Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

RESPIRASI
Selasa, 20 Oktober 2020

Kelompok 5 :

Fina Ryan Lestari (4401418020)


Umi Rizqiyani (4401418039)
Nurul Aulia Zahra (4401418064)

Rombel Pendidikan Biologi A 2018

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
RESPIRASI

A. Tanggal Praktikum: Selasa, 20 Oktober 2020


B. Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk membuktikan bahwa respirasi menghasilkan
karbondioksida
C. Landasan Teori
Sistem respirasi memiliki berfungsi untuk memasok oksigen ke dalam tubuh
serta membuang karbondioksida dari dalam tubuh. Penyerapan oksigen terjadi oleh
difusi seperti halnya sebagian besar pengeluaran CO2 (Brauner, 2017). Respirasi
memiliki dua macam, yaitu respirasi internal dan respirasi eksternal. Respirasi
eksternal merupakan pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara paru-paru dan
darah di kapiler paru melalui cairan interstitial, sedangkan respirasi internal
merupakan pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah dalam kapiler
sistemik dan sel-sel melalui cairan interstitial. Karena sel-sel metabolisme terus-
menerus mengonsumsi oksigen dan menghasilkan karbon dioksida, konsentrasi
oksigen akan lebih rendah dan konsentrasi karbon dioksida akan lebih tinggi dari pada
yang ada di dalam darah arteri menuju sel, sementara karbon dioksida berdifusi dari
sel menuju darah (Majumder, 2015). Kebanyakan hewan bergantung pada
ketersediaan oksigen untuk kehidupan mereka, dimana oksigen merupakan salah satu
faktor utama dalam budidaya yang juga mempengaruhi metabolisme. Tingkat
metabolisme hewan merupakan variabel yang dapat dipengaruhi dari dalam (misalnya
bobot tubuh) maupun luar (misalnya ketersediaan oksigen, suhu, dan asupan
makanan) (Chabot et al., 2016; Rosewarneet al., 2016). Pada kebanyakan hewan air,
tingkat metabolisme aerobik dapat diperkirakan secara tidak langsung dari
pengukuran tingkat konsumsi oksigen atau laju respirasi (Prakoso & Young, 2017).
Tubuh ikan dapat merespon perubahan lingkungan karena dilengkapi alat
penerima rangsang (indera), baik fisik maupun kimia. Misalnya mata, bertugas untuk
menentukan perubahan cahaya, linea lateral merekam perubahan arus dan
gelombang, telinga dalam merekam perubahan arah dan gravitasi, indera pembau dan
pengecap. Perubahan lingkungan yang direkam alat indra tersebut dilaporkan ke otak
untuk selanjutnya dilakukan penyesuaian dengan cara perubahan tingkah laku atau
metabolisme untuk mengatasi gangguan keseimbangan (Fujaya, 2005).
Perubahan pH yang terjadi dapat mempengaruhi siklus kehidupan biota yang
ada diperairan termasuk ikan. Tidak semua mahluk bisa bertahan terhadap perubahan
nilai pH, untuk itu alam telah menyediakan mekanisme yang unik agar perubahan
tidak terjadi atau terjadi tetapi dengan cara perlahan (Sary, 2006).
Laju respirasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu usia, berat
badan, jenis kelamin, suhu, aktivitas, dan emosi. Semakin tua usia organisme, maka
semakin sedikit pula respirasi yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan oleh penurunan
regenerasi sel. Semakin berat suatu organisme maka semakin banyak respirasi yang
dibutuhkan, disebabkan jumlah sel yang lebih banyak. Pada organisme betina, laju
respirasinya lebih besar dikarenakan sistem hormonal betina lebih kompleks
dibandingkan jantan. Semakin tinggi suhu maka semakin banyak respirasi yang
dibutuhkan karena H2O yang dihasilkan oleh respirasi berguna untuk menurunkan
suhu internal tubuh. Apabila aktivitas yang dilakukan suatu organisme meningkat
maka respirasi yang dibutuhkan menjadi lebih banyak karena meningkatnya
kebutuhan energi. Semakin tinggi emosi maka semakin banyak respirasi yang
dilakukan karena adanya hormon-hormon yang mempengaruhi metabolisme (Isnaeni,
2019). Pada ikan, organisme ini memiliki kemampuan berbeda-beda dalam
menoleransi suhu dalam suatu perairan. Ketika terjadi induksi suhu dalam suhu
perairan, maka akan ada tekanan terhadap perairan dan ekosistem, dan ikan pun
secara otomatis akan mendapatkan tekanan. Saat tekanan terjadi, ikan akan
beradaptasi terhadap lingkungannya dengan cara berpindah tempat (shifting) yang
masih bisa dijangkaunya (Iha et al., 2017).

D. Alat dan Bahan


Alat :
1. Bak plastik, sebagai tempat ikan
2. Gelas plastik bekas, sebagai wadah larutan
3. Sendok, untuk mengaduk larutan

Bahan :

1. Ikan bersisik, sebagai makhluk hidup yang diamati


2. Kapur Sirih (Enjet), sebagai larutan basa yang digunakan sebagai indikator adanya
karbondioksida pada praktikum respirasi
3. Indikator basa (sari kunyit), untuk mengetahui pH larutan

E. Cara Kerja

1. Membuat larutan kapur sirih

2. Menyiapkan 3 buah wadah (gelas plastik bekas). Mengisi satu wadah


dengan air biasa, dan mengisi 2 buah wadah lainnya dengan air kapur
encer (sekitar 10%).

3. Memasukkan ke dalam cairan di tiga wadah tersebut, masing-masing


dengan 4 tetes sari kunyit.

4. Mencatat apa yang terjadi pada cairan di ketiga wadah tadi.

5. Memasukkan 3 ekor ikan ke dalam air kapur pada wadah yang ketiga,
ikan dengan ukuran yang sesuai ukuran wadah. Membiarkannya selama
15 menit.
6. Mengamati, dan mencatat hal yang terjadi pada ketiga cairan di ketiga
wadah.

7. Jika tidak menemukan ikan maka dapat meniup cairan tersebut dnegan
sedotan selama 10-15 menit kemudian mengamati serta mencatat
perubahan yang terjadi

8. Menganalisis hasil pengamatan dan merumuskan kesimpulannya

F. Hasil Pengamatan

Praktikan 1 (Fina Ryan L)


Perubahan
Wadah 4 tetes kunyit Kondisi awal 3 ekor ikan yang terjadi

Wadah A Air berwarna Air berwarna


(Air biasa) √ X kuning
kuning
Wadah B Air berwarna
Air berwarna
(Air kapur √ X oranye
oranye
encer 10%)
Wadah C Air berwarna
(Air kapur oranye sedikit
encer 10%) Air berwarna jernih dan
√ √ berbusa dan
oranye
ada sedikit
endapan

Tabel a (data praktikan 1)

Praktikan 2 (Umi Rizqiyani)

Perubahan Perubahan
Wadah 4 tetes kunyit 3 ekor ikan yang terjadi
yang terjadi
Wadah A Air berwarna Tidak ada
(Air biasa) √ X perubahan
kuning
Wadah B Tidak
Air berwarna
(Air kapur √ X perubahan
oranye
encer 10%)
Wadah C Air berwarna
Air berwarna
(Air kapur √ √ oranye
oranye jernih
encer 10%) menjadi keruh
dan terdapat
endapan. Ikan
menjadi
cemas,
bergerombol,
lendir kulit
menjadi
banyak,
berusaha
meloncat
keluar wadah
dan akhirnya
mati.

Tabel b. (data praktikan 2)

Praktikan 3 (Nurul Aulia Z)

Perubahan Perubahan
Wadah 4 tetes kunyit 3 ekor ikan yang terjadi
yang terjadi
Wadah A Air berwarna Tidak terjadi
(Air biasa) √ X perubahan
kuning
Wadah B Tidak terjadi
Air berwarna
(Air kapur √ X perubahan
kuning
encer 10%)
Wadah C Air berwarna
(Air kapur Air berwarna oranye sedikit
encer 10%) √ √ keruh, kondisi
oranye
ikan lemas.

Tabel c. (data praktikan 3)

G. Analisis Data
Berdasarkan data yang telah diperoleh, pada tabel a, b, dan c menunjukan
bahwa keseluruhan praktikan menghasilkan perubahan pada air kapur+kunyit dari
yang semula berwarna oranye jernih menjadi oranye keruh dengan sedikit endapan.
Pada praktikan 1 setelah 15 menit, muncul busa pada airnya. Pada praktikan 2
mengamati bahwa ketiga ikan memunculkan perilaku seperti bergerombol, gerakan
operculum semakin cepat, serta lender di kulit semakin banyak.
Pada praktikan 1 dan 2 kondisi ikan setelah dijadikan bahan praktikum dari
awalnya hidup dan aktif berespirasi menjadi mati setelah 15 menit diletakan
dilingkungan air berkapur. Sedangkan pada praktikan 3, ikan tidak mengalami
kematian hanya saja mengalami kelemahan bergerak. Pada praktikan 2 saat waktu
berjalan 10 menit, ikan seperti berusaha melompat keluar dari wadah, serta ketika
tubuhnya dipegang lender tubuhnya menjadi lebih banyak.
Mengenai perubahan dari air berwarna oranye jernih menjadi keruh hal ini
dapat dianalisis sebagai berikut:
 Saat dilarutkan dengan air, maka kapur bubuk (CacO3) akan bereaki dengan
air menjadi air kapur (Ca(OH)2), air, serta CO2. Untuk mengetahui apakah zat
kapur sudah bereaksi atau belum dengan air, maka digunakan indikator alami
yaitu sari kunyit. Sari kunyit bisa menjadi indikator asam basa, jika bereaksi
dengan larutan basa, maka warna sari kunyit yang awlanya berwarna kuning
cerah menjadi oranye.
 Indikator yang paling mudah dan murah mendeteksi atau mengukur secara
kualitatif kadar CO2 pernapasan ikan adalah air kapur. Bila air kapur berekasi
dengan CO2 maka akan terbentuk butiran kapur. Bila butiran kapur masih
bercampur (belum mengendap) maka air kapur terlihat menjadi keruh.

 Bila air kapur bereaksi kembali dengan CO2 yang merupakan hasil respirasi ikan
maka akan terbentuk lagi butiran kapur yang akhirnya akan mengendap. Reaksi:

 Dari percobaan tadi, ketika ikan respirasi di air kapur dan mengeluarkan udara
sisa pernapasan, karbondioksida yang terkandung di udara yang kami tiupkan
bereaksi dengan kalsium hidroksida di air kapur dan menghasilkan kalsium
karbonat, senyawa yang menyebabkan air kapur menjadi keruh.

H. Pembahasan
Pada praktikum respirasi bertujuan untuk membuktikan bahwa respirasi
menghasilkan karbondioksida. Pada praktikum ini didapatkan hasil yaitu pada
keseluruhan praktikan pada wadah A yang berisi air biasa kemudian ditambahkan sari
kunyit berubah warna menjadi kuning. Hal ini membuktikan bahwa air biasa tersebut
bersifat netral. Kemudian pada wadah B yang berisi air kapur 10% ditambahkan
dengan sari kunyit kemudian berubah menjadi oranye. Hal tersebut menandakan
bahwa larutan kapur tersebut bersifat basa. Kemudian dibiarkan selama 15 menit
tanpa dimasuki ikan, warnanya tetap. Kemudian pada wadah C yang berisi air kapur
10% ditambahkan dengan sari kunyit berubah warna manjadi orange. Hal tersebut
menandakan bahwa larutan kapur tersebut bersifat basa. Kemudian pada wadah C
dimasukkan ikan dan setelah 15 menit, larutan berubah menjadi sedikit jernih dan ada
sedikit endapan. Hal tersebut membuktikan bahwa respirasi menghasilkan
karbondioksida.
Pada tabel a,b,c, yang disajikan pada hasil pengamatan menunjukan bahwa
semua praktikan mendapatkan hasil yang sama yaitu air kapur+kunyit yang semula
jernih menjadi keruh serta terdapat endapan. Pada praktikan 1 mengamati bahwa pada
wadah 3 timbul busa-busa air di permukaan airnya yang merupakan hasil dari
respirasi ketiga ikan. Sedangkan pada praktikan 2 mengamati perilaku ikan selama
diletakan di air kapur+kunyit tersebut, dimana ketiga ikan pergerakannya menjadi
cemas, cenderung bergerombol, lendir kulitnya menjadi banyak, serta beberapa kali
berusaha meloncat keluar. Kondisi ikan praktikan 1 dan 2 semuanya mati. Sementara
itu pada praktikan 3 mengamati bahwa terdapat endapan namun tidak begitu banyak,
kondisi ketiga ikannya tetap bertahan hidup meskipun dalam kondisi lemas, hal ini
dimungkinkan bahwa tingkat ketahanan ikan praktikan 3 lebih baik dibandingkan ikan
yang dimiliki oleh praktikan 1 dan 2. Meskipun pergerakan operkulum bukan menjadi
fokus pengamatan pada praktikum ini namun dari maising-masing praktikan
mengamati bahwa ikan-ikannya memiliki pergerakan operkulum yang semakin
meningkat setelah diletakan di air kapur+kunyit.
Pada praktikum ini dilakukan untuk mengetahui respirasi menghasilkan
karbondioksida dengan memasukkan 3 ekor ikan ke dalam air kapur. Air kapur
digunakan sebagai indikator adanya karbondioksida dalam air dan indikator alami
(sari kunyit) sebagai indikator adanya suasana basa pada air. Kapur yang dilarutkan
kedalam air akan menghasilkan larutan kapur dengan reaksi :
CaO + 𝐻2 O  Ca(𝑂𝐻)2
Kapur air larutan kapur
Pada saat ikan dimasukkan kedalam air kapur, ikan akan menggerakkan
operkulumnya dengan sangat cepat dan bergerak hiperaktif. Hal ini dikarenakan
kandungan oksigen sangat sedikit sehingga ikan melakukan adaptasi dnegan
pergerakan operkulum yang cepat dan hiperaktif agar sirkulasi segera terjadi. Dengan
begitu maka ikan akan menghasilkan banyak 𝐶𝑂2 hasil respirasi. Larutan kapur akan
berikatan dengan 𝐶𝑂2 dan membentuk endapan Ca𝐶𝑂3 , reaksinya yaitu sebagai
berikut:
Ca(𝑂𝐻)2 + 𝐶𝑂2  Ca𝐶𝑂3 + 𝐻2 O
Larutan kapur karbondioksida kapur (kalsium karbonat) air
Kondisi terbentuknya Ca𝐶𝑂3 akan membuat larutan menjadi keruh dengan
adanya butiran-butiran yang dihasilkan yang mengendap didasar air. Selain berikatan
dengan larutan kapur membentuk endapan, karbondioksida juga berikatan dengan air
(𝐻2 O) membentuk 𝐻2 𝐶𝑂3 yang berdampak pada menurunnya pH pada saat respirasi.
Reaksinya adalah sebagai berikut :
𝐻2 O + 𝐶𝑂2  𝐻2 𝐶𝑂3  𝐻 + + 𝐻𝐶𝑂3 −
Air karbondioksida asam karbonat
Pernapasan pada ikan merupakan proses pengambilan oksigen dan pelepasan
karbon dioksida. Untuk dapat bernapas maka diperlukan organ pernapasan. Pada ikan,
proses pernapasan umumnya dilakukan dengan menggunakan insang (branchia).
Insang berbentuk lembaran-lembaran tipis berwarna merah muda dan selalu lembap.
Bagian terluar dari insang berhubungan dengan air, sedang bagian dalam
berhubungan erat dengan kapiler-kapiler darah. Tiap lembaran insang terdiri dari
sepasang filamen dan tiap filamen mengandung banyak lapisan tipis (lamela). Pada
filamen terdapat pembuluh darah yang memiliki banyak kapiler, sehingga
memungkinkan O2 berdifusi masuk dan CO2 berdifusi keluar.
Proses pernapasan pada ikan adalah dengan cara membuka dan menutup mulut
secara bergantian dengan membuka dan menutup tutup insang. Pada waktu mulut
membuka, air masuk ke dalam rongga mulut sedangkan tutup insang menutup.
Oksigen yang terlarut dalam air masuk berdifusi ke dalam pembuluh kapiler darah
yang terdapat dalam insang. Dan pada waktu menutup, tutup insang membuka dan air
dari rongga mulut keluar melalui insang. Bersamaan dengan keluarnya air melalui
insang, karbondioksida dikeluarkan. Pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi
pada lembaran insang.
Berdasarkan reaksi tersebut, ion H mengakibatkan suasana menjadi asam
sehingga menyebabkan pH larutan tersebut menurun. Hal ini ditandai dengan
berubahnya warna yang awalnya oranye gelap menjadi oranye cerah. Sehingga terjadi
perubahan kontras warna yang merupakan indikasi adanya pergeseran pH air tersebut,
di dalamnya terjadi reaksi-reaksi ion yang terjadi menyebabkan kondisi elektrolit
cairan berubah.
Respon yang terjadi dalam tubuh organisme akuatik sehubungan dengan
adanya perubahan lingkungan dapat berupa respon biokimia, respon struktur sel,
respon fisiologis dan tingkah laku.
Perubahan pH secara mendadak ini teramati oleh praktikan 2 bahwa ketiga
ikannya ikan meloncat-loncat atau berenang sangat cepat dan tampak seperti
kekurangan oksigen hingga mati mendadak. Sementara itu berdasarkan salah satu
sumber teori bahwa perubahan pH secara perlahan akan menyebabkan lendir keluar
berlebihan, kulit menjadi keputihan dan mudah terkena bakteri (Lesmana, 2005).
Namun perlu diketahui bahwa masing-masing organisme mempunyai kemampuan
yang berbeda untuk mentolerannsi pH perairan tergantung dari suhu, oksigen terlarut,
adanya aktifitas kation, dan anion serta aktifitas biologi.
Perlu kita ketahui bahwa air merupakan media hidup bagi ikan dimana di
dalamnya mengandung berbagai bahan kimia lainnya, baik yang terlarut dan dalam
bentuk partikel. Kualitas air bagi perikanan didefenisikan sebagai air yang sesuai
untuk mendukung kehidupan dan pertumbuhan ikan, dan biasanya hanya ditentukan
dari beberapa parameter. Unsur kualitas air yang paling berpengaruh terhadap
kehidupan ikan antara lain suhu, oksigen terlarut (DO), keasaman (pH) dan
kesadahan.
Ikan yang dimasukkan kedalam air kapur + indikator alami (sari kunyit) tidak
dapat bertahan lama. Pada saat berlangsungnya praktikum yang terjadi adalah air
menjadi keruh. Air menjadi keruh kalau terdapat partikel yang larut di dalamnya.
Partikel tersebut dapat menyebabkan terganggunya sistem pernapasan ikan dan
penyerapan oksigen ke dalam air. Tingkat kekeruhan air didasarkan pada banyaknya
partikel yang terlarut. Semakin banyak partikel, maka air akan semakin keruh. Bila
tingkat kekeruhan air rendah (kurang dari 50 mg/l), nilai konsumsi oksigennya
mencapai 12-29 mg/L. Sementara tingkat kekeruhan air tinggi (lebih dari 100mg/L),
nilai konsumsi oksigennya hanya 5,6-10 mg/L (Nasution dan Supranoto, 2001).
Meskipun pergerakan operkulum bukan menjadi fokus pengamatan pada
praktikum ini namun dari maising-masing praktikan mengamati bahwa ikan-ikannya
memiliki pergerakan operkulum yang semakin meningkat setelah diletakan di air
kapur+kunyit. Hal ini menunjukan bahwa stres pada ikan menyebabkan respirasi dan
metabolisme meningkat. Peningkatan metabolisme menyebabkan hipoksia pada ikan.
Hipoksia adalah kondisi dimana terjadi kekurangan oksigen pada jaringan tubuh.
Hipoksia dapat menyebabkan hormon katekolamin merangsang peningkatan
membuka dan menutupnya operkulum dan meningkatnya gerakan peristaltik usus
pada ikan.
Beberapa prosedur yang bisa melemahkan hasil praktikum adalah ketidak
telitian dalam pembuatan larutan air kapur, dimana tidak ada alat penimbang/neraca
serta gelas ukur sehingga kemungkinan besar larutan yang digunakan tidak tepat 10%,
serta masing-masing praktikan akan memiliki konsentrasi larutan air kapur yang
berbeda. Kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi pada pelaksanaan praktikum ini
adalah terlalu pekat ketika membuat larutan air kapur, serta terlalu banyak/sedikit
meneteskan air kunyitnya. Tetesan indikator juga berpengaruh terhadap pengamatan,
warna yang dihasilkan akan sulit berubah dari keruh ke bening jika terlalu banyak
tetesan kunyit yang diberikan.
Karbondioksida yang dihasilkan saat respirasi sebenarnya tidak bersifat asam
maupun basa jika tidak berikatan dengan 𝐻2 O (air). Namun ketika 𝐶𝑂2 berikatan
dengan air akan membentuk 𝐻2 𝐶𝑂3 yang bersifat asam. Senyawa 𝐻2 𝐶𝑂3 akan
mempengaruhi pH larutan kapur yang semula basa akan berubah menjadi asam
sebanding dengan 𝐶𝑂2 yang dihasilkan ikan (Lesmana, 2005).
Kebutuhan oksigen pada ikan atau proses respirasi sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti usia, aktivitas, serta kondisi lingkungan (perairan).
Secara keseluruhan dari kegiatan praktikum ini bahwa respirasi pada hewan
ikan mneghasilkan CO2. Indikator yang paling mudah dan murah mendeteksi atau
mengukur secara kualitatif kadar CO2 pernapasan ikan adalah air kapur. Bila air
kapur berekasi dengan CO2 maka akan terbentuk butiran kapur. Bila butiran kapur
masih bercampur (belum mengendap) maka air kapur terlihat menjadi keruh. Bila air
kapur bereaksi kembali dengan CO2 yang merupakan hasil respirasi ikan maka akan
terbentuk lagi butiran kapur yang akhirnya akan mengendap.

I. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikan yang telah diapatkan terbukti bahwa respirasi
menghasilkan karbondioksida, hal ini dibuktikan dengan menggunakan indikator air
kapur yang ditetesi kunyit, lalu dimasukan ikan di dalamnya maka akan terjadi
perubahan pada air kapur+tetesan kunyit.
Ditetesi air kunyit menjadi warna
CaO + 𝐻2 O  Ca(𝑂𝐻)2
oranye yang artinya basa (larutan
Kapur air larutan kapur
kapur sudah siap dipakai)

Setelah diberi ikan maka air kapur tersebut menjadi keruh karena dan muncul endapan
Ca(𝑂𝐻)2 + 𝐶𝑂2  Ca𝐶𝑂3 + 𝐻2 O
Larutan kapur karbondioksida kapur (kalsium karbonat) air

J. Pertanyaan
1. Deskripsikan perubahan yang terjadi pada ketiga gelas piala pada kegiatan 1!
Jelaskan mengapa terjadi hal demikian?
Jawab :
 Air biasa + indikator alami (sari kunyit)  tetap, karena kondisi air
sebagai media tidak bersifat asam maupun basa, tetapi netral
 Air kapus + Indikator alami (sari kunyit)  berwarna oranye, karena sari
kunyit bersifat sebagai indikator basa.
 Air kapur + indikator alami (sari kunyit) + ikan  jernih/bening,
terbentuk endapan setelah beberapa saat karena warna oranye pudar
setelah ditambahkan ikan
2. Pada kegiatan 2, perubahan kandungan oksigen lingkungan dikendalikan oleh
perubahan suhu lingkungan. Apakah perubahan suhu berpengaruh terhadap
proses fisiologi di dalam tubuh ikan!
Jawab :Ya, suhu lingkungan berpengaruh terhadap suhu tubuh ikan karena ikan
merupakan hewan poikiloterm
3. Bandingkan dan kemudian jelaskan kegiatan 2a dan 2b!
Jawab :
2a. Suhu dinaikkan, sehingga gerakan operkulum semakin cepat karena
metabolisme tubuh meningkat
2b. Suhu diturunkan sehingga gerakan operkulum melambat karena metabolisme
tubuh juga menurun.

K. Daftar Pustaka
Lesmana, D.S. 2005. Kualitas Air Untuk Ikan Hias Air Tawar. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Brauner, Colin J. Peter J. Rombough. 2012. Ontogeny and paleophysiology of the gill:
New insights from larval and airbreathing fish. Respiratory Physiology &
Neurobiology Journal. 184(3): 293-300.
Chabot, D., Steffensen, J.F., & Farrell, A.P. 2016. The determination of standard
metabolic rate in fishes. Journal of Fish Biology. 88(1): 81– 121.
Iha et al. 2017. Respon Ikan Plectroglyphidodon lacrymatus Terhadap Kenaikan Suhu
Response of Jewel Damsel (Plectroglyphidodon lacrymatus) Towards
Temperature Rise. Sapa laut. 2(2): 45- 53.
Isnaeni, Wiwi. 2019. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius.
Majumder, Newton. 2015. Physiology of Respiration. Journal of Sports and Physical
Education. 2(3): 17-17.
Nasution, Syahroma Husni, Supranoto. (2001). Ikan hias air tawar: kongo tetra .
Jakarta: Penebar Swadaya
Yushinta Fujaya. (2004). Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Sary, 2006. Bahan Kuliah Manajemen Kualitas Air. Cianjur: Politehnikvedca.
Prakoso, Vitas Atmadi., & Young Jin Chan. 2017. Laju Respirasi Induk Ikan
Blackhead Seabream Acanthopagrus schlegelii pada Suhu Pemeliharaan yang
Berbeda. Jurnal Riset Akuakultur. 12(2): 161- 167.
Putra, A. N. 2015. Laju metabolisme pada ikan nila berdasarkan pengukuran tingkat
konsumsi oksigen. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 5(1): 13-18. Rosewarne,
P.J., Wilson, J.M., & Svendsen, J.C. 2016. Measuring maximum and standard
metabolic rates using intermittent-flow respirometry: a student laboratory
investigation of aerobic metabolic scope and environmental hypoxia in aquatic
breathers. Journal of Fish Biology. 88(1): 265–283.

L. Lampiran

Warna larutan sesudah ditambahkan 4 tetes sari kunyit

Warna larutan sesudah 10-15 menit ketika wadah


ketiga dimasukkan 3 ekor ikan
Air biasa
Air kapur+kunyit
Ikan berada di air kapur,
air kapur mulai keruh

Air kapur+kunyit menjadi keruh serta ada


endapan, ikan mati.

Air kapur+kunyit menjadi keruh serta ada


endapan, ikan lemas

Anda mungkin juga menyukai