Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

BRONKOPNEUMONIA

ALEX
NIM: P2002005

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS
WIYATA HUSADA SAMARINDA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai
pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di
dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya
(Nurarif, 2015).
Kasus bronkopneumonia tahun 2017 di RSUD Tidar Kota Magelang
masuk dalam 9 besar penyakit pada anak dan berada di urutan ke 5 dengan
rincian 434 (25,3 %) anak menderita thalasemia, 269 (15,3 %) anak menderita
diare, 257 (15 %) anak menderita kejang, 258 (15 %) anak menderita Infeksi
saluran pernapasan, 225 (13,1 %) anak menderita bronkopneumonia, 158 (9,2 %)
anak anak menderita thypoid, 76 (4,4 %) anak menderita Dengue Haemoragic
Fever, 36 (2,1 %) menderita Asma.
Angka penderita Bronkopneumonia di RSUD Tidar Kota Magelang
tahun 2017 dari bulan Januari sampai dengan November sebanyak 225 anak.
(Rekam Medis RSUD Tidar Kota Magelang, 2017)
Usaha untuk pencegahan dan penanganan lebih komprehensif sangat di
perlukan. Agar dapat mengurangi angka penderita bronkopneumonia yang
dapat menyebabkan masalah yang lebih serius. Komplikasi yang dapat terjadi
antara lain empyema, otitis media akut, atelectasis,emfisema, dan meningitis.
( Wijaya, 2013 ). Komplikasi lain dari bronkopneumonia antara lain abses
paru infeksi sistemik endocarditis. ( Ngastiyah 2012, dalam Dewi 2016)
Penatalaksanaan pada pasien dengan bronkpneumonia yaitu dengan
pemberian terapi oksigen yang adekuat, membersihkan jalan nafas yang
tersumbat, mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal serta pemberian
nutrisi yang adekuat (Padila, 2013).

B. Tujuan Penulisan
Mendeskripsikan penatalaksanaan pasien dengan bronkopneumonia dengan
ketidakefektifan bersihan jalan napas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bronkopneumonia
1. Definisi
Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang
mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area
terlokalisasi di dalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di
sekitarnya. Konsolidasi area berbercak terjadi pada bronkopneumonia (Smelzer
pada Padila, 2013).
Bronkopneumonia adalah suatu peradangan pada paru - paru yang bisa
di sebabkan oeh bermacam – macam penyebab seperti : virus, bakter, jamur,
benda asing. (Wijaya,2013)
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
bronkopneumina adalah suatu peradangan pada paru - paru yang di mulai
dalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya di
sebabkan oleh virus, bakteri, jamur dan benda asing yang dapat menyebabkan
penyumbatan eksudat mukopurulen yang membentuk bercak pada lobus - lobus
di dekatnya.

2. Etiologi
Padilla (2013) memaparkan penyebab terjadinya bronkopneumoni
antara lain yaitu: Bakteri, pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia
lanjut. Organisme gram positif seperti :Streptococcus pneumonia,
Streptococcus aureus dan Streptococcus pyogenesis.Bakteri gram negatif
seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P.Aeruginosa.
Virus, Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama
pneumonia virus. Jamur, infeksi yang disebabkan jamur seperti
histoplasmosis menyebar melalui penghirupan udara yang mengandung spora
dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos serta
protozoa, menimbulkan terjadinya pneumocystis carinii pneumonia.

3. Patofisiologi
Bakteri, jamur, dan protozoa yang dapat menyebabkan
bronkopneumonia masu ke dalam saluran pernafasan atas yang pada
akhirnya menyebar hingga bronkus. Terjadi inflamasi di dinding - dingin
bronkus yang beresiko terjadinya infeksi dengan begitu produksi
seputum meningkat dan terjadi akumulasi sputum pada saluran
pernafasan. Hal ini dapat menyebabkan ketidakefektifan besihan jalan napas.
Selain hal tersebut produksi sputum yang meningkat juga menyebabkan
penderita mengalami penurunan nafsu makan yang dapat menyebabkan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Inflamasi dingin
bronkus juga menyebabkan perubahan membran yang dapat membuat
suplai oksigen ke sluruh tubuh menurun sehingga terjadi penurunan energi
yang menyebabkan intoleransi aktivitas.

4. Manifestasi klinis
Manifestasi yang muncul pada penderita bronkopneumoni yaitu,
kesulitan dan sakit pada saat pernafasan seperti nafas dangkal, bunyi nafas
di atas area yang mengalami konsolidasi, gerakan dada tidak simetris,
menggigil dan demam 38,8 0 C sampai 41,1 0 C, diaphoresis, anoreksia,
malaise, batuk kental dan produktif dengan sputumberwarna kuning
kehijauan kemudian berwarna kemerahan, gelisah, sianosis (Padila, 2013)

5. Komplikasi
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :
a. Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps
paru yang merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau reflek batuk hilang
b. Empyema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalm rongga
pleura yang terdapat disatu tempat atau seluruh rongga pleura.
c. Abses paru adalah pengumpulan pus dala jaringan paru yang meradang
d. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial
e. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak

6. Penatalaksanaan
Ada dua jenis penatalaksanaan pada pasien bronkopneumonia yaitu secara
asuhan keperawatan dan medis. Secara Asuhan keperawatan yaitu (1) Melakukan
fisioterapi dada atau mengajarkan batuk efektif pada anak yang mengalami
gangguan bersihan jalan nafas (2) Mengatur posisi semi fowler untuk
memaksimalkan ventilasi (3) Memberikan kompres untuk menurunkan demam (4)
Pantau input dan output untuk memonitor balance cairan (5) Bantu pasien
memenuhi kebutuhan ADLs (6) Monitor tanda-tanda vital (7) Kolaborasi
pemberian O2 (8) Memonitor status nutrisi dan berkolaborasi dengan ahli gizi dan
secara Medis yaitu pemberian obat atau Farmakologi Pemberian antibiotik
misalnya penisilin G, streptomisin, ampicillin, dan gentamicin. Pemberian
antibiotik ini berdasarkan usia, keaadan penderita, dan kuman penyebab.
Dan menurut Padila (2013) penatalaksanaan dari bronkopneumonia yaitu:
Terapi oksigen jika pasien mengalami pertukaran gas yang tidak adekuat,
Bronkodilator apabila terdapat obstruksi jalan napas dan lendir, Teknik
pengisapan dilakukan jika klien tidak mampu mengeluarkan sekresi dari
saluran pernapasan dengan batuk, Memposisikan klien semifowler, Kebutuhan
istirahat dan nutrisi yang adekuat

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Padila ( 2013 ) :
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Leukositosis atau meningkatnya jumlah neutrofil akan terjadi pada
kasus bronkopneumonia oleh bakteri.
2) Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam
yang digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis, kultur dan tes
sensifitas untuk mendeteksi agen infeksius.
3) Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status
asam basa.
4) Kultur darah untuk mendeteksi bakterimia
b. Pemeriksaan radiologi

1) Rontgen thoraks

Konsolidasi lobar seringkali dijumpai pada infeksi pneumokokal.


Infilrate multiple dijumpai pada infeksi stafilokokus dan
haemofilus.
8. Pathway
Pathway dikembangkan dari Riyadi (2010), Amin,Hardi (2015)

Virus, bakteri, jamur, protoza

Masuk ke saluran pernapasan atas

Menyebar ke saluran pernapasan bawah

Menyebar bronkus Hipertermi

Inflamasi dinding
Edema paru Peningkatan
bronkus
suhu tubuh

Penurunana Akumulasi sekret


Caplience paru Kebersihan mulut
di bronkus
menurun

Suplai O2 Ketidakefktifan
menurun Anoreksia
bersihan jalan
napas
Intake menurun
hipoksia hiperventilisai

Metabolisme Intoleransi
anaerob dispneu Gangguan Ketidak
Aktivitas
meningkat pola tidur seimbangan
nutrisi kurang
Retraksi dari kebutuhan
Akumulasi dinding dada/ tubuh
asam laktat pernapasan
cuping hidung
fatique
Ketidakefektifan
pola napas
B. Konsep Asuhan Keperawatan Bronkopneumonia
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan,
verifikasi, dan komunikasi data tentang klien. Tujuan dari pengkajian adalah
menetapkan dasar data tentang kebutuhan, masalah kesehatan, pengalaman
yang berkaitan, praktik kesehatan, tujuan, nilai dan gaya hidup yang
dilakukan klien (Potter dan Perry, 2010)
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Nama klien dan penanggung jawab, usia klien bisa menunjukkan
tahap perkembangan pasien baik secara fisik maupun psikologis dan
usia penanggung jawab, pendidikan, agama,alamat dan pekerjaan
penanggung jawab. ( Andarmoyo, 2012 )
b. Keluhan utama
Keluhan yang paling dirasakan mengganggu oleh klien. Keluhan
utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan
klien tentang kondisinya saat ini. Klien dengan ketidakefektifan bersihan
jalan napas antara lain batuk, peningkatan produksi sputum, dyspnea,
hemoptisis, mengi dan chest pain. Keluhan utama yang biasa muncul :
1) Batuk (Cough)
Batuk merupakan gejala utama pada klien dengan gangguan
sistem pernapasan. Tanyakan berapa lama klien mengalami batuk
dan bagaimana hal tersebut timbul dengan waktu yang spesifik atau
hubungannya dengan aktifitas fisik. Tentukan apakah batuk
produktif atau non produktif.

2) Peningkatan Produksi Sputum


Sputum merupakan suatu substansi yang keluar bersama
dengan batuk atau bersihan tenggorokan. Produksi sputum akibat
batuk adalah tidak normal. Tanyakan dan catat warna, konsistensi,
bau, dan jumlah dari sputum. Jika terjadi infeksi, sputum dapat
berwarna kuning atau hijau, putih dan jernih.
3) Dispnea
Dispnea merupakan suatu persepsi kesulitan bernapas/napas
pendek dan merupakan perasaan subjektif pasien.Perawat mengkaji
tentang kemampuan klien saat melakukan aktivitas. (
Andarmoyo, 2012 )
c. Riwayat kesehatan saat ini
Pengkajian riwayat penyakit sekarang pada klien yang mengalami
ketidakefektifan bersihan jalan nafas dimulai dengan perawat
menanyakan tentang perjalanan penyakit sejak timbul keluhan hingga
keluarga klien meminta pertolongan dan dilakukan pengkajian saat itu.
Misalnya sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama, dan berapa kali
keluhan tersebut terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana
pertama kali keluhan timbul, apa yang dilakukan ketika keluhan ini
terjadi, keadaan apa yang memperberat atau memperingan keluhan,
adakah usaha mengatasi keluhan tersebut. ( Andarmoyo, 2012 )
d. Riwayat kesehatan masa lalu
Memberikan informasi tentang riwayat kesehatan klien.
Tanyakan tentang perawatan dirumah sakit atau pengobatan masalah
pernafasan sebelumnya. ( Andarmoyo, 2012 )
e. Pemeriksaan fisik
1) Status penampilan kesehatan lemah
2) Tingkat kesadaran kesehatan: kesadaran normal, letargi, strukpor,
koma, apatis tergantung tingkat penyebaran penyakit.
3) Tanda-tanda vital
a) Frekuensi nadi dan tekanan darah: Takikardi, hipertensi
b) Frekuensi pernafasan: Takipnea, dispnea progresif, pernafasan
dangkal, penggunaan otot bantu pernafasan, pelebaran nasal.
c) Suhu tubuh, Hipertemi akibat penyebaran toksik mikroorganisme
yang direspon oleh hipotalamus.

4) Berat badan dan tinggi badan

Kecenderungan berat badan anak mengalami penurunan.


5) Integumen
a) Warna: Pucat sampai sianosis
b) Suhu: Pada hipertemi kulit terbakar panas akan tetapi setelah
hipertemi teratasi kulit anak akan teraba dingin
c) Turgor: Menurun pada dehidrasi.
6) Kepala
a) Perhatikan bentuk dan kesimetrisan
b) Palpasi tengkorak akan adanya nodus atau pembengkakan
yang nyata
c) Periksa higiene kulit kepala, ada tidaknya lesi, kehilangan
rambut, perubahan warna.
Data yang paling menonjol pada pemeriksaan fisik adalah pada:
Thorax dan paru-paru
a) Inspeksi: Frekuensi irama, kedalaman dan upaya bernafas antara
lain: takipnea, dispnea progresif,pernafasan dangkal, pektus
ekskavatum (dada corong), paktus karinatum (dada burung), barrel
chest.
b) Palpasi: Adanya nyeri tekan, massa, peningkatan vokal fremitus pada
daerah yang terkena.
c) Perkusi: Pekak terkaji bila terisi cairan pada paru, normalnya
timpani (terisi udara) resonansi.
d) Auskultasi: Suara pernapasan yang meningkat intensitasnya:

(1) Suara bronkovesikuler atau bronkhial pada daerah yang


terkena.
(2) Suara pernapasan tambahan-ronki inspiratoir pada seprtiga
akhir inspirasi.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001)
1) Definisi :
Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran
napas untuk mempertahankan jalan napas teteap paten.
2) Penyebab:
Fisiologis
a) Spasme jalan napas
b) Hipersekresi jalan napas
c) Disfungsi neuromuskuler
d) Benda asing dalam jalan napas
e) Adanya jalan napas buatan
f) Sekresi yang tertahan
g) Hiperplasia dinding jalan napas
h) Proses infeksi
i) Respon alergi
j) Efek agen farmakologis
Situasional
a) Merokok aktif
b) Merokok pasif
c) Terpajan polutan
3) Gejala dan tanda mayor
Objektif
a) Batuk tidak efektif
b) Tidak mampu batuk
c) Sputum berlebih
d) Mengi, wheezing dan atau ronkhi kering
e) Mekonium dijalan napas (pada neonatus)
4) Gejala dan tanda minor
Subjektif
a) Dispnea
b) Sulit berbicara
c) Ortopnea
Objektif
a) Gelisah
b) Sianosis
c) Bunyi napas menurun
d) Frekuensi napas berubah
e) Pola napas berubah
5. Kondisi klinis terkait
a) Gullian barre syndrome
b) Sklerosis multipel
c) Myasthenia gravis
d) Prosedur diagnostik
e) Depresi sistem saraf pusat
f) Stroke
g) Kuafriplegia
h) Sindrom aspirasi mekonium
i) Infeksi saluran napas

b. Hipertermia (D.0130)
1) Definisi :
Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh.
2) Penyebab:
a) Dehidrasi
b) Terpapar lingkungan panas
c) Proses penyakit
d) Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
e) Peningkatan laju metabolisme
f) Respon trauma
g) Aktivitas berlebihan
h) Penggunaan inkubator
3) Gejala dan tanda mayor
Objektif
a) Suhu tubuh diatas nilai normal
4) Gejala dan tanda minor
Objektif
a) Kulit merah
b) Kejang
c) Takikardi
d) Takipnea
e) Kulit terasa hangat
5) Kondisi klinis terkait
a) Proses infeksi
b) Hipertiroid
c) Stroke
d) Dehidrasi
e) Trauma
f) Prematuritas

c. Intoleransi aktivitas (D.0056)


1) Definisi :
Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari hari.
2) Penyebab:
a) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
b) Tirah baring
c) Kelemahan
d) Imobilitas
e) Gaya hidup monoton
3) Gejala dan tanda mayor
Subjektif
a) Mengeluh lelah
Objektif
b) Frekuensi jantung meningkat > 20% dari kondisi istirahat
4) Gejala dan tanda minor
Subjektif
a) Dipsnea saat/ setelah aktivitas
b) Merasa tidak nyaman setelah aktivitas
c) Merasa lemah
Objektif
a) Tekanan darah meningkat > 20% dari kondisi istirahat
b) Gambaran EKG menunjukan aritmia saat/setelah aktivitas
c) Gambaran EKG menunjukan iskemia
d) Sianosis
5) Kondisi klinis terkait
a) anemia
b) gagal jantung kongestif
c) penyakit jantung koroner
d) penyakit katup jantung
e) aritmia
f) penyakit paru obstruktif kronis PPOK
g) gengguan metabolik
h) gangguan muskuloskeletal

3. Intervensi
Diagnosis SLKI SIKI
Bersihan jalan napas 1. Bersihan jalan napas 1. Manajemen jalan
tidak efektif Setelah dilakukan napas.
intervensi Tindakan:
keperawatan ...x24 jam, 1.1 Monitor pola napas
diharapkan 1.2 Monitor bunyi
a. Produksi sputum napas tambahan
1 2 3 4 N 1.3 Pertahankan
kepatenan jalan
b. Mengi napas head-tilt
1 2 3 4 N chin-lift(jaw-thrust
jika trauma servikal
c. Wheezing 1.4 Lakukan
1 2 3 4 N pengisapan lendir
kurang dari 15 detik
d. Frekuensi napas 1.5 Keluarkan
1 2 3 4 N sumbatan benda
padat dengan forcep
e. Pola napas McGill
1 2 3 4 N 1.6 Berika oksigen, jika
perlu
1.7 Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
espektoran,
mukolitik, jika
perlu
Hipertermia Termoregulasi Management
Setelah dilakukan Hipertermia
intervensi Tindakan:
keperawatan ...x24 jam, 1.8 Monitor suhu tubuh
diharapkan 1.9 Monitor komplikasi
a. Menggigil akibat hipertermia
1 2 3 4 N 1.10 Berikan cairan
oral
b. Suhu tubuh 1.11 Lakukan
1 2 3 4 N pendinginan
eksternal (kompres
c. Suhu kulit dingin)
1 2 3 4 N 1.12 Kolaborasi
pemberian cairan
elektrolit intravena,
jika perlu
1.

Intolerasi aktivitas Toleransi Aktivitas Managemen energi


Setelah dilakukan Tindakan:
intervensi 1.13 Identifikasi
keperawatan ...x24 jam, gangguang fungsi
diharapkan tubuh yang
a. Kekuatan tubuh mengakibatkan
bagian atas kelelahan
1 2 3 4 N 1.14 Monitor
kelelahan fisik
b. Kekuatan tubuh 1.15 Lakukan latihan
bagian bawah gerak pasif dana tau
1 2 3 4 N aktif
1.16 Berikan
c. Keluhan lelah aktifitas distraksi
1 2 3 4 N yang
menyenangkan
d. Tekanan darah 1.17 Anjurkan tirah
1 2 3 4 N baring
1.18 Anjurkan
melakukan aktifitas
secara bertahap
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Bronkopneumoni merupakan penyakit yang menyerang daerah saluran
pernapasan manusia, dimana akan terjadi malfungsi atau gangguan dalam
pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalah hal kebutuhan oksigenasi, maka perlu
penanganan yang tepat agar dapat terpenuhinya pemenuhan kebutuhan dasar
manusia.

.
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo,Sulistyo.2012.Kebutuhan Dasar Manusia(Oksigenasi) Konsep,


Proses dan Praktik Keperawtan.Yogyakarta:Graha Ilmu

Bulecheck Gloria, Howard Butcher, Joanne Dochterman, Cheryl Wagner. (2016).


Nursing Interventions Classification ( NIC) Edisi Kelima. Singapore :
Elsevier.

Dinas Kesehatan Jawa Tengah (Dinkes Jateng). (2015). Profil Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah (online). (Http://www.dinkesjatengprov.html)

Kemenkes RI.(2015).Profil Kesehatan Indonesia 2015 (online).


(http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2015.pdf)

Kirnanoro dan Maryana.2017.Anatomi Fisiologi.Yogyakarta:Pustaka Baru Press

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan. Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction

Nursalam. (2013). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak Edisi 2.Jakarta : Salemba
Medika.

Padila.2013.Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam.Yogyakarta:Nuha Medika.

Rekam Medis RSUD Tidar Kota Magelang. (2016). Rekapitulasi Pasien Rawat
Inap Anak 2016.Magelang : RSUD TIDAR Magelang.

Wijaya,Andara S dan Pitri,Yessie M.2013.Keperawatan Medikal Bedah


Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep.Yogyakarta:Nuha
Medika.

Wulandari, Dewi dan Meira Ernawati.2016.Buku Ajar Keperawatan


Anak.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
SIX GOAL PATIENT SAFETY

IPSG : 6 Goals Keselamatan Pasien di Rumah Sakit (JCI) – IPSG atau International
Patient Safety Goal adalah sebuah standar yang diterbitkan oleh Joint Commission
International (JCI) sebagai bagian dari standar kualitas dan keselamatan pelayanan
kesehatan yang berfokus pada pasien.
Standar yang dimaksudkan adalah suatu tingkat kualitas pelayanan kesehatan dan
keselamatan pasien yang diharapkan, semaksimal mungkin. Keseluruhan standar JCI
memiliki 2 bagian yang terdiri dari 12 bab yang mencakup lebih dari 300 standar dan 1000
elemen penilaian yang harus dicapai untuk mendapatkan akreditasi dan sertifikasi dari JCI.
Salah satu standar tersebut adalah International Patient Safety Goals (IPSG) yang
terdiri dari 6 standar baku. Berikut adalah 6 Goals Keselamatan Pasien di Rumah Sakit
(IPSG) yang dikutip dari laman JCI :
6 Goals Keselamatan Pasien di Rumah Sakit (IPSG)
1. Identifikasi Pasien Secara Tepat (Identify Patients Correctly)
Menggunakan minimal 2 identitas pasien dengan kombinasi sebagai berikut:
a. Nama lengkap dan tanggal lahir, atau
b. Nama lengkap dan nomor medical record, atau
c. Nama lengkap dan alamat
2. Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif (Improve Effective Communication)
a. Melakukan proses feedback saat menerima instruksi per telepon

b. Melakukan hand over saat serah terima pasien

c. Melakukan critical result dalam waktu 30 menit

d. Menggunakan singkatan yang dibakukan.


3. Meningkatkan Keamanan Penggunaan Obat yang membutuhkan perhatian (Improve
the safety of High-Alert Medications)
a. Tidak menyimpan elektrolit konsentrasi tinggi diruang perawatan (termasuk
potassium chloride/KCL dan Sodium chloride/NaCl >0.9%)
4. Meningkatkan benar lokasi, benar pasien, benar prosedur pembedahan (Ensure
Correct-Site, Correct-Procedure, Correct-Patient Surgery)
a. Melakukan site marking
b. Menggunakan dan melengkapi surgical checklist
c. Melakukan time out
5. Mengurangi Risiko Infeksi (Reduce the risk of health care-Associated Infections)
Melakukan cuci tangan :
a. Sebelum kontak dengan pasien
b. Sebelum melakukan tindakan aseptic
c. Setelah kontak dengan cairan tubuh
d. Setelah kontak dengan pasien
e. Setelah kontak dengan lingkungan pasien
6. Mengurangi risiko pasien cedera karena jatuh (Reduce the risk of patient harm
resulting from falls)
a. Melakukan pengkajian awal dan berkala mengenai risiko pasien jatuh.
b. Melakukan tindakan untuk mengurangi risiko yang teridentifikasi.

DAFTAR PUSTAKA
https://www.nerslicious.com/ipsg-6-goals-keselamatan-pasien-di-rumah-sakit-jci/
PRINSIP ETIKA KEPERAWATAN

Etika, secara etimologis berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu “Ethikos” yang


mana artinya adalah suatu perkara yang timbul dari suatu kebiasaan. Perkara tersebut
mencakup analisis dan penerapan konsep dari pelbagai hal penilaian seperti benar, salah,
baik, buruk, tanggung jawab dan tanggung gugat. Ketika etika tersebut dikaitan dengan
keperawatan, dimana dalam hal ini keperawatan merupakan sebuah profesi, maka muncul
yang namanya etika profesi atau professional ethics.
Secara umum, etika profesi ini adalah suatu sikap etis yang harus dimiliki oleh
seorang profesional sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam mengemban tugas
keprofesiannya dengan menerapkan norma-norma etis umum pada bidang sesuai
profesionalitasnya dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga, berdasarkan definisi diatas
maka yang dimaksud dengan etika keperawatan adalah suatu sikap etis yang harus dimiliki
oleh seorang perawat sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam mengemban tugasnya
sebagai seorang perawat dengan menerapkan norma-norma etis keperawatan dalam
kehidupan profesi dan kehidupan bermasyarakat. Selanjutnya, etika keperawatan ini juga
dijadikan sebuah landasan dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada masyarakat
sehingga baik pemberi dan penerima pelayanan dilindungi dan dijauhkan dari hal-hal yang
tidak diinginkan.
Dalam profesi keperawatan, ada 8 prinsip etika keperawatan yang harus diketahui
oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada penerima layanan
keperawatan, baik individu, kelompok, keluarga atau masyarakat.
1. Autonomy (Kemandirian)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir
secara logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa mampu
memutuskan sesuatu dan orang lain harus menghargainya.
Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut
pembedaan diri, dan perawat haruslah bisa menghormati dan menghargai kemandirian
ini. Salah satu contoh yang tidak memperhatikan otonomi adalah memberitahukan
klien bahwa keadaanya baik, padahal terdapat gangguan atau penyimpangan
2. Beneficence (Berbuat Baik)
Prinsip ini menuntut perawat untuk melakukan hal yang baik sesuai dengan ilmu
dan kiat keperawatan dalam melakukan pelayanan keperawatan.
Contoh perawat menasehati klien dengan penyakit jantung tentang program
latihan untuk memperbaiki kesehatan secara umum, tetapi perawat menasehati untuk
tidak dilakukan karena alasan resiko serangan jantung.

Hal ini merupakan penerapan prinsip beneficence. Walaupun memperbaiki


kesehatan secara umum adalah suatu kebaikan, namun menjaga resiko serangan
jantung adalah prioritas kebaikan yang haruslah dilakukan.
3. Justice (Keadilan)
Nilai ini direfleksikan ketika perawat bekerja sesuai ilmu dan kiat keperawatan
dengan memperhatikan keadilan sesuai standar praktik dan hukum yang berlaku.
Contoh ketika perawat dinas sendirian dan ketika itu ada klien baru masuk serta
ada juga klien rawat yang memerlukan bantuan perawat maka perawat harus
mempertimbangkan faktor-faktor dalam faktor tersebut kemudian bertindak sesuai
dengan asas keadilan.
4. Non-Maleficence (Tidak Merugikan)
Prinsip ini berarti seorang perawat dalam melakukan pelayanannya sesuai dengan
ilmu dan kiat keperawatan dengan tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan
psikologis pada klien.
Contoh ketika ada klien yang menyatakan kepada dokter secara tertulis menolak
pemberian transfusi darah dan ketika itu penyakit perdarahan (melena) membuat
keadaan klien semakin memburuk dan dokter harus menginstrusikan pemberian
transfusi darah.
Akhirnya transfusi darah ridak diberikan karena prinsip beneficence walaupun
pada situasi ini juga terjadi penyalahgunaan prinsip non-maleficence.
5. Veracity (Kejujuran)
Prinsip ini tidak hanya dimiliki oleh perawat namun harus dimiliki oleh seluruh
pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setia klien untuk
meyakinkan agar klien mengerti.
Informasi yang diberikan harus akurat, komprehensif, dan objektif. Kebenaran
merupakan dasar membina hubungan saling percaya. Klien memiliki otonomi
sehingga mereka berhak mendapatkan informasi yang ia ingin tahu.
Contoh Ny. A masuk rumah sakit dengan berbagai macam fraktur karena
kecelakaan mobil, suaminya juga ada dalam kecelakaan tersebut dan meninggal dunia.
Ny. A selalu bertanya-tanya tentang keadaan suaminya. Dokter ahli bedah berpesan
kepada perawat untuk belum memberitahukan kematian suaminya kepada klien.
Perawat dalam hal ini dihadapkan oleh konflik kejujuran.
6. Fidelity (Menepati Janji)
Tanggung jawab besar seorang perawat adalah meningkatkan kesehatan,
mencegah penyakit, memulihkan kesehatan, dan meminimalkan penderitaan. Untuk
mencapai itu perawat harus memiliki komitmen menepati janji dan menghargai
komitmennya kepada orang lain.
7. Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien.
Dokumentasi tentang keadaan kesehatan klien hanya bisa dibaca guna keperluan
pengobatan, upaya peningkatan kesehatan klien dan atau atas permintaan pengadilan.
Diskusi tentang klien diluar area pelayanan harus dihindari.
8. Accountability (Akuntabilitas)
Akuntabilitas adalah standar yang pasti bahwa tindakan seorang professional
dapat dinilai dalam berbagai kondisi tanpa terkecuali.
Contoh perawat bertanggung jawab pada diri sendiri, profesi, klien, sesame teman
sejawat, karyawan, dan masyarakat. Jika perawat salah memberi dosis obat kepada
klien perawat dapat digugat oleh klien yang menerima obat, dokter yang memberi
tugas delegatif, dan masyarakat yang menuntut kemampuan professional.

DAFTAR PUSTAKA
https://www.nerslicious.com/etika-keperawatan/
LEVEL APD TENAGA MEDIS
APD dirancang untuk jadi penghalang terhadap penetrasi zat partikel bebas, cair, atau
udara dan melindungi penggunanya terhadap penyebaran infeksi. Pemakaian APD yang
baik jadi penghalang terhadap infeksi yang dihasilkan oleh virus dan bakteri.
Dalam pemakaiannya berjenjang, antara lain:

1. Tingkat pertama untuk tenaga kesehatan yang bekerja di tempat praktik umum dimana
kegiatannya tidak menimbulkan risiko tinggi, tidak menimbulkan aerosol. APD yang
dipakai terdiri dari masker bedah, gaun, dan sarung tangan pemeriksaan.
2. Tingkat kedua dimana tenaga kesehatan, dokter, perawat, dan petugas laboratorium
yang bekerja di ruang perawatan pasien, di ruang itu juga dilakukan pengambilan
sampel non pernapasan atau di laboratorium, maka APD yang dibutuhkan adalah
penutup kepala, google, masker bedah, gaun, dan sarung tangan sekali pakai.
3. Tingkat ketiga bagi tenaga kesehatan yang bekerja kontak langsung dengan pasien
yang dicurigai atau sudah konfirmasi Covid-19 dan melakukan tindakan bedah yang
menimbulkan aerosol, maka APD yang dipakai harus lebih lengkap yaitu penutup
kepala, pengaman muka, pengaman mata atau google, masker N95, cover all, sarung
tangan bedah dan sepatu boots anti air.
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20200417/0533711/tingkatan-apd-bagi-tenaga-
medis-saat-tangani-covid-19/
http://www.inaheart.org/news_and_events/news/2020/3/26/apd_level_1_2_dan_3

Anda mungkin juga menyukai