Anda di halaman 1dari 7

A.

KONSEP PEMELIHARAAN HARTA

SEPTIAN :

1. Tujuan pemeliharaan harta adalah agar harta yang dimiliki oleh manusia diperoleh dan
digunakan sesuai dengan syariah sehingga harta yang dimiliki halal dan sesuai dengan keinginan
pemilik mutlak dari harta kekayaan tersebut yaitu Allah SWT.

2. Kriteria Harta Yang Baik.

Ada dua kriteria harta yang baik. Yaitu diperoleh dengan cara yang sah dan benar, dan
digunakan untuk hal-hal yang baik dijalan Allah SWT.

UPIK

3. Ketentuan syariah yang berkaitan dengan penggunaan/pendistribusian harta, antara lain

 Tidak boros dan tidak kikir.


Sesuai dengan Firman Allah: “Wahai anak cucu adam! Pakailah pakaianmu yang bangus
pada setiap(memasuki) mesjid, makan dan minumlah, tapi jangan berlebihan. Sunnguh,
Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”(QS 7:31)
  Memberi infak dan shadaqah. Sesungguhnya uang yang di infaqkan adalah reseki yang
nyata bagi manusia karen aada imbalan yang di lipat gandakan Allah (dan di dunia dan di
akhirat), serta akan menjadi penolong di hari akhir nanti pada saat dimana sesuatupun
yang dapat menolong kita, sebagaimana bunyi hadits: “Apabilah anak adam meninggal
dunia, maka terputuslah semua amalnya, kecuali 3 perkara: shadaqah jariah (infak dan
sadakah), ilmu yan bermanfaat dan anak saleh yang mendoakan.”(HR Muslim)
 Membayar zakat sesuai ketentuan. Sesuai dengan Firman Allah: “Ambillah zakat dari
harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka, Allah
maha mendengar lagi maha mengetahui.”(QS 9:103)
 Memberi pinjaman tampa bunga. Memberikan pinjaman kepada sesama muslim yang
membutuhkan, dengan tidak menambah jumah yang harus dikembalikan (bunga/riba)
 Meringankan kesulitan orang yang berutang. Sesuai dengan firman Allah SWt: Dan jika
(orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia
memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedehkah,itu lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui.”(QS 2:280)

B. AKAD, KONTRAK, DAN TRANSAKSI SYARIAH LAINNYA

AKBAR

1. Pengertian Akad

Akad dalam bahasa arab ‘al- aqd ,jamaknya al-uqud berati ikatan atau mengikat
(al-rabth). Menurut terminologi hukum islam, akad adalah pertalian antara penyerahan (ijab) dan
penerimaan (qabul) yang di benarkan oleh syariah, yang menimbulkan akibat hukum terhadap
objeknya. Menurut abdul Razak Al-sanhuri dalam nadhariyatul ‘aqdi ,akad adalah kesepakatan
dua bela pihak atau lebih yang menimbulkan kewajiban hukum yaitu konsekuensi hak dan
kewajiban yang mengikat pihak-pihak yang terkait langsung maupun tidak langsung dalam
kesepakatan tersebut.(Ghufron Mas’adi,2002).

2. Jenis Akad

ALDI :

A. Akad Tabarru (gratuitous contract)

Akad Tabarru (gratuitous contract) adalah perjanjian yang merupakan transaksi yang tidak
di tujukan untuk memperoleh laba (transaksi nirlaba). Tujuan dari transaksi ini tolong menolong
dalam rangka berbuat kebaikan. Dalam akad tabarru pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak
berhak mensyaratkan imbalan apa pun kepada pihak lainnya karena ia mengharapkan imbalan
dari Allah SWT dan bukan dari manusia.
Ada 3 bentuk akad tabarru. Yaitu:

a) Meminjamkan uang

Meminjamkan uang termasuk akad tabarru’ karena tidak boleh melebihkan pembayaran atas
pinjaman yang kita berikan, karena setiap kelebihan tampa ‘iwad adalah riba, ada minimal 3
jenis pinjaman, yaitu:

 Qardh merupakan pinjaman yang di berikan tampa mensyaratkan apapun , selain


mengembalikan pinjaman tersebut setelah jangka waktu tertentu .
 Rahn merupakan pinjaman yang mensyaratkan suatu jaminan dalam bentuk atau jumlah
tertentu.
 Hiwalah adalah benuk pinjaman dengan cara mengambil alih piutang dari pihak lain.

b) Meminjamkan jasa

Meminjamkan jasa berupa keahlian atau keterampilan termasuk akad tabaru. Ada minimal
3 jenis pinjaman jasa,yaitu :

 Wakalah memberikan pinjaman berupa kemampuan kita saat ini untuk melakukan
sesuatu atas nama orang lain.
 Wadi’ah merupakan bentuk turunan akad wakalah,dimana pada akad ini telah di rinci
tentang jenis pemeliharaan dan penitipan.
 Kafalah juga merupakan turunan wakalah dimana pada akad ini terjadi  atas wakalah
bersyarat.

c) Memberikan sesuatu

Dalam akad ini pelaku memberikan sesuatu ke orang lain. Ada minamal 2 bentuk akad,
yaitu:
 Wakaf merupakan pemberiaan dan penggunaan pemberian yang dilakukan tersebut untuk
kepentingan umum dan agama, serta pemberian itu tidak dapat di pindah tangankan .
 Hibah shadaqah merupakan pemberian sesuatu secara suka rela kepada orang lain.

AGUS:
B. Akad Tijarah

Akad Tijarah (compensational contract) merupakan akad yang ditujukan untuk


memperoleh keuntungan. Dari sisi kepastian hasil yang diperoleh, akad Tijarah dapat dibagi
menjadi dua, yaitu:

a. Natural Uncertainty Contract

Merupakan kontrak yang diturunkan dari teori pencampuran dimana pihak yang
bertransaksi saling mencampurkan asset yang mereka miliki menjadi satu, kemudian
menanggung risiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan. Oleh sebab itu, kontrak jenis
ini tidak memberikan imbal hasil yang pasti, baik nilai imbal hasil maupun waktu. Jenis-
jenis natural uncertainty contract antara lain:

 Mudharabah: yaitu bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih, dimana pemilik modal
(shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) untuk
melakukan kegiatan usaha dengan nisbah bagi hasil atas keuntungan yang diperoleh
menurut kesepakatan dimuka, sedangkan apabila terjadi kerugian hanya ditanggung
pemilik dana sepanjang tidak ada unsure kesengajaan atau kelalaian oleh mudharib
 Musyarakah: akad kerjasama yang terjadi antara pemilik modal (mitra musyarakah)
untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalam suatu
kemitraan, dengan nisbah bagi hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian
ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.

PATRICO ALWIN

b. Natural Certainty Contract


Merupakan kontrak yang diturunkan dari teori pertukaran, dimana kedua belah pihak
saling mempertukarkan asset yang dimilikinya, sehingga objek pertukarannya pun harus
ditetapkan di awal akad dengan pasti tentang jumlah, mutu, harga, dan waktu penyerahan. Dalam
kondisi ini secara tidak langsung kontrak jenis ini akan memberikan imbal hasil yang tetap dan
pasti karena sudah diketahui ketika akad. Jenis dari kontrak ini ada beberapa, antara lain:

 Murabahah: transaksi penjualan barang dengan menyatakan biaya perolehan dan


keuntungan (margin) yang disepakati antara penjual dan pembeli.
 Salam: transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Barang
diserahkan secara tangguh, sedangkan pembayarannya dilakukan secara tunai.
 Istishna’: memiliki system yang mirip dengan salam, namun dalam istishna’ pembayaran
dapat dilakukan di muka, cicilan dalam beberapa kali (termin) atau ditangguhkan selama
jangka waktu tertentu.
 Ijarah: akad sewa-menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan
manfaat atas objek sewa yang disewakan.

ARIF USMAN

3. Rukun dan Syarat Akad


a) Pelaku, yaitu para pihak yang melakukan akad (penjual dan pembeli, penyewa dan yang
menyewakan, karyawan dan majikan, shahibul maal dan mudharib, mitra dengan mitra
dalam musyarakah dan lain sebagainya). Untuk pihak yang melakukan akad harus
memenuhi syarat yaitu orang yang merdeka, mukalaf dan orang yang sehat akalnya.
b) Objek akad, merupakan sebuah konsekuensi yang harus ada dengan dilakukannya suatu
transaksi tertentu. Objek jual beli adalah barang dagangan. Objek mudharabah dan
musyarakah adalah modal dan kerja, objek sewa-menyewa adalah manfaat atas barang
yang disewakan dan seterusnya.
c) Ijab kabul, merupakan kesepakatan dari para pelaku dan menunjukkan mereka saling
rida. Tidak sah suatu transaksi apabila ada salah satu pihak yang terpaksa melakukannya
(QS 4:29), dan oleh karenanya akad dapat menjadi batal. Dengan demikian bila terjadi
penipuan (tadlis), paksaan (ikhrah) atau terjadi ketidaksesuaian objek akad karena
semuanya ini dapat menimbulkan ketidakrelaan salah satu pihak maka akad dapat
menjadi batal walaupun ijab kabul telah dilaksanakan.

WAHYUDI :

C. PRINSIP SISTEM KEUANGAN DALAM ISLAM

sistem keuangan islam sebagaimana diatur melalui Al-Qur’an dan As-sunah.

a) Pelarangan Riba. Riba merupakan pelanggaran atas sistem keadilan sosial, persamaan dan
hak atas barang. Oleh karena sistem riba hanya menguntungkan para pemberi pinjaman
/pemilik harta, sedangkan pengusaha tidak di perlakukan sama. Padahal untung itu baru
diketahui setelah berlakunya waktu bukan hasil penetapan dimuka.
b) Pembagian Resiko. Hal ini merupakan konsekuensilogis dari pelarangan riba yang
menetapkan hasil pemberi modal dimuka. Sedangkan melalui pembagian resiko maka
pembagian hasil akan dilakukan dibelakang yang besarannya tergantung dari hasil yang
diperoleh. Hal ini juga membuat kedua belha pihak saling membantu untuk bersama-sama
memperoleh laba, selain lebih mencerminkan keadilan.
c) Menganggap Uang sebagai Modal Potensial. Dalam fungsinya sebagai komoditas uang
dipandang dalam kehidupan yang sama dengan barang yang dijadikan dengan barang yang
dijadikan sebagai objek transaksi untuk mendapatkan keuntungan (laba). Sedang dalam
fungsinya sebagai modal nyata (capital), uang dapat menghasilkan sesuatu (bersifat
produktif) baik menghasilkan barang maupun jasa. Oleh sebab itu, sistem keuangan islam
memandang uang boleh dianggap sebagai modal kalau digunakan bersama dengan sumber
daya yang lain untuk memperoleh laba.
d) Larangan Melakukan Kegiatan Spekulatif. Hal ini sama dengan pelanggaran untuk transaksi
yang memiliki tingkat ketidakpastian yang sangat tinggi, judi dan transaksi yang memiliki
resiko yang sangat besar.
e) Kesucian Kontrak. Oleh karena itu islam menilai perjanjian sebagai suatu yang tinggi
nilainya sehingga seluruh kewajiban dan pengungkapan yang terkait dengan kontrak harus
dilakukan. Hal ini akan mengurangi resiko atas informasi yang asimetri dan timbulnya
moralhazard.
f) Aktifitas Usaha Harus Sesuai Syariah. Seluruh kegiatan usaha tersebut haruslah merupakan
kegiatan yang diperbolehkan menurut syariah. Jadi, prinsip keuangan syariah mengacuh
pada prinsip rela sama rela (antaraddim  minkum) tidak ada pihak disalimi dan mensalimi (la
tazhlimuna wa la tuzhlamun).

Anda mungkin juga menyukai