsi lahan pertanian

yang dilindungi :

Pasal / Ayat Aturan


Pasal 44 ayat (2) Dalam hal utuk kepentingan umum, Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan dapat

dialihfungsikan, dan dilaksanakan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 44 ayat (3) Pengalihfungsian lahan yang sudah ditetapkan

sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan

dengan syarat :

a. Dilakukan kajian kelayakan strategis

b. Disusun rencana alih fungsi lahan

c. Dibebaskan kepemilikan haknya dari pemilik;

dan

d. Disediakan lahan pengganti terhadap Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan yang

dialihfungsikan
Pasal 45 Selain ganti rugi kepada pemilik, pihak yang

mengalihfungsikan wajib mengganti nilai


33

investasi infrastruktur.
Pasal 46 ayat (1) Penyediaan lahan pengganti terhadap Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan yang

dialihfungsikan dilakukan atas dasar kesesuaian

lahan dengan ketentuan yakni :

a. Paling sedikit tiga kali luas lahan dalam hal yang

dialihfungsikan lahan beririgasi

b. Paling sedikit dua kali luas lahan dalam hal yang

dialihfungsikan lahan reklamasi rawa pasang

surut (lebak); dan

c. Paling sedikit satu kali luas lahan dalam hal yang

dialihfungsikan lahan tidak beririgasi.


Pasal 46 ayat (2) Penyediaan lahan pertanian pangan sebagai

pengganti Lahan Pertanian Berkelanjutan harus

dimasukkan dalam Penyusunan Rencana

Program Tahunan, Rencana Program Jangka

Menengah (RPJM), maupun Rencana Program

Jangka Panjang (RPJP), instansi terkait pada saat

alih fungsi direncanakan.


Pasal 46 ayat (3) Penyediaan lahan pertanian pangan sebagai

lahan pengganti dapat dilakukan dengan yaitu

a. Pembukaan lahan baru pada Lahan Cadangan

Pertanian Pangan Berkelanjutan

b. Pengalihfungsian lahan dari non pertanian ke

pertanian sebagai Lahan Pertanian Pangan


34

Berkelanjutan, terutama dari tanah terlantar dan

tanah bekas kawasan hutan

c. Penetapan lahan pertanian sebagai Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan

Pasal 46 ayat (4) Penyediaan lahan pengganti terhadap Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan yang

dialihfungsikan dilakukan dengan jaminan

bahwa lahan pengganti akan dimanfaatkan oleh

petani transmigrasi maupun nontransmigrasi

dengan prioritas bagi petani yang lahannya

dialihfungsikan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang – undangan


Pasal 46 ayat (5) Untuk keperluan penyediaan lahan pengganti,

pemerintah melakukan inventarisasi lahan yang

sesuai dan memelihara daftar lahan tersebut

dalam suatu Pusat Informasi Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan
Pasal 48 Dalam hal terjadi keadaan memaksa yang

mengakibatkan musnahnya dan/atau rusaknya

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan secara

permanen, Pemerintah dan/atau pemerintah

daerah melakukan penggantian lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan sesuai kebutuhan.


Pasal 49 Lahan pengganti Lahan Pertanian Pangan
35

ditetapkan dengan :

a. Peraturan Daerah Kabupaten / Kota dalam

hal lahan pengganti terletak didalam satu

kabupaten /kota pada suatu provinsi

b. Peraturan Daerah Provinsi dalam hal lahan

pengganti terletak didalam dua

Kabupaten/Kota atau lebih pada satu

provinsi

c. Peraturan Pemerintah dalam hal lahan

pengganti terletak didalam dua provinsi atau

lebih
Pasal 50 ayat (1) Segala bentuk perizinan yang mengakibatkan

alih fungsi Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan batal demi hukum, kecuali untuk

kepentingan umum
Pasal 50 ayat (2) Setiap orang yang melakukan alih fungsi tanah

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan diluar

ketentuan wajib mengembalikan keadaan tanah

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan


Pasal 50 ayat (3) Setiap orang yang memiliki Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan dapat mengalihkan

kepemilikan lahannya kepada pihak lain dengan

tidak mengubah fungsi lahan tersebut sebagai

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan


Pasal 51 ayat (2) Setiap orang yang melakukan kegiatan yang
36

mengakibatkan kerusakan wajib melakukan

rehabilitasi

Sebagaimana yang sudah di jelaskan diatas sesuai dengan buti-butir

dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 dikemukakan secara tegas

bahwa dalam pasal 50 ayat (2) wajib mengembalikan fungsi lahan

pertanian apabila setiap orang yang melakukan alih fungsi tanah lahan

pertanian diluar ketentuan karena pada dasarnya fungsi dari perlindungan

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah untuk memenuhi kebutuhan

rakyat, sesuai dengan pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945,

berbunyi : “bumi, air,dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya

dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besar untuk kemakmuran

rakyat”.

Selain faktor yang mendorong terjadinya alih fungsi pada lahan

sebagian besar banyak menimbulkan akibat hukum dari pengalihan fungsi

lahan terutama pada lahan pertanian pangan berkelanjutan.

2.4 Akibat Hukum Yang Timbul dari Peralihan Hak Atas Tanah Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan

Alih fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian ini berkaitan erat

dengan Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya Nomor 10 Tahun 2016

tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kota

Tasikmalaya Tahun 2016-2036. Pasal 1 ayat (48) mengatakan bahwa :

“Izin Pemanfaatan Ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan

pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-


37

undangan”. Pada pasal 44 ayat (1) mengatakan bahwa : “Lahan yang

sudah ditetapkan sebagai lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilindungi

dan dilarang dialihfungsikan”.

Terkecuali ada Perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah atau bencana

alam yang mengakibatkan hilangnya fungsi lahan dan jaringan irigasi

sesuai dengan pasal 83 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006

Tentang Irigasi.

Berdasarkan ketentuan yang mengatur tentang alih fungsi penggunaan

lahan pertanian menjadi non pertanian tidak dapat terlaksana dengan

sebagaiaman mestinya, banyak dari masyarakat dan pengelola proyek

yang masih mengabaikan peraturan yang ditetapkan pada prosedur yang

berlaku, fakta dilapangan masyarakat yang terkadanag masih

menyepelekan karena menurutnya itu adalah tanah milik pribadi jadi untuk

apa harus berbelit-belit dalam penggunaan tanahnya.

Beberapa penyebab dari tidak berlakunya apa yang dimaksud pada

Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang

Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan disebabkan oleh :

a. Masyarakat yang kurang mengetahui proses yang sesungguhnya

tentang alih penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian.

b. Masyarakat yang kurang tanggap apabila diberikan arahan proses

yang sesuai dengan ketentuan atau prosedur yang berlaku.

c. Adanya pendapat umum yang mendasar dari masyarakat, bahwa

segala sesuatu yang berkaitan dengan tanah harus diselesaikan


38

melalui Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat. Termasuk

dalam hal alih penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian.

Selain daripada itu adanya anggapan yang kurang pada tempatnya,

dari masyarakat pemohon tentang fungsi sebenarnya dari pada fatwa tata

guna ruang atau tanah. Masyarakat pemohon menganggap cukup dengan

diperolehnya fatwa tata guna tanah, sehingga setelah diperoleh maka tanah

pertanian milik pribadi sudah bisa langsung dialihkan penggunaannya

sesuai dengan permohonan. Dan langsung dialihkan status tanahnya ke

yang bersangkutan, dimana dalam perubahan status tanah pada yang

bersangkutan tidak memakai izin perubahan status tanah serta tidak

memperhatikan petunjuk teknis dari Dinas Pertanian, Dinas Pengairan dan

Lembaga yang terkait tindakan tersebut.

Hal-hal seperti itulah yang menyebabkan peraturan Perundang-

undangan yang berkaitan dengan pasal 44 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 2009 tidak berlaku atau tidak dapat terlaksana dan

berjalan dengan baik sebagaimana mestinya. Akibatnya proses alih fungsi

penggunaan alih fungsi lahan pertanian tidak dapat berjalan ataupun

dijalankan dengan sebagaimana mestinya yang dimaksud dalam peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Akibat Hukum yang timbul jika alih fungsi penggunaan lahan yang

masuk dalam LP2B ( Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ) yang tidak

sesuai dengan syarat dan prosedur yang ditetapkan berdasarkan Undang-

Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian


39

Pangan Berkelanjutan yaitu jika ada masyarakat pemohon yang tidak

memenuhi syarat-syarat dan prosedur Pemerintah sebagaimana yang

ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 maka akan

dikenakan sanksi berupa pidana administrasi dan denda. Adapun sanksi

tersebut adalah sebagai berikut :

Pasal 50 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan :

1. Segala bentuk perizinan yang mengakibatkan alih fungsi Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan batal demi hukum, kecuali untuk

kepentingan umum.

2. Setiap orang yang melakukan alih fungsi tanah Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan diluar ketentuan wajib mengembalikan keadaan

tanah Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ke keadaan semula.

3. Setiap orang yang memiliki Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

dapat mengalihkan kepemilikan lahannya kepada pihak lain dengan

tidak mengubah fungsi lahan tersebut sebagai Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan.

Pasal tersebut menegaskan bahwa Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan tidak dapat diterbitkan segala bentuk perizinan, dengan

bukti ayat 1 bahwa segala bentuk perizinan mengenai alih fungsi Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan Batal Demi Hukum.


40

Ketentuan Pidana pada Pasal 72 Undang-Undang Nomor 41 Tahun

2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

menyatakan bahwa :

1. Orang perseorangan yang melakukan alih fungsi Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5

(lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu

miliar rupiah).

2. Orang perseorangan yang tidak melakukan kewajiban mengembalikan

keadaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ke keadaan semula

dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling

banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

dilakukan oleh pejabat pemerintah, pidananya ditambah 1/3 (satu

pertiga) dari pidana yang diancamkan.

Ayat (1) pada pasal ini mengatur mengenai sanksi pidana dan denda

kepada setiap orang yang melaksanakan peralihan fungsi Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan yang melanggar ketentuan pada pasal 44 ayat (1).

Ayat (2) mengenai sanksi bagi tiap orang yang tidak melaksanakan

kewajiban untuk mengembalikan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

seperti semula, kemudian ayat (3) mengenai penambahan hukuman kepada

pejabat pemerintah yang melanggar ketentuan peraturan pada ayat (1) dan

ayat (2). 18
18
Leni Puji Lestari, Tesis:”Kepastian Hukum Perolehan Hak Atas Tanah pada Lahan
Pertnian Pangan Berkelanjutan” (Surabaya:UNNAR,2018), Hal .63
41

Permasalahan alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

pelanggar tidak hanya dari setiap pemilik tanah melainkan pelanggaran

alih fungsi lahan juga dilakukan oleh pejabat pemerintah sehingga

diaturnya pelanggaran tersebut ke dalam pasal 73 Undang-Undang Nomor

41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan yang menyatakan bahwa : “setiap pejabat pemerintah yang

berwenang menerbitkan izin pengalihfungsian lahan pertanian pangan

berkelanjutan tidak sesuai dengan ketentuan aturan sebagaimana dimaksud

pada pasal 44 yat (1) dipidana penjara paling sedikit 1 (satu) tahun dan

paling lama 5 (lima) tahun dan / atau denda paling sedikit Rp.

1.000.000.000,00.- (satu miliar rupiah). Dan denda paling banyak Rp.

5.000.000.000,00,- (lima miliar rupiah)”.

Dalam pasal 50 cukup jelas dikatakan bahwa akibat yang timbul jika

dalam pelaksanaan proses alih fungsi lahan pertanian maka batal demi

hukum, dan mengembalikan lahannya dalam keadaan semula, kecuali

untuk kepentingan umum. Akibat dari alih fungsi lahan juga akan

berpengaruh pada beberapa masa yang akan datang perekonomian

Indonesia masih akan tergantung pada sektor daya alam, dalam situasi

krisis ekonomi dan ketidakpastian politik dan juga karena banyaknya

pelanggaran yang terjadi dibidang sumber daya alam maka akan cepat

menurunnya kualitas lingkungan. Pembangunan industri dan pemukiman

sudah pasti membutuhkan lahan dalam jumlah yang sangat besar, sehingga
42

semakin meningkatkan trend terjadinya pengalihan fungsi lahan pertanian.


19

Selain akibat hukum yang timbul karena alih alih fungsi lahan

pertanian kebijakan pemerintahan dibidang pertanahan selama orde baru

telah menimbulkan dampak bagi sumber daya alam, terutama pada

kualitas tanah pertanian yang banyak dialihfungsikan menjadi areal

perumahan yang mewah, kawasan industri, bahkan menjadi komoditi

untuk investasi dan spekulasi bagi para pemilik modal dan akibatnya tanah

menjadi terlantar dalam jangka waktu tidak tertentu. Dan sampai saat ini

pembangunan perumahan terus berlanjut, yang berkonsekuensi pada

terjadinya pengalihan fungsi lahan pertanian atau sawah menjadi lahan

pemukiman.

19
Suriansyah Murhaini, Op., Cit,. hal 97
BAB III

UPAYA PEMERINTAH DALAM PENGENDALIAN ALIH FUNGSI

LAHAN PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN

BERKELANJUTAN

3.1 Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Ketahanan pangan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

merupakan kekuatan, kamampuan, daya tahan, dan keuletan yang menjadi

tujuan dalam menghadapi tantangan, hambatan, ancaman, dan juga

gangguan yang datang baik dari luar maupun dari dalam.20 Hal tersebut

mengacu kepada tindakan pengendalian alih fungsi lahan pertanian.

Sedang pengendalin itu sendiri yaitu merupakan proses, cara dan tindakan

pengawasan pemanfaatan ruang dalam suatu wilayah atau daerah

Kabupaten/Kota. Pengendalian itu dilakukan secara koordinasi.

Pengendalian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilakukan oleh

Pemerintah dan pemerintah daerah dengan pemberian berupa insentif,

disinsentif, mekanisme perizinan, proteksi, dan juga penyuluhan.

Insentif dan disinsentif kepada para petani berupa keringanan pajak

bumi dan bangunan, pengembangan infrastruktur pertanian, pembiayaan

penelitian dan pengembangan benih, kemudahan dalam mengakses

informasi juga teknologi, penyediaan sarana dan prasarana dalam produksi

pertanian, jaminan penerbitan sertipikat tanah secara sporadik dan

20
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

42
43

sistematik, dan memberikan penghargaan kepada para petani yang

berprestasi.

Sulistiono mengatakan arti dari sebuah Pengendalian dalam Alih

Fungsi Lahan Pertanian menjadi non Pertanian dalam bidang ekonomi

yaitu dengan melalui instrumen ekonomi yang dapat memprioritaskan

kesejahtreraan para petani berkontribusi terhadap perekonomian

masyarakat Nasional. Dan juga ketahanan pangan masyarakat

Beberapa definisi dari ketahanan pangan menurut Word Health

Organization (WHO), empat komponen diantaranya adalah :

1. Ketersediaan Pangan

Artinya ketersediaan pangan adalah merupakan kemampuan memiliki

sejumlah pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar yang

berhubungan dengan suplai pangan melalui produksi, distribusi, dan

pertukaran21

2. Akses Pangan

Akses Pangan yaitu kemampuan memilik dari sumber daya, baik

secara ekonomi maupun fisik untuk mendapatkan bahan pangan yang

bernutrisi. Akses terhadap pangan ini mengacu kepada kemampuan

membeli dan dari besarnya alokasi bahan pangan, dan juga faktor selera

pada suatu individu dan rumah tangga. 22

3. Pemanfaatan Pangan

21
Zaki Manggala Putra, Skripsi “Pengaruh Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Jumlah
Penduduk terhadap Ketahanan Pangan Beras Kota Tasikmalaya Tahun 2012-2017”
(Tasikmalaya:Unsil,2019), hal 9
22
Ibid, hal 10
44

Pemanfaatan Pangan yang dimaksud yaitu kemampuan dalam

memanfaatkan bahan pangan dengan benar dan tepat secara proporsional.

Dan ketika bahan pangan sudah didapatkan, maka berbagai faktor juga

akan mempengaruhi jumlah dan kualitas pangan yang dijangkau.23 Bahan

pangan yang di konsumsi juga harus aman dan memenuhi kebutuhan

fisiologis suatu individu dan masyarakat.

4. Stabilitas Pangan

Untuk hal ini stabilitas pangan juga mengacu pada kemampuan suatu

individu dalam memperoleh bahan pangan sepanjang waktu yang tertentu.

Masalah ketahanan pangan sangatlah krusial karena pangan merupakan

basic human need yang tidak memiliki subtitusi. Permasalahan ketahanan

pangan dan pembangunan pada lahan pertanian harus bisa kembali

menjadi fokus dari arus utamanya yaitu pembangunan nasional dan global.

Karena pada saat ini kondisi lahan pertanian dan juga termasuk

persawahan begitu sangat mengkhawatirkan akibat arus peralihan fungsi

atau beralihnya fungsi tanah lahan pertanian menjadi non pertanian, seperti

pemukiman, perdagangan, industri, dan juga termasuk pembangunan jalan.

Berkurangnya lahan pertanian sangat berpengaruh pada ativitas pada

sektor pertanian dan berkorelasi positif pada defisit terhadap kebutuhan

tenaga kerja. Yang bisa melahirkan lebih banyak lagi angka pengangguran

karena lahan pertanian semakin sempit yang akhirnya memaksa pelaku

pada sektor ini meninggalkan kegiatan pertanian.

Dalam pengembangan ketahanan pangan dan kemandirian pangan

sangat penting dan bisa jadi strategis sebagai penegasan dari upaya
23
Ibid
45

pelaksanaan tanggung jawab danjuga kewajiban negara dalam mencapai

tujuannya yaitu mensejahterakan rakyat serta dalam rangtka pemenuhan

hak atas pangan sebagai hak masyarakat.

Sesuai dengan butir Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia tahun 1945, ketentuan tersebut terdapat dalam Pasal 28A dan

28C ayat (1) berbunyi : “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak

mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Pasal 28C ayat (1) bahwa :

“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan

dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari

ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, seni meningkatkan

kaulitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”. 24

Kemudian disebutkan juga dalm pasal 33 ayat (3) Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi : “Bumi dan air

dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan

dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Dari butiran

pasal diatas menjadi salah satu faktor yang sangat penting dalam

melaksanakan pembangunan ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan

pangan yaitu dengan ketersediaan lahan pangan. Karena Lahan Pertanian

pangan tani merupakan bagian dari hasil bumi sebagai karunia Tuhan

Yang Maha Esa yang dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-

besarnya kemakmuran dan juga kesejahteraan rakyat.

Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan upaya- upaya untuk

membangun ketahanan dan kedaulatan pangan agar lahan pertanian

24
Pasal 28C UUD 1945
46

pangan tetap bisa dimanfaatkan baik untuk generasi sekarang atupun

generasi yang akan datang.

Secara normatif ada beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam

pengendalian penggunaan lahan pertanian yaitu :

a. Penentuan cakupan, tujuan dan sasaran, Penentuan pendekatan dan

metode diterapkan untuk mengendalikan peralihan fungsi lahan

pertanian. Permasalahan empiris yang berhubungan dengan penyebab,

pola, serta dampak dari peralihan fungsi lahan pertanian, serta

sumberdaya yang dimiliki dapat dipergunakan untuk mendukung

pendekatan dan/atau metode pengendalian yang akan diterapkan harus

efisien dan efektiv. Dalam pendekatan acquisition and management

pihaknya yang terkait perlu menyempurnakan sistem dan aturan

dalam jual beli tanah atau lahan dan juga penyempurnaan land tenure.

Yang dapat mendukung upaya mempertahankan keberadaan tanah

lahan pertanian. Dan incentive and charges, merupakan pemberian

subsidi atau insentif pada petani untuk dapat meningkatkan kualitas

lahan yang dimilikinya, dan juga penerapan pajak untuk

mempertahankan keberadaan lahan pertanian.

b. Identifikasi Instrumen kebijakan, jika pendekatan yang ditempuh

adalah regulasi yang akan diterapkan adalah zonasi, maka instrumen

yang sesuai adalah peraturan perundang-undangan serta kelembagaan

yang mendukungnya, berupa dana yang diperlukan untuk kegiatan

sosialisasi, melakukan kegiatan kontroling terhadap pelaksanaan

perundang-undangan dan aturan lainnya. Penentuan instrumen


47

kebijakan harus mempertimbangkan dari segi kelayakan teknis,

ekonomi, sosial dan juga politik.

Pengendalian alih fungsi lahan juga perlu dilakukan pengawasan,

dalam hal ini pengawasan yang diterapkan adalan pengawasan yang sesuai

dengan Undang-undang Nomor 41 tahun 2009 pasal 54 menjamin

tercapainya Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

dilakukan pengawasan terhadap beberapa kinerja yaitu :

a. Perencanaan dan penetapan

b. Pengembangan

c. Pemanfaatan

d. Pembinaan

e. Pengendalian

Pengawasan yang dimaksud adalah dilaksanakan secara berjenjang

oleh pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota sesuai

kewenangannya. Pengawasan itu meliputi pelaporan, pemantauan, dan

evaluasi. Pengawasan itu sendiri meliputi beberapa point yaitu pelaporan,

pemantauan dan evaluasi. Pelaporan berjenjang yang dialakukan oleh :

pemerintah desa/kelurahan kepada pemerintah daerah kabupaten/ kota,

pemerintah daerah kabupaten/kota kepada pemerintah provinsi,

pemerintha provinsi kepada Pemerintah. Sedangkan pemantauan dan

evaluasi adalah mengamati dan memeriksa laporan dengan pelaksanaan di

lapangan.
48

Dalam mewujudkan pelaksanaan pengawasan, pemantauan dan

evaluasi diperlukan adanya sistem informasi Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh pemerintah setempat dan dapat

diakses oleh masyarakat. Sekurang-kurangnya memuat informasi tentang :

a. Fisik alamiah

b. Fisik buatan

c. Kondisi sumber daya manusia dan sosial ekonomi

d. Status kepemilikan dan/atau penguasaan

e. Luas dan lokasi lahan

f. Jenis komoditas tertentu yeng bersifat pangan pokok

Apabila dalam pemantauan dan evaluasi terdapat suatu

penyimpangan, maka Menteri, Gubernur, dan/atau bupati /walikota wajib

mengambil tindakan langkah tegas untuk menyelesaikan permasalahan

yang terjadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam mengupayakan perlindungan lahan pertanian Pemerintah dan

pemerintah daerah wajib melindungi dan memberdayakan petani,

kelompok petani, serta asosiasi petani. Sebagaimana dimaksud dalam

pasal 62 Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 mengatakan perlindungan

itu berupa pemberian jaminan yaitu, harga komoditas pangan pokok yang

menguntungkan, memperoleh sarana produksi dan prasarana pertanian,

dan pemasaran hasil pertanian pangan pokok, mengutamakan hasil

pertanian pangan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan nasional, serta

ganti rugi akibat gagal panen.


49

Selain itu melakukan pembiayaan untuk perlindungan lahan pertanian

pangan berkelanjutan dengan dibebankan pada anggaran pendapatan dan

belanja negara, pendapatan belanja provinsi, pendapatan belanja daerah

kabupaten/kota. Dan dapat diperoleh dari dana tanggung jawab sosial dan

lingkungan dari badan usaha.

Adanya pengawasan, pembiayaan dalam melindungi lahan pertanian

pangan berkelanjutan juga mempunyai bebarapa tindakan dalam

melakukan kegiatan pengendalian dan perlindungan lahan pertanian

terdapat beberapa upaya yaitu :

a. Memperkecil peluang terjadinya peralihan fungsi lahan pertanian.

Alih fungsi lahan pertanian dapat dilihat dari dua sisi pertama adalah

penawaran dan kedua adalah permintaan. Dari sisi penawaran dapat

diberikan berupa insentif kepada pemilik tanah atau sawah yang memiliki

potensi untuk dialihkan. Sedangkan dari sisi permintaan dapat dilakukan

dengan cara pengendalian. Dengan cara mengembangkan pajak tanah,

meningkatkan efisiensi kebutuhan lahan non pertanian sehingga tidak ada

lahan yang terlantar serta mengembangkan prinsip hemat lahan yang bisa

dikembangkan untuk industri, perumahan dan atau perdagangan dengan

membangun rumah susun.

b. Membatasi kegiatan alih fungsi lahan yang mempunyai produktivitas

tinggi dan mempunyai fungsi lingkungan tinggi,

c. Membatasi luas lahan yang mengacu pada kemampuan pengadaan

pangan mandiri.

d. Menetapkan kawasan pangan abadi yang tidak boleh dialihfungsikan,


50

e. Melakukan instrumen pengendalian alih fungsi berupa peraturan

perundang-undangan yang mengikat

f. Intrumen insentif dan disinsentif pada pemilik lahan dan pemerintah

daerah setempat.

g. Pengalokasian dana untuk mendorong pemerintah dalam

mengendalikan konversi lahan pertanian, dan ;

h. Instrumen Rencana Tata Ruang dan Wilayah serta perizinan lokasi.

Kemudian selain dari perlindungan dan pengawasan lahan pertanian

pangan perlu dilakukan adanya pengembangan meliputi intensitifikasi dan

ekstensitifikasi pada lahan. Pengembangan itu dilakukan oleh pemerintah,

pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota,

masyarakat dan/atau korporasi di bidang agribisnis tanaman pangan yang

mayoritas sahamnya dikuasai oleh warga negara Indonesia sendiri.

Pemerintah, pemerintah daerah kabupaten/kota juga melakukan

inventarisasi dan identifikasi terhadap lahan pertanian.

Intensifikasi kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan itu berupa

peningkatan kesuburan pada tanah, peningkatan kualitas bibit/benih,

pendiversifikasian tanaman pangan, pencegahan dan penanggulangan

hama pada tanaman, pengembangan irigasi, pemanfaatan teknologi

pertanian, pengembangan inovasi pada pertanian, melakukan kegiatan

penyuluhan pertanian dan juga jaminan akses permodalan. Sedangkan

Ekstensifikasi kawasan lahan pertanian dapat dilakukan dengan

pencetakan lahan pertanian pangan berkelanjutan, penetapan lahan


51

pertanian pangan menjadi pertanian pangan berkelanjutan, dan pengalihan

fungsi lahan non pertanian pangan menjadi lahan pertanian pangan

berkelanjutan. Pengalihan fungsi lahan nonpertanian menjadi lahan

pertanian pangan dilakukan terhadap tanah yang terlantar dan tanah bekas

kawasan hutan yang belum diberikan hak atas tanah sesuai dengan

peraturan perundang-undangan. Tanah yang terlantar juga dapat

dialihfungsikan menjadi lahan pertanian dengan diberikan hak atas

tanahnya tapi sebagian atau seluruh tidak diusahakan, tidak dipergunakan,

dan tidak dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian hak tersebut.

Serta tidak dimanfaatkan sejak tanggal pemberian hak diterbitkan.

Sedangkan tanah yang bekas kawasan hutan juga bisa dialihfungsikan

menjadi lahan pertanian dengan diberikan dasar penguasaan atas tanah

akan tetapi sebagian atau seluruhnya tidak diamanfaatkan juga sesuai

dengan izin atau keputusan ataupun surat dari yang berwenang dan tidak

di tindak lanjuti dengan permohonan hak atas tanah. Dan selama 1 (satu)

tahun ataupun lebih tidak dimanfaatkan sesuai dengan izin atau keputusan

ataupun surat dari yang berwenang. Hal tersebut diatur dengan peraturan

pemerintah.

Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib melaksanakan

pembinaan terhadap lahan pertanian pangan berkelanjutan di setiap daerah

kabupaten/kota. Pembinaan yang dimaksud adalah pasal 35 Undang-

Undang Nomor 41 Tahun 2009 yakni dengan melakukan :

1. Koordinasi perlindungan

2. Sosialisasi peraturan perundang-undangan


52

3. Pemberian bimbingan, supervisi, dan melakukan konsultasi

4. Memberikan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan kepada masyarakat

5. Menyebarluaskan informasi kawasan pertanian pangan berkelanjutan

dan lahan pertanian pangan berkelanjutan

6. Dan melakukan upaya peningkatan kesadaran dan rasa tanggung jawab

masyarakat.
25

3.2 Pengendalian Alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Upaya yang strategis dalam pengendalian suatu alih fungsi

penggunaan lahan pertanian dan perlindungan terhadap lahan pertanian

yang produktif diperlukan adanya dukungan oleh suatu peraturan

perundang-undangan. Dan upaya untuk melindungi lahan pertanian

pangan secara terus menerus telah dibentuk ketentuan yaitu berdasarkan

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan. Ketentuan pada peraturan ini perlu

dijabarkan lebih lanjut oleh Pemerintah daerah sebagaimana yang telah

ditentukan bahwa Provinsi, Kabupaten/Kota menetapkan lahan pertanian

pangan berkelanjutan yang salah satunya adalah merupakan kewajiban

untuk menetapkan kawasan dari lahan pertanian dalam rencana tata ruang

wilayah daerah sehingga diharapkan keberadaannya dapat berkelanjutan. 26

25
Pasal 35 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan
26
Zaki Manggala Putra, Skripsi “Pengaruh Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Jumlah
Penduduk terhadap Ketahanan Pangan Beras Kota Tasikmalaya Tahun 2012-2017”
(Tasikmalaya:Unsil,2019), hal 20.
53

1. Perencanaan dan Penetapan

Dalam proses perencanaan dan penetapan yang dilakukan pada kawasan

Pertanian Pangan Berkelanjutan (P2B), dan Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan (LP2B), dan pada lahan cadangan pertanian pangan

berkelanjutan, dan kemudian rencana Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan (LP2B) yang akan ditetapkan pada desiminasikan ke


27
masyarakat. Dilakukan untuk adanya berbagai usulan dari masyarakat.

2. Pengembangan

Kegiatan Pengembangan ini pada kawasan pertanian pangan berkelanjutan

(P2B) dan pada lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B), diantaranya

meliputi :

a. Peningkatan Kesuburan Tanah

b. Peningkatan Kualitas Bibit

c. Diversifikasi tanaman pangan

d. Pencegahan dan penanggulangan HPT

e. Pengembangan Irigasi

f. Pemanfaatan Teknologi Pertanian

g. Pengembangan Inovasi Pertanian

h. Penyuluhan Pertanian

i. Jaminan Akses Permodalan28

Sedangkan pada program ekstensifikasi meliputi kegiatan diantanya :

- Pencetakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

27
Lisa Novita Akadir, Desember 2019. “Tanggung Jawab Pemerintah Daerah dalam
Perlindungan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan”.
Vol 7 No.3, Jurnal Hukum.
28
Ibid
54

- Penetapan lahan pertanian menjadi Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan

- Pengalihan fungsi lahan non pertanian menjadi Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan

3. Pemanfaatan

Dalam aspek pemanfaatan menitikberatkan terhadap jaminan

konservasi tanah dan air, dalam kontek pemanfaatan ada dua pelaku yang

dimaksud yaitu Pemerintah dan Pemilik Lahan. Pemerintah wajib

melindungi, melestarikan, dan mengelola sumber daya lahan dan air, dan

juga mengendalikan pencemaran. Sedangkan untuk pemilik lahan harus

memanfaatkan lahan sesuai dengan peruntukannya, dan mencegah

terjadinya kerusakan irigasi, menjaga kesuburan, mencegah kerusakan

pada lahan, dan juga melestarikan lingkungan. Kewajiban pemerintah

dalam melindungi, melestarikan, dan mengelola sumber daya lahan dan

juga air, serta mengendalikan pencemaran baik secara langsung maupun

tidak langsung telah menjadi bagian tugas tiap pemerintah daerah

setempat. Dan pada bidang pengairan mempunyai kewajiban untuk

menjaga dengan mengelola bendungan dan irigasi menjadi tugas

pemerintah daerah.

Sedangkan untuk pemilik lahan pertanian, sebelum maupun sesudah

berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009, pemilik lahan

pertanian umumnya yaitu dengan memanfaatkan lahan sesuai dengan yang

diperuntukannya, baik utnuk lahan padi maupun lahan atau tanaman


55

pangan lainnya, akan tetapi pada saat kondisi tertentu ketika pemilik lahan

pertanian tidak memiliki modal untuk usaha maupun hal yang lainnya,

atau hak bagi waris bagi keluarganya, maka kondisi pemanfaatn lahan

tidak bisa dipertahankan dan setelah itu beralih kepemilikan sangat

ditentukan bagi pemilik lahan baru.

Diantara hal yang paling penting dalam perlindungan Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan yaitu adanya pemanfaatan. Dilakukan untuk

menjaga kelestarian lahan-lahan pangan untuk masyarakat, dan karena itu

lahan-lahan pertanian dapat dimanfaatkan secara terus menerus tanpa

adanya alih fungsi menjadi non pertanian. Dalam hal pemanfaatan titik

fokus dilakukan dengan upaya agar tercapainya konservasi pada tanah dan

air.

Jadi, Pemerintah sudah seharusnya berkewajiban untuk melindungi,

melestarikan, dan mengelola sumber daya dari lahan dan juga air, dan

mengendalikan pencemaran. Berbeda halnya dengan pemilik lahan dia

harus memanfaatkan lahannya sesuai dengan yang diperuntukan, dan

mencegah timbulnya kerusakan irigasi, serta menjaga kesuburan tanah,

mencegah kerusakan lahan, dan melestarikan lingkungan. Dalam hal

pembinaan yang menjadi tanggung jawab penting bagi Pemerintah Daerah

melalui Dinas Pertanian dan Peternakan. Ketentuan yang terdapat pada

Pasal 35 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan menyebutkan bahwa Pemerintah

dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pembinaan setiap orang yang


56

terikat dengan pemanfaatn Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B),

dan perlindungan terhadap Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan..

Artinya yaitu sudah menjadi kewajiban bagi pemerintah ataupun

pemerintah daerah untuk melakukan perlindungan terhadap lahan

pertanian pangan berkelanjutan. Kemudian untuk melahirkan suatu

tanggung jawab yang salah satu bentuk wujudnya melalui pembinaan,

tercantum dalam pasal 35 ayat (1) huruf a Undang-Undang Perlindungan

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang meliputi : koordinasi

perlindungan, sosialisasi peraturan perundang-undangan, pemberian

bimbingan, supervisi, serta konsultasi, memberikan pendidikan, pelatihan

dan penyuluhan pada masyarakat, menyebarluaskan informasi di kawasan

pertanian pangan berkelanjutan dan lahan pertanian pangan berkelanjutan

dan meningkatkan kesadaran serta tanggung jawab masyarakat.

4. Koordinasi Perlindungan

Adanya tim khusus seharusnya juga memiliki fungsi sebagai pelaksana

program-program dan termasuk pengendalian terhadap alih fungsi lahan.

Dalam konteks dan mekanisme perizinan misalnya, setiap perizinan pada

sektor pembangunan yang berada di kawasan lahan pertanian pangan

berkelanjutan untuk mendapatkan rekomendasi dari tim khusus perkara

lahan pertanian, agar dapat mencegah terjadinya alih fungsi lahan yang

tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

5. Sosialisasi Peraturan Perundang-Undangan


57

kegiatan sosialisasi peraturan perundang-undangan ini dilakukan

dalam rangka memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait

tanggung jawab perlindungan pada lahan pertanian seperti yang telah

diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kegiatan sosialisai juga

dilakukan sebagai bentuk dari tanggung jawab pemerintah daerah untuk

mencegah terjadinya proses alih fungsi lahan pertanian.

6. Pemberian Bimbingan

Kegiatn pemberian bimbingan atau konsultasi ini diberikan untuk

mengupayakan langkah preventif dan edukasi kepada petani tentang

bagaimana fungsi dan peran penting adanya lahan pertanian pangan

berkelanjutan untuk ketahanan pangan dan juga pada sumber

perekonomian masyarakat. Dengan adanya kegiatan pemberian bimbingan

ini diharap agar terbentuk pola pikir para petani yang akan melindungi

terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.

7. Penyebarluasan Informasi Kawasan Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan

Kegiatan penyebarluasan ini diberlakukan sistem informasi yang

ditempatkan di Bappeda agar tidak terjadi tumpang tindih, dan sebaiknya

dijadikan satu atau digabung dalam BKPRD yang di Bappeda kerana

merupakan wadah dari badan koordinasi untuk perkara penanganan tata

ruang pada suatu wilayah.


58

8. Peningkatan Kesadaran dan Pemahaman Masyarakat

Kegiatan peningkatan Kesadaran dan pemahaman untuk masyarakat

ini dilakukan sebagai bentuk wujud dari adanya pencegahan alih fungsi

lahan, tingkat kesadaran masyarakat akan betapa pentingnya suatu lahan

pertanian pangan untuk ekonomi dan demi tercapainya ketahanan pangan

nasional dan untuk mencegah masyarakat yang mengalihfungsikan

penggunaan lahan pertanian ke penggunaan lain.

Upaya yang dilakukan untuk perlindungan terhadap Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan dari berbagai bentuk alih fungsi lahan juga

dilakukan melalui bentuk pengendaliannya. Pengendalian terhadap lahan

pertanian pangan berkelanjutan ini dilakukan oleh Pemerintah daerah

sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 37 Undang-Undang Nomor 41

tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Pengendalian lahan pertanian pangan berkelanjutan harus dilakukan

secara koordinasi, dari pemerintah menunjuk menteri untuk melakukan

kegiatan koordinasi pengendalian lahan pertanian. Dilakukan oleh

pemerintah dan pemerintah daerah melalui pemberian :

a. Insentif

b. Disinsentif

c. Mekanisme perizinan

d. Proteksi, serta;

e. Penyuluhan 29

29
Pasal 37 Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan
59

Adapun pemerintah dapat memberikan insentif bisa dalam bentuk

pengalokasian anggaran secara khusus atau bentuk lainnya kepada

pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemberian insentif

dengan mempertimbangkan jenis lahan pertanian pangan berkelanjutan,

kesuburan tanah, luas tanam, irigasi, tingkat fregmentasi lahan,

produktivitas usaha tani, lokasi, kolektivitas usaha pertanian; dan / atau

praktik usaha tani ramah lingkungan. Selain itu insentif lainnya diberikan

berdasarkan kewenangan masing-masing. Sedangkan Disinsentif

diberlakukan kepada petani yang tidak memenuhi kewajibannya.

Untuk menjamin tercapainya perlindungan lahan pertanian pangan

maka dilakukannya sebuah pengawasan, pemantauan dan evaluasi, serta

pengendalian sistem informasi

Ketentuan dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota

merupakan ketentuan yang diperuntukkan sebagai alat penertiban penataan

suatu ruang, guna menjamin agar pembangunan yang baru tidak

mengganngu pemanfaatan ruang yang sudah sesuai dengan rencana tata

ruang, dan meminimalkan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan

rencana tata ruang, untuk mencegah dampak dari pembangunan yang akan

merugikan dan juga demi melindungi kepentingan umum.

3.3 Upaya pengendalian Alih fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian

Pemerintah Kota Tasikmalaya


60

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya Nomor 10 tahun

2016 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Zonasi Kota Tasikmalaya

tahun 2016-2036. Dan Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 tentang

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Yaitu dengan

pemanfaatan ruang yang dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang

dengan beberapa tahap yaitu :

1. Pengendalian pemanfaatan ruang dan ketentuan umum peraturan

zonasi

Merupakan pengklasifikasian wilayah kedalam klasifikasi zonasi untuk

diikat dengan peraturan tertentu sesuai dengan zonasi, disusun berdsarkan

kajian teoritis, perbandingan dan kajian empirik. Pengaturan zonasi

dilakukan untuk memberikan ruang bagi pengembangan lahan diluar lahan

pertanian.

- Pengaturan zonasi meliputi :

a. Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan, ketentuan yang berisi

kegiatan dan penggunaan lahan yang bersyarat secara terbatas, dan

kegiatan dan penggunaan lahan yang tidak diperbolehkan pada suatu zona.

b. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang, ketentuan mengenai besaran

pembangunan yang diperbolehkan pada suatu zona.

c. Ketentuan tata bangunan, ketentuan yang mengatur bentuk, besaran,

peletakan, dan tampilan bangunan pada suatu zona, dilaksanakan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

d. Ketentuan sarana dan prasarana, berfunngsi sebagai kelengkapan dasar

fisik lingkungan yang nyaman agar zona berfungsi secara optimal.


61

e. Ketentuan pelaksanaan, ketentuan yang mengatur pelaksanaan

penerapan peraturan zonasi.

2. Melakukan Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian yang

dilaksanakan oleh pemerintah daerah sesuai tugas pokok dan

fungsinya.

Pembinaan itu berupa :

- Koordinasi

- Sosialisasi

- Pemberian pedoman dan standar

- Bimbingan, supervisi, konsultasi

- Penelitian dan pengembangan

- Penyebaran informasi

- Memberikan pendidikan dan pelatihan

- Serta membantu memberikan kesadaran dan tanggung jawab

masyarakat.

3. Melakukan Pengawasan

Pengawasan itu bisa berupa :

- Pemantauan

- Evaluasi

- Pelaporan

3.4 Hambatan Pemerintah dalam Pengendalian Alih Fungsi Lahan


62

Tindakan pemerintah dalam upaya pengendalian alih fungsi lahan

pertanian pangan berkelanjutan perlu ditinjau kembali batasan-batasannya

yang jelas serta harus meninjau secara rutin agar tidak terjadi

penyalahgunaan ataupun penyelewengan atas keloggaran yang diberikan

dalam peralihan penggunaan lahan pertanian. Dalam rangka mewujudkan

kesejahteraan upaya pemerintah dalam hal pengendalian alih fungsi lahan

pertanian tak luput dari halangan dan hambatan dalam pelaksanaannya

yang tidak bisa dicegah keberadaannya. Beberapa hambatan diantaranya

adalah :

1. Makin meningkatnya jumlah penduduk di Kota Tasikmalaya dari tiap

tahun ke tahun yang secara tidak langsung berdampak dan mengakibatkan

pada pemenuhan akan kebutuhan pemukiman baru sehingga lahan

pertanian banyak digunakan untuk pemukiman masyarakat.

2. Kurangnya tingkat kesadaran pada masyarakat betapa pentingnya

lahan pertanian, hal seperti ini banyak juga dipengaruhi oleh informasi dan

pengetahuan masyarakat. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap

potensi sektor pertanian dan juga tentang pengetahuan bagaimana

bahayanya alih fungsi lahan pertanian jika tidak sesuai dengan prosedur

dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sosialisasi

yang dilakukan masih kurang tepat mencapai sasaran pada seluruh lapisan

masyarakat.

3. Makin meningkatnya perindustrian sehingga pemanfaatan lahan

pertanian banyak dialihkan untuk mendirikan tempat industri. Karena

banyaknya pengusaha yang lebih memilih menjadikan lokasi industri


63

karena dari tingkat penghasilan yang lebih menjaanjikan dan lebih besar

dari pada sekedar hasil produksi tani. 30

4. Lemahnya ekonomi masyarakat yang menjadikan lahan pertaniannya

sebagai jalan terakhir atau solusi tepat dengan mengalihkan lahannya

menjadi sebuah gedung atau perumahan atau pemukiman.

30
Dwi Retnowati, “Upaya Pemerintah Mempertahankan Fungsi Lahan Tanah
Pertanian
diKabupaten Sragen dalam rangka Mewujudkan Kesejahteraan”, Universitas Sebelas
Maret Surakarta, hal 10-11
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari seluruh uraian dalam pembahasan penelitian ini maka dapat

disimpulkan bahwa :

1. Alih fungsi lahan pertanain umumnya pasti berdampak sangat besar

terutama pada bidang sosial dan ekonomi. Dapat terlihat dari salah

satu perubahannya fungsi lahan tersebut. Dengan semakin sempitnya

lahan pertanian maka akan menyebabkan banyak permasalahan yang

timbul akibat alih fungsi lahan dalam jangka yang sangat pendek

ataupun jangka panjang. Implikasinya dimulai dari semakin mahalnya

harga pangan, hilangnya lapangan pekerjaan dana kehilangan mata

pencaharian bagi buruh tani, hingga tingginya angka urbanisasi.

2. Jika ditarik garis besarnya faktor yang menyebabkan terjadinya alih

fungsi lahan pertanian digolongkan menjadi 3 (tiga) faktor : pertama

faktor eksternal, kedua faktor internal, dan ketiga faktor kebijakan

baik dari pemerintah atau pemerintah daerah. Selain itu faktor

pendorong lainnya adalah dari faktor meningkatnya angka

kependudukan, kebutuhan lahan untuk kegiatan lain dari non

pertanian, kemudian faktor ekonomi.

64
65

4.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas hasil penelitian dapat memberikan

beberapa rekomendasi yaitu :

1. Dalam menjalankan kebijakan strategi pengendalian pemanfaatan

tanah sebaiknya harus ada komitmen bersama terutama pada

pemerintah daerah dalam menyikapi dan menangani perkasa alih

fungsi lahan pertanian dan menjaga dan mengamankan terbitnya

peraturan mengenai Perlindungan Lahan Pertanian Pangan

Berkelanjutan.

2. Dalam pengendaliannya perlu diadakan monitoring secara berkala

atau berkelanjutan dari pemerintah daerah yang benar-benar efektif

dan saling koordinasi antara dinas terkait dalam perkara alih fungsi

lahan pertanian dan hendaknya meningkatkan sosialisasi dan

bimbingan terhadap masyarakat terutama pada para petani dan pelaku

usaha agar tidak terjadi proses alih fungsi yang kurang tepat atau

bahkan salah dalam pelaksanaannya.


66

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2008.

Djoni Sumardi Gozali, Hukum Pengadaan Tanah, UII Press, Yogyakarta, 2017.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenadamedia Group, Jakarta, 2016.

Suriansyah Murhaini, Hukum Pertanahan, Laksbang Justitia Surabaya,

Yogyakarta, 2018.

Urip Santoso, Hukum Agraria, Kajian Komprehensif, Prenadamedia Group,

Jakarta, 2012.

KARYA ILMIAH

Djoni dari Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Tasikmalaya, 2015,

Jurnal yang berjudul Kajian Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Di Kota

Tasikmalaya.

Ayu Candra Kusumastuti, Lala M Kolopaking, dan Baba Barus, dari

Departemen Ilmu Perencanaan Pengembangan, Wilayah dan Pedesaan, Fakultas

Ekonomi Manajemen, Depatemen Sains Komunikasi dan Pengembangan

Masyarakat, dan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB, Jurnal

yang berjudul Faktor yang mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan di

Kabupaten Pandeglang.
67

Arifin, Ratih Putriani, “Hak Kepemilikan Tanah Kosong Komparasi

Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 dan Hukum Islam”, UIN

Maliki Malik Ibrahim, Ethesis.

Risna Diani, “Alih Fungsi Tanah Pertanian menjadi Non Pertanian di

Kabupaten Sidoarjo”, Skripsi, UNNAR, 2016.

Leni Puji Lestari, “Kepastian Hukum Perolehan Hak Atas Tanah pada

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan”, Tesis, UNNAR, 2018.

Zaki Manggala Putra, “Pengaruh Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Jumlah

Penduduk Terhadap Ketahanan Pangan Beras Kota Tasikmalaya Tahun 2012-

2017”, Skripsi, Universitas Siliwangi Tasikmalaya, 2019.

Lisa Novita Akadir, “Tanggung Jawab Pemerintah Daerah dalam

Perlindungan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan”, Jurnal Hukum

Vol 7 No. 5, Tahun 2019.

Dwi Retnowati, “Upaya Pemerintah Mempertahankan Fungsi Lahan

Tanah Pertanian di Kabupaten Sragen dalam Rangka Mewujudkan

Kesejahteraan”, Jurnal, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Isdiyana Kusuma Ayu, Benny Krestian Heriawanto, “Perlindungan

Hukum Terhadap Lahan Pertanian Akibat Tejadinya Alih Fungsi Lahan di

Indonesia”, Jurnal Hukum, Vol 2 No 2, Fakultas Hukum, Universitas Islam

Malang, Tahun 2018

MEDIA ELEKTRONIK

Badan Pusat Statistik Kota Tasikmalaya, 2016.

https://tasikmalayakota.bps.go.id/
68

Kota Tasikmalaya Dalam Angka. 2020

https://data.tasikmalayakota.go.id/

Badan Pertanahan Nasional Kota Tasikmalaya

https://www.atrbpn.go.id/

Kamus Besar Bahasa Indonesia

UNDANG- UNDANG

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1976 tentang Pembentukan Kota

Administratip Tasikmalaya.

Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya Nomor 10 tahun 2016 tentang Rencana

Detail Tata Ruang dan Zonasi Kota Tasikmalaya tahun 2016-2036.

Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria

(UUPA)

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang perlindungan Verietas Tanaman

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 Tentang Irigasi.

Undang – Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan

Anda mungkin juga menyukai