HEMOGRAM
Selasa, 12 Oktober 2020
Kelompok 5 :
Fina Ryan Lestari (4401418020)
Umi Rizqiyani (4401418039)
Nurul Aulia Zahra (4401418064)
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
HEMOGRAM
Bahan :
1. Kertas saring
2. Pewarna Giemsa, berfungsi sebagai pewarna yang umum digunakan dalam
pembuatan sediaan apus agar sediaan terlihat lebih jelas. Pewarnaan ini sering
disebut juga pewarnaan Romanowski.
3. Larutan Buffer berfungsi untuk mempertahankan pH larutan saat ditambahkan
asam/basa lemah dalam jumlah relatif sedikit.
4. Aceton/methanol, digunakan sebagai pelarut.
E. Cara Kerja
F. Hasil Pengamatan
Praktikan 1 (Fina Ryan Lestari)
Slide Limfosit Monosit Neutrophil Basophil Eusinofil Jumlah
B1 - - 1 - 1 2
B2 2 - - - 1 3
B3 2 1 - - - 3
Jumlah 8
Tabel a.1 (hasil hitung leukosit praktikan 1)
Praktikan 2 (Umi Rizqiyani)
Slide Limfosit Monosit Neutrophil Basophil Eusinofil Jumlah
leukosit
B1 - - 2 - - 2
B2 2 - - - 1 3
B3 2 1 - - - 3
Jumlah 8
Tabel a.2 (hasil hitung leukosit praktikan 2)
Praktikan 3 (Nurul Aulia Z.)
Slide Limfosit Monosit Neutrophil Basophil Eusinofil Jumlah
B1 - - 1 - 1 2
B2 2 - - - 1 3
B3 2 1 - - - 3
Jumlah 8
Tabel a.3 (hasil hitung leukosit praktikan 3)
G. Pengolahan dan Analisis Data
Berdasarkan data hasil perhitungan jumlah leukosit masing-masing praktikan
menghasilkan hasil hitung yang berbeda-beda. Pada praktikan 1 (Fina Ryan L.)
menghasilkan total leukosit 8 sel dengan jenisnya yaitu 1 neutrofil, 1 monosit, 4
limfosit, dan 2 eusinofil. Sedangkan pada praktikan 2 (Umi Rizqiyani) mendapatkan 8
leukosit yang terdiri dari 2 neutrofil, 4 limfosit, 1 monosit, dan 1 eusinofil. Sedangkan
pada praktikan 3 (Nurul Aulia Z.) menghasilkan jumlah leukosit yaitu 8 yang terdiri
dari 1 neutrofil, 1 monosit, 4 limfosit, dan 2 eusinofil.
Analisis kuantitaif
Analisis kuantitatif yang dilakukan selanjutnya yaitu dengan menghitung presentase
tiap-tiap jenis leukosit yang dihasilkan tiap praktikan, yaitu sebagai berikut:
Limfosit 50%+50%+50%
= 50%
3
Neutrophil 12,5%+12,5%+25%
= 16,7%
3
Monosit 12,5%+12,5%+12,5%
= 12,5%
3
Eusinofil 12,5%+25%+25%
= 20,8%
3
H. Pembahasan
Praktikum hemogram yang merupakan perhitungan jumlah leukosit serta
mengamati morfologi leukositnya untuk menentukan jenisnya memiliki beberapa hal
yang harus diperhatikan mulai dari pembuatan preparatnya, perhitungan jumlah
leukositnya, dan pengamatan morfologi leukositnya. Semua proses yang dilakukan
pada praktikum ini harus dilakukan dengan teliti agar menghasilkan data perhitungan
dan pengamatan dengan kesalahan relatif yang kecil. Namun, seringkali beberapa hal
terjadi selama proses praktikum yang bisa menyebabkan munculnya permasalahan
seperti leukosit kurang jelas terwarnai, kontras warna inti sel leukosit kurang jelas
sehingga bisa menimbulkan kesalahan saat menentukan jenis leukosit.
Leukosit atau sel darah putih memiliki ciri khas sel yang berbeda-beda,
ukurannya lebih besar dari eritrosit, tidak berwarna dan dapat melakukan pergerakan
dengan bantuan kaki semu (pseudopodia) dengan masa hidup 13-20 hari (Nugraha,
2015). Umumnya sel leukosit dibagi menjadi dua yaitu granulosit dan agranulosit.
Granulosit yaitu yang mempunyai granula khas, terdiri dari neutrofil, eosinofil dan
basofil. Sedangkan agranulosit adalah yang tidak mempunyai granula khas,
diantaranya limfosit dan monosit (Kiswari, 2014).
Namun pada praktikum ini kelompok kami dengan preparat slide B (1,2,3)
didapatkan hanya beberapa jenis leukosit tidak semua leukosit ada dalam satu bidang
pandang slide yang tersedia. Kelompok kami mendapatkan dua jenis leukosit yaitu
granulasit dan agranulosit. Pada leukosit granulosit, kelompok kami mendapatkan
neutrophil dan eusinofil. Pada leukosit agranulosit kelompok kami mendapatkan
monosit dan limfosit.
Ada dua praktikan yaitu praktikan 1 (Fina Ryan L.) dan praktikan 3 (Nurul
Aulia Z.) yang mendapatkan hasil hitung serta pengamatan morfologi leukosit yang
sama sehingga presentase yang dihasilkan juga sama. Namun, pada praktikan 2 (Umi
Rizqiyani) mendapatkan hasil yang sedikit berbeda. Perbedaanya yaitu pada saat kami
mengamati slide B1, didapatkan ada dua leukosit, namun praktikan 1 dan 3 menilai
bahwa dua leukosit itu adalah neutrophil dan eusinofil. Sedangkan praktikan 2 menilai
bahwa pada slide B1 dua leukosit tersebut semuanya adalah neutrophil. Perbedaan ini
disebabkan karena presepsi tiap-tiap praktikan yang berbeda saat memandang objek
visual. Selain itu bahwa kondisi preparat yang teramati dibawah mikroskop dianatra
dua sel tersebut ada satu sel yang kurang jelas. Dimana kontras inti leukosit kurang
jelas sehingga praktikan memiliki perbedaan penilaian mengenai morofologi dan
lobus inti leukosit yang diamati.
Neutrofil
Neutrophil yang kami hitung menghasikan presentase sejumlah antar praktikan
yang sedikit berbeda. Praktikan 1 dan 3 mendapatkan presentase 12,5%. Sedangkan
pada praktikan 2 mendapatkan presentase 25%, sehingga didapatkan presentase
kelompok 16,7%.
Neutrofil juga disebut granulosit karena berisi enzim yang mengandung
granul-granul, jumlahnya paling banyak. Pada teori bahwa neutrofil memiliki granula
kecil berwarna merah muda dalam sitoplasmanya. Namun pada yang kelompok kami
amati tidak begitu jelas granulanya serta warna granulanya, hanya saja sitoplasma
keruh yang kemungkinan merupakan efek dari keberadaan granula-granula.
Nukleusnya memiliki tiga sampai lima lobus. Neutrofil membantu melindungi tubuh
melawan infeksi bakteri dan jamur dan mencerna benda asing sisa-sisa peradangan.
Granula neutrofil berbentuk butiran halus tipis dengan sifat netral sehingga
terjadi percampuran warna asam (eosin) dan warna basa (metilen biru), sedang pada
granula menghasilkan warna ungu atau merah muda yang samar.
Serta dijelaskan oleh Kiswari (2014) bahwa Ada dua macam netrofil yaitu
neutrofil batang (stab) dan neutrofil segmen (polimorfonuklear). Pada hasil
pengamatan kelompok kami, tidak bisa membedakan manakah netrofil batang dan
manakah netrofil segmen karena keterbatasan kualitas foto yang tersedia sehingga
tidak memungkinkan untuk mengamati sampai sedetail pengelompokkan neutrofil
batang dan segmen.
Meskipun begitu untuk kepentingan pengetahuan alangkah baiknya jika kita
tahu mengenai jenis-jenis neutrophil. Neutrofil batang merupakan bentuk muda dari
neutrofil segmen sering disebut sebagai neutrofil tapal kuda karena mempunyai inti
berbentuk seperti tapal kuda. Seiring dengan proses pematangan, bentuk intinya akan
bersegmen dan akan menjadi neutrofil segmen. Sel neutrofil mempunyai sitoplasma
luas berwarna merah muda pucat dan granula halus berwarna ungu (Riswanto,2013).
Neutrofil segmen mempunyai granula sitoplasma yang tampak tipis (pucat),
sering juga disebut neutrofil polimorfonuklear karena inti selnya terdiri atas 2-5
segmen (lobus) yangbentuknya bermacam-macam dan dihubungkan dengan benang
kromatin. Jumlah neutrofil segmen yaitu sebanyak 3-6, dan bila lebih dari 6
jumlahnya maka disebut dengan neutrofil hipersegmen (Kiswari,2014).
Eusinofil
Pada kelompok kami hanya praktikan 1 dan 3 yang menilai bahwa pada slide
B1 terdapat eusinofil. Namun pada perhitungan di slide B2 semua praktikan
mendapatkan eusinofil sejumlah satu. Sehingga presentase jumlah eusinofil hasil
hitung praktikan 1 dan 3 adalah 25%, sedangkan pada praktikan 2 mendapatkan
presentase 12,5%. Sehingga total presentase jumlah eusinofil keseluruhan adalah 20,8
%.
Eusinofil pada morfologi aslinya memiliki granula sitoplasma yang kasar dan
besar, dengan pewarnaan oranye kemerahan. Namun pada foto pengamatan tidak bisa
teramati warna granulanya. Sel ini memiliki nukleus berlobus dua.
Eusinofil bergranula sitoplasma lebih kasar dan berwarna merah orange.
Warna kemerahan disebabkan adanya senyawa protein kation (yang bersifat basa)
mengikat zat warna golongan anilin asam seperti eosin, yang terdapat pada pewarnaan
Giemsa. Granulanya sama besar dan teratur seperti gelembung dan jarang ditemukan
lebih dari 3 lobus inti. Eusinofil berfungsi sebagai fagositosis dan menghasilkan
antibody terhadap antigen yang dikeluarkan oleh parasit. Masa hidup eosinofil lebih
lama dari neutrofil yaitu sekitar 8-12 jam (Kiswari,2014).
Limfosit
Pada limfosit yang termati pada kelompok kami yaitu pada slide B2 dan B3.
Morfologi limfosit yang teramati yaitu tidak bergranula, inti hampir memenuhi sel
berbentuk bulat dan padat. Efendi (2003) menjelaskan bahwa sitoplasma limfosit
bersifat basa lemah dan berwarna biru muda pada sediaan yang terpulas.
Limfosit merupakan jenis leukosit terbanyak yang didapatkan pada
pengamatan oleh kelompok kami dengan presentase keseluruhan yaitu 50%. Kadar
limfosit tinggi biasanya menjadi pertanda adanya infeksi, termasuk yang disebabkan
virus atau bakteri. Namun beberapa kondisi lain, seperti peradangan dan konsumsi
obat tertentu, juga bisa menyebabkan kadar limfosit meningkat.
Limfosit B berasal dari sel stem di dalam sumsum tulang dan tumbuh menjadi
sel plasma, yang menghasilkan antibodi. Di dalam kelenjar thymus, limfosit T
membedakan mana benda asing dan mana bukan benda asing. Limfosit T dewasa
meninggalkan kelenjar thymus dan masuk ke dalam pembuluh getah bening dan
berfungsi sebagai bagian dari sistem pengawasan kekebalan.
Monosit
Jenis monosit yang dihitung oleh kelompok kami memiliki presentase yaitu
12,5%. Kemudian jenis leukosit monosit yang teramati pada kelompok kami yaitu
pada slide B3. Monosit yang teramati tidak begitu jelas, namun untuk bagian intinya
masih bisa dikenali yaitu berbentuk tapal kuda seperti ada lekukan. Monosit tidak
memiliki granula. Inti sel berwarna biru.
Effendi (2003) menjelaskan bahwa pada monosit ditemui retikulum
endoplasma sedikit. Juga ribosom, poliribosom sedikit, banyak mitokondria. Aparatus
Golgi berkembang dengan baik, ditemukan mikrofilamen dan mikrotubulus pada
daerah identasi inti.
Hasil dari presentase jumlah monosit yang didaptkan yaitu 12,5%. Jumlah
monosit yang masuk dalam perhitungan lebih sedikit dibanding jumlah limfosit yang
telah kelompok kami. Di dalam jaringan monosit ini akan berubah menjadi makrofag
yang dapat memfagositosis benda-benda asing yang masuk ke dalam tubuh.
Sediaan apus darah tepi merupakan suatu pemeriksaan untuk menghitung jenis
dan mengidentifikasi morfologi darah (Houwen, Berend 2000). Apusan darah tepi
sangat penting dalam bidang hematologi, bukan saja berkaitan dengan morfologi sel
darah, tetapi juga dapat memberi petunjuk keadaan hematologik yang semula tidak
diduga Sediaan apus darah tepi dapat diwarnai dengan berbagai macam metode
termasuk larutan-larutan yang sederhana antara lain pewarnaan giemsa, pewarnaan
acid fast, pewarnaan garam, pewarnaan wright, dan lain-lain (Maskoeri,2008).
Pada penjelasan video ada proses fiksatif pada pembuatan preparat apusnya.
Fiksatif yang digunakan dalam pembuatan preparat apus darah adalah fiksatif
sederhana, hanya menggunakan satu macam fiksatif yaitu metil alcohol. Fiksasi pada
sel darah bertujuan untuk mematikan elemen-elemen sel dengan mempertahankan
bentuk, struktur, maupun ukuran sel. Zat warna yang digunkaan dalam pembuatan
preparat apus darah adalah giemsa 3% yang akan mewarnai membrane sel dan inti sel
darah, namun dengan tingkat yang berbeda. Inti sel akan mempunyai daya ikat yang
lebih tinggi terhdap zat warna giemsa dibandingkan dengan daya ikat membrane sel
darah.
Giemsa adalah zat warna yang terdiri dari eosin dan metil azur, yang memberi
warna merah muda pada sitoplasma dan methylen blue pada inti leukosit. Pewarnaan
Giemsa disebut juga pewarnaan Romanowski. Metode pewarnaan ini banyak
digunakan untuk mempelajari morfologi sel-sel darah, sel-sel lien, sel-sel sumsum dan
juga untuk mengidentifikasi parasit-parasit darah (Maskoeri, 2008).
Salah satu yang harus diperhatikan dalam pewarnaan Giemsa yang baik adalah
ketepatan pH buffer. pH basa atau alkali akan mempertegas komponen azure
(methylen blue) terhadap komponen eosin sedangkan pH asam atau acid akan
mempertegas komponen eosin terhadap komponen azure (methylen blue). Pengencer
Giemsa idealnya mempunyai pH 6,8 agar tidak berpengaruh pada pewarnaan
morfologi sel darah. Biasanya pada keperluan bidang kedoketran, kelainan morfologi
leukosit salah satunya adalah granulasi toksik, yaitu granula sitoplasma terwarnai
lebih mencolok dan lebih kasar pada sitoplasma neutrofil pasien yang terinfeksi berat.
Ketika dilakukan pewarnaan dengan konsentrasi pH buffer yang terlalu asam, maka
secara mikroskopik granulasi toksik akan tampak seperti neutrofil biasa. Sebaliknya,
apabila konsentrasi pH buffer terlalu basa maka neutrofil biasa akan tampak seperti
granulasi toksik.
Pengencer buffer dengan pH yang rendah atau kurang dari 6,8 mengakibatkan
leukosit tidak sempurna menyerap pewarna Giemsa dikarenakan terlalu asam
sehingga kromatin inti yang seharusnya berwarna ungu hanya terbentuk sebagian di
tengah inti, dan sebagian berwarna merah, leukosit juga akan menampakkan bagian-
bagian yang kurang jelas. Sebaliknya pada pengencer buffer dengan pH tinggi atau
lebih dari 6,8 dengan basa yang kuat mengakibatkan leukosit terlalu banyak menyerap
methylen blue sehingga sitoplasma semakin pekat dan granula semakin gelap
(Adianto, 2013).
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat melakukan pemeriksaan hitung jumlah
leukosit yaitu dimulai dari pembuatannya sediaannya. Pembuatan sediaan darah apus
menggunakan object glass (kaca objek). Kaca Objek yang akan dipakai harus yang
kering, bebas debu dan bebas lemak. Untuk menggeserkan darah kepada kaca itu
pakailah kaca objek lain yang sisi pendeknya rata sekali. Sediaan apus hendaknya
cepat mengering pada kaca, sediaan yang lambat mongering umpamanya oleh udara
lembab sering mengalami perubahan morfologi sel-sel darah yang akan diperiksa.
Kualitas giemsa mempengaruhi hasil pewarnaan pada sedian apus darah.
Kualitas giemsa dikatakan baik apabila giemsa dibuat baru dan dikatakan kurang
apabila giemsa yang sudah disimpan lebih dari 1 hari.
J. Pertanyaan
1. Sebutkan macam-macam leukosit yang saudara temukan pada praktikum ini
beserta ciri-cirinya! Dan persentase masing-masing.
Jawab:
Leukosit yang kami temukan pada praktikum ini adalah jumlah limfosit presentase
50%, lalu disusul jumlah eusinofil sejumlah 20,8%, neutrofil 16,7%, dan monosit
12,5%.
2. Adakah perbedaan fungsi dari masing-masing leukosit tersebut? Jelaskan!
Jawab:
Neutrophil berfungsi sebagai mekanisme pembentukan sel-sel leukosit,
membantu melawan infeksi, sekaligus melindungi tubuh dari ancaman berbagai
penyakit.
Eosinophil berfungsi melindungi tubuh dari serangan penyakit, serta melawan
parasit dan bakteri yang relatif besar, misalnya cacing. Eusinofil berfungsi sebagai
fagositosis dan menghasilkan antibody terhadap antigen yang dikeluarkan oleh
parasit.
Limfosit berfungsi sebagai menjaga sistem imunitas tubuh dengan memerangi
bakteri, virus, dan racun-racun yang masuk ke dalam tubuh agar terhindar dari
sakit.
Monosit berfungsi sebagai mekanisme pembentukan sel-sel leukosit, melawan
beberapa jenis infeksi, menyingkirkan sel dan jaringan rusak, serta meningkatkan
kekebalan tubuh terhadap benda asing. Di dalam jaringan monosit ini akan
berubah menjadi makrofag yang dapat memfagositosis benda-benda asing yang
masuk ke dalam tubuh.
3. Terangkan mekanisme pembentukan sel-sel leukosit tersebut dimulai dari sel-sel
mesenchymal!
Jawab:
Komponen sel dalam darah dibentuk dalam suatu proses yang dinamakan
hematopoiesis. Hematopoiesis terjadi sejak masa embrional, terbagi atas
hematopoiesis prenatal (terjadi selama dalam kandungan) dan hematopoiesis
postnatal. Hematopoiesis prenatal terdiri atas 3 fase: mesoblastik, hepatik, dan
mieloid. Fase mesoblastik berlangsung di yolk sac (saccus vitelinus), sedangkan
fase hepatik berlangsung mulai minggu keenam sampai kelahiran, berlangsung di
mesenkim hepar, dan mulai terjadi differensiasi sel. Fase mieloid berlangsung
dalam sumsum tulang pada usia 12-17 minggu, menandakan telah berfungsinya
sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah.
Organ yang berperan dalam proses hematopoiesis adalah sumsum tulang dan
organ retikuloendotelial (hati dan spleen). Sumsum tulang merah berperan dalam
pembentukan sel darah, sedangkan sumsum kuning hanya terisi lemak. Dalam
pembentukan sel darah terjadi 3 proses, yaitu: proliferasi, diferensiasi dan
maturasi. Sedangkan komponen yang terdapat dalam proses pembentukan sel
darah mencakup: stem sel, sel progenitor, dan sel prekursor. Seluruh komponen
sel darah berasal dari hematopoietic stem cells (HSC), yang bersifat multipoten
karena dapat berdiferensiasi dan terbagi menjadi beberapa proses terpisah yaitu
eritropoiesis, mielopoiesis (granulosit dan monosit), dan trombopoiesis
(trombosit). Hematopoiesis terjadi atas regulasi hematopoietic growth factor, yang
berperan dalam proses proliferasi, diferensiasi, supresi apoptosis, maturasi, dan
aktivasi fungsi saat terjadi hematopoiesis.
K. Daftar Pustaka
Adianto, M. 2013. Perbedaan Morfologi Sel Darah pada Pengecatan Giemsa yang
Diencerkan Menggunakan Aquadest dan Buffer pH 6,8. Semarang. Fakultas
Ilmu Keperawatan dan Kesehatan: UNIMUS.
Alawiyah, S.,S. 2016. Gambaran Hitung Jenis Leukosit dengan Pewarnaan
Kombinasi Giemsa dan Wright di Laboratorium Stikes Muhammadiyah Ciamis.
Ciamis : STIKES Muhammadiyah Ciamis.
Depkes, RI. 2006. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Jakarta:
Dirjen PPM & PL.
Effendi, Z. 2003. Peranan Leukosit sebagai Anti Inflamasi Alergik dalam Tubuh.
Medan. Fakultas Kedokteran: Universitas Sumatera Utara.
Hoffbrand A.V., Petit J.E., Moss P.A.H. 2012. Kapita Selekta Hematologi Edisi 4.
Jakarta : EGC.
Houwen, Berend. 2000. Blood Film Preparation and Staining Procedures. California
: Loma Linda University School of medicine.
Isnaeni,Wiwi. 2020. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan . Semarang : UNNES.
Kiswari, R. 2014. Hematologi & Transfusi. Jakarta : Erlangga.
Mansyur, A. 2015. Penuntun Praktikum Hematologi. Makassar. Fakultas Kedokteran:
UNHAS.
Mulyono. 2006. Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Nugraha, G. 2015. Panduan Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Jakarta :Trans
Info Media.
Onggowaluyo, J.,S. 2001. Parasitologi Medic 1 (Helmintologi) : Pendekatan Aspek
Identifikasi, Diagnose, dan Klinis. Jakarta :EGC.
Sutedjo, A. 2006. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Pemeriksaan Hasil
Laboratorium Edisi Revisi. Yogyakarta :Amara Books.
Sadikin, M. 2002. Biokimia Darah. Jakarta : Widiya Medika.
Tarwoto, W. 2008. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Hematologi.
Jakarta Timur :Trans Info Media.
Elizabeth, Ruth dan Enny Probosari. 2015. Pengaruh Pemberian Sari Batang (Ananas
comosus) Terhadap Jumlah Limfosit Tikus Wistar Yang Diberi Paparan Asap
Rokok. Journal of Nutrition College. Vol 4. No 2. Semarang: FK UNDIP
4. Lampiran