Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

HEMOGRAM
Selasa, 12 Oktober 2020

Kelompok 5 :
Fina Ryan Lestari (4401418020)
Umi Rizqiyani (4401418039)
Nurul Aulia Zahra (4401418064)

Rombel Pendidikan Biologi A 2018

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
HEMOGRAM

A. Tanggal Praktikum: Selasa, 12 Oktober 2020


B. Tujuan Praktikum
Menentukan persentase dari tiap-tiap jenis/macam leukosit.
C. Landasan Teori
Diferensiasi penghitungan jumlah tiap macam sel dari leukosit ialah
determinasi berbagai macam sel-sel darah putih dalam darah. Leukosit dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu : granulosit dan agranulosit. Leukosit granulosit
terdiri atas tiga macam yaitu : granulosit basofil, granulosit eosinofil dan granulosit
netrofil. Leukosit agranulosit terdiri atas dua macam yaitu : limfosit dan monosit.
Hemogram merupakan gambaran dari persentase macam-macam leukosit
(Isnaeni,2020).
Leukosit merupakan sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan
hemopoietik untuk jenis bergranula (polimorfonuklear) dan jaringan limpatik untuk
jenis tak bergranula (mononuklear), berfungsi dalam sistem pertahanan tubuh
terhadap infeksi (Sutedjo, 2006). Leukosit paling sedikit dalam tubuh jumlahnya
sekitar 4.000-11.000/mm3 . Berfungsi untuk melindungi tubuh dari infeksi. Karena
itu, jumlah leukosit tersebut berubah-ubah dari waktu ke waktu, sesuai dengan jumlah
benda asing yang dihadapi dalam batas-batas yang masih dapat ditoleransi tubuh
tanpa menimbulkan gangguan fungsi (Sadikin, 2002). Meskipun leukosit merupakan
sel darah, tapi fungsi leukosit lebih banyak dilakukan di dalam jaringan. Leukosit
hanya bersifat sementara mengikuti aliran darah ke seluruh tubuh. Apabila terjadi
peradangan pada jaringan tubuh leukosit akan pindah menuju jaringan yang
mengalami radang dengan cara menembus dinding kapiler (Kiswari,2014).
Leukosit terdiri dari 2 kategori yaitu granulosit dan agranulosit. Granulosit,
yaitu sel darah putih yang di dalam sitoplasmanya terdapat granula-granula. Granula-
granula ini mempunyai perbedaan kemampuan mengikat warna misalnya pada
eosinofil mempunyai granula berwarna merah terang, basofil berwarna biru dan
neutrofil berwarna ungu pucat. Agranulosit, merupakan bagian dari sel darah putih
dimana mempunyai inti sel satu lobus dan sitoplasmanya tidak bergranula. Leukosit
yang termasuk agranulosit adalah limfosit, dan monosit. Limfosit terdiri dari limfosit
B yang membentuk imunitas humoral dan limfosit T yang membentuk imunitas
selular. Limfosit B memproduksi antibodi jika terdapat antigen, sedangkan limfosit T
langsung berhubungan dengan benda asing untuk difagosit (Tarwoto, 2007). Ada
tidaknya granula dalam leukosit serta sifat dan reaksinya terhadap zat warna,
merupakan ciri khas dari jenis leukosit. Selain bentuk dan ukuran, granula menjadi
bagian penting dalam menentukan jenis leukosit (Nugraha, 2015).
Neutrofil berukuran sekitar 14 μm, granulanya berbentuk butiran halus tipis
dengan sifat netral sehingga terjadi percampuran warna asam (eosin) dan warna basa
(metilen biru), sedang pada granula menghasilkan warna ungu atau merah muda yang
samar (Nugraha 2015). Neutrofil berfungsi sebagai garis pertahanan tubuh terhadap
zat asing terutama terhadap bakteri. Bersifat fagosit dan dapat masuk ke dalam
jaringan yang terinfeksi. Sirkulasi neutrofil dalam darah yaitu sekitar 10 jam dan
dapat hidup selama 1-4 hari pada saat berada dalam jaringan ekstravaskuler
(Kiswari,2014). Neutrofil adalah jenis sel leukosit yang paling banyak yaitu sekitar
50-70% diantara sel leukosit yang lain. Ada dua macam netrofil yaitu neutrofil batang
(stab) dan neutrofil segmen (polimorfonuklear) (Kiswari,2014). Perbedaan dari
keduanya yaitu neutrofil batang merupakan bentuk muda dari neutrofil segmen sering
disebut sebagai neutrofil tapal kuda karena mempunyai inti berbentuk seperti tapal
kuda. Seiring dengan proses pematangan, bentuk intinya akan bersegmen dan akan
menjadi neutrofil segmen. Sel neutrofil mempunyai sitoplasma luas berwarna pink
pucat dan granula halus berwarna ungu (Riswanto,2013).
Eosinofil dalam tubuh yaitu sekitar 1-6%, berukuran 16 μm. Berfungsi sebagai
fagositosis dan menghasilkan antibodi terhadap antigen yang dikeluarkan oleh parasit.
Masa hidup eosinofil lebih lama dari neutrofil yaitu sekitar 8-12 jam (Kiswari, 2014).
Eosinofil hampir sama dengan neutrofil tapi pada eosinofil, granula sitoplasma lebih
kasar dan berwarna merah orange. Warna kemerahan disebabkan adanya senyawa
protein kation (yang bersifat basa) mengikat zat warna golongan anilin asam seperti
eosin, yang terdapat pada pewarnaan Giemsa. Granulanya sama besar dan teratur
seperti gelembung dan jarang ditemukan lebih dari 3 lobus inti. Eosinofil lebih lama
dalam darah dibandingkan neutrofil (Hoffbrand, dkk. 2012). Eosinofil akan
meningkat jumlahnya ketika ditemukan penyakit alergi, penyakit parasitik, penyakit
kulit, kanker, flebitis, tromboflebitis, leukemia mielositik kronik (CML), emfisema
dan penyakit ginjal. Sedangkan pada orang stres, pemberian steroid per oral atau
injeksi, luka bakar, syok dan hiperfungsi adrenokortikal akan ditemukan jumlah
eosinofil yang menurun (Riswanto, 2013).
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya yaitu kira-kira
kurang dari 2% dari jumlah keseluruhan leukosit. Sel ini memiliki ukuran sekitar 14
μm, granula memiliki ukuran bervariasi dengan susunan tidak teratur hingga menutupi
nukleus dan bersifat azrofilik sehingga berwarna gelap jika dilakukan pewarnaan
Giemsa. Basofil memiliki granula kasar berwarna ungu atau biru tua dan seringkali
menutupi inti sel, dan bersegmen. Warna kebiruan disebabkan karena banyaknya
granula yang berisi histamin, yaitu suatu senyawa amina biogenik yang merupakan
metabolit dari asam amino histidine. Basofil jarang ditemukan dalam darah normal.
Selama proses peradangan akan menghasilkan senyawa kimia berupa heparin,
histamin, beradikinin dan serotonin. Basofil berperan dalam reaksi hipersensitifitas
yang berhubungan dengan imunoglobulin E (IgE) (Kiswari,2014).
Jumlah monosit kira-kira 3-8% dari total jumlah leukosit. Monosit memiliki
dua fungsi yaitu sebagai fagosit mikroorganisme (khusunya jamur dan bakteri) serta
berperan dalam reaksi imun (Kiswari,2014). Monosit merupakan sel leukosit yang
memiliki ukuran paling besar yaitu sekitar 18 μm, berinti padat dan melekuk seperti
ginjal atau biji kacang, sitoplasma tidak mengandung granula dengan masa hidup 20-
40 jam dalam sirkulasi. Inti biasanya eksentris, adanya lekukan yang dalam berbentuk
tapal kuda. Granula azurofil, merupakan lisosom primer, lebih banyak tapi lebih kecil.
Ditemui retikulim endoplasma sedikit. Juga ribosom, pliribosom sedikit, banyak
mitokondria. Aparatus golgi berkembang dengan baik, ditemukan mikrofilamen dan
mikrotubulus pada daerah identasi inti. Monosit terdapat dalam darah, jaringan ikat
dan rongga tubuh. Monosit tergolong fagositik mononuclear (system retikuloendotel)
dan mempunyai tempat-tempat reseptor pada permukaan membrannya (Effendi,
2003).
Limfosit adalah jenis leukosit kedua paling banyak setelah neutrofil (20- 40%
dari total leukosit). Jumlah limfosit pada anak-anak relatif lebih banyak dibandingkan
jumlah orang dewasa, dan jumlah limfosit ini akan meningkat bila terjadi infeksi
virus. Berdasarkan fungsinya limfosit dibagi atas limfosit B dan limfosit T. Limfosit
B matang pada sumsum tulang sedangkan limfosit T matang dalam timus. Keduanya
tidak dapat dibedakan dalam pewarnaan Giemsa karena memiliki morfologi yang
sama dengan bentuk bulat dengan ukuran 12 μm. Sitoplasma sedikit karena semua
bagian sel hampir ditutupi nukleus padat dan tidak bergranula (Nugraha, 2015).
Limfosit B berasal dari sel stem di dalam sumsum tulang dan tumbuh menjadi sel
plasma, yang menghasilkan antibodi. Limfosit T terbentuk jika sel stem dari sumsum
tulang pindah ke kelenjar thymus yang akan mengalami pembelahan dan pematangan.
Di dalam kelenjar thymus, limfosit T belajar membedakan mana benda asing dan
mana bukan benda asing. Limfosit T dewasa meninggalkan kelenjar thymus dan
masuk ke dalam pembuluh getah bening dan berfungsi sebagai bagian dari sistem
pengawasan kekebalan (Mulyono, 2006).
Pewarnaan Giemsa (Giemsa Stain) adalah teknik pewarnaan untuk
pemeriksaan mikroskopis yang namanya diambil dari seorang peneliti malaria yaitu
Gustav Giemsa. Giemsa adalah zat warna yang terdiri dari eosin dan metil azur, yang
memberi warna merah muda pada sitoplasma dan methylen blue pada inti leukosit.
Ketiga zat warna tersebut dilarutkan dengan metil alkohol dan gliserin. Larutan ini
dikemas dalam botol coklat berukuran 100 ml – 200 ml dan dikenal sebagai Giemsa
stok pH 7. Giemsa stok harus diencerkan lebih dahulu sebelum dipakai mewarnai sel
darah. Elemen-elemen zat warna Giemsa larut selama 40-90 menit dengan aquadest
atau buffer. Setelah itu semua elmen zat warna akan mengendap dan sebagian lagi
balik kepermukaan membentuk lapisan tipis seperti minyak. Karena itu, stok Giemsa
tidak boleh tercemar air (Depkes, 2006).
Faktor yang menentukan mutu pewarnaan Giemsa antara lain:
1. Kualitas Giemsa baik dan tidak tercemar air
2. Pengencer Giemsa dengan perbandingan tepat
3. Waktu pewarnaan
4. Ketebalan pewarnaan
5. Kebersihan sediaan
Kriteria pembuatan dan pewarnaan sediaan darah yang baik, yaitu apabila: Inti
leukosit berwana ungu (tanda umum). Trombosit berwarna ungu muda dan merah
muda. Sisa – sisa eritrosit muda berwarna biru atau biru muda. Sitoplasma limfosit
kelihatan biru pucat. Sitoplasma monosit berwarna biru. Granula eosinofil berwarna
orange. Latar belakang sediaan bersih dan keliatan biru pucat (Onggowaluyo, 2001).
Pengencer Giemsa (Buffer) Larutan Penyangga buffer adalah suatu larutan
yang dapat mempertahankan nilai pH yang besar ketika ion – ion hidrogen
ditambahkan atau ketika larutan itu diencerkan disebut larutan penyangga atau larutan
dapar (Adianto, 2013). Larutan buffer adalah larutan yang memiliki kemampuan
untuk mempertahankan nilai pH pada penambahan asam atau basa. pH yang rendah
atau kurang dari 6,8 mengakibatkan sel darah merah banyak mengambil pewarna
asam atau eosin, sehingga sel darah merah menjadi lebih merah muda. Leukosit juga
akan memperlihatkan bagian – bagian inti yang kurang jelas (Alawiyah, 2016).

D. Alat dan Bahan


Alat :
1. Mikrohematokrit, berfungsi sebagai suatu metode yang menggunakan tabung
mikrokapiler. Prinsip pada cara mikro yaitu sejumlah darah dimasukkan kedalam
tabung kapiler kemudian disentrifuge untuk mendapatkan nilai hematokrit yang
diukur.
2. Gelas benda, berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan obyek yang akan diteliti
3. Mikroskop, berfungsi untuk mengamati sampel darah
4. Pipet, berfungsi untuk mengambil sampel darah
5. Tusuk gigi, berfungsi untuk meratakan sampel darah atau membantu menutup
gelas benda dengan gelas penutup

Bahan :

1. Kertas saring
2. Pewarna Giemsa, berfungsi sebagai pewarna yang umum digunakan dalam
pembuatan sediaan apus agar sediaan terlihat lebih jelas. Pewarnaan ini sering
disebut juga pewarnaan Romanowski.
3. Larutan Buffer berfungsi untuk mempertahankan pH larutan saat ditambahkan
asam/basa lemah dalam jumlah relatif sedikit.
4. Aceton/methanol, digunakan sebagai pelarut.
E. Cara Kerja

1. Menyiapkan cairan darah untuk dihitung jumlah leukositnya dan


mengamati melalui link youtube https://youtu.be/qgg0PpFKPac

2. Mengamati dengan seksama tayangan video nya, dan mencatat semua


alat dan bahan serta prosedur kerjanya secara lengkap

3. Masing-masing kelompok akan mendapatkan kiriman satu set foto (3


foto) slide preparat apus darah via Whatshap

4. Menghitung jumlah leukosit yang ditemukan dalam setiap slide foto,


menentukan jenis leukositnya, menghitung jumlah dan persentase
masing-masing leukosit
5. Setiap anggota kelompok mengamati dan menghitung semua foto slide
preparat yang dikirimkan, data yang dikumpulkan adalah data kelompok

6. Menganalisis data, membahas dan membuat kesimpulan atas hasil


praktikum yang telah dilakukan dalam bentuk laporan

F. Hasil Pengamatan
Praktikan 1 (Fina Ryan Lestari)
Slide Limfosit Monosit Neutrophil Basophil Eusinofil Jumlah
B1 - - 1 - 1 2
B2 2 - - - 1 3
B3 2 1 - - - 3
Jumlah 8
Tabel a.1 (hasil hitung leukosit praktikan 1)
Praktikan 2 (Umi Rizqiyani)
Slide Limfosit Monosit Neutrophil Basophil Eusinofil Jumlah
leukosit
B1 - - 2 - - 2
B2 2 - - - 1 3
B3 2 1 - - - 3
Jumlah 8
Tabel a.2 (hasil hitung leukosit praktikan 2)
Praktikan 3 (Nurul Aulia Z.)
Slide Limfosit Monosit Neutrophil Basophil Eusinofil Jumlah
B1 - - 1 - 1 2
B2 2 - - - 1 3
B3 2 1 - - - 3
Jumlah 8
Tabel a.3 (hasil hitung leukosit praktikan 3)
G. Pengolahan dan Analisis Data
Berdasarkan data hasil perhitungan jumlah leukosit masing-masing praktikan
menghasilkan hasil hitung yang berbeda-beda. Pada praktikan 1 (Fina Ryan L.)
menghasilkan total leukosit 8 sel dengan jenisnya yaitu 1 neutrofil, 1 monosit, 4
limfosit, dan 2 eusinofil. Sedangkan pada praktikan 2 (Umi Rizqiyani) mendapatkan 8
leukosit yang terdiri dari 2 neutrofil, 4 limfosit, 1 monosit, dan 1 eusinofil. Sedangkan
pada praktikan 3 (Nurul Aulia Z.) menghasilkan jumlah leukosit yaitu 8 yang terdiri
dari 1 neutrofil, 1 monosit, 4 limfosit, dan 2 eusinofil.
Analisis kuantitaif
Analisis kuantitatif yang dilakukan selanjutnya yaitu dengan menghitung presentase
tiap-tiap jenis leukosit yang dihasilkan tiap praktikan, yaitu sebagai berikut:

Praktikan 1 (Fina Ryan Lestari)


1
Presentase jumlah neutrofil = 8 x 100%=12,5%
1
Presentase jumlah monosit =8 x 100%=12,5%
4
Presentase jumlah limfosit =8 x 100%=50%
2
Presentase jumlah eusinofil =8 x 100%= 25%
Praktikan 2 (Umi Rizqiyani)
2
Presentase jumlah neutrofil = 8 x 100%=25%
4
Presentase jumlah limfosit = 8 x 100%= 50%
1
Presentase jumlah monosit = 8 x 100%= 12,5 %
1
Presentase jumlah eusinofil = 8 x 100%= 12,5 %
Praktikan 3 (Nurul Aulia Z.)
1
Presentase jumlah neutrofil = x 100%=12,5%
8
1
Presentase jumlah monosit =8 x 100%=12,5%
4
Presentase jumlah limfosit =8 x 100%=50%
2
Presentase jumlah eusinofil =8 x 100%= 25%
Rata-rata Presentase Data Kelompok

Presentase jenis leukosit Rata-rata

Limfosit 50%+50%+50%
= 50%
3

Neutrophil 12,5%+12,5%+25%
= 16,7%
3

Monosit 12,5%+12,5%+12,5%
= 12,5%
3

Eusinofil 12,5%+25%+25%
= 20,8%
3

Tabel a.4 (tabel presentase kelompok)

Pada hasil praktikum menunjukan bahwa hasil hitung praktikan 1 dengan


praktikan 3 sama, dan sedikit berbeda dengan hasil hitung praktikan 2. Secara
keseluruhan bahwa hasilnya jenis limfosit lah yang memiliki presentase terbanyak
(tabel a.4). Kadar limfosit tinggi biasanya menjadi pertanda adanya infeksi, termasuk
yang disebabkan virus atau bakteri. Namun beberapa kondisi lain, seperti peradangan
dan konsumsi obat tertentu, juga bisa menyebabkan kadar limfosit meningkat.
Kemudian presentase terkecil adalah jenis monosit. Monosit sebagai indikator
adanya infeksi yang disebabkan oleh bakteri, parasite, virus maupun jamur.
Analisis kualitatif
Analisis kualitatif dilakukan dengan menganalisis morfologi leukosit yang
termati yaitu membandingkan leukosit yang teramati dengan gambar leukosit yang
ada internet.

Slide Hasil pengamatan Foto pembanding Analisis


Slide B1 Analisis morfologi:
memiliki lobus
yang banyak
teramati lebih dari
3, sitpolasma keruh
kemungkinan
karena berisi granul,
granula pada foto
neutrofil pengamatan tidak
terlihat jelas.
Slide B2 Leukosit yang
dikotak merah
teramati merupakan
jenis leukosit
limfosit. Ciri-
cirinya yaitu:
memiliki inti yang
Limfosit relatif besar, bulat
sedikit cekung pada
satu sisi.
Leukosit yang
dikotak kuning
teramati merupakan
jenis leukosit
eusinofil. Ciri-ciri:
nukleus berlobus
Eusinofil dua, sitoplasma
bergranula (tidak
terlalu jelas pada
foto pengamatan),
warna granula tidak
teramati jelas.
Slide B3 Leukosit yang ada
di kotak kuning
teramati merupakan
limfosit. Ciri-ciri:
memiliki inti yang
relatif besar, bulat
sedikit cekung pada
Limfosit satu sisi, sitoplasma
transparan tanpa
granula.
Leukosit yang ada
di kotak biru
teramati merupakan
jenis monosit. Ciri-
ciri: adanya lekukan
Monosit yang dalam
berbentuk tapal
kuda, tidak
bergranula.

H. Pembahasan
Praktikum hemogram yang merupakan perhitungan jumlah leukosit serta
mengamati morfologi leukositnya untuk menentukan jenisnya memiliki beberapa hal
yang harus diperhatikan mulai dari pembuatan preparatnya, perhitungan jumlah
leukositnya, dan pengamatan morfologi leukositnya. Semua proses yang dilakukan
pada praktikum ini harus dilakukan dengan teliti agar menghasilkan data perhitungan
dan pengamatan dengan kesalahan relatif yang kecil. Namun, seringkali beberapa hal
terjadi selama proses praktikum yang bisa menyebabkan munculnya permasalahan
seperti leukosit kurang jelas terwarnai, kontras warna inti sel leukosit kurang jelas
sehingga bisa menimbulkan kesalahan saat menentukan jenis leukosit.
Leukosit atau sel darah putih memiliki ciri khas sel yang berbeda-beda,
ukurannya lebih besar dari eritrosit, tidak berwarna dan dapat melakukan pergerakan
dengan bantuan kaki semu (pseudopodia) dengan masa hidup 13-20 hari (Nugraha,
2015). Umumnya sel leukosit dibagi menjadi dua yaitu granulosit dan agranulosit.
Granulosit yaitu yang mempunyai granula khas, terdiri dari neutrofil, eosinofil dan
basofil. Sedangkan agranulosit adalah yang tidak mempunyai granula khas,
diantaranya limfosit dan monosit (Kiswari, 2014).
Namun pada praktikum ini kelompok kami dengan preparat slide B (1,2,3)
didapatkan hanya beberapa jenis leukosit tidak semua leukosit ada dalam satu bidang
pandang slide yang tersedia. Kelompok kami mendapatkan dua jenis leukosit yaitu
granulasit dan agranulosit. Pada leukosit granulosit, kelompok kami mendapatkan
neutrophil dan eusinofil. Pada leukosit agranulosit kelompok kami mendapatkan
monosit dan limfosit.
Ada dua praktikan yaitu praktikan 1 (Fina Ryan L.) dan praktikan 3 (Nurul
Aulia Z.) yang mendapatkan hasil hitung serta pengamatan morfologi leukosit yang
sama sehingga presentase yang dihasilkan juga sama. Namun, pada praktikan 2 (Umi
Rizqiyani) mendapatkan hasil yang sedikit berbeda. Perbedaanya yaitu pada saat kami
mengamati slide B1, didapatkan ada dua leukosit, namun praktikan 1 dan 3 menilai
bahwa dua leukosit itu adalah neutrophil dan eusinofil. Sedangkan praktikan 2 menilai
bahwa pada slide B1 dua leukosit tersebut semuanya adalah neutrophil. Perbedaan ini
disebabkan karena presepsi tiap-tiap praktikan yang berbeda saat memandang objek
visual. Selain itu bahwa kondisi preparat yang teramati dibawah mikroskop dianatra
dua sel tersebut ada satu sel yang kurang jelas. Dimana kontras inti leukosit kurang
jelas sehingga praktikan memiliki perbedaan penilaian mengenai morofologi dan
lobus inti leukosit yang diamati.

Neutrofil
Neutrophil yang kami hitung menghasikan presentase sejumlah antar praktikan
yang sedikit berbeda. Praktikan 1 dan 3 mendapatkan presentase 12,5%. Sedangkan
pada praktikan 2 mendapatkan presentase 25%, sehingga didapatkan presentase
kelompok 16,7%.
Neutrofil juga disebut granulosit karena berisi enzim yang mengandung
granul-granul, jumlahnya paling banyak. Pada teori bahwa neutrofil memiliki granula
kecil berwarna merah muda dalam sitoplasmanya. Namun pada yang kelompok kami
amati tidak begitu jelas granulanya serta warna granulanya, hanya saja sitoplasma
keruh yang kemungkinan merupakan efek dari keberadaan granula-granula.
Nukleusnya memiliki tiga sampai lima lobus. Neutrofil membantu melindungi tubuh
melawan infeksi bakteri dan jamur dan mencerna benda asing sisa-sisa peradangan.
Granula neutrofil berbentuk butiran halus tipis dengan sifat netral sehingga
terjadi percampuran warna asam (eosin) dan warna basa (metilen biru), sedang pada
granula menghasilkan warna ungu atau merah muda yang samar.
Serta dijelaskan oleh Kiswari (2014) bahwa Ada dua macam netrofil yaitu
neutrofil batang (stab) dan neutrofil segmen (polimorfonuklear). Pada hasil
pengamatan kelompok kami, tidak bisa membedakan manakah netrofil batang dan
manakah netrofil segmen karena keterbatasan kualitas foto yang tersedia sehingga
tidak memungkinkan untuk mengamati sampai sedetail pengelompokkan neutrofil
batang dan segmen.
Meskipun begitu untuk kepentingan pengetahuan alangkah baiknya jika kita
tahu mengenai jenis-jenis neutrophil. Neutrofil batang merupakan bentuk muda dari
neutrofil segmen sering disebut sebagai neutrofil tapal kuda karena mempunyai inti
berbentuk seperti tapal kuda. Seiring dengan proses pematangan, bentuk intinya akan
bersegmen dan akan menjadi neutrofil segmen. Sel neutrofil mempunyai sitoplasma
luas berwarna merah muda pucat dan granula halus berwarna ungu (Riswanto,2013).
Neutrofil segmen mempunyai granula sitoplasma yang tampak tipis (pucat),
sering juga disebut neutrofil polimorfonuklear karena inti selnya terdiri atas 2-5
segmen (lobus) yangbentuknya bermacam-macam dan dihubungkan dengan benang
kromatin. Jumlah neutrofil segmen yaitu sebanyak 3-6, dan bila lebih dari 6
jumlahnya maka disebut dengan neutrofil hipersegmen (Kiswari,2014).

Eusinofil
Pada kelompok kami hanya praktikan 1 dan 3 yang menilai bahwa pada slide
B1 terdapat eusinofil. Namun pada perhitungan di slide B2 semua praktikan
mendapatkan eusinofil sejumlah satu. Sehingga presentase jumlah eusinofil hasil
hitung praktikan 1 dan 3 adalah 25%, sedangkan pada praktikan 2 mendapatkan
presentase 12,5%. Sehingga total presentase jumlah eusinofil keseluruhan adalah 20,8
%.
Eusinofil pada morfologi aslinya memiliki granula sitoplasma yang kasar dan
besar, dengan pewarnaan oranye kemerahan. Namun pada foto pengamatan tidak bisa
teramati warna granulanya. Sel ini memiliki nukleus berlobus dua.
Eusinofil bergranula sitoplasma lebih kasar dan berwarna merah orange.
Warna kemerahan disebabkan adanya senyawa protein kation (yang bersifat basa)
mengikat zat warna golongan anilin asam seperti eosin, yang terdapat pada pewarnaan
Giemsa. Granulanya sama besar dan teratur seperti gelembung dan jarang ditemukan
lebih dari 3 lobus inti. Eusinofil berfungsi sebagai fagositosis dan menghasilkan
antibody terhadap antigen yang dikeluarkan oleh parasit. Masa hidup eosinofil lebih
lama dari neutrofil yaitu sekitar 8-12 jam (Kiswari,2014).

Limfosit
Pada limfosit yang termati pada kelompok kami yaitu pada slide B2 dan B3.
Morfologi limfosit yang teramati yaitu tidak bergranula, inti hampir memenuhi sel
berbentuk bulat dan padat. Efendi (2003) menjelaskan bahwa sitoplasma limfosit
bersifat basa lemah dan berwarna biru muda pada sediaan yang terpulas.
Limfosit merupakan jenis leukosit terbanyak yang didapatkan pada
pengamatan oleh kelompok kami dengan presentase keseluruhan yaitu 50%. Kadar
limfosit tinggi biasanya menjadi pertanda adanya infeksi, termasuk yang disebabkan
virus atau bakteri. Namun beberapa kondisi lain, seperti peradangan dan konsumsi
obat tertentu, juga bisa menyebabkan kadar limfosit meningkat.
Limfosit B berasal dari sel stem di dalam sumsum tulang dan tumbuh menjadi
sel plasma, yang menghasilkan antibodi. Di dalam kelenjar thymus, limfosit T
membedakan mana benda asing dan mana bukan benda asing. Limfosit T dewasa
meninggalkan kelenjar thymus dan masuk ke dalam pembuluh getah bening dan
berfungsi sebagai bagian dari sistem pengawasan kekebalan.

Monosit
Jenis monosit yang dihitung oleh kelompok kami memiliki presentase yaitu
12,5%. Kemudian jenis leukosit monosit yang teramati pada kelompok kami yaitu
pada slide B3. Monosit yang teramati tidak begitu jelas, namun untuk bagian intinya
masih bisa dikenali yaitu berbentuk tapal kuda seperti ada lekukan. Monosit tidak
memiliki granula. Inti sel berwarna biru.
Effendi (2003) menjelaskan bahwa pada monosit ditemui retikulum
endoplasma sedikit. Juga ribosom, poliribosom sedikit, banyak mitokondria. Aparatus
Golgi berkembang dengan baik, ditemukan mikrofilamen dan mikrotubulus pada
daerah identasi inti.
Hasil dari presentase jumlah monosit yang didaptkan yaitu 12,5%. Jumlah
monosit yang masuk dalam perhitungan lebih sedikit dibanding jumlah limfosit yang
telah kelompok kami. Di dalam jaringan monosit ini akan berubah menjadi makrofag
yang dapat memfagositosis benda-benda asing yang masuk ke dalam tubuh.
Sediaan apus darah tepi merupakan suatu pemeriksaan untuk menghitung jenis
dan mengidentifikasi morfologi darah (Houwen, Berend 2000). Apusan darah tepi
sangat penting dalam bidang hematologi, bukan saja berkaitan dengan morfologi sel
darah, tetapi juga dapat memberi petunjuk keadaan hematologik yang semula tidak
diduga Sediaan apus darah tepi dapat diwarnai dengan berbagai macam metode
termasuk larutan-larutan yang sederhana antara lain pewarnaan giemsa, pewarnaan
acid fast, pewarnaan garam, pewarnaan wright, dan lain-lain (Maskoeri,2008).
Pada penjelasan video ada proses fiksatif pada pembuatan preparat apusnya.
Fiksatif yang digunakan dalam pembuatan preparat apus darah adalah fiksatif
sederhana, hanya menggunakan satu macam fiksatif yaitu metil alcohol. Fiksasi pada
sel darah bertujuan untuk mematikan elemen-elemen sel dengan mempertahankan
bentuk, struktur, maupun ukuran sel. Zat warna yang digunkaan dalam pembuatan
preparat apus darah adalah giemsa 3% yang akan mewarnai membrane sel dan inti sel
darah, namun dengan tingkat yang berbeda. Inti sel akan mempunyai daya ikat yang
lebih tinggi terhdap zat warna giemsa dibandingkan dengan daya ikat membrane sel
darah.
Giemsa adalah zat warna yang terdiri dari eosin dan metil azur, yang memberi
warna merah muda pada sitoplasma dan methylen blue pada inti leukosit. Pewarnaan
Giemsa disebut juga pewarnaan Romanowski. Metode pewarnaan ini banyak
digunakan untuk mempelajari morfologi sel-sel darah, sel-sel lien, sel-sel sumsum dan
juga untuk mengidentifikasi parasit-parasit darah (Maskoeri, 2008).
Salah satu yang harus diperhatikan dalam pewarnaan Giemsa yang baik adalah
ketepatan pH buffer. pH basa atau alkali akan mempertegas komponen azure
(methylen blue) terhadap komponen eosin sedangkan pH asam atau acid akan
mempertegas komponen eosin terhadap komponen azure (methylen blue). Pengencer
Giemsa idealnya mempunyai pH 6,8 agar tidak berpengaruh pada pewarnaan
morfologi sel darah. Biasanya pada keperluan bidang kedoketran, kelainan morfologi
leukosit salah satunya adalah granulasi toksik, yaitu granula sitoplasma terwarnai
lebih mencolok dan lebih kasar pada sitoplasma neutrofil pasien yang terinfeksi berat.
Ketika dilakukan pewarnaan dengan konsentrasi pH buffer yang terlalu asam, maka
secara mikroskopik granulasi toksik akan tampak seperti neutrofil biasa. Sebaliknya,
apabila konsentrasi pH buffer terlalu basa maka neutrofil biasa akan tampak seperti
granulasi toksik.
Pengencer buffer dengan pH yang rendah atau kurang dari 6,8 mengakibatkan
leukosit tidak sempurna menyerap pewarna Giemsa dikarenakan terlalu asam
sehingga kromatin inti yang seharusnya berwarna ungu hanya terbentuk sebagian di
tengah inti, dan sebagian berwarna merah, leukosit juga akan menampakkan bagian-
bagian yang kurang jelas. Sebaliknya pada pengencer buffer dengan pH tinggi atau
lebih dari 6,8 dengan basa yang kuat mengakibatkan leukosit terlalu banyak menyerap
methylen blue sehingga sitoplasma semakin pekat dan granula semakin gelap
(Adianto, 2013).
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat melakukan pemeriksaan hitung jumlah
leukosit yaitu dimulai dari pembuatannya sediaannya. Pembuatan sediaan darah apus
menggunakan object glass (kaca objek). Kaca Objek yang akan dipakai harus yang
kering, bebas debu dan bebas lemak. Untuk menggeserkan darah kepada kaca itu
pakailah kaca objek lain yang sisi pendeknya rata sekali. Sediaan apus hendaknya
cepat mengering pada kaca, sediaan yang lambat mongering umpamanya oleh udara
lembab sering mengalami perubahan morfologi sel-sel darah yang akan diperiksa.
Kualitas giemsa mempengaruhi hasil pewarnaan pada sedian apus darah.
Kualitas giemsa dikatakan baik apabila giemsa dibuat baru dan dikatakan kurang
apabila giemsa yang sudah disimpan lebih dari 1 hari.

Ciri-ciri preparat apus yang baik.


Preparat hapus darah yang baik harus mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : lebar dan
panjangnya tidak memenuhi kaca obyek sehingga masih ada tempat untuk pemberian
label, secara gradual penyebaranya berangsur-angsur menipis dari kepala kearah ekor,
ujung/ekornya tidak berbentuk bendera robek,tidak berlubang-lubang. Selain itu, juga
tidak terputus-putus karena ragu-ragu, tidak terlalu tebal (karena penggeseran yang
yang sangat kecil), atau tidak terlalu tipis (karena sudut penggeseran yang besar),
2
pengecatan yang baik. Panjang apusan kira-kira panjang kaca obyek.
3
Morfologi preparat apus darah:
Pada preparat apus terdapat tiga bagian yaitu:
a. Kepala : bagian dimana darah diletakkan sebelum dihapus
b. Ekor : bagian ujung preparat atau kahir apusan
c. Badan : bagian tengah antara kepala dan ekor

Gambar b.1 (Bagian-


bagian dari apusan darah
tepi yang baik)

Pewarnaan apus darah mempermudah pengamatan sel dan komponennya pada


apusan darah perlu dilakukan teknik pewarnaan. Terdapat berbagai macam teknik
pewarnaanyang digunakan untuk apusan darah, misalnya dengan menggunakan
pewarnaan menurut Romanowsky ada 4 macam pewarnaan preparat darah apus yaitu
pewarnaan wright’s stain, pewarnaan lieshman, pewarnaan may grunwald,pewarnaan
giemsa. Teknik pewarnaan yang umum digunakan untuk sediaan apusan darah tepi
adalah pengecatan giemsa, karena ketahanan hasil zat warna tersebut lebih baik
dengan hasil pewarnaan lebih jelas.
Hasil perhitungan dan analisis morfologi leukosit yang telah kelompok kami
amati ada total keseluruhan slide B (1,2,3) menunjukan bahwa jenis limfosit lah yang
memiliki presentase paling banyak. Kadar limfosit tinggi biasanya menjadi pertanda
adanya infeksi pada hewan uji, termasuk yang disebabkan virus atau bakteri. Namun
beberapa kondisi lain, seperti peradangan dan konsumsi obat tertentu, juga bisa
menyebabkan kadar limfosit meningkat.
Contohnya pada salah satu artikel penelitian yang berjudul “Pengaruh
Pemberian Sari Batang Nanas (Ananas cosmus) Terhadap Jumlah Limfosit Tikus
Wistar yang Diberi Paparan Asap Rokok” oleh Elizabeth (2015). Paparan terhadap
asap rokok yang terjadi pada sel-sel tubuh akan menyebabkan respon inflamasi.
Respon inflamasi merupakan respon protektif yang timbul akibat adanya paparan
mikroorganisme, trauma mekanis, paparan senyawa kimia, dan dalam hal ini yaitu
disebabkan oleh paparan senyawa kimia dari asap rokok. Respon inflamasi ditandai
oleh meningkatnya jumlah limfosit. Peningkatan jumlah sel limfosit tersebut terjadi
karena sel limfosit melakukan proliferasi, yaitu penggandaan jumlah sel limfosit
untuk membentuk pertahanan sel terhadap antigen asing yang masuk. Terjadinya
peningkatan jumlah limfosit secara signifikan mengindikasikan terjadinya reaksi
inflamasi yang besar. Suatu penelitian terhadap tikus menunjukkan bahwa paparan
asap dari 2 batang rokok per hari selama 2 minggu menunjukkan adanya reaksi
inflamasi yang ditandai dengan peningkatan jumlah limfosit, sedangkan paparan asap
2 batang per hari selama 1 bulan menunjukkan adanya inflamasi dan disertai dengan
stress oksidatif.
Pada manusia bila dihitung berdasarkan persentase, leukosit disebut normal
jika terdiri dari 40–60% neutrofil, 20–40% limfosit, 2–8% monosit, 1–4% eosinofil,
dan 0,5%–1% basofil. Namun, terkadang jumlah leukosit tersebut dapat meningkat.
Membandingkan dengan presentase jumlah leukosit manusia, bahwa secara normal
presentase neutrophil lah yang memiliki presentase paling banyak dibanding dengan
limfosit, monosit, eusinofil dan basophil. Saat terjadi luka (luka terbuka), sel darah
putih akan langsung mengirimkan neutrofil sebagai pertolongan pertama. Neutrofil
akan menembus dinding pembuluh darah agar bisa sampai ke jaringan yang rusak.
Menurut penulis hal ini terjadi karena sel neutrofil merupakan sel terbanyak (60%) di
dalam leukosit, sehingga dapat digunakan oleh leukosit secara terus menerus, juga
neutrofil merupakan fagositosis yang kuat untuk menghentikan antigen yang mencoba
masuk.
Secara keseluruhan dari praktikum hitung leukosit serta mengamati jenis
leukosit, kelompok kami mendapatkan jumlah limfosit paling tinggi dengan
presentase 50%, lalu disusul jumlah eusinofil sejumlah 20,8%, neutrofil 16,7%, dan
monosit 12,5%. Setiap jenis leukosit memiliki fungsinya masing-masing dalam sistem
pertahanan tubuh hewan dan manusia. Saat terjadi ketidakseimbangan jumlah salah
satu jenis leukosit baik itu penurunan ataupun peningkatan, maka itu menunjukan
bahwa ada sesuatu yang mengganggu di dalam tubuh. Entah itu infeksi karena bakteri,
protozoa, virus, atau zat asing lainnya. Bahkan saat hewan uji dipaparkan asap rokok
pun maka akan mempengaruhi jumlah presentase leukositnya.
Untuk mendukung kinerjanya dalam melindungi tubuh dari paparan zat asing,
leukosit dilengkapi dengan kemampuan fagositosis yaitu memakan sel-sel yang telah
rusak dan antigen seperti mikroorganisme dan bakteri, gerak Amuboid yang
merupakan cara bergerak seperti amoeba, serta diapedesis yaitu mampu menembus
pori-pori dinding pembuluh darah, dan kemotaksis yang merupakan kemampuan
menanggapi rangsang zat kimia.
Banyak sedikitnya hasil hitung jenis leukosit dapat digunakan untuk analisis
apa yang terjadi dalam tubuh hewan uji setelah diberi perlakuan tertentu. Dimana
terdapat faktor seperti infeksi bakteri, virus, protozoa, paparan zat asing dapat
mempengaruhi kenaikan dan penurunan jumlah hitung leukosit.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan bahwa pengaruh ketajaman
penglihatan praktikan sangat penting, karena objek yang diamati bukan lagi bidang
pandang dibawah mikroskop secara langsung, namun bentuk foto yang memiliki
kelemahan mungkin dari kualitas warna dan kontras warnanya. Saat pengamatan pada
slide B1 kelompok kami terjadi perbedaan penilaian mengenai jenis leukosit yang ada
di dalamnya, hal ini dikarenakan kondisi inti leukosit yang kurang jelas. Selain itu ada
beberapa sel yang granula-granulanya tidak begitu jelas teramati, padahal berdasarkan
teori analisis morfologi granula serta warna granula sangat penting guna klasifikasi
jenis leukosit. Kesalahan yang umunya terjadi pada pelaksanaan praktikum ini adalah
pada saat pembuatan preparat apus darah dihasilkan film/apusan yang terlalu tebal
sehingga didapatkan sel-sel darah yang menumpuk yang akan menyulitkan untuk
menghitung dan pengamatan leukosit. Adapun prosedur pewarnaan harus dengan teliti
sehingga dihasilkan pewarnaan yang ideal.

Ulasan Video praktikum hemogram


Hemogram merupakan gambaran dari presentase macam-macam leukosit.
Leukosit terdiri dari dua macam yaitu granulosit dan agranulosit. Tujuan nya untuk
menentukan presentase dari tiap-tiap jenis leukosit. Yang dipersiapkan adalah
mirkohematokrit, gelas benda, mikroskop, pipet, kertas saring, pewarna giemsa, dan
methanol.
Cara kerja sebagai berikut: yang pertama adalah memepersiapkan darah tikus,
pegang ekor tikus pada kulit tengkuk dipegang antara jari telunjuk dan jari tengah,
masukkan tabung hematokrit daerah medial kantus sinus orbitalis, tampung dalam
gelas beker. Menggunakan pipet teteskan darah ke gelas benda pertama, ambil gelas
benda kedua geserkan gelas benda dua untuk membuat film tipis dan transparan.
Setelah kering sediaan apusan darah difiksasi dengan methanol 3-5 menit. Setelah
kering sediaan ditambahkan pewarna giemsa, tunggu hingga 20-30 menit lalu siswa
larutan dibuang dengan air mengalir.setelah sediaan aus kering dilakukan pengamatan
di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x10. Lalu dilakukan proses hitung dan
analisis morfologi jenis leukosit.
I. Kesimpulan
Secara keseluruhan dari praktikum hitung leukosit serta mengamati jenis
leukosit, kelompok kami mendapatkan jumlah limfosit paling tinggi dengan
presentase 50%, lalu disusul jumlah eusinofil sejumlah 20,8%, neutrofil 16,7%, dan
monosit 12,5%.

J. Pertanyaan
1. Sebutkan macam-macam leukosit yang saudara temukan pada praktikum ini
beserta ciri-cirinya! Dan persentase masing-masing.
Jawab:
Leukosit yang kami temukan pada praktikum ini adalah jumlah limfosit presentase
50%, lalu disusul jumlah eusinofil sejumlah 20,8%, neutrofil 16,7%, dan monosit
12,5%.
2. Adakah perbedaan fungsi dari masing-masing leukosit tersebut? Jelaskan!
Jawab:
Neutrophil berfungsi sebagai mekanisme pembentukan sel-sel leukosit,
membantu melawan infeksi, sekaligus melindungi tubuh dari ancaman berbagai
penyakit.
Eosinophil berfungsi melindungi tubuh dari serangan penyakit, serta melawan
parasit dan bakteri yang relatif besar, misalnya cacing. Eusinofil berfungsi sebagai
fagositosis dan menghasilkan antibody terhadap antigen yang dikeluarkan oleh
parasit.
Limfosit berfungsi sebagai menjaga sistem imunitas tubuh dengan memerangi
bakteri, virus, dan racun-racun yang masuk ke dalam tubuh agar terhindar dari
sakit.
Monosit berfungsi sebagai mekanisme pembentukan sel-sel leukosit, melawan
beberapa jenis infeksi, menyingkirkan sel dan jaringan rusak, serta meningkatkan
kekebalan tubuh terhadap benda asing. Di dalam jaringan monosit ini akan
berubah menjadi makrofag yang dapat memfagositosis benda-benda asing yang
masuk ke dalam tubuh.
3. Terangkan mekanisme pembentukan sel-sel leukosit tersebut dimulai dari sel-sel
mesenchymal!
Jawab:
Komponen sel dalam darah dibentuk dalam suatu proses yang dinamakan
hematopoiesis. Hematopoiesis terjadi sejak masa embrional, terbagi atas
hematopoiesis prenatal (terjadi selama dalam kandungan) dan hematopoiesis
postnatal. Hematopoiesis prenatal terdiri atas 3 fase: mesoblastik, hepatik, dan
mieloid. Fase mesoblastik berlangsung di yolk sac (saccus vitelinus), sedangkan
fase hepatik berlangsung mulai minggu keenam sampai kelahiran, berlangsung di
mesenkim hepar, dan mulai terjadi differensiasi sel. Fase mieloid berlangsung
dalam sumsum tulang pada usia 12-17 minggu, menandakan telah berfungsinya
sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah.
Organ yang berperan dalam proses hematopoiesis adalah sumsum tulang dan
organ retikuloendotelial (hati dan spleen). Sumsum tulang merah berperan dalam
pembentukan sel darah, sedangkan sumsum kuning hanya terisi lemak. Dalam
pembentukan sel darah terjadi 3 proses, yaitu: proliferasi, diferensiasi dan
maturasi. Sedangkan komponen yang terdapat dalam proses pembentukan sel
darah mencakup: stem sel, sel progenitor, dan sel prekursor. Seluruh komponen
sel darah berasal dari hematopoietic stem cells (HSC), yang bersifat multipoten
karena dapat berdiferensiasi dan terbagi menjadi beberapa proses terpisah yaitu
eritropoiesis, mielopoiesis (granulosit dan monosit), dan trombopoiesis
(trombosit). Hematopoiesis terjadi atas regulasi hematopoietic growth factor, yang
berperan dalam proses proliferasi, diferensiasi, supresi apoptosis, maturasi, dan
aktivasi fungsi saat terjadi hematopoiesis.
K. Daftar Pustaka
Adianto, M. 2013. Perbedaan Morfologi Sel Darah pada Pengecatan Giemsa yang
Diencerkan Menggunakan Aquadest dan Buffer pH 6,8. Semarang. Fakultas
Ilmu Keperawatan dan Kesehatan: UNIMUS.
Alawiyah, S.,S. 2016. Gambaran Hitung Jenis Leukosit dengan Pewarnaan
Kombinasi Giemsa dan Wright di Laboratorium Stikes Muhammadiyah Ciamis.
Ciamis : STIKES Muhammadiyah Ciamis.
Depkes, RI. 2006. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Jakarta:
Dirjen PPM & PL.
Effendi, Z. 2003. Peranan Leukosit sebagai Anti Inflamasi Alergik dalam Tubuh.
Medan. Fakultas Kedokteran: Universitas Sumatera Utara.
Hoffbrand A.V., Petit J.E., Moss P.A.H. 2012. Kapita Selekta Hematologi Edisi 4.
Jakarta : EGC.
Houwen, Berend. 2000. Blood Film Preparation and Staining Procedures. California
: Loma Linda University School of medicine.
Isnaeni,Wiwi. 2020. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan . Semarang : UNNES.
Kiswari, R. 2014. Hematologi & Transfusi. Jakarta : Erlangga.
Mansyur, A. 2015. Penuntun Praktikum Hematologi. Makassar. Fakultas Kedokteran:
UNHAS.
Mulyono. 2006. Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Nugraha, G. 2015. Panduan Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Jakarta :Trans
Info Media.
Onggowaluyo, J.,S. 2001. Parasitologi Medic 1 (Helmintologi) : Pendekatan Aspek
Identifikasi, Diagnose, dan Klinis. Jakarta :EGC.
Sutedjo, A. 2006. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Pemeriksaan Hasil
Laboratorium Edisi Revisi. Yogyakarta :Amara Books.
Sadikin, M. 2002. Biokimia Darah. Jakarta : Widiya Medika.
Tarwoto, W. 2008. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Hematologi.
Jakarta Timur :Trans Info Media.
Elizabeth, Ruth dan Enny Probosari. 2015. Pengaruh Pemberian Sari Batang (Ananas
comosus) Terhadap Jumlah Limfosit Tikus Wistar Yang Diberi Paparan Asap
Rokok. Journal of Nutrition College. Vol 4. No 2. Semarang: FK UNDIP
4. Lampiran

Hasil pengamatan yang dihitung jenis


leukositnya

Pembuatan apusan darah di atas kaca


preparat

Anda mungkin juga menyukai