Anda di halaman 1dari 12

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

INDONESIA POLTEKKES KEMENKES


TANJUNGKARANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN TANJUNGKARANG
Bandar Lampung
Jl. Soekarno Hatta No. 1 Hajimena Bandar Lampung

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Kasus ( masalah utama )


Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) misalnya
penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara
bisikan itu (Hawari, 2001).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari
luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus
eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien merasa melihat,
mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang
tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).

II. Proses Terjadinya Masalah


(Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
A. Faktor Predisposisi
Klien dengan gangguan halusinasi mengalami abnormalitas perkembangan sistem
saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif. Adanya lesi pada
daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik dan beberapa zat
kimia di otak yang bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan
dimethytranferase (DMP). Secara Psikologis keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat
mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam
rentang hidup klien. Klien mengalami stress dan kecemasan,serta hubungan interpersonalnya
terganggu. Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang
terisolasi disertai stress.

B. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak
berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan
kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1). Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2). Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3). Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

Gejala Halusinasi
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut:
1. Bicara sendiri.
2. Senyum sendiri.
3. Ketawa sendiri.
4. Menggerakkan bibir tanpa suara.
5. Pergerakan mata yang cepat
6. Respon verbal yang lambat
7. Menarik diri dari orang lain.
8. Berusaha untuk menghindari orang lain.
9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
10. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
13. Sulit berhubungan dengan orang lain.
14. Ekspresi muka tegang.
15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
17. Tampak tremor dan berkeringat.
18. Perilaku panik.
19. Agitasi dan kataton.
20. Curiga dan bermusuhan.
21. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
22. Ketakutan.
23. Tidak dapat mengurus diri.
24. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.

Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Stuart (2007) halusinasi terdiri dari tujuh jenis, yaitu sebagai berikut
a. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk
kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan
sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran
yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan
sesuatu kadang dapat membahayakan.
b. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun,
bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau
menakutkan seperti melihat monster.
c. Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-
bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor,
kejang, atau dimensia.
d. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
e. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik
yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
f. Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau
pembentukan urine.
g. Kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

Fase halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) setiap fase
memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
Fase I :
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut
serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di
sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan
mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
Fase II :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan
mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini
terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-
tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori
dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
Fase III :
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada
halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor,
tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat
menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
Fase IV :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini
terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang
kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

Rentang respon halusinasi.


Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif
individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi. Rentang respon tersebut digambarkan
pada gambar di bawah ini.
Rentang Respon Neurobiologis
Respon adaptif Respon maladaptif
 Pikiran logis  Distorsi pikiran  Gangguan pikir/difusi
(pikiran kotor)
 Persepsi akurat  Ilusi  Halusinasi
 Emosi konsisten  Reaksi Emosi  Perilaku disorganisasi
dengan pengalaman berebihan atau kurang
 Perilaku sesuai  Prilaku aneh dan tidak  Isolasi sosial
biasa

Rentang Respon Halusinasi ( Stuart & Sundeen, 2007 )

Rentang respon neurobiologi pada gambar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
 Pikiran logis
Yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
 Persepsi akurat
Yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului oleh perhatian
(attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar
dirinya.
 Emosi konsisten
Yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai banyak komponen
fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah
masih dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya umum yang berlaku.
 Hubungan sosial harmonis
Yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar individu dan individu, individu
dan kelompok dalam bentuk kerjasama.
 Proses pikir kadang terganggu (ilusi)
Yaitu menifestasi dari persepsi impuls eksternal melalui alat panca indra yang
memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak kemudian diinterpretasi
sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
 Emosi berlebihan atau kurang
Yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau kurang.
 Perilaku tidak sesuai atau biasa
Yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalahnya tidak
diterima oleh norma – norma social atau budaya umum yang berlaku.
Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum
yang berlaku.
 Menarik diri
Yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan
dengan orang lain.
 Isolasi sosial
Yaitu menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.
Berdasarkan gambar diketahui bahwa halusinasi merupakan respon persepsi paling
maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra
(pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien dengan
halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak
ada.

Mekanisme koping
1. Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
2. Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain.
3. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi, pekerjaan,
pendidikan dan perumahan atau pemukiman.
Aspek medik: diagnosa medik dan terapi medik.
Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
No. Data yang Perlu Dikaji Masalah Keperawatan
1. a. Data subjektif Gangguan Persepsi
 Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang Sensori : Halusinasi
lain, ingin membunuh, ingin membakar atau mengacak-
acak lingkungannya.
 Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak
berhubungan dengan stimulus nyata.
 Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus
yang nyata.
 Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus.
 Klien merasa makan sesuatu.
 Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.
 Klien takut pada suara/ bunyi/ gambar yang dilihat dan
didengar.
 Klien ingin memukul/ melempar barang-barang.
b. Data objektif
 Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang,
melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang
disekitarnya.
 Klien berbicara dan tertawa sendiri saat dikaji.
 Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.
 Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk
mendengarkan sesuatu.
 Disorientasi.
 Konsentrasi rendah
 Pikiran cepat berubah-ubah
2. Data Subyektif : Isolasi Sosial :Menarik
 Klien mengatakan tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu Diri
apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan
perasaaan malu terhadap orang lain dari diri-sendiri
Data Obyektif :
 Klien terlihat lebih suka sendiri,
 Bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin
mencederai diri/ ingin mengakhiri hidup
 Apatis,
 Ekspresi sedih,
 Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun,
 Posisi janin pada saat tidur,
 Menolak berhubungan,
 Kurang memperhatikan kebersihan

3. Data Subyektif : Resiko Prilaku Kekerasan


 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa
lainnya.
Data Obyektif
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang,
pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang
A. Pohon Masalah
Menurut Dalami (2009), dalam pengumpulan data diperlukan perumusan masalah
keperawatan yang pada dasarnya saling berhubungan dan digambarkan pada pohon masalah.

Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan


Effect

Core Problem Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Cause Isolasi Sosial : Menarik Diri

III. Diagnosa Keperawatan


A. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
B. Isolasi Sosial : Menarik Diri
C. Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan

IV. Strategi Pelaksanaan tindakan keperawatan (Individu, Keluarga dan kelompok)


A. Individu
Sp 1 :
1. Idetifikasi halusinasi : isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus, perasaan, respon
2. Jalaskan cara mengontrol halusinasi : hardik obat, bercakap-cakap, melakukan
kegiatan
3. Latih cara mangontrol halusianasi dengan menghardik
4. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan menghardik

Sp 2 :
1. Evaluasi kegiatan menghardik. Beri pujian
2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan obat : (jelaskan 6 benar: jenis, gunas, dosis,
frekuensi, cara, kontinuitas minum obat)
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik dan minum obat.

Sp 3. :
1. Evaluasi kegiatan menghardik & obat. Beri pujian
2. Latih cara mengontrol haluasinasi dengan bercakap-cakap saat terjadi halusinasi
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan untuk menghardik, minum obat dan
bercakap-cakap.
Sp 4 :
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik & obat & bercakap-cakap. Beri pujian
2. Latihan cara mengontrol halusianasi dengan melakukan kegiatan harian (mulai 2
kegiatan)
3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk laihan menghardik, minum obat, bercakap-
cakap dan kegiatan harian

SP 5-12 :

1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik & obat & bercakap-cakap & kegiatan harian.
Beri pujian
2. Latih kegiatan harian
3. Nilai kemampuan yang telah mandiri
4. Nilai apakah halusinasi terkontrol

B. Keluarga
Sp 1 :
1. Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
2. Jelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya halusinasi (gunakan
booklet)
3. Jelaskan cara merawat halusinasi
4. Latih cara merawat haluasinasi : hardik
5. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberi pujian

Sp 2 :
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien menghardik. Beri pujian
2. Jelaskan 6 benar cara memberikan obat
3. Latih cara memberikan/ membimbing minum obat
4. Anjurkan membntu pasien sesuai jadual dan memberi pujian
Sp 3. :
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/ melatih pasien menghardik dan
memberikan obat. Beri pujian
2. Jelaskan cara bercakap-cakap dan melaukukan kegiatan untuk mengontrol halusinasi
3. Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan pasien terutama saat halusianasi
4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberikan pujian
Sp 4. :

1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien menghardik, dan


memberikan obat & bercakap-cakap. Beri pujian
2. Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujuka
3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian

SP 5-12 :

1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien menghardik & memberikan


obat & bercakap-cakap & melakukan kegiatan harian dan follow up. Beru pujian
2. Nilai kemamuan keluarga merawat pasien.
3. Nilai kemampuan keluarga melakukan kontrol ke RSJ/PKM

C. Terapi Aktifitas Kelompok

1. Sesi I : Klien mengenal halusinasi


Sesi I : Mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
2. Sesi II : Mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat
3. Sesi III : Mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain
4. Sesi IV : Mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas terjadwal

V. Daftar Pustaka

- Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.


- Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University
Press.
- Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan Keluarga,
Edisi I. Jakarta: CV. Sagung Seto.
- Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan). Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai