Instrumen pasar modal selain diwujudkan dalam bentuk saham, juga dapat diwujudkan dalam bentuk
obligasi (sukuk). Kata obligasi berasal dari bahasa Belanda, yaitu obligate atau obligaat, yang berarti
kewajiban yang tidak dapat ditinggalkan atau surat hutang suatu pinjaman negara atau daerah atau perseroan
dengan bunga tetap.[1] 1] Nurul Huda dan Mustofa Edwin Nasution, Current Issues Lembaga Keuangan
Syariah, (Jakarta:Prenada Media, 2009), hal:314Dalam Islam obligasi dikenal dengan nama sukuk.
Pengertian obligasi (sukuk) dalam pasar modal syariah memiliki makna lebih luas, yaitu memiliki beberapa
akad yang dapat digunakan.
Akad yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi syariah meliputi mudharabah, musyarakah,
qiradh, murabahah, salam, istisna, dan ijarah. Pendapatan (hasil) yang diperoleh pemegang obligasi syariah
sesuai akad yang digunakan. Pemindahan kepemilikan obligasi syariah juga mengikti akad-akad yang
digunakan.[1] [1] Ahmad Ifham Solihin, Ini Lho Bank Syariah. Jakarta, PT Karya Kita, 2008. Hlm. 207-
213
Penerbitan sukuk di Indonesia saat ini lebih didsarai pada perkembangann institusi syariah seperti
perbankan syariah, asuransi syariah, dan reksadana syariah yang membutuhkan alternative investasi obligasi
syariah. Sukuk pemerintah diperkirakan akan berkembang dengan mulai berlakunya UU no 19 tahun 2008
tentang surat berharga syariah Negara.[2] [2] Buchari Alma dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis
Syariah, 2009, Bandung: Alvabeta, hlm.35-38
Pada pratiknya sukuk secara umum diidentikan sebagai ‘’obligasi’’ yang penerapannya sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah. Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional No:32/DSN-MUI/IX/2002, pengertian
obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan
kepada emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan
kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar dana obligasi pada saat jatuh
tempo.[3] [3] Nurul Huda dan Mustofa Edwin Nasution. Investasi Pada Pasar Modal Syariah. (Jakarta:
Kencana, 2007). Hal: 85-86
Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa obligasi syariah merupakan surat
pengakuan kerjasama yang memiliki ruang lingkup yang lebih beragam dibandingkan hanya sekedar surat
pengakuan utang. Kebergaman tersebut dipengaruhi oleh beberapa akad yang telah digunakan.
1. Aktivitas utama yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa No. 20/DSN-MUI/VI/2001.
Fatwa tersebut menjelaskan bahwa usaha yang bertentangan dengan islam yaitu usaha perjudian dan
permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang, usaha yang memproduksi dan mendistribusi
serta memperdagangkan mkanan dan minuman haram, dan usaha yang memproduksi, mendistribusi dan atau
menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
3. Keuntungan tambahan jika masuk ke dalam kelompok Jakarta Islamic Indec (JII)
Sebelum dilakukan penerbitan obligasi syariah, maka harus dilakukan proses fatwa ataupun opini islam
dengan proses underwriter sebagai wakil dari emiten mengajukan proposal ataupun surat pemberitahuan
kepada Majelis Utama Indonesia (MUI), yang selanjutnya nanti dibahas oleh tim ahli DPS untuk dikeluarkan
opini islam. Setelah adanya opini islam dilakukan proses penerbitan obligasi syariah.[3] [3] Nurul Huda dan
Mohamad Heykal. Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis Dan Praktis, 2013, Jakarta: PT Fajar
Interpratama Mandiri, hlm. 239-244
Sejarah obligasi syariah
Obligasi syariah atau sukuk mulai dipergunakan oleh para pedagang Islam pada masa abad
pertengahan dalam konteks perdagangan internasional sebagai dokumen yang menunjukan kewajiban
finansial yang timbul dari usaha perdagangan dan aktivitas komersial lainnya. Sejumlah penulis barat
menyatakan bahwa sukuk inilah yang menjadi akar kata “cheque” dalam bahasa latin, yang saat ini telah
menjadi sesuatu yang lazim dipergunakan dalam transaksi dunia perbankan kontemporer.
Dalam perkembangannya, the Islamic Jurispudence Councel (IJC) kemudian mengeluarkan fatwa
yang mendukung berkembangnya sukuk. Hal tersebut mendorong Otoritas Moneter Bahrain (BMA- Bahrain
Monetary Agency) untuk meluncurkan salam sukuk berjangka waktu 91 hari dengan nilai 25 juta dolar AS
pada tahun 2001. Kemudian Malaysia pada tahun yang sama meluncurkan Global Corporate sukuk di pasar
keuangan Islam internasional. Inilah sukuk global yang pertama kali muncul di pasar internasional.
Selanjutnya, penerbitan sukuk di pasar internasional terus bermunculan dengan sangat pesat.
Suburnya perkembangan sukuk ini membuat pemerintahan di dunia Islam pun mulai tertarik pada hal
tersebut. Sebagai contoh, pada tahun 2002 pemerintah Malaysia menerbitkan sukuk denag nilai 600 juta
dolar AS dan terserap habis oleh pasar dengan cepat, bahkan sampai terjadi over subscribe. Begitu pula pada
Desember 2004, pemerintah Pakistan menerbitkan sukuk di pasar global dengan nilai 600 juta dolar AS dan
langsung terserap habis oleh pasar. Dan masih banyak lagi contohnya.[5] [5] http://ekonomi-indonesia-bisnis .
infogue.com/obligasi syariah
Di Indonesia secara resmi pasar modal syariah diluncurkan pada tahun 2003, namun instrument pasar
modal syariah telah hadir di Indonesia pada tahun 1997. Hal ini ditandai dengan peluncuran Danareksa
Syariah pada 3 juli 1997 oleh PT. Danareksa Investment Management. Selanjutnya Bursa Efek bekerja sama
dengan Danareksa Investment Management meluncurkan Jakarta Islamic Indeks pada tanggal 3 juli 2000
yang bertujuan untuk memandu investor yang ingin menanamkan dananya secara syariah. Dengan hadirnya
indeks tersebut maka para pemodal telah disediakan saham-saham dan obligasi yang dapat dijadikan sarana
berinvestasi dengan penerapan prinsip syariah. Maka munculah harapan bahwa pasar modal yang didasari
prinsip syariah dapat berkembang lebih besar lagi. Pasar modal syariah diharapkan dapat mendorong
pertumbuhan institusi-institusi lembaga keuangan syariah. Salah satu institusi tersebut adalah obligasi
syariah. Perkembangan selanjutnya, instrument investasi syariah di pasar modal terus bertambah dengan
kehadiran Obligasi Syariah PT. Indosat Tbk, pada awal september 2002. Instrument ini merupakan obligasi
syariah yang pertama dan dilanjutkan dengan penerbitan obligasi syariah lainnya. Pada tahun 2004, terbit
untuk pertama kali obligasi syariah dengan akad sewa atau dikenal dengan obligasi syariah ijarah.
Selanjutnya, pada tahun 2006 muncul instrument baru yaitu reksadana indeks dimana indeks yang dijadikan
underlying adalah Indeks Jakarta Islamic Indeks (JII).[6] [6] Andri Soemitra. Bank dan Lembaga Keuangan
Syariah. (Jakarta: Prenada Media, 2009), hal:116
a. Obligasi Ijarah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau kad ijarah dimana suatu pihak
bertindak sendiri atau melalui wakilnya menjual atau menyewakan hak manfaat atas suatu aset kepada pihak
lain berdasarkan harga dan periode disepakati, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri.
Sukuk ijarah dibedakan menjadi Ijarah Al-Muntahiya. Dalam akad ijarah disertai dengan adanya perpindahan
manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan kepemilikan. Ketentuan akad ijarah sebagai berikut:
1) Objeknya dapat berupa barang (harta fisik yang bergerak, tak bergerak, harta perdagangan) maupun
berupa jasa.
2) Manfaat dari objek dan nilai manfaat tersebut diketahui dan disepakati oleh kedua belah pihak.
3) Ruang lingkup dan jangka waktu pemakaiannya harus dinyatakan secara spesifik.
4) Penyewa harus membagi hasil manfaat yang diperolehnya dalam bentuk imbalan atau sewa/upah.
5) Pemakai manfaat (penyewa) harus menjaga objek agar manfaat yang diberikan oleh objek tetap terjaga.
b. Obligasi mudhorobah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad mudhorobah
dimana suatu pihak menyediakan modal dan satu pihak lainnya menyediakan dan pihak lain menyediakan
tenaga atau keahlian, keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan perbandingan yang telah
disetujui sebelumnya. Kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak yang menjadi penyedia
modal.
c. Obligasi musyarokah yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad musyarokah dimana
dua pihak atau lebih bekerjasama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru, mengembangkan
proyek yang telah ada, atau membiayai kegiatan usaha. Keuntungan maupun kerugian yang timbul
ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak.
d. Obligasi istisna’, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Istisna’ dimana para
pihak menyepakati jual beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek/barang. Adapun harga, waktu
penyerahan, dan spesifikasi barang/proyek ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan.
a. Membuka rekening
Tahap awal yang harus dilakukan dalam proses transaksi obligasi adalah memilih perusahaan sekuritas yang
memiliki devisi fixed income yang menangani pembelian dan penjualan obligasi. Pilih perusahaan yang
pengalaman, tim yang solid ataupun riset atau fee yang kompetitif.
Pada tahap ini, investor dianjurkan untuk mempelajari seluk-beluk informasi yang dibutuhkan mengenai
obligasi, baik mengenai investasinya sendiri, potensi resiko yang terkandung, maupun potensi
keuntungannya. Hal ini dapat diperoleh dengan mempelajarinya secara mandiri, bertanya kepada bagian riset
perusahaan sekuritas, di mana investor membuka rekening atau melalui internet.
c. Melakukan analisis
Analisis yang dilakukan, agar keputusan yang diambil sesuai dengan apa yang diinginkan, yaiitu kestabilan
pendapatan. Aspek-aspek yang dibutuhkan seperti kupon, jangka waktu, nilai penerbitan, dan peringkat.
Latar belakang serta profil penerbit juga menjadi pertimbangan sndiri. Dengan informasi yang lengkap,
diharapkan keputusan yang diambil tidak menimbulkan kerugian yang cukup besar. Dianjurkan untuk
membandingkan antara obligasi sejenis.
Setelah melalui analisis, investor memperoleh jenis oligasi yang ingin dibeli. Tahap selanjutnya yaitu
memberikan amanat pembelian kepada trender atau broker obligasi yang telahkita pilih. Pihak trender akan
melakukan pembelian obligasi sesuai dengan jenis serta harga yang diinginkan.
e. Menyiapkan dana
Membeli obligasi membutuhkan dana yang tidak sedikit. Satuan pembelian obligasi biasanya bernilai Rp 1
miliar, sehingga sulit bagi investor individu untuk dapat ikut berinvestasi dalam obligasi.
Obligasi yang telah dibeli akan tercantum didalam rekening perusahaan sekuritas yang tercatat di KSEI
(Kustodian Sentral Efek Indonesia).
Pemindatanganan hak atas obligasi akan sangat mudah dilakukan secara elektronik, karena saat ini fiik
obligasi tidak lagi brupa sertifikat, namun sudah scriptless (tahap warkat). Administrasi pembukuan akan
dilakukan oleh bank custodian perusahaan sekuritas. Untuk hal ini, temtunya bank bersangkutan akan
memungut biaya tertentu.[7] [5] Abdul Manan, Hukum Eonomi Syariah (Dalam Perspektif Kewenangan
Peradilan Agama), 2012, Jakarta: Kencana Prenada Medi Group, hlm.329-332
1. belum banyak masyarakat yang tentang keberadaan obligasi syariah, apalagi system yang
digunakannya. Hal tersebut tidak lepas dari ruang sosialisasi obligasi yang dikondisikan hanya terbatas oleh
para pemodal yang memiliki dana lebih dari cukup.
2. Masyarakat dalam menyimpan dananya cenderung didasarkan atas pertimbangan pragmatis. Hal ini
yang menjadikan tren tingkat bunga yang cenderung bisa dipastikan di masa yang akan datang menjadikan
investor lebih memilih obligasi konvensional daripada obligasi syariah.
3. Di usia yang masih relative muda dan system yang berbeda, obligasi syariah dikondisikan untuk
menghadapi masyarakat yang kurang percaya akan keberadaan system yang belum ia kenal.[6] [5] Abdul
Manan, Hukum Eonomi Syariah (Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama), 2012, Jakarta:
Kencana Prenada Medi Group, hlm.339-340
2. Sukuk ijarah
Sukuk ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu
melalui pembayaran sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang tersebut. Pemegang
sukuk ijarah akan mendapatkan keuntungan berupa fee (sewa) dari asset yang disewakan.[4]
Penerbitan sukuk al-ijarah dimulai dari suatu akad jual beli asset (misalnya gedung dan tanah) oleh
pemerintah atau perusahaan kepada suatu perusahaan yang ditunjuk, misalnya PT X, untuk suatu jangka
waktu tertentu dengan janji membeli kembali setelah jangka waktu tersebut berakhir. Dalam hal ini, Bank
syariah adalah pemilik asset yang menjualnya kepada PT X sebagai SPV, untuk jangka waktu tertentu
dengan janji membeli kembali setelah jangka waktu tersebut berakhir.
Akad jual beli ini pada saat bersamaan diikuti dengan akad penyewaan kembali asset tersebut oleh PT X
kepada bank syariah selama jangka waktu tersebut. Dengan demikian, akad ini tidak mengubah pemanfaatan
terhadap asset tersebut. Dalam istilah keuangan, transaksi seperti ini dikenal dengan back-to-back-lease, dan
untuk itu PT X diperlukan sebagai SPV, yaitu perusahaan yang khusus didirikan dalam penerbitan sukuk ini.
[5]
[5] Ascarya, Akad dan Produk Bank syariah,RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm 120.
3. Sukuk Musyarokah
Sukuk musyarakah yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad musyarakah, yaitu
dua pihak atau lebih bekerja sama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru, mengembangkan
proyek yang telah ada, atau membiyayai kegiatan usaha. Keuntungan ataupun kerugian yang timbul
ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing masing pihak.
Sukuk musyarakah ini merupakan sertifikat kepemilikan permanen, yang dimiliki oleh sebuah
perusahaan ataupun unit bisnis dengan pengawasan dari pihak manajemen.
4. Sukus Istisna’
Sukuk instisna’ yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad istisna’, yaitu para
pihak menyepakati jual beli dalam rangka pembiyayaan suatu proyek atau barang. Harga, waktu penyerahan,
dan spesifikasi barang atau proyek ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan. Sebagai contoh,
pembangunan sebuah gedung yang menghabiskan dana sebesar US$ 150 Juta dan ditambah mark-up sebesar
10%. uang sebesar itu harus kembali tanpa adanya prinsip diferensiasi dan diskon (coupon). Dana sejumlah
ini dapat dibuat menjadi sebuah sertifikat utang yang tidak dapat diperdagangkan yang mirip dengan zero-
coupon bound dalam beberapa fiturnya. Sebagaimana disebutkan bahwa islam melarang perdagangan utang,
sertifikat ini tidak bisa di perdagangkan.
5. Suku Salam
dalam bentuk ini dana dibayarkan dimuka dan komuditas menjadi utang. Dana juga dalam betuk
sertifikat yang mempresentasikan utang. Sertifikat ini juga tidak bisa diperdagangkan.
1. Obligor
Adalah pihak yang bertanggung jawab atas pembayaran imbalan dan nilai nominal sukuk yang
diterbitkan sampai dengan sukuk jatuh tempo.
2. Special Purpose Vehisle (SPV)
Adalah badan hokum yang didirikan khusus untuk penerbitan sukuk sertifikat dengan fungsi:
a. Sebagai penerbit sukuk
b. Menjadi counterpart pemerintah dalam transaksi pengalihan asset
c. Bertindak sebagai wali amanah untuk mewakili kepentingan investor.
3. Investor
Adalah pemegang sukuk yang memiliki hak atas imbalan, margin, dan nilai nominal sukuk sesuai
partisipasi masing-masing.