Anda di halaman 1dari 15

TOPIK 2

JENIS-JENIS PERLINDUNGAN KERJA

           

A. KESELAMATAN KERJA

Seperti yang telah diuraikan Keselamatan Kerja termasuk dalam apa yang disebut Perlindungan
Teknis, yaitu perlindungan terhadap pekerja/buruh agar selamat dari bahaya yang dapat
ditimbulkan oleh alat kerja atau bahan yang dikerjakan.

            Berbeda dengan jenis perlindungan kerja yang lain yang umumnya ditekankan untuk
kepentingan pekerja/buruh saja, Keselamatan Kerja ini tidak hanya memberikan perlindungan
kepada pekerja/buruh juga kepada Pengusaha dan juga Pemerintah.

¨     Bagi pekerja/buruh, dengan adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja akan
menimbulkan suasana kerja yang tentram sehingga pekerja/buruh akan dapat memusatkan
perhatiannya kepada pekerjaannya semaksimal mungkin tanpa khawatir sewaktu-waktu akan
tertimpa kecelakaan kerja.

¨     Bagi pengusaha dengan adanya pengaturan keselamatan kerja di perusahaannya akan dapat
mengurangi terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan pengusaha harus memberikan
jaminan sosial.

¨     Bagi Pemerintah (dan masyarakat) dengan adanya dan ditaatinya peraturan keselamatan
kerja maka apa yang direncanakan pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat akan tercapai
dengan meningkatnya produksi perusahaan baik kualitas  maupun kuantitas.

            Yang menjadi dasar dalam membicarakan masalah keselamatan kerja ini sampai sekarang
adalah UU. No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, namun sebagian besar peraturan
pelaksanan undang-undang ini belum ada maka beberapa peraturan warisan Hindia Belanda
masih dipedomani dalam pelaksanaan keselamatan kerja di perusahaan. Peraturan warisan
Hindia Belanda itu, adalah :

a.     Veiligheidsreglement, S. 1910 No. 406 yang telah beberapa kali dirubah, terakhir dengan S.
1931 No. 168 yang kemudian setelah Indonesia merdeka diberlakukan dengan Peraturan
Pemerintah No. 208 Tahun 1947. Peraturan ini mengatur tentang keselamatan dan keamanan di
dalam pabrik dan tempat kerja;

b.     Stoom Ordonantie, S. 1930 No. 225, yang lebih dikenal dengan Peraturan Uap 1930.
c.     Loodwit Ordonantie, 1931 No. 509 yaitu peraturan tentang pencegahan pemakaian timah
putih kering.

1.     Ruang Lingkup Keselamatan Kerja.

            Ruang lingkup undang-undang keselamatan kerja, UU. No. 1 Tahun 1970 adalah
mengatur syarat-syarat keselamatan kerja di segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di
permukaan air, di dalam air maupun di udara, dimana :

a.     dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas, atau instalasi yang
berbahaya dan atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau perledakan.

b.     dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan atau
barang yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu
tinggi.

c.     pengerjaan bangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah,


perumahan, gedung/bangunan lainnya (termasuk bangunan pengairan, saluran atau terowongan
di bawah tanah) atau dimana dilakukan persiapan-persiapan untuk itu.

d.     pelaksanaan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengelolaan kayu atau hasil
hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan penyehatannya.

e.     usaha di bidang pertambangan dan pengolahan emas, perak, logam atau biji logam lainnya,
penggalian batu bara, pengeboran minyak dan gas bumi atau bahan-bahan mineral lainnya baik
di permukaan atau di dalam bumi, ataupun di lepas pantai dan dasar pertanian.

f.      usaha pengangkutan barang, binatang ataupun manusia, baik di daratan, melalui
terowongan, dipermukaan air, di dalam air ataupun melalui darat.

g.     pengerjaan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu di dermaga, di galangan (dak),
stasiun ataupun pergudangan..

h.     Pekerjaan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air.

i.       Pekerjaan pada ketinggian di atas tanah ataupun diperairan.

j.       Pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi, atau dibawah suhu yang rendah.

k.     pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang dalam bangunan (cerobong).

l.       pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun oleh tanah, tertimbun jatuhan, terkena
pelantingan benda, terjatuh/terjerembab ataupun terperosok.
m.   pada tempat-tempat yang sedang terjadi penyebaran suhu, kelembaban, pengotoran debu,
pengasapan dan perapian, penyebaran uap dan gas dan gas gejala-gejala cuaca dan hembusan
angin, radiasi, getaran, atau lengkingan suara.

n.     pada tempat-tempat pembuangan atau pemusnahan sampah atau lembah industri.

o.     pada tempat-tempat dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi
ataupun telepon.

p.     pada tempat-tempat sedang dilakukannya pendidikan, pembinaan, percobaan, riset dan
observasi dengan menggunakan alat peralatan teknik.

q.     pembangkitan, perubahan, pengumpulan, penyimpanan, pembagian saluran listrik, gas,


minyak maupun air.

r.      pemutaran film, pertunjukan sandiwara atau tempat penyelenggaraan rekreasi lainnya yang
mendayagunakan peralatan instalasi listrik atau mekanik.

            Di tempat-tempat kerja ataupun pada tempat-tempat sedang dilakukannya pekerjaan


seperti yang dikemukakan di atas harus diperhatikan oleh pengusaha syarat-syarat keselamatan
kerja sebagaimana ditentukan oleh Undang-undang  Keselamatan Kerja.

2.     Syarat-syarat Keselamatan Kerja.

            Pasal 3 UU. No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja menentukan bahwa syarat-
syarat keselamatan kerja yang harus diperhatikan oleh pengusaha akan diatur lebih lanjut.
Namun peraturan perundangan yang dimaksudkan sampai sekarang belumlah ada. Oleh karena
itu maka peraturan warisan Hindia Belanda yang masih dapat dijadikan pedoman syarat-syarat
kerja.

            Syarat-syarat keselamatan kerja yang akan diatur lebih lanjut tersebut adalah keselamatan
kerja untuk :

a.     Mencegah dan mengurangi kecelakaan.

b.     Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran, yang dapat dilakukan dengan
menyediakan alat-alat pemadam kebakaran, memberikan kesempatan atau jalan menyelamatkan
diri bagi pekerja/buruh jika terjadi kebakaran, dan memberikan alat perlindungan lainnya untuk
mengantisipasi kemungkinan terjadinya kebakaran.

c.     Mencegah atau mengurangi bahaya peledakan.

d.     Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai. Menyelenggarakan suhu udara yang baik,
memelihara ketertiban dan kebersihan, mengamankan dan memelihara bangunan.

e.     Mencegah agar jangan sampai terkena aliran listrik yang berbahaya.
3.     Hak dan Kewajiban Para Pihak.

            Para pihak yang dimasudkan disini adalah para pihak yang terkait dalam proses produksi,
yaitu Pengusaha dan Pekerja/Buruh.

a.      Kewajiban Pengusaha, menurut UU. Keselamatan Kerja adalah :

(1)     memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan tenaga fisik pekerja/buruh yang akan
diterima bekerja, maupun pekerja/buruh yang sudah ada secara berkala kepada dokter yang
ditunjuk oleh pengusaha dan yang disetujui Pegawai Pengawas.

(2)     Menunjuk dan menjelaskan kepada pekerja/buruh, tentang :

a.     kondisi dan bahaya yang dapat timbul di tempat kerjanya;

b.     semua pengamanan dan alat perlindungan yang diharuskan ada di tempat kerjanya;

c.     alat perlindungan diri bagi pekerja/buruh yang bersangkutan;

d.     cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.

(3)     Secara tertulis menempatkan di tempat kerja yang dipimpinnya semua syarat keselamatan
kerja yang diwajibkan.

(4)     Memasang di tempat kerja yang dipimpinya semua gambar keselamatan kerja dan semua
bahan pembinaan lainnya, pada tempat yang muda terlihat dan/atau terbaca.

(5)     Menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri bagi pekerja atau pengusaha.

            Selain itu menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmig-rasi No. PER-
15/MEN/VIII/2008 tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Kerja, kewajiban pengusaha
adalah :

1.   Menyediakan petugas P3K  di tempat kerja;

2.   Menyediakan fasilitas P3K di tempat kerja; dan

3.   Melaksanakan P3K di tempat kerja.

Ad. 1.  Petugas P3K di tempat kerja.

            Dengan demikian Petugas P3K ini mempunyai tugas :

a.       melaksanakan tindakan P3K di tempat kerja;


b.       merawat fasilitas P3K di tempat kerja;

c.       mencatat setiap kegiatan P3K dalam buku kegiatan yang diberikan oleh isntansi yang
bertanggungjawab di bidang ketena-gakerjaan; dan

d.       melaporkan kegiatan P3K pada Pengurus (orang yang mempunyai tugas memimpin
langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri).

            Petugas P3K di tempat kerja harus mendapatkan lisensi dari instansi yang betanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan daerah setempat. Untuk mendapatkan lisinse ini, harus
memenuhi syarat-syarat :

1.       bekerja pada perusahaan yang bersangkutan;

2.       sehat jasmani dan rohani;

3.       bersedia ditunjuk menjadi petugas P3K; dan

4.       memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar di bidang P3K di tempat kerja yang
dibuktikan dengan sertivikat pelatihan.

Ad. 2. Fasilitas P3K di tempat kerja.

              Fasilitas yang dimaksudkan adalah semua peralatan, perlengkapan, dan bahan yang
digunakan dalam pelaksanaan P3K di tempat kerja. Fasilitas ini terdiri dari :

1.       Ruang P3K, yang meliputi :

a.      Lokasi ruang P3K yang : (1) dekat dengan toilet/kamar mandi, (2) dekat dengan jalan
leluar, (3) mudah dijangkau dari area kerja, dan (4) dekat dengan tempat parker kendaraan;

b.      Mempunyai luas minimal cukup untuk menampung satu tempat tidur pasien dan masih
terapat ruang gerak bagi seorang petugas P3K serta penempatan fasilitas P3K lainnya;

c.       Bersih dan terang, ventilasi baik, memiliki pintu dan jalan yang cukup lebar untuk
memindahkan korban;

d.      Diberi tanda dengan papan nama yang jelas dan mudah dilihat;

2.       Kotak P3K dan isi, yang harus memenuhi persyaratan :

a.      terbuat dari bahan yang kuat dan mudah dibawa, berwarna dasar putih dengan lambing P3K
berwarna hijau;
b.      Isi kotak P3K seperti, kasa steril, perban, plester, kapas, gunting, masker, lampu senter,
alcohol, dll. Serta tidak boleh diisi bahan atau alat selain yang dibutuhkan dalam pelaksanaan
P3K di tempat kerja;

c.       Penempatan kotak P3K :

(1)        pada tempat yang mudah terlihat, terjangkau, diberi tanda arah yang jelas, cukup cahaya
serta mudah diangkat apabila digunakan;

(2)        harus disesuaikan dengan jumlah pekerja/buruh sebagaimana yang telah dikemukakan.

(3)        dalam hal tempat kerja dengan unit kerja berjarak 500 meter dengan unit lain, masing-
masing unit kerja harus menydiakan kotak P3K sesuai jumlah pekerja/buruh.

(4)        dalam hal tempat kerja pada lantau yang berbeda di gedung bertingkat, maka masing-
masing unit kerja harus menydiakan kotak P3K sesuai jumlah pekerja/buruh.

3.       Alat evakuasi dan alat transportasi, meliputi :

4.       Fasilitas tambahan berupa alat pelindung dri dan/atau peralatan khusus di tempat kerja
yang disesuaikan dengan potensi bahaya yang berisifat khusus yang dapat digunakan dalam
keadaan darurat, seperti alat untuk pembasahan tubuh cepat (shower0 dan pembilasan/pencucian
mata.

b.     Kewajiban Pekerja/Buruh :

1.     Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan;

2.     Memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan;

3.     Memenuhi dan mentaati semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
dan

4.     Meminta kepada Pengusaha agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan
kerja yang diwajibkan.

B. Kesehatan Kerja

            Kesehatan kerja sebagaimana telah dikemukakan di atas termasuk jenis perlindungan
sosial, karena ketentuan-ketentuan mengenai kesehatan kerja ini berkaitan dengan sosial
kemasyarakatan, yaitu aturan-aturan yang bermaksud mengadakan pembatasan-pembatasan
terhadap kekuasaan pengusaha untuk memperlakukan pekerja/buruhnya “semaunya” tanpa
memperhatikan norma-norma yang berlaku, dengan tidak memandang pekerja/buruhnya sebagai
mahluq Tuhan yang mempunyai hak asasi.
            Kesehatan Kerja pada prinsipnya mengatur tentang :

1. Tentang Pekerja Anak.

            UU. No. 13 Tahun 2003 mengatur tentang norma kerja mulai Pasal 68, yang mana pasal
ini melarang keras pengusaha mempekerjakan anak. Anak dianggap bekerja bilamana berada di
tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.

UU. No. 13 Tahun 2003 lebih lanjut mengatur tentang pekerjaan anak ini sebagai berikut :

1.  bagi anak yang berumur antara 13 (tiga belas) sampai dengan 15 (lima belas) tahun
diperbolehkan untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan
dan kesehatan fisik, mental, dan sosial. Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan
ringan dimaksud harus memenuhi persyaratan :

a.     izin tertulis dari orang tua atau wali;

b.     perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;

c.     waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;

d.     dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;

e.     keselamatan dan kesehatan kerja;

f.      adanya hubungan kerja yang jelas; dan

g.     menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(Pasal 69 ayat (2) UU. No. 13 Tahun 2003).

2.  anak dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian dari kurikulum
pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang. Pekerjaan tersebut dapat
dilakukan dengan syarat :

a.     diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta bimbingan dan
pengawasan dalam melaksanakan pekerjaan; dan

b.     diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

3.  Anak dapat juga melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya. Hal ini
dimaksudkan untuk melindungi anak agar pengembangan bakat dan minat anak yang pada
umumnya muncul pada usianya tersebut tidak terhambat. Untuk itu, pengusaha yang
mempekerjakan anak dalam pekerjaan yang berkaitan dengan perkembangan minat dan bakat ini,
diwajibkan untuk memenuhi persyaratan :
a.     di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali;

b.     waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari; dan

c.     kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, sosial dan
waktu sekolah.

            Tentang perlindungan bagi anak yang melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat
dan minat diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER-115/MEN/VII/2004.

            Dalam Permenakertrans tersebut jelas ditentukan, bahwa anak dipebolehkan untuk
melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minat, dengan kriteria :

2.     Pekerjaan tersebut biasa dikerjakan anak sejak usia dini;

3.     Pekerjaan tersebut diminati oleh anak;

4.     Pekerjaan tersebut berdasarkan kemampuan anak;

5.     Pekerjaan tersebut menumbuhkan kreativitas dan sesuai dengan dunia anak.

            Dalam mempekerjakan anak untuk mengembangkan bakat dan minat harus diperhatikan
kepentingan terbaik untuk anak dengan cara, antara lain :

a.       Anak di dengar dan dihormati pendapatnya;

b.       Anak diperlakukan tampa menghambat tumbuh kembang fisik, mental, intelektual dan
sosial secara optimal;

c.       Anak tetap memperoleh pendidikan;

d.       Anak diperlakukan sama tanpa paksaan.

            Pengusaha yang mempekerjakan anak yang berumur kurang dari 15 tahun untuk
mengembangkan bakat dan minat, wajib :

1)      Membuat perjanjian tertulis dengan orang tua/wali yang mewakili anak dan memuat
kondisi dan syarat kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

2)      Mempekerjakan di luar waktu sekolah;

3)      Memenuhi ketentuan waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari dan 12 (dua belas) jam
seminggu;

4)      Melibatkan orang tua/wali di lokasi tempat kerja untuk melakukan pengawasan langsung;
5)      Menyediakan tempat dan lingkungan kerja yang bebas dari peredaran dan penggunaan
narkotika, perjudian, minuman keras, prostitusi dan hal-hal sejenis yang memberikan pengaruh
buruk terhadap perkembangan fisik, mental dan sosial anak;

6)      Menyediakan fasilitas tempat istirahat selama waktu tunggu. Waktu tunggu tersebut paling
lama 1 (satu) jam. Jika melebihi waktu tunggu yang dimaksudkan, kelebihan waktu tersebut
harus dimasukkan di dalam waktu kerja.

7)      Melaksanakan syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja.

            Selanjutnya, berkaitan dengan larangan untuk mempekerjakan anak, UU. No. 13 Tahun
2003 lebih menekankan lagi, “siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada
pekerjaan-pekerjaan terburuk”. (Pasal 74 ayat 1). Pekerjaan-pekerjaan terburuk yang dimaksud
adalah :

a.     segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan dan sejenisnya;

b.     segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk
pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian;

c.     segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi
dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/atau

d.     semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak.

2. Tentang Pekerja/Buruh Perempuan.

              Untuk pekerja/buruh perempuan UU. No. 13 Tahun 2003, mulai Pasal 76 menentukan
norma kerja perempuan sebagai berikut :

1.     Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang
dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00.

2.     Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut


keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya
apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00

3.     Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai
dengan 07.00 wajib :

a.     memberikan makanan dan minuman bergizi; dan

b.     menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.

4.     Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan  yang
berangkat dan bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 05.00
3. Tentang Waktu Kerja, Mengaso dan Istirahat (Cuti).

a. Waktu kerja dan waktu mengaso.

Waktu kerja menurut ketentuan Pasal 77 UU. No. 13 Tahun 2003 adalah sebagai berikut :

(1)   7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) seminggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1
(satu) minggu.

(2)   8 (delapan) jam sehari dan 40 (empat puluh) seminggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1
(satu) minggu.

Waktu kerja tersebut di atas harus diselingi waktu mengaso paling sedikit 30 (tiga) menit setelah
pekerja/buruh bekerja 4 (empat) jam berturut-turut.

            Ketentuan tentang waktu kerja lembur dan upah kerja lembur diatur dalam Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-102/MEN/VI/2004.

            Pasal 7 dari Keputusan Menteri di atas menentukan : perusahaan yang mempekerjakan
pekerja/buruh selama waktu kerja lembur berkewajiban :

b.       membayar upah kerja lembur;

c.       memberi kesempatan untuk istirahat secukupnya;

d.       memberikan makanan dan minuman sekurang-kurangnya 1.400 kalori apabila kerja
lembur dilakukan selama 3 (tiga) jam lebih.

            Dalam hal upah lembur, perhitungan dari besarnya ditentukan sebagai berikut :

2.       Perhitungan upah lembur didasarkan pada upah bulanan.

3.       Cara menghitung upah sejam adalah 1/173 kali upah sebulan.

4.       Dalam hal upah dibayar secara harian, mka penghitungan besarnya upah sebulan adalah
upah sehari dikalikan 25 (dua puluh lima) bagi pekerja/buruh yang bekerja 6 (enam) hari kerja
dalam 1 (satu) minggu, atau dikalikan 21 (dua puluh satu) bagi pekerja/buruh yang bekerja 5
(lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

5.       Dalam hal upah dibayar berdasarkan satuan hasil, maka upah sebulan adalah upah rata-rata
12 (dua belas) bulan terakhir.

6.       Dalam hal pekerja/buruh bekerja kurang dari 12 (dua belas) bulan, maka upah sebulan
dihitung berdasarkan upah rata-rata selama bekerja dengan ketentuan tidak boleh lebih rendah
dari upah minimum setempat.
7.       Dalam hal upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka dasar perhitungan upah
lembur adalah 100 % dari upah.

8.       Dalam hal upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap,
maka dasar perhitungan upah lembur adalah 75 % dari upah.

Cara perhitungan upah lembur sebagai berikut :

1.     Apabila kerja lembur dilakukan pada hari kerja :

a.   untuk jam kerja lembur pertama harus dibayar upah sebesar 1,5 (satu setengah) kali upah
sejam.

b.   Untuk setiap jam lembur berikutnya harus dibayar upah sebesar 2 (dua) kali upah sejam.

2.       Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi
untuk waktu kerja 6 (enam) hari kerja 40 (empat puluh) jam seminggu, maka :

a.   perhitungan upah kerja lembur untuk 7 (tujuh) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam,
dan jam kedelapan dibayar 3 (tiga) kali upah sejam dan jam lembur kesembilan dan kesepuluh
dibayar 4 (empat) kali upah sejam.

b.   Apabila hari libur resmi jatuh pada hari kerja terpendek perhitungan upah lembur 5 (lima)
jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, jam keenam 3 (tiga) kali upah sejam, jam keenm 3
(tiga) kali upah sejam dan jam lembur ketujuh dan kedelapan 4 (empat) kali upah sejam.

3.       Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi
untuk waktu kerja 5 (lima) hari kerja 40 (empat puluh) jam seminggu, maka perhitungan upah
kerja lembur untuk 8 (delapan) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, jam kesembilan
dibayar 3 (tiga) kali upah sejam dan jam kesepuluh dan kesebelas 4 (empat) kali upah sejam).

b. Waktu istirahat (Cuti)

b.1. Istirahat (cuti) mingguan.

Istirahat mingguan ditetapkan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu, atau
2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

b.2. Istirahat (cuti) tahunan.

Pasal 79 ayat (2) hurup c UU. No. 13 Tahun 2003 menentukan, bahwa cuti tahunan, sekurang-
kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12
(dua belas) bulan secara terus menerus.

b.3. Istirahat (cuti) panjang.


Istirahat (cuti) panjang  sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh
dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6
(enam) tahun berturut-turut pada perusahaan yang sama, dengan ketentuan pekerja/buruh
tersebut tidak berhak lagi untuk istirahat (cuti) tahunan dalam 2 (dua) tahun berjalan.

b.4. istirahat (cuti) haid, hamil/bersalin,

Bagi pekerja/buruh perempuan yang merasa sakit sewaktu mengalami “datang bulan” harus
memberitahukan kepada pengusaha, dan tidak wajib bekerja untuk hari pertama dan kedua
dimasa haidnya tersebut.

Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat (cuti) 1,5 (satu setengah) bulan sebelum
saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan setelah melahirkan menurut perhitungan
dokter atau bidan.

Disampin itu bagi pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak
untuk istirahat (cuti) 1,5 (satu setengah) bulan sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan
atau bidan.

       Selama menjalankan istirah/cuti tersebut di atas pekerja/buruh tetap berhak atas upah atau
gaji.

       Disamping ketentuan-ketentuan cuti tersebut di atas, UU. No. 13 Tahun 2003, dalam Pasal
85 menentukan :

(1)   Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi.

(2)   Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada hari-hari libur resmi
apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus
menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan
pengusaha.

(3)   Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh pada hari libur resmi wajib membayar upah
kerja lembur.

 
Kisi-kisi :

1. Sebutkan jenis-jenis perlindungan kerja, jelaskan !.

Jenis-jenis atau bentuk perlindungan sebagai terurai di atas oleh Zaeni Asyhadie (2007 :
78) dikategorikan kedalam 3 (tiga) jenis, yaitu :
1.      Perlindungan Teknis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan
usaha-usaha  untuk menjaga pekerja dari bahaya kecelakaan yang ditimbulkan oleh
pesawat atau alat kerja atau oleh bahan yang diolah atau dikerjakan diperusahaan.
Dalam pembahasan  selanjutnya jenis perlindungan disebut :Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3).
 
2.      Perlindungan Sosial, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha
kemasyarakatan, yang tujuannya memungkinkan pekerja itu mengenyam dan
memperkembangkan prikehidupannya sebagai manusia pada umumnya, sebagai
anggota masyarakat dan anggota keluarga. Dalam pembahasan selanjutnya jenis
perlindungan ini sebagai : Kesehatan Kerja.
 
3.     Perlindungan Ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan
usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja suatu penghasilan yang cukup guna
memenuhi keperluan sehari-hari baginya dan keluarganya, termasuk dalam hal pekerja
tersebut tidak mampu bekerja karena sesuatu di luar kehendaknya.
            Jenis perlindungan yang ketiga (perlindungan ekonomis) inilah yang oleh
penyusun dikategorikan sebagai jaminan sosial, yang sekarang lebih dikenal dengan
istilah BPJS Ketenagakerjaa sebagai bagian utama dari bahan kuliah ini.

2. Pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya akibat resiko ekonomis umumnya dapat


dilakukan dengan berbagai cara. Sebut dan jelaskan

Pencegahan.
Pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya akibat resiko ekonomis umumnya dapat
dilakukan dengan berbagai cara, antara lain :
a.1. Menjaga tingkat perekonomian yang tinggi. Artinya, Pemerintah harus tetap
menjaga tingkat perekonomian agar tetap stabil guna mempertahankan pendapatan
perkapita penduduk (termasuk pekerja/buruh), atau daya beli masyarakat. Dengan usaha
ini setidak-tidaknya dapat mencegah akibat resiko ekonomis.
a.2.  Meningkatkan keterampilan, keahlian, motivasi dan produktivitas perorangan, yang
dalam bidang ketenagakerjaan cara ini termasuk Pembinaan Keahlian dan Kejuruan
Tenaga Kerja atau Pelatihan Kerja.
a.3.  Menghilangkan atau mengurangi kemungkinan terjadinya kece-lakaan, seperti
pemasangan pagar pengaman pada mesin-mesin, dan upaya-upaya lain yang berkaitan
dengan apa yang tercantum dalam peraturan perundangan (dalam hal ketenagakerjaan 
maksudnya adalah  UU. No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja).
Pecegahan jenis ini dalam Hukum Ketenagakerjaan dalam bidang Hubungan Kerja
(Hukum Kerja)  termasuk dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

3.     Sebutkan jenis-jenis pekerjaan terburuk yang tidak boleh dipekerjakan oleh/ kepada anak-
anak.

UU. No. 13 Tahun 2003 lebih menekankan lagi, “siapapun dilarang mempekerjakan dan
melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan terburuk”. (Pasal 74 ayat 1). Pekerjaan-pekerjaan
terburuk yang dimaksud adalah :

a.     segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan dan sejenisnya;

b.     segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk
pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian;

c.     segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk
produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya; dan/atau

d.     semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak.

4. Sebutkan jenis-jenis cuti bagi pekerja/buruh.

Waktu istirahat (Cuti)

1. Istirahat (cuti) mingguan.

2. Istirahat (cuti) tahunan.

3. Istirahat (cuti) panjang.

4. istirahat (cuti) haid, hamil/bersalin,

       Selama menjalankan istirah/cuti tersebut di atas pekerja/buruh tetap berhak atas
upah atau gaji.

Disamping ketentuan-ketentuan cuti tersebut di atas, UU. No. 13 Tahun 2003, dalam
Pasal 85 menentukan :

(1)   Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi.


(2)   Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada hari-hari libur
resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan
secara terus menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara
pekerja/buruh dengan pengusaha.

(3)   Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh pada hari libur resmi wajib
membayar upah kerja lembur.

5. Buat dalam bentuk tabel perbedaan antara asuransi komersial dan asuransi sosial.

A S  P E K ASURANSI KOMERSIAL ASURANSI SOSIAL


1. Kepesertaan Sukarela bagi setiap orang atauWajib secara nasional
unit organisasi. bagi mereka yang
ditentukan.
2. Besarnya Hak Besarnya perlindungan sesuai Hanya memberikan
kebutuhan dan kemampuan  perlindungan dasar yang
tertanggung yang ditentukan ditentukan dalam
dalam polis (perjanjian). peraturan perundangan.
3. Penyelenggara Dilakukan oleh berbagai peru- Dilakukan oleh Peme-
sahaan yang saling bersaing. rintah secara nasional.
4. Seleksi    Biasanya dilakukan pembeda-an Tidak diadakan pem-
dan seleksi terutama bagi yang bedaan dan seleksi.
    Peserta menyangkut kesehatan dan
umur.
 

Anda mungkin juga menyukai