Anda di halaman 1dari 4

Ujian Akhir Semester

Hukum Acara Peradilan Agama

Oleh bpk Nanang Suparto, S.H., M.H. dan bpk Rhama Wisnu Wardhana, S.H.,M.H.

Nama : TSABITAH ULHAQ

Nim : 180710101384

Kelas : E

Analisa Putusan Pengadilan Agama Tentang Dalam Pokok Perkara Penetapan Bagian
Masing Masing Ahli Waris

Pembagian waris di Pengadilan Agama sangat erat kaitannya dengan pembagian waris
secara islam. Menengok perkembangan hukum waris di Indonesia, pembagian waris secara Islam
terkodifikasi dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang merupakan modifikasi hukum Islam
agar sesuai dengan masyarakat Indonesia. Dalam pembagian waris yang dilakukan Pengadilan
Agama Ambarawa telah mengacu pada Kompilasi Hukum Islam, mulai dari penentuan ahli
waris, bagian warisan, dan penentuan harta warisan dan pelaksanaan pembagian. Dalam putusan
itu pada poin s disebutkan menimbang, bahwa sesuai keterangan para pihak, bukti P3 dan
keterangan saksi-saksi, maka telah terbukti bahwa pada saat S bin MK meninggal dunia
meninggalkan seorang istri (penggugat) dan dua (dua) orang anak perempuan (tergugat I dan
tergugat II), mereka ketiganya beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi
ahli waris, oleh karenanya harus dinyatakan bahwa mereka: 4) Pengugat b binti b sebagai janda
5) Tergugat I b binti S sebagai anak kandung 6) Tergugat II SK binti S sebagai anak kandung
Adalah ahli waris dari S bin MK Dari pertimbangan tersebut, ketiganya dinyatakan sebagai ahli
waris dalam amar putusan yang berbunyi “menyatakan Pengugat b binti b sebagai janda,
Tergugat I b binti S sebagai anak kandung, Tergugat II SK binti S sebagai anak kandung Adalah
ahli waris dari S bin MK”. Dalam menentukan harta warisan Majelis Hakim menggunakan
pertimbangan-pertimbangan seperti yang diuraikan dalam BAB III yang intinya sebagai berikut:
- poin g menjelaskan bahwa pada tanggal 2 Pebruari 1963 penggugat telah menikah dengan S bin
MK dan selama perkawinan antara penggugat dan S bin MK belum pernah bercerai - poin h
menegaskan bahwa S bin b telah meninggal dunia pada tanggal 25 Juli 1975 - poin j menjelaskan
bahwa tanah tersebut belum pernah dibagi waris, dan penggugat masih mempunyai hak terhadap
harta tersebut. - Poin k menjelaskan bahwa dalam harta tersebut masih terikat sebagai harta
gono-gini. - Poin l menegaskan bahwa harta tersebut diperoleh dalam masa perkawinannya oleh
almarhum - Poin m menguraikan antara pernyataan Tergugat I dan Tergugat II tidak sama.
Tergugat II menyatakan bahwa harta tersebut belum pernah dibagi, itu sama halnya menguatkan
pernyataan penggugat. Poin o menguraikan bahwa tidak ditemukannya surat pelepasan hak dari
penggugat, maka status tanah itu adalah harta bersama dalam perkawinannya. Dari
pertimbangan-pertimangan tersebut Majelis Hakim menyatakan harta yang berupa sebidang
tanah dengan sertifikat HM Nomor 927 tahun 1992, atas nama B (Tergugat I) dan SK (Tergugat
II), dengan luas tanah 10.066 m2 yang terletak di banyuwangi RT 02 RW 05 Kelurahan
yosomulyo , Kecamatan gambiran, Kabupaten banyuwangi, dengan batas-batas sebagai berikut: -
Sebelah utara : rumah Srinem, tanah kapling, tanah Dewi - Sebelah timur: jalan setapak -
Sebelah selatan: sawah Kasiyadi dan sawah paidi - Sebelah barat: jalan kampung Adalah sebagai
harta bersama perkawinan penggugat B binti B dengan almarhum S bin MK. Karena telah
ditentukan ahli waris harta warisan, maka ditentukan juga bagian masing-masing dari hak waris
mereka dengan beberapa pertimbangan. Pada poin p disebutkan menimbang, bahwa oleh karena
itu harus dinyatakan bahwa sertifikat tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum, dan status
tanah sengketa dimaksud sebagai harta bersama perkawinan penggugat dengan almarhum S bin
MK yang belum dibagi Pada poin q disebutkan menimbang, bahwa oleh karena itu sesuai pasal
35 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dan pasal 96 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam
penggugat B binti B sebagai istri berhak atas seperdua (1/2) dari harta bersama tersebut di atas
(12/x10.066m2 ), dan S bin MK sebagai suami juga berhak atas seperdua (1/2) dari harta
bersama tersebut diatas (12/x10.066m2 ) Dalam poin t disebutkan menimbang, bahwa
pertimbanganpertimbangan tersebut di atas, Majelis harus menetapkan bagian masing-masing
ahli waris, sesuai pasal 180 Kompilasi Hukum Islam penggugat B binti B sebagai janda
mendapat bagian 1/8 (6/48) dari harta warisan tersebut di atas (6/48 x 5033 m2 = 629,13 m2 )
Dalam poin u disebutkan menimbang, bahwa karena anak perempuan almarhum dua orang,
maka kedua anak tersebut memperoleh 2/3 bagian (32/48) dari harta warisan almarhum sesuai
pasal 176 Kompilasi Hukum Islam. Dalam poin v disebutkan menimbang, bahwa jumlah bagian
penggugat, tergugat I dan II: 6/48 + 32/48 = 38/48, sehingga masih tersisa 10/48 bagian. Sisa
dari bagian tersebut diraddkan kepada kedua anak tersebut (tergugat I dan II), dengan
memperhatikan pendapat Jumhur Fuqoha dalam buku Ilmu Waris (Drs. Fathur Rahman), maka
penerimaan tergugat I dan terguggat II sebagai berikut: 32/48+10/48= 42/48, dengan demikian
bagian 1 (satu) orang anak perempuan adalah: 42/48:2=21/48x5033 m2 =2201,9 m2 Dari
pertimbangaN-pertimbangan tersebut, Majelis Hakim menetapkan “penggugat B binti B berhak
atas seperdua (1/2) dari harta bersama tersebut di atas (12/x10.066m2 =5033 m2 ), dan almarhum
S bin MK berhak atas seperdua (1/2) dari harta bersama tersebut (12/x10.066m2 =5033m 2 )”.
Menyatakan bagian masing-masing ahli waris: - Penggugat B binti B sebagai janda mendapat 1/8
bagian atau 6/48x5033 m2 - Tergugat I M binti S sebagai anak kandung mendapat
21/48x5033m2 =2201,93m2 - Tergugat II SK binti S sebagai anak kandung mendapat
21/48x5033m2 =2201,93m2 Pembagian waris tersebut telah sesuai dengan ketetapan pembagian
waris islam, yaitu istri mendapat 1/8 bagiam, 2 anak perempuan mendapat 2/3 bagian dan sisa
harta dibagikan pada kedua anaknya. Terhadap istri mendapat separo bagian dari harta bersama
hal itu merupakan perkembangan hukum waris islam di Indonesia karena kedudukan laki-laki
dan perempuan adalah sama.

Mengenai hal tersebut di atas Pengadilan Agama Banyuwangi dalam putusan nomor
632/Pdt.G/2007/PA.Amb tentang kewenangan mengadili pada bidang kewarisan telah sesuai
dengan KHI dalam Pasal 181 KHI ada mengatur tentang kalalah, yang menyebutkan bahwa Bila
seseorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara lakilaki dan saudara
perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam bagaian. Bila mereka itu dua orang atau
lebih maka mereka bersama-sama mendapat sepertiga bagian dan serta dalam hal kalalah ini
yang berhak menerima harta warisan dari SHD adalah saudara kandungnya yaitu Almarhum
ISK. Namun, Hakim dalam pertimbangannya tidak ada menetapkan mengenai Waris Pengganti.
Padahal ISK dalam hal ini saudara kandung yang merupakan ahli waris dari SHD sudah
meninggal dan yang mengajukan gugatan adalah Ahli Waris dari Almarhum ISK. Mengenai
waris pengganti ini sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 646 Tahun 2012
yang menyatakan bahwa waris pengganti harus ditetapkan oleh Pengadilan . Dan terhadap
putusan Pengadilan Agama telah menyebutkan untuk memerintahkan pembagian waris
berdasarkan putusannya. Sehinggan pelaksanaan pembagian waris lebih pasti karena putusan
tersebut mempunyai kekuatan mengikat, kekuatan pembuktian, dan kekuatan eksekutorial.
Kemudian terkait setelah adanya putusan tersebut, oleh pihak keluarga telah dilakukan
pembagian waris sesuai dengan yang ditetapkan dalam putusan. Dan putusan tersebut juga
dijadikan dasar untuk mengurus sertifikat tanah yang dijadikan agunan lunak, kemudian
dijadikan dasar lagi untuk mengurus sertifikat berikutnya atas nama masing-masing ahli waris.
Mengingat dasar hukum yang diterapkan dalam putusan tersebut telah sesuai dan bisa diterima
serta telah dilakukan pembagian maka putusan ini telah mencakup rasa adil. Selain itu hakim
tidak ada menetapkan mengenai ahli waris Pengganti sebagaimana secara tegas dalam Buku
Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama tentang asas ahli waris
langsung dan asas ahli waris Pengganti, bahwa Ahli waris Pengganti (plaatvervulling) adalah
ahli waris yang diatur berdasarkan pasal 185 KHI, yaitu ahli waris pengganti/keturunan dari ahli
waris yang disebutkan pada pasal 174 KHI.

Anda mungkin juga menyukai