Anda di halaman 1dari 6

PERTEMUAN SINGKAT

Mengenalnya bukanlah hal yang pernah terbayangkan olehku. Tapi kehadirannya harus
ku akui memberikanku banyak arti termasuk dalam cinta dan kehidupan. Dia memang bukan
orang yang sempurna tapi aku tahu dia belajar untuk menjadi yang lebih baik. Hari ini aku hadiri
pemakamannya, ku ulang memoriku tentang dia. Sepulang dari pemakaman mayat Ku susuri
jalan tempat pertamaku bertemu dengannya saat dia tak sengaja menabrakku.

Namaku Riana, aku masih duduk di bangku sebuah SMA di kota Bandung. Aku memang
tak terlahir menjadi anak orang kaya yang punya segalanya tapi aku bersyukur dengan apa yang
aku miliki. Seperti biasa aku harus berlarian mengejar bis yang menuju ke sekolahku. Dan
tiba-tiba Brukk…

"Aduh.....!!" teriakku ia menabrakku saat aku berlari mengejar bis menuju sekolahku.

"Maaf ya," katanya tanpa rasa bersalah, dia pun pergi begitu saja sambil bicara dengan
temannya.

Ku maki ia dalam hati "Dasar nggak punya sopan santun, dasar anak jalanan!!"

Siang ini hujan turun begitu deras aku pun tak bisa langsung pulang. Lari pun juga tak
mungkin untuk sampai halte yang jaraknya sekitar 300 m dari sekolahku. Ku tunggu sampai satu
jam tak ada tanda-tanda hujan akan berhenti terpaksa aku pun berlari karena takut kesorean.
Sesampainya di halte aku terkejut

"Sial," kataku dalam hati. Aku bertemu lagi dengan laki-laki kemarin yang menabrakku.

Aku merasa kedinginan bajuku basah dan tubuhku menggigil. Dia melirik ku, lalu
disodorkannya jaketnya padaku. "Pakai saja daripada nanti kamu sakit." katanya. Dia
memberikanku jaketnya dan akhirnya kuterima saja walau dalam hati merasa ada rasa aneh.
Sesaat kemudian bus yang aku tunggu datang juga. Waktu akan ku kembalikan jaket itu tiba-tiba
laki-laki itu sudah menghilang begitu saja.

Keesokan harinya setelah pulang sekolah aku mencarinya di halte tempat kami bertemu
kemarin. Dia tidak ada. Jujur ku akui aku penasaran sekali dengannya la terlihat tampan,
walaupun memakai baju preman aku bisa beranggapan bahwa dia bukan orang sembarangan
jaket yang kemarin diberikannya padaku pun bisa dibilang barang merk yang tidak bisa dimiliki
oleh sembarang orang.
Sekian lama berjalan perutku pun mulai merasa lapar, kulihat ada tukang bakso yang
berjualan, ku hampiri dan ku pesan semangkuk bakso. Aku pun duduk di bangku yang sudah
disediakan, ternyata laki-laki yang ku cari duduk berada di sebelahku. Dia menyantap bakso
dengan lahapnya, ku coba untuk menyapanya.

"Maaf, mas yang kemarin meminjamkan jaket ini pada saya kan?" Sambil ku sodorkan jaket itu
padanya.

"Oh, ya. Buat kamu saja." jawabnya sambil melirik dan tersenyum kepadaku.

"Serius?" Tanyaku lagi(berusaha untuk meyakinkan diri)

"Iya, lagian aku masih punya banyak kok," katanya dengan enteng. "Kayaknya kita pernah
ketemu deh, sebelum ketemu di halte waktu itu?"tanyanya padaku.

"Iya mas, waktu yang sengaja tabrakan di pinggir jalan di dekat monumen," jawabku sambil
menerima bakso dari abang tukang bakso

"Oh, iya waktu itu ya, maaf ya!!" katanya.

"Nggak papa kok mas," jawabku.

"Jangan panggil mas dong, emang aku udah kelihatan tua apa? Panggil saja aku Rio, nama kamu
siapa?" tanyanya padaku.

"Namaku Riana," jawabku.

"Aku traktir ya baksonya sebagai tanda permintaan maaf" katanya padaku.

"Boleh deh" jawabku.

Kami pun berbincang-bincang dengan akrab. Sejak saat itu ternyata aku bisa dekat
dengannya, kadang dia mengantarku sampai ke sekolah sambil dia mengamen. Sejak
perkenalanku kemarin dengannya aku merasa begitu senang, ternyata dia orang yang baik. Hari
ini dia akan mengajakku pergi, entah mengapa aku merasa senang. Kusisir rambutku dengan
rapi, ku pakai make-up agar lebih terlihat cantik dan aku memakai baju kesayanganku. Ini kali
pertamanya ada seorang cowok yang mengajakku pergi. Kira-kira mau kemana ya, pikirku.

Dia menjemputku di depan rumah, di sapanya kedua orang tuaku dan dia meminta izin
untuk mengajakku pergi. Dia memang akhir-akhir ini sering datang ke rumahku bawain
martabak lah, beliin gorengan atau sekedar ngopi bareng dengan ayahku. Ayahku yang tidak
mempunyai anak laki-laki pun merasa senang ada yang mau diajak ngobrol 'sesama lelaki'.

Dia mengajakku ke taman, malam minggu taman memang selalu ramai dengan anak-anak
muda yang pergi bersama pasangannya.

"Kita kayak orang pacaran ya?,"tanyanya padaku.

"Oh, ya.... jawabku dengan agak kaget.

Lalu dia mengajakku membeli makan di sebuah tempat makan dan setelah itu kami
berjalan-jalan di sekitar taman dan duduk di dekat air mancur. Mukanya tampak serius seperti
ada yang mau di ungkapkan padaku, ku coba untuk bertanya kepadanya.

"Yo, kamu kenapa? Ada masalah?" tanyaku.

"Enggak ada apa-apa kok," Jawabnya. Rio terdiam sebentar. "Jujur Ri, ada yang ingin aku
katakan padamu" sambungnya.

"Katakan saja, ada apa?" Jawabku menyakinkan

"Mungkin kita hanya baru sesaat bertemu tapi aku ingin kamu tahu siapa sebenarnya aku." Dia
mulai berbicara.

"Maksud kamu?"tanyaku bingung.

"Sudah lama aku memperhatikanmu, kamu ingat waktu kamu menemukan sebuah kalung liontin
di pinggir jalan itu?" tanyanya.

"Kalung?"aku tambah bingung.

"Kalung yang kamu temukan waktu itu adalah kalung milik ibuku yang sudah meninggal, kalung
itu sangat berharga karena satu-satunya peninggalan dari ibuku. Terima kasih ya sudah
mengembalikan kalung itu,"katanya.

"Jadi, kamu sebenarnya anak orang kaya?"tanyaku. Rio tidak menjawab.

"Ya, maaf ya. Aku sedang berusaha jujur padamu," katanya.

"Terus kenapa kamu jadi begini?" tanyaku kemudian.


"Ibuku sudah meninggal sejak 4 tahun yang lalu, karena sakit kanker. Jujur aku sangat kesepian
sejak kepergiannya. Ayahku menikah lagi dengan sekretaris kantornya. Dia semakin lupa
padaku. Dan inilah cara yang ku tempuh. "Katanya dengan ekspresi terluka. "Mungkin, hari ini
adalah hari terakhir kita bertemu Ri."

"Lho, kenapa?" tanyaku.

"Nanti kamu juga akan tahu sendiri," jawabnya menggantung

Dipanggilnya sebuah taksi,

"Ri, sudah malam kamu pulang ya, terima kasih sudah memberiku kesempatan untuk mengukir
cerita di kehidupan kamu. Maaf ya aku tidak bisa mengantar. Tenang saja taksinya sudah aku
bayar kok!"katanya.

la membukakan pintu dan mempersilahkan aku masuk, tapi aku masih saja berdiri
mematung di hadapannya, ku tatap matanya kucoba mencari tahu jawaban apa yang sedang dia
katakan. Dia malah balik menatapku dan tiba-tiba ia mencium keningku. Jujur aku sangat kaget,
dan tak sanggup untuk berbicara lalu dia mendorongku masuk ke dalam taksi. Dan aku semakin
bingung dengan apa yang dia lakukan.

"Pak, antarkan gadis ini dengan selamat sampai rumahnya ya!" katanya pada supir taksi.

Dan taksi berlalu begitu saja menyusuri jalan yang ramai penuh lalu lalang. Dengan
perasaan kacau aku mencoba untuk berfikir apakah dia sedang mempermainkan aku atau ada
sesuatu yang dia sembunyikan. Entahlah aku sudah tidak bisa berpikir lagi.
Benar saja seminggu ini aku tak pernah bertemu dengannya, ku cari di tempat ia biasa nongkrong
dengan teman-temannya pun tak ada. Ku coba untuk bertanya pada temannya, mereka juga tidak
tahu keberadaannya. Haruskah aku cari di rumah mewah itu? Entahlah....

Hampir sebulan aku tak mendengar kabarnya, tak hanya aku ayahku yang biasa ngobrol
dengannya pun merasa kehilangan. Sebuah mobil sedan mewah tiba-tiba parkir di depan
rumahku. Aku bertanya-tanya siapa ya? Seorang laki-laki dengan tubuh kekar turun dari mobil
itu lalu menyapa aku dan dan ayahku,

"Maaf, pak apa benar ini rumahnya Riana?,"tanyanya.

"Iya, betul. Ada masalah apa ya pak?" Tanya ayahku panik.


"Saya hanya ingin mengajak saudara Riana, ada seseorang yang ingin bertemu," kata laki-laki
itu.

"Siapa?" tanyaku.

"Nanti mbak juga akan tahu sendiri," jawabnya. Aku pun akhirnya ikut.

Di perjalanan ku coba bertanya kepada mereka namun mereka tidak menjawab. Tiba-tiba
mobil berhenti di sebuah rumah sakit, aku pun bertanya-tanya dalam hati mengapa mereka
membawaku ke rumah sakit. Aku berharap semoga tidak terjadi peristiwa yang buruk.

Laki-laki itu membuka pintu salah satu kamar pasien, betapa terkejutnya aku. Rio
terbaring di sana dengan keadaan yang tak pernah kuinginkan. Tak terasa air mataku pun jatuh,
tubuhku menjadi lemas seperti ingin pingsan namun aku coba untuk kuatkan. Langkah demi
langkah aku coba mendekatinya sungguh aku benar-benar merasa sedih, hatiku sakit mengapa
Rio tak mau membagi masalahnya denganku. Air mataku pun sudah semakin tak dapat ku
bendung. Dokter yang merawatnya mengatakan bahwa penyakit yang Rio derita sudah sangat
parah. Kanker otak. Aku tak percaya Rio mampu bertahan dengan penyakit mematikan itu, jadi
ini alasan Rio menjauh dariku.

Tiga hari ini aku sering menginap di rumah sakit untuk menjaga Rio, benar kata Rio
ayahnya sudah tidak peduli lagi padanya. Aku merasa kasihan padanya disaat-saat sulit seperti
sekarang ini dia harus menghadapinya sendiri. Keadaan Rio tak semakin membaik malah kata
dokter keadaan Rio semakin memburuk. Dokter mengatakan bahwa selama ini Rio jarang sekali
mengikuti terapi atau sekedar minum obat pun dia tidak mau, tentu ini sangat memperparah
penyakitnya. Seorang bodyguard Rio memberikanku sepucuk surat, katanya surat ini ditulis
sendiri oleh Rio sebelum dia kritis.

Ri, maafkan aku selama ini aku memulai perkenalan kita dengan kebohongan. Iya selama
ini aku sakit sama seperti ibuku. Seperti yang sudah aku ceritakan padamu, aku kehilangan
semuanya. Aku kehilangan kebahagiaanku, masa depanku bahkan cahaya hidupku. Beruntung
kamu Ri hidup sederhana tapi bahagia, tidak seperti aku yang anak orang kaya tapi
berpenyakitan. Ri jujur aku mengagumimu, sejak kamu mengembalikan liontin milik ibuku aku
mulai mencari tahu siapa dirimu. Ya akhirnya kita berkenalan dan dapat menjalin kedekatan
walaupun hanya singkat. Ri maaf apabila kehadiranku dalam hidupmu ini membuatmu terluka.
Aku sebenarnya ingin hidup lebih lama lagi, tapi sepertinya takdir tak mengizinkan aku. Ri aku
sayang kamu, doaku selalu untukmu, jaga dirimu baik-baik Titip liontin ini ya! Jaga seperti kamu
menjaga hatimu

Yang selalu menyayangimu


Rio

Tak terasa air mataku pun jatuh. Tiba-tiba alat detak jantung berbunyi. Dokter pun segera
melakukan pertolongan kepada Rio, namun sayang Rio tak dapat diselamatkan. Aku pun tak
dapat menahan air mataku, aku pun menangis.

Di pemakamannya aku tak sanggup menahan air mata dan perasaanku, jujur aku juga
sangat menyayanginya. Aku berjanji akan menjaga pemberiannya ini sebaik-baiknya. Rio
semoga kamu bahagia disana. Ku taburkan bunga di atas kuburannya, bersama air mataku yang
jatuh. Rio terima kasih telah memberi cerita dalam hidupku.

Anda mungkin juga menyukai