REPRODUKSI JANTAN
Selasa, 3 November 2020
Kelompok 5 :
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
REPRODUKSI JANTAN
A. Tanggal praktikum: 3 November 2020
B. Tujuan
Menghitung konsentrasi jumlah spermatozoa
Mengamati morfologi spermatozoa
C. Landasan teori
Fertilisasi internal memerlukan perilaku kooperatif, yang mengarah ke kopulasi.
Fertilisasi internal juga memerlukan system reproduksi yang canggih, termasuk organ
kopulasi yang mengirimkan sperma dan reseptakel atau penyangga untuk penimpanannya
dan pengangkutannya menuju telur yang matang. Untuk bereproduksi secara seksual, hewan
harus mempunyai sitem yang menghasilkan gamet dari satu jenis kelamin ke gamet dengan
jenis kelamin lain yang berbeda. Pada sebagian besar spesies mamalia, organ reproduksi
eksternal jantan adalah skrotum dan penis. Organ reproduksi internal terdiri atas gonad yang
menghasilkan gamet (sel-sel sperma) dan hormone, kelenjar aksesoris yang mensekresikan
produk yang esensial bagi pergerakan sperma, dan sekumpulan duktus yang membawa
sperma dan sekresi glandular (Campbell et al., 2003).
Lebih lanjut, Adnan (2010) menjelaskan bahwa organ reproduksi jantan terdiri dari
testis, tubulus seminiferus, dan epididimis. Testis merupakan organ utama pada jantan,
biasanya berpasangan dan fungsi adalah menghasilkan sperma dan hormon reproduksi
jantan utamanya androgen. Tubulus seminifeus terdiri atas jaringan ikat fibrosa, lamina
basalis, dan epitel germinitivum. Epitel germinal terdiri dari 4-8 lapisan sel yang menempati
ruang antara membrane basalis dan lumen tubulus. Epididimis dibatasi oleh jaringan ikat
pada bagian luar, lapisan otot polos ditengah, dan epitel berlapis banyak bersilia di bagian
dalam. Pada tikus dan tikus, testis hanya terdiri dari satu ruangan saja. Di dalam testis
terdapat saluran-saluran halus yang melilit disebut tubulus seminiferus, tempat
berlangsungnya spermatogenesis.
Spermatogenesis merupakan proses perkembangan sel-sel spermatogenik yang
terdiri dari 3 tahap yaitu, tahap spermatositogenesis atau proliferasi, tahap meiosis dan
spermiogenesis. Spermatositogenesis merupakan proliferasi sel induk spermatogonia yang
membelah secara mitosis menghasilkan spermatosit primer. Spermatosit primer mengalami
pembelahan meiosis I menjadi spermatosit sekunder. Pembelahan meiosis I terdiri dari
profase, metafase, anafse dan telofase. Profase dari spermatosit primer dibedakan menjadi
leptoten, zigoten, pakiten, diploten dan diakinesis. Spermatosit pakiten merupakan sel yang
mudah diamati karena memiliki kromatid tebal, memendek, dan ukuran relatif besar
dibandingkan sel spermatogenik yang lainnya. Pada pembelahan meiosis II spermatosit
sekunder menjadi spermatid. Spermatid mengalami perubahan morfologi dari bentuk bulat
menjadi bentuk oval dan berekor yaitu spermatozoa melalui proses spermatogenesis yang
ditunjukkan pada Spermatozoa yang baru dibentuk ini bersifat immotiledan tidak bisa
mengadakan fertilisasi. Spermatozoa menjadi motile saat melewati epidimis dan setelah
melewati sistem reproduksi betina spermatozoa mengadakan fertilisasi.
Kualitas sperma sangat penting bagi individu untuk mempertahankan generasinya
dengan proses perkawinan. Fertilitas atau kesuburan dipengaruhi oleh kondisi atau kualitas
sperma. Menurut Arsyad dan Hayati (dalam Ashafahani et al., 2010), kualitas sperma
meliputi beberapa aspek yaitu; jumlah sperma, normalitas atau morfologi, motilitas atau
daya gerak, dan viabilitas atau daya tahan.
Objek praktikum ini menggunakan tikus. Penyebab pemakaiannya sebagai objek
penelitian adalah karena tikus memiliki proses reproduksi yang tidak terlalu lama, jangka
waktu hidup yang hanya berkisar antara dua hingga tiga tahun, mudah adaptasi, dan juga
karena perilaku tikus itu sendiri. Hewan ini sangat gampang beradaptasi dengan lingkungan
baru. Struktur tubuh tikus juga mudah dipahami; Perubahan pada struktur anatomi, fisiologi,
dan genetika pada tikus saat percobaan lebih mudah dipahami oleh para peneliti.
Prosedur pemeriksaan kualitas spermatozoa yaitu motilitas, konsentrasi dan
morfologi spermatozoa dilakukan pada masing-masing kelompok. Suspensi sperma-tozoa
diambil menggunakan disceting kit untuk mengambil organ testis dan cauda epididimis.
Cauda epididimis dipisahkan dengan cara memotong bagian proksimal corpus epididimis
dan bagian distal vas deferens. Selanjutnya cauda epididimis dimasukkan kedalam cawan
petri berisi 1 ml NaCl 0,9%, bagian proksimal cauda dipotong sedikit dengan gunting lalu
cauda ditekan perlahan hingga sekresi cairan epididimis keluar dan tersuspensi dengan NaCl
0,9%.
Suspensi spermatozoa dari cauda epididimis digunakan untuk peng amatan kualitas
spermatozoa yang meliputi, konsentrasi, motilitas dan morfologi sper-matozoa. Pengamatan
jumlah spermatozoa dilakukan dengan cara suspensi spermatozoa terlebih dahulu
dihomogenkan. Selanjutnya diambil sebanyak 0.005ml dan dimasukkan kedalam gelas
obyek sitometer Thoma yang berkotak-kotak dan telah ditutup dengan kaca penutupnya.
Kemudian, diteteskan suspensi spermatozoa tepat pada pinggir gelas penutup hingga cairan
menyebar ke seluruh sudut penutup kemudian dilihat dibawah mikroskop cahaya dengan
pembesaran 45x10 serta dihitung jumlah spermatozoa pada lima lapangan pandang.
Pengamatan pada motilitas spermatozoa dilakukan dengan cara suspensi spermatozoa
diteteskan pada alat bilik hitung improved neubauer dan diamati dibawah mikroskop dengan
pembesaran 400 kali, lalu nilai pergerakan spermatozoa yang terjadi. Pada pengamatan
morfologi spermatozoa dilakukan dengan cara hasil suspensi spermatozoa diteteskan di atas
gelas objek, dibuat preparat apus dan dikeringkan di udara, sediaan difiksasi dengan metanol
selama 3-5 menit, kemudian diwarnai dengan giemsa 3% selama 45 menit. preparat dicuci
dan dikeringkan. Diamati dengan mikroskop pembesaran 40x10, lihat kelainan bentuk yang
terlihat (Elfira, 2010).
Berbagai hewan dipakai dalam pengujian sistem reproduksi jantan, masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangan. Namun demikian tikus paling banyak digunakan untuk
keperluan ini atas beberapa alasan. Tikus merupakan hewan model yang menyerupai
manusia dari segi tertentu. Hewan ini juga mudah dipelihara dan dibiakkan. Tambahan lagi,
tikustelah digunakan sebagai hewan uji dalam skrining suatu senyawa untuk mengetahui
efek farmakologi meliputi distribusi, mekanisme, dan toksisitasnya. Penggunaannya secara
luas dalam penelitian telah menghasilkan data biologi yang cukup lengkap.
Beberapa metode penilaian sistem reproduksi jantan telah dikembangkan. Salah satu
yang umum digunakan ialah analisis kualitas sperma. Analisis kualitas sperma dapat
memberikan kita informasi tentang status kesuburan organ genital jantan. Selain diperlukan
dalam kajian deskriptif tentang gambaran sperma suatu hewan, penilaian ini juga digunakan
dalam kajian toksikologi atau farmakologi suatu bahan terhadap kesuburan jantan. Analisis
ini dapat menunjukan peningkatan atau penurunan kesuburan suatu hewan uji. Tujuan dari
analisis kualiti sperma ialah untuk menilai parameter deskriptif dari sampel sperma hewan
uji. Kualitas yang umumnya dinilai ialah bilangan sperma (kepekatan/konsentrasi sperma),
morfologi sperma, dan motilitas sperma.
D. Alat dan Bahan
Alat Fungsi
Perangkat alat bedah Untuk membedah tikus/mencit dan pengambilan vas deferens
Kaca objek dan deck glas Untuk meletakan objek yang akan diamati
Mikroskop Untuk pengamatan objek dengan perbesaran tertentu
Hemositometer Untuk membantu perhitungan spermatozoa
Hand counter Untuk membantu perhitungan jumlah spermatozoa
Bak paraffin Untuk meletakan tikus yang akan dibedah
Bahan Fungsi
Tikus/mencit Untuk diambil bagian vas deferens
NaCl fisiologis Untuk menyeimbangkan dan mempertankan kondisi fisiologi
vas deferens
Eosin Untuk mewarnai sel spermatozoa
Kertas pH Untuk mengetes pH dari cairan
E. Cara Kerja
Mempersiapkan alat tulis dan menonton video praktikum yang telah diberikan oleh
asistan lab.
Mengamati foto tampilran mikroskop bilik hitung neubauer yang sudah diisi dengan
“larutan stok” dengan pengenceran sebesar 200 kali
Memperhatikan kotak-kotak pasa bilik hitung (seperti saat menghitung sel darah merah)
yang tampak pada foto tersebut, dan menentukan area hitung sperma, seperti petunjuk
pada gambar di file panduan.
Setelah area hitung ditentukan, menghitung sperma yang terdapat pada area hitung
tersebut dengan mengikuti alur pola seperti gambar berikut ini:
G. Analisis data
Analisis kuantitatif
Perhitungan sperma per masing-masing praktikan didapatkan hasil perhitungan berikut ini :
Praktikan 1 Fina Ryan L
Jumlah Spermatozoa = (S) x 10.000 x 200
= 17 x 10.000 x 200
= 34.000.000 /ml suspensi
Praktikan 2 Umi Rizqiyani
Jumlah Spermatozoa = (S) x 10.000 x 200
= 11 x 10.000 x 200
= 22.000.000 /ml suspensi
Praktikan 3 Nurul Aulia Zahra
Jumlah Spermatozoa = (S) x 10.000 x 200
= 20 x 10.000 x 200
= 40.000.000 /ml suspensi
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑘𝑎𝑛 1+𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑘𝑎𝑛 2+𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑘𝑎𝑛 3
Rata-rata jumlah hitung spermatozoa = 3
34.000.000+22.000.000+40.000.000
=
3
96.000.000
= 3
= 32.000.000/ml suspensi
Analisis kualitatif
1. Suhu
Suhu memegang peranan penting pada spermatogenesis. Pada mamalia
spermatazoa hanya dapat diproduksi bila suhu testis 29-30’C, sedikitnya. 1,5-2.0C·
dibawah suhu dalam tubuh, kenaikan suhu beberapa derajat akan menghambat proses
spermatogenesis,sebaliknya suhu rendah akan meningkatkan spermatogenesis pada
manusia.
2. Kebiasaan buruk (merokok,dll)
Asap rokok dapat memberikan dampak buruk terhadap fungsi reproduksi pria
karena terdapat radikal bebas yang dapat merusak sel. Radikal bebas merupakan suatu
molekul yang tidak stabil akibat kehilangan elektron, dan dapat menyebabkan kerusakan
DNA pada berbagai sel tubuh.
3. Usia
Umur mempengaruhi kesuburan dimana pada usia tertentu tingkat kesuburan
seorang pria akan mulai menurun secara perlahan-lahan. Kesuburan pria ini diawali saat
memasuki usia pubertas ditandai dengan perkembangan organ reproduksi pria, rata-rata
umur 12 tahun. Perkembangan organ reproduksi pria mencapai keadaan stabil umur 20
tahun. Tingkat kesuburan akan bertambah sesuai dengan pertambahan umur dan akan
mencapai puncaknya pada umur 25 tahun. Setelah usia 25 tahun kesuburan pria mulai
menurun secara perlahan-lahan, dimana keadaan ini disebabkan karena perubahan bentuk
dan faal organ reproduksi.
4. Alkohol
Dalam testis, alkohol dapat mempengaruhi sel-sel leydig yang memproduksi dan
mengeluarkan testosteron. Alkohol juga menganggu fungsi sel Sertoli testis yang
memainkan peranan penting dalam pematangan sperma. Dalam kelenjar hipofisis,
alkohol dapat menurunkan produksi, rilis, dan/atau kegiatan LH dan FSH.
5. Obat Gonadotoksik
Beberapa penelitian menunjukkan adanya sejumlah zat pestisida yang toksin
terhadap gonad, antara lain imidakloprid, organofosfat, organoklorin, 7 karbamat,
fumigan, dan beberapa herbisida serta fungisida. Obat-obatan tertentu seperti marijuana,
heroin, kokain juga dapat menekan fungsi reproduksi pria.
6. Nutrisi
Kandungan nutrisi kaya oksidan, misalnya makanan yang mengandung vitamin C,
vitamin E, polifenol, flavonoid, dan jenis-jenis antioksidan lain dapat memperbaiki
kualitas sperma karena mencegah kerusakan sel gonad akibat radikal bebas
7. Varicocele
Aliran darah vena abnormal dari skrotum meningkatkan produk sisa metabolisme
dan mengurang ketersediaan okisgen dan nutrisi yang diperlukan untuk perkembangan
sperma.
Pada praktikum ini, meskipun tidak melakukan pengamatan motilitas
spermatozoa, namun alangkah baiknya jika mengetahui mengenai hal ini. Motilitas
spermatozoa berkaitan dengan penurunan kadar LH yang menyebabkan gangguan terhadap
sekresi testosteron oleh sel Leydig. Disamping berperan dalam spermatogenesis, hormon
testosteron juga berperan dalam maturasi spermatozoa di epididymis. Dengan adanya
gangguan terhadap sekresi testosteron maka kualitas spermatozoa seperti motilitas
spermatozoa menjadi terganggu.
Berdasarkan teori yang telah dijelaskan, sesuai dengan bentuk morfologi
spermatozoa dan pola metaboliknya yang khusus dengan dasar produksi energispermatozoa
hidup dapat mendorong dirinya sendiri maju ke depan di dalamlingkungan zat cair. Motilitas
telah sejak lama dikenal sebagai alat untukmemindahkan spermatozoa melalui saluran
reproduksi hewan betina. Transport kilat spermatozoa dari serviks ke infundibulum terjadi
secara otomatik (meski pada spermatozoa tidak motil) karena rangsangan oxitocyn, terhadap
konsentrasi saluran reproduksi. Motilitas spermatozoa di dalam infundibulum bertugas
sebagai alat penyebaran spermatozoa secara acak ke seluruh daerah saluran kelamin betina,
dimana terdapat ovum yang mampu dibuahi, jadi menjamin kepastian secara statik
pertemuan spermatozoa dengan ovum. Faktor-faktor yang mempengaruhi
motilitasspermatozoa adalah umur sperma, maturasi (pematangan) sperma, penyimpanan
energi ATP (Adenosin Triphosfat), agen aktif, biofisik dan fisiologik, cairan suspensi dan
adanya rangsangan hambatan.
Ulasan video
I. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum perhitungan jumlah spermatozoa bervariasi antar hasil
praktikan. Namun secara keseluruhan didapatkan konsentasi rata-rata spermatozoa
adalah 32.000.000 juta/ml.
Dengan pengecatan giemsa, spermatozoa normal nampak berbentuk oval dengan
bagian ujung lebih terang dan bagian pangkal dekat leher gelap.
Kriteria morfologi sperma disebut normal apabila kepala berbentuk oval, akrosom
menutupi sepertiga panjangnya, lebar setengah sampai dengan dua pertiga panjang
kepala. Midpiece berukuran langsing (kurang dari setangah lebar kepala), panjang 2
kali panjang kepala dan berada dalam satu garis panjang sumbu kepala. Ekor
mempunyai batas tegas, berupa garis panjang 9 kali panjang kepala
J. Diskusi dan Jawaban Pertanyaan
1. Jelaskan perjalanan spermatozoa dari tempat pembuatannya (testis) sampai dikeluarkan
dari tubuh hewan jantan!
Jawab : Sperma dibentuk di dalam testis tepatnya di tubulus seminiferus melalui proses
yang disebut spermatogenesis. Setelah keluar dari testis (buah zakar) sperma akan
melalui epididymis, ductus deferens, ejaculatory duct, dan urethra kemudian akan
dikeluarkan dari tubuh melalui penis.
Epididimis merupakan tempat pematangan spermatozoa. Spermatozoa berada dalam
kondisi belum matang ketika meninggalkan testis dan harus menjalani periode
pematangan sekitar 10-15 hari dalam epididimis sebelum akhirnya mampu untuk
membuahi sel telur. Saluran ekor epididimis berlanjut sebagai duktus deferens, yang
berfungsi untuk membawa sperma dari testis ke uretra. Duktus deferens (vas deferens)
merupakan muskuler tube yang mengalami kontraksi peristaltik selama ejakulasi guna
mendorong spermatozoa dari epididimis ke urethra. Masing-masing vas deferens saat
sampai di ampula akan menyatui dengan saluran seminal vesicle dan membentuk saluran
ejakulasi. Saluran ini akan masuk kedalam prostrat dan berakhir di urethra. Urethra
terbentang mulai dari kandung kemih sampai saluran keluarnya di ujung penis.
K. Daftar Pustaka
Adnan. 2010. Penuntun Praktikum Perkembangan Hewan. Jurusan Biologi FMIPA UNM.
Makassar.
Ashafahani, E.D., N.I. Wiratmini, & A.A.S.A. Sukmaningsih. 2010. Motilitas Dan Viabilitas
Spermatozoa Tikus (Mus musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Temu Putih
(Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe.). JURNAL BIOLOGI. XIV (1): 20–23.
Campbell, Jane, B. Reece dan Laurence G. Mitchell. 2003. Biologi Umum Edisi kelima.
Jakarta: Erlangga.
Campbell, Neil. A. Mitchel dan Recee. 2004. Biologi Edisi kelima Jilid 3. Jakarta : Erlangga.
Kusumaswati, D. 2004. Bersahabat Dengan Hewan Coba. Gajah Mada. University Press:
Yogyakarta.
Pratiwi, DA. Biologi 2. Erlangga: Jakarta.
Radiopoero.1998. Zoologi. Erlangga: Jakarta.
Elfira, Dzikri dkk. 2010. Motilitas dan Viabilitas Spermatozoa Mencit (Mus musculus L.)
Setelah Pemberian Ekstrak Temu Putih (Curcuma Zedoaria). Jurnal Biologi.
Denpasar: Universitas Udayana.
Toelihere, M.R. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Bandung: Angkasa.
Toelihere, M.R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Bandung: Angkasa.
L. Lampiran