Anda di halaman 1dari 4

TUGAS PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

Nama : Mamboanton Pariama Simamora


Kelas : X IPS 3

1. Sejarah Hak Asasi Manusia di Amerika

Hak asasi manusia di Amerika Serikat secara hukum dilindungi oleh Konstitusi Amerika
Serikat dan amendemen-amendemennya, disepakati melalui traktat, dan ditetapkan secara
legislatif melalui Kongres, badan perundang-undangan negara bagian, dan plebisit
(referendum negara bagian). Pengadilan federal di Amerika Serikat memiliki yurisdiksi
atas hukum hak asasi internasional sebagai pertanyaan federal, yang terjadi berdasarkan
hukum internasional yang merupakan bagian dari hukum Amerika Serikat.

Di Tiga Belas Koloni Amerika Britania, organisasi hak asasi manusia pertama kali
didirikan oleh Anthony Benezet pada tahun 1775 dengan tujuan menghapus perbudakan.
Setahun kemudian, Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat menganjurkan kemerdekaan
sipil berdasarkan "kebenaran yang dapat membuktikan dirinya sendiri" “bahwa mereka
dikaruniai oleh Penciptanya dengan Hak-hak yang tidak dapat disangkal, dan bahwa di
antara hak-hak itu adalah Kehidupan, Kemerdekaan, dan upaya mengejar
Kebahagiaan.”Pandangan kemerdekaan manusia ini menerima sebagai dalil bahwa hak-
hak fundamental tidak diberikan oleh pemerintah, melainkan tidak dapat disangkal dan
melekat pada setiap individu, anteseden pemerintah.

Dengan menjunjung prinsip-prinsip tersebut, Konstitusi Amerika Serikat diadopsi pada


tahun 1787, sehingga terbentuk sebuah republik yang menjamin sejumlah kemerdekaan
sipil dan hak-hak. Kemerdekaan dan hak-hak tersebut lebih lanjut dikodifikasi dalam Bill
of Rights (sepuluh amendemen Konstitusi) dan selanjutnya diperluas dari masa ke masa
untuk dapat diterapkan secara menyeluruh melalui putusan yudisial dan undang-undang,
serta mencerminkan norma-norma masyarakat yang terus berkembang. Perbudakan
dihapus secara konstitusional pada tahun 1865, dan hak pilih wanita ditetapkan secara
nasional pada tahun 1920.

Pada abad ke-20, Amerika Serikat memegang peran utama dalam pendirian Perserikatan
Bangsa-Bangsa dan penyusunan Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia.[7]
Sebagian besar Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia mengambil model
sebagian dari U.S. Bill of Rights.

2. Sejarah Hak Asasi Manusia di Inggris


Pada masa Raja John Lackland (1199-1216), para bangsawan Inggris menyusun Magna
Carta (1215) yang melarang raja sewenang-wenang menahan, menghukum dan
merampas harta warga. Perkembangan ini selanjutnya melahirkan :

 Peradilan – proses hukum dan peradilan yang adil.

 Berlakunya sistem hukum Common law The Great Charter of Liberties (1297)

 Petition of Rights (1628).

 Habeas Corpus Act (1679) – Sejak Habeas Corpus Act, seseorang yang ditahan harus
dihadapkan kepada seorang hakim dalam waktu paling lama tiga hari, dan harus
diberitahu atas tuduhan apa ia ditahan. Ketentuan ini kemudian menjadi dasar prinsip
hukum bahwa seseorang hanya boleh ditahan atas perintah hakim.

 Bill of Rights (1689) – Terpengaruh pikiran-pikiran filsuf Inggris John Locke, setelah
perlawanan terhadap Raja James II dalam The Glorious Revolution, para aktivis
perlawanan sistem monarki absolut menuntut Bill of Rights (1689). Piagam ini mendesak
raja mengakui hak-hak Parlemen terhadap pemerintah; termasuk hak mengajukan petisi,
hak berdebat secara bebas di parlemen dan larangan terhadap hukuman yang berlebihan.
Bill of Rights menjadikan Inggris negara pertama yang memiliki bentuk undang-undang
yang diterima melalui parlemen.

3. Sejarah Hak Asasi Di Indonesia

Tindakan pemerintah Indonesia telah dianggap mengkhawatirkan oleh para pendukung hak asasi


manusia. Baik Human Rights Watch dan Amnesty International mengkritik pemerintah
Indonesia dalam berbagai hal. Namun, negara ini sejak tahun 1993 memiliki lembaga HAM
nasional, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), yang independen dari
pemerintah dan memiliki akreditasi dari PBB.

Di dalam naskah asli Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD


1945), terkandung berbagai hak dan kewajiban dasar untuk warga negara, tetapi istilah "hak asasi
manusia" sendiri tidak disebutkan di dalam naskahnya, baik itu dalam pembukaannya, batang
tubuhnya, ataupun bagian penjelasannya. Menurut pakar hukum Indonesia Mahfud MD, hak
asasi manusia berbeda dengan hak asasi warga negara (HAW) yang terkandung dalam UUD
1945, karena HAM dianggap sebagai hak yang melekat pada diri manusia secara kodrati,
sementara HAW bersifat partikularistik dan didapat oleh seseorang karena ia adalah Warga
Negara Indonesia.  Di sisi lain, pakar hukum seperti Soedjono Sumobroto mengatakan bahwa
HAM sebenarnya tersirat dalam UUD 1945 melalui Pancasila. Selain itu, dalam pembukaan,
batang tubuh, dan penjelasan UUD 1945 terdapat paling tidak 15 prinsip hak asasi manusia:

 Hak untuk menentukan nasib sendiri (Alinea I Pembukaan UUD 1945)


 Hak akan warga negara (Pasal 26)
 Hak akan kesamaan dan persamaan di depan hukum (Pasal 27 ayat (1))
 Hak untuk bekerja (Pasal 27 ayat (2))
 Hak akan hidup layak (Pasal 27 ayat (2))
 Hak untuk berserikat (Pasal 28)
 Hak untuk menyatakan pendapat (Pasal 28)
 Hak untuk beragama (Pasal 29)
 Hak untuk membela negara (Pasal 30)
 Hak untuk mendapatkan pengajaran (Pasal 31)
 Hak akan kesejahteraan sosial (Pasal 33)
 Hak akan jaminan sosial (Pasal 34)
 Hak akan kebebasan dan kemandirian peradilan (Penjelasan Pasal 24 dan 25)
 Hak mempertahankan tradisi budaya (Penjelasan Pasal 32)
 Hak mempertahankan bahasa daerah (Penjelasan Pasal 36)

Sementara itu, pakar hukum seperti Kuntjoro Purbopranoto mengamati bahwa jaminan HAM


dalam UUD 1945 memang ada, tetapi pencantumannya tidak sistematis. Menurut Purbopranoto,
hanya ada empat pasal yang berisi ketentuan hak asasi, yaitu Pasal 27, 28, 29, dan 31. Pakar
hukum Solly Lubis juga berpendapat bahwa perumusan hak-hak dalam UUD 1945 memang
sangat sederhana dan singkat. Menurut pakar hukum Majda El Muhtaj, hal ini wajar akibat
jangka waktu penyusunan UUD 1945 yang terlampau singkat untuk mengejar waktu agar UUD
1945 dapat menjadi landasan negara Indonesia yang baru saja merdeka. Konstitusi ini sendiri
berlaku dari tanggal 18 Agustus 1945 hingga 27 Desember 1945, tetapi pemberlakuannya tidak
efektif akibat kondisi sosial dan politik yang saat itu tidak kondusif.

Seusai Konferensi Meja Bundar yang mengakhiri Revolusi Nasional Indonesia, Konstitusi


Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS) 1949 mulai diberlakukan. Konstitusi ini memang
tidak secara gamblang menyebut kata "hak asasi manusia". Walaupun begitu, Konstitusi RIS
1949 secara jelas mengatur hak asasi manusia dalam Bagian V yang berjudul "Hak-hak dan
Kebebasan-kebebasan Dasar Manusia". Di bagian ini terkandung 27 pasal, yaitu Pasal 7 hingga
33. Selain itu, Konstitusi RIS 1949 juga menjabarkan kewajiban dasar negara yang terkait
dengan upaya penegakan HAM dalam Bagian 6 "Asas-asas Dasar", dan bagian ini sendiri terdiri
dari 8 pasal. Penekanan terhadap HAM ini merupakan pengaruh dari Pernyataan Umum tentang
Hak-Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada
tanggal 10 Desember 1948. Seusai Konferensi Meja Bundar yang mengakhiri Revolusi Nasional
Indonesia, Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS) 1949 mulai diberlakukan.
Konstitusi ini memang tidak secara gamblang menyebut kata "hak asasi manusia". Walaupun
begitu, Konstitusi RIS 1949 secara jelas mengatur hak asasi manusia dalam Bagian V yang
berjudul "Hak-hak dan Kebebasan-kebebasan Dasar Manusia". Di bagian ini terkandung 27
pasal, yaitu Pasal 7 hingga 33. Selain itu, Konstitusi RIS 1949 juga menjabarkan kewajiban dasar
negara yang terkait dengan upaya penegakan HAM dalam Bagian 6 "Asas-asas Dasar", dan
bagian ini sendiri terdiri dari 8 pasal. Penekanan terhadap HAM ini merupakan pengaruh
dari Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Desember 1948.

Anda mungkin juga menyukai