Anda di halaman 1dari 14

TEORI AKUNTANSI

KEWAJIBAN

OLEH :
KELOMPOK 8
ANGGOTA :
Putu Candraningsih 1533121346
Ni Wayan Indri Dwiyatni 1533121352
I Dewa Gede Dwika Dananjaya 1533121353
Ni Made Windya Balina 1533121356
Ida Ayu Putu Desya Erawati 1533121431

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS WARMADEWA
TAHUN AJARAN 2017/2018
KEWAJIBAN

Pengertian Kewajiban

FSAB mendefinisikan kewajiban dalam kerangka konseptual sebagai berikut :

Kewajiban merupakan pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang
timbul dari keharusan sekarang suatu entitas untuk mentransfer aset atau menyerahkan jasa
kepada entitas lain di masa datang sebagai akibat dari transaksi atau kejadian masa lalu.

APB No. 4 mendefinisikan kewajiban dalam dua kata kunci yaitu economic
obligations yang dihubungkan dengan generally accepted accounting principles (GAAP). Ini
berarti bahwa APB menggabungkan pengertian kewajiban sekaligus menetapkan kriteria
pengakuan dan pengukuran. Hal ini berbeda dengan AASB yang memisahkan antara
pengertian (yang cukup luas dan lengkap) dan prosedur pengukuran dan pengakuan.

Karakteristik Utama Kewajiban

1. Pengorbanan manfaat ekonomik masa datang


Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu objek harus memuat suatu tugas atau
tanggung jawab kepada pihak lain yang mengharuskan kesatuan usaha untuk
melunasi, menunaikan, atau melaksanakannya dengan cara mengorbankan manfaat
ekonomik yang cukup pasti di masa datang. Pengorbanan manfaat ekonomik
diwujudkan dalam bentuk transfer atau penggunaan aset kesatuan usaha.
2. Keharusan sekarang
Untuk dapat dikatakan suatu kewajiban, suatu pengrobanan ekonomik masa datang
harus timbul akibat keharusan sekarang. Pengertian sekarang dalam hal ini mengacu
pada dua hal yaitu waktu dan adanya. Waktu yang dimaksud adalah tanggal pelaporan
(neraca).
Pengertian kewajiban mencakupi :
a. Keharusan kontraktual
Keharusan yang timbul akibat perjanjian atau peraturan hokum yang didalamnya
kewajiban bagi suatu kesatuan usaha dinyatakan secara eksplisit atau implisit dan
mengikat.
b. Keharusan konstruktif
Keharusan yang timbul akibat kebijakan kesatuan usaha dalam rangka
menjalankan dan memajukan usahanya untuk memenuhi apa yang disebut praktik
usaha yang baik atau etika bisnis dan bukan untuk memenuhi kewajiban yuridis.
c. Keharusan demi keadilan
Keharusan yang ada sekarang yang menimbulkan kewajiban bagi perusahaan
semata-mata karena panggilan etis atau moral daripada karena peraturan hokum
atau praktik bisnis yang sehat.
d. Keharusan bergantung
Keharusan yang pemenuhannya (jumlah rupiahnya atau jadi tidaknya dipenuhi)
tidak pasti karena bergantung pada kejadian masa datang atau terpenuhinya
syarat-syarat tertentu di masa datang.

Akibat transaksi atau kejadian masa lalu

Untuk mengikuti sebagai kewajiban, selain definisi, kriteria lain (keterukuran,


keberpautan, dan keterandalan) juga harus terpenuhi. Transaksi masa lalu adalah kriteria
untuk memenuhi definisi tapi bukan kriteria pengakuan. Transaksi masa lalu yang dimaksud
disini adalah transaksi yang menimbulkan keharusan sekarang telah terjadi.

Hak Kewajiban Tak Bersyarat


Konsep ini menyatakan bahwa walaupun kontrak telah ditanda tangani, salah satu
pihak tidak mempunyai kewajiban apapun sebelum pihak lain memenuhi apa yang menjadi
hak pihak lain. Jadi, konsep hak – kewajiban tak bersyarat menyatakan ”secara teknis, konsep
ini diartikan bahwa hak atau kewajiban timbul bila salah satu pihak telah berbuat sesuatu”.
Kontrak – kontrak semacam ini dikenal dengan nama kontrak saling mengimbangi tak
bersyarat atau kontrak eksekutori.
Dalam hal kontrak, Most (1982, hlm. 352) menunjukan bahwa titik atau saat tersebut dapat
berupa:
1. Tanggal Kontrak ditanda tangani
2. Tanggal objek kontrak telah diperoleh salah satu pihak.
3. Tanggal objek kontrak telah siap digunkan oleh salah satu pihak
4. Tanggal objek kontrak telah dipisahkan untuk digunakan oleh pihak lain
5. Tanggal objek kontrak telah disetrahkan.
6. Tanggal telah diterima/dibayarnya uang muka, kalau ada.
7. Dalam kasus konstruksi jangka panjang:
a. Suatu titik selam konstruksi berjalan
b. Pada saat konstruksi dimulai

Secara konseptual, diperlukan pedoman atau kriteria untuk memilih saat yang tepat. Most,
mengemukakan hal yang harus dipertimbangkan untuk memilih saat yang tepat yaitu :

a. Pemenuhan definisi aset dan kewajiban


b. Kekuatan mengikat yaitu seberapa kuat bahwa pelaksanaan kontrak tidak dapat
dibatalkan
c. Kebermanfaatan bagi keputusan

Karakteristik Pendukung
FASB menyebutkan beberapa karakteristik pendukung selain karakteristik yang
tersebut di atas, yaitu :
1. Keharusan membayar kas
Pelunasan kewajiban pada umumnya dilakukan dengan pembayaran kas. Keharusan
membayar kas pada waktu dan jumlah rupiah tertentu di masa datang merupakan
petunjuk yang kuat atau jelas mengenai adanya kewajiban. Akan tetapi,  untuk
menjadi kewajiban, penyerahan aset (kas) bukan satu-satunya kriteria tetapi meliputi
pula penyerahan jasa. Esensi kewajiban lebih terletak pada pengorbanan manfaat
ekonomik masa datang dari pada terjadinya pengeluaran kas.
2. Identitas terbayar jelas
Jika identitas terbayar sudah jelas, maka hal tersebut hanya sekedar menguatkan
bahwa kewajiban memang ada tetapi untuk menjadi kewajiban identitas terbayar tidak
harus dapat ditentukan pada saat keharusan terjadi.
Jadi yang penting adalah bahwa keharusan sekarang pengorbanan sumber ekonomik
di masa datang telah ada dan bukan siapa yang harus dilunasi atau dibayar.
3. Berkekuatan hukum
Memang ada pada umumnya, keharusan suatu entitas untuk mengorbankan manfaat
ekonomik timbul akibat klaims yuridis yang mempunyai kekuatan memaksa. Definisi
kewajiban sebenarnya merupakan bayangan cermin asset.
Pengakuan, Pengukuran, dan Penilaian

Jika aset yang direpresentasi oleh kos mengalami tiga tahap perlakuan (pemerolehan,
pengolahan, dan penyerahan), maka kewajiban sebenarnya juga mengalami tiga tahap
perlakuan, yaitu :

Pengakuan
Pada prinsipnya, kewajiban diakui pada saat keharusan telah mengikat akibat
transaksi yang sebelumnya telah terjadi. Mengikatnya suatu keharusan harus di evaluasi atas
dasar kaidah pengakuan. Kam mengajukan empat kaidah pengakuan untuk menandai
pengakuan kewajiban, yaitu :
1. Ketersediaan dasar hukum
2. Keterterapan konsep dasar konservatisma
3. Ketertentuan substansi ekonomik transaksi
4. Keterpurukan nilai kewajiban.
Hendriksen dan Van Breda menunjukkan saat-saat untuk mengakui kewajiban yaitu :

a. Pada saat penandatanganan kontrak bila pada saat itu hak dan kewajiban telah
mengikat.
b. Bersamaan dengan pengakuan biaya jika barang dan jasa yang menjadi biaya
belum dicatat sebagai aset sebelumnya.
c. Bersamaan dengan pengakuan aset. Kewajiban timbul ketika hak untuk
menggunakan barang dan jasa diperoleh.
d. Pada akhir perioda karena penggunaan asas akrual melalui proses penyesuaian.
Pengakuan ini menimbulkan pos utang atau kewajiban akruan.

Pengakuan Kewajiban Bergantung


Untuk keharusan bergantung (khususnya rugi bergantung yang menimbulkan
kewajiban), kaidah pengakuan keempat (keterukuran nilai kewajiban) dan pasti tidaknya
pengorbann sumber ekonomik masa datang kan terjadi menimbulkan msalah pengakuan.
Oleh karena itu, diperlukan ketentuan yang lebih tegas untuk mengakui kewajiban yang
berkaitan dengan rugi bergntung. FSAB memberi contoh keadaan-keadaan kebergantungan
rugi  yang berpotensi memicu pengakuan kewjiban sebagai berikut :

a. Ketertagihan piutang usaha


b. Keharusan berkaitan dengan jaminan produk dan kerusakan produk
c. Risiko rugi atau kerusakan properitas (fasilitas) kesatuan usaha akibat kebakaran,
ledakan, dan bahaya lainnya.
d. Ancaman penambilan set oleh pemerintah
e. Persengketaan yang memberatkan atau menunggu keputusan
f. Klaim atau pungutan yang telah diajukan / dikenakan atau yang mungkin
(possible) terjadi
g. Risiko rugi akibat bencana yang ditanggung oleh perusahaan asurnsi kerugian dan
kecelakaan dan perusahaan reasuransi
h. Jaminan terhadap utang pihak lain.
i. Keharusan bank komersial dalam ikatan standby letters of credit.
j. Perjanjian untuk membeli kembali piutang atau asset yang terkait yang telah
dijual 

Penilaian

Penilaian kewajiban pada saat tertentu adalah penentuan jumlah rupiah yang harus
dikorbankan seandainya pada saat tersebut kewajiban harus dilunasi. Dengan kata lain
penilaian adalah penentuan nilai sekarang kewajiban. Atribut pengukuran menurut FASB
adalah nilai pasar sekarang, nilai pelunasan neto, dan Nilai diskunan aliran kas masa
datang. Penilaian dalam tahap penelusuran adalah Penilaian kewajiban setiap saat dalam
perioda dari saat pengakuan sampai pelunasan.

Pelunasan

Pelunasan adalah tindakan atau upaya yang sengaja dilakukan oleh kesatuan usaha
untuk memenuhi kewajiban pada saatnya dan dalam kondisi normal usaha sehingga tia bebas
dari kewajiban tersebut. Pelunasan biasanya merupakan pemenuhan secara langsung kepada
pihak yang berpiutang.

Pelunasan secara langsung juga disebut dengan pelunasan secara yuridis karena
kewajiban kepada pihak yang berpiutang secara yuridis hapus melalui transaksi langsung
yang benar-benar terjadi. Pelunasan secara tidak langsung terjadi apabila kesatuan usaha
melakukan tindakan yang mengarah ke pelunasan misalnya dengan pembentukan dana
khusus. Masalah akuntansi yang berkaitan dengan pelunasan langsung atau tidak langsung
adalah penentuan kapan kewajiban telah dapat dikatakan hapus atau lenyap sehingga jumlah
rupiahnya dapat diakui dari sistem pembukuan. Pada mulanya FASB menentukan kriteria
lenyapnya suatu kewajiban dalam SPAC No. 76 sebagai berikut :

a. Debitor membayar/melunasi kreditor dan bebas dari semua keharusan yang berkaitan
dengan utang.

b. Debitor telah dibebaskan secara hukum dari statusnya sebagai penanggung utang utama
baik oleh keputusan pengadilan maupun oleh kreditor dan dapat dipastikan bahwa
debitor tidak akan diharuskan untuk melakukan pembayaran di masa datang.

c. Debitor menaruh kas atau aset lainnya yang tidak dapat ditarik kembali dalam suatu
perwalian yang semata-mata digunakan untuk pelunasan pembayaran bunga serta pokok
suatu pinjaman tertentu.

Keadaan pembebasan substantif tidak memenuhi kriteria kritis untuk mengakui


kewajiban. Kewajiban tidak lenyap dengan sendirinya meskipun perusahaan telah
menyediakan dana yang cukup untuk melunasinya. Di dalamnya FASB menetapkan
bahwa suatu kewajiban dapat dikatakan lenyap kalau salah satu dari kondisi berikut
dipenuhi :

a. Debitor telah membayar kreditor dan terbebaskan dari semua keharusan yang
melekat pada kewajiban.

b. Debitor telah dibebaskan secara hukum sebagai penanggung utang uama oleh
keputusan pengadilan atau kreditor.

Transfer Aset Finansial

Untuk melunasi kewjiban, suatu entitas dapat mentransfer aset finansial (termasuk
kas), barang, atau jasa. Pada umumnya, bila kewajiban telah dilunasi dengan mentransfer
secara penuh kas, barang, atau jasa ke debitor, maka pada saat itu pelunasan dianggap tuntas.
Pelunasan kewajiban dengan aset finansial juga dapat bersifat tuntas bila pnyerahan aset
finansial bersifat tak bersyarat dan dianggap sebagai penjualan. Artinya, aset finansial
dianggap dijual secara tunai dan kas yang diterima seketika itu pula dianggap untuk melunasi
kewajiban. Secara umum, transfer aset dianggap sebagai penjualan apabila pentransfer
menyerahkan penguasaan (control) atas aset finansial tersebut dan menerima aset lain sebagai
penghargaan (consideration) atas aset finansial tersebut.

Pelunasan Sebelum Jatuh Tempo

Bila kewajiban dilunasi sebelum jatuh tempo, nilai jatuh tempo (nominal) dengan
sendirinya merefleksi nilai sekarang (saat pelunasan) kewajiban sehingga tidak ada selisih
antara jumlah rupiah yang dibayar dan nilai nominal. Namun pada umumnya selisih yang
terjadi adalah selisih antara nilai bawaan dan nilai penebusan atau penarikan. Bila penarikan
dilakukan dengan pendanaan kembali, terdapat tiga perlakuan terhadap selisih tersebut yaitu
diamortisasi selama sisa umur semua piutang yang dilunasi, diamortisasi selama umur utang
baru, dan diakui sebagai laba atau rugi pada saat penarikan.

Penarikan kembali obligasi yang beredar adalah suatu transaksi yang mempengaruhi
kontrak antara debitor dan kreditor tetapi transaksi ini sangat berbeda dengan transaksi aliran
kegiatan operasi dan transaksi penggunaan aset (investasi). Bergantung pada sifatnya, untung
atau rugi dapat dilaporkan sebagai pos ordiner atau pos elstraordiner. Kriteria untuk
menentukan hal ini adalah apakah pos tersebut merupakan akibat dari transaksi atau kejadian
yang mempunyai sifat sebagai berikut :

a. Sangat berbeda dengan kegiatan operasi rutin kesatuan usaha.


b. Tidak diharapkan akan sering terjadi.
c. Berpengaruh material terhadap operasi perusahaan secara keseluruhan.

APB berargumen bahwa sifat semua pelunasan utang sebelum jatuh tempo pada dasarnya
sama. Untuk pelunasan dengan pendanaan sebenarnya terdapat tiga perlakuan alternatif untuk
selisih yaitu:

a. Selisih diamortisasi selama sisa umur semula utang yang ditarik kembali.
b. Selisih diamortisasi selama umur utang baru yang diterbitkan.
c. Selisih diakui pada saat penarikan dan dilaporkan di statemen laba-rugi tahun
bersangkutan.
FASB menetapkan bahwa rugi taksiran yang dapat terjadi dari kebergantungan rugi harus
diakru dengan membebankannya ke pendapatan bila kedua kondisi berikut dipenuhi (SFAS
No.5 prg.8) :

a. Informasi yang tersedia sebelum penerbitan statemen keuangan menunjukan bahwa


suatu aset cukup pasti telah turun nilainya atau suatu kewajiban cukup pasti telah
terjadi pada tanggal statemen keuangan.
b. Jumlah rupiah rugi dapat diestimasi dengan cukup tepat.

Bila konsolidasi diatas tidak dipenuhi, jumlah rupiah rugi potensial harus tetap
diungkapkandengan menjelaskan sifat dan implikasi keberuntugngan tersebut. FASB
beragumen bahwa makna kewajiban relevan untuk mengakui rugi bersyarat, pertama (a),
utang adalah keharusan sekarang. Kedua (b), keharusan sekarang kepada pihak lain berupa
pengobanan sumber ekonomik yang cukup pasti jumlah dan saatnya. Rugi harus diakui
apabila aset telah turun nilainya dan jumlah rugi dapat ditaksir dengan cukup tepat. Rugi
potensial harus dikaitkan dengan periode terjadinya peristiwa yang menimbulkan rugi
tersebut. Jadi pengakuan rugi sebelum terjadi dapat dijustifikasi asal kondisi (a) dan (b) dapat
terpenuhi.

Pengukuran

Terjadinya kewajiban pada umumnya disertai dengan pemerolehan aset atau


timbulnya biaya. Pemerolehan aset dapat berupa penguasaan barang dagangan atau aset
nonmeter lainnya yang terjadi dari transaksi pembelian. Pengukuran yang paling obyektif
untuk menentukan kos kewajiban pada saat terjadinya adalah penghargaan sepakatan dalam
transaksi transaksi tersebut dan bukan jumlah rupiah pengorbanan ekonomik masa datang.
Untuk kewajiban jangka pendek, kos pendanaan atau kos pennundaan dianggap tidak
material. Penghargaan ssepakatan suatu kewajiban merefleksi nilai setara tunai atau nilai
sekarang kewajiban yaitu jumlah rupiah pengorbanan sumber ekonomik seandainya
kewajiban dilunasi pada saat terjadinya. Nilai setara tunai lebih tepat mengukur kewajiban
karena aset yang bersangkutan juga diukur dengan jumlah tersebut.

Kewajiban dalam Pembelian Kredit

Dasar pengukuran aset yang paling objektif adalah kos tunai atau kos tunai implisit.
Karena kewajiban merupakan bayangan cermin aset, pengukurannya juga mengikuti
pengukuraV aset.
Diskun dan Premium Utang Obligasi

Dalam hal obligasi jangka panjang, jumlah uang yang diterima oleh penerbitan dan
yang dibayarkan hanyalah merupakan bagian kecil dari jumlah rupiah total yang terlibat
dalam kontrak obligasi. Jumlah rupiah total ini adalah seluruh jumlah rupiah pembayaran
masa datang. Pembayaran masa datang ini sebenarnya terdiri dari dia unsur yaitu nilai
sekarang pembayaran bunga periodic dan nilai sekarang nominal obligasi dan bunga efektif
yang terlibat dalam penentuan harga obligasi tersebut.

Makna Harga Efektif Obligasi

Segera setelah transaksi terjadi maka “kesepakatan” dalam hubungannya dengan


obligasi tersebut mulai menunjukan makna yang sebenarnya. Selisih nominal dengan
penghargaan sepakatan merupakan diskun obligasi. Jumlah rupiah utang obligasi tiap saat
sebelum jatuh tempo aka terlalu besar apabila dinnyatakan sebesar nominalnya.

Diskun Obligasi

Diskun utang obligasi pada waktu penerbitan adalah suatu jumlah rupiah debit yang
menunjukan biaya bunga yang harus dibayar pada tanggal jatuh tempo. Jadi akun diskun
obligasi merupakan akun penilaian terhadap akun utang obligasi yang memuat nominal
utang.

Premium Obligasi

Selain dengan penalaran tentang makna diskun obligasi yang dilandasi konsep dasar
penghargaan sepakatan, dapat disimpulkan bahwa premium yang dibayarkan investor untuk
obligasi merupakan unsur dari jumlah rupiah utang perusahaan. Atas dasar konsep
kontinuitas usaha, premium obligasi yang belum diamortisasi adalah benar-benar merupakan
utang dan jumlah amortisasi periodik adalah merupakan penyesuai terhadap biaya bunga dan
bukannya merupakan elemen pendapatan. Tanpa penyesuaian ini biaya bunga periodik akan
menjadi tersaji lebih.

Kewajiban Moneter dan Nonmoneter

Kewajiban moneter adalah kewajiban yang pengorbanan sumber ekonomik masa


datangnnya berupa kas dengan jumlah rupiah dan saat yang pasti (baik jumlah tungal maupun
beberapa pembayaran sekala berkala). Kewajiban nonmoneter adalah keharusan untuk
menyediakan barang dan jasa dengan jumlah dan saat yang cukup pasti yang biasanya timbul
karena penerimaan pembayaran dimuka untuk barang dan jasa tersebut.

Sebagai ilustrasi, dimisalkan suatu perusahaan menerima uang muka sebesar


Rp.100.000 yang menggambarkan jumlah rupiah penuh harga barang yang dipesan seorang
pelanggan. Dimisalkan pula kode produksi, pemasaran, dan penjualan di taksir dengan cukup
pasti ssbesar Rp.80.000. atas dasar permasalahan di atas, terdapat tiga alternative untuk
mengakui kewajiban yaitu :

a. Kas …………………………………………………100.000
Kewajiban menyerahkan barang ………………………….100.000
b. Kas…………………………………………………100.000
Pendapatan tangguhan…………………………………….100.000
c. Kas …………………………………………………100.000

Kewajiban menyerahkan barang……………………………80.000

Laba Tangguhan…………………………………………….20.000

Alternatif (a) didasari pemikiran selisih merupakan penyesuaian terhadap kos


peminjaman (kos bunga) lama selama sisa waktu pinjaman akibat dari diperolehnya pinjaman
baru. Dalam alternatif ini, beranggapan bahwa debitor melakukan pelunasan lebih awal
karena pembayaran bunga di masa mendatang dapat dikurangi sehingga lebih
menguntungkan debitur. Sebagian selisih diamortisasi selama umur utang yang baru jika
utang baru jatuh tempo sebelum jatuh temponya utang semula.

Alternatif (b) didasari oleh motivasi pendanaan kembali utang adalah untuk
mendapatkan tingkat bunga yang lebih menguntungkan selama unsur umur utang baru
dibanding tingkat bunga selama sisa umur utang lama.

Alternatif (c) didasari pada pelunasan lebih awal dengan pendanaan kembali sifatnya
sama dengan pelunasan yang lain. Pelunasan lebih awal dianggap sebagai penarikan kembali
utang dan utang yang baru dianggap sebagai transaksi terpisah.

Dari beberapa alternatif di atas FASB menganut alternatif (c) dengan argumen bahwa
semua kewajiban mempunyai karakteristik yang sama. Pelunasan utang sebelum jatuh tempo
sama sifatnya dengan saat jatuh tempo dan selisih antara harga penarikan dan nilai buku
diperlakukan sebagai untung atau rugi tahun penarikan dan tidak diamortisasi masa
mendatang.

Utang Terkonversi

Utang terkonversi merupakan sekuritas utang yang mempunyai status sebagai


kewajiban dan ekuitas sekaligus. Pemegang istrumen mempunyai hak istimewa untuk
mengubah status utang menjadi ekuitas setiap saat selama hak masih berlaku. Pendukung
alokasi berargumen bahwa karena utang terkonversi bersifat utang dan ekuitas, kedua
komponen ini harus diakui secara terpisah, yang didasari oleh: a) Hak konversi mempunyai
nilai ekonomik sehingga tidak berbeda dengan sifat hak opsi atau waran, b) Pasa saat
penerbitan dapat diukur cukup handal sehingga tidak adanya kesalahan teknis untuk
mengimplementasi kesalahan tersebut, c) Tujuan penerbitan utang terkonversi yang
sebenarnya adalah pendanaan dengan ekuitas.

Dilain hal pendukung semata-mata utang mengajuka argumen sebaliknya. Dasar


pemikiran tersebut dikemukakan sebagai berikut: a) Hak konversi tidak dapat dijual tanpa
menjual obligasi terkonversi atau sebaliknya hak konversi tidak dapat diambil tanpa
melepaskan sekuritas obligasi, b) Ketidakterpisahan kedua komponen membuat penilaian
konversi bersifat subjektif karena adanya ketidakpastian saat pengambilan hak konversi dan
nilai saham saat konversi.

Ketidakterpisahan dan kepaktisan ini menjadi landasan untuk memperlaukan utang


terkonversi semata-mata sebagai utang. Namun untuk sekuritas utang dengan hak beli saham
atau waran, porsi nilai sekuritas pada hak beli harus diperlakukan sebagai modal disetor dan
ditentukan atas dasar nilai wajar relatif saat penerbitan. Untuk mengatasi masalah instrumen
keuangan bukan dengan pengakuan melainkan dengan pengungkapan.

Pembebasan Substantif

FASB (melalui SFAS No. 76) menetapkan bahwa kewajiban dapat dianggap lenyap
bila debitor menaruh kas atau aset lainnya yang tidak dapat ditarik kembali dalam suatu
perwalian dan aliran kas dari aset tersebut akan cukup untuk pelunasan pembayaran bunga
serta pokok pinjaman. Dalam hal tersebut secara substantif debitor sudah bebas dari
kewajiban sehingga dapat mengakui kewajiban dan aset dalam perwalian meskipun utang
belum jatuh waktu. SAFS No. 125, dalam standar ini FASB menegaskan bahwa pada saat
terjadi pembebasan substantif, kewajiban tidak dapat dihapus karena kejadian tersebut tidak
memenuhi karakteristik atau kriteria kritis sebagai berikut:

a. Debitor tidak dengan sendirinya menjadi bebas dari kewajiban secara hukum
hanya lantaran perusahaan menempatkan aset ke dalam suatu perwalian.
b. Untuk pelunasan kewajiban, sumber dana tidak dibatasi hanya dari dana yang
ditempatkan dalam perwalian.
c. Creditor tidak mempunyai kekuasaan untuk menggunakan secara bebas aset
dalam perwalian dan juga tidak dapat menghentikan atau membatalkan perwalian
tersebut.
d. Kalau ternyata aset dalam perwalian melebihi apa yang diperlukan untuk
membayar pokok dan bunga pinjaman, debitor dapat menggunakan kelebihan
tersebut.
e. Kreditor ataupun agennya bukan merupakan pihak yang terikat dalam kontrak
pembentukan dana pembebasan utang.
f. Debitor tidak menyerakhan kendali atas menfaat aset karena manfaat aset tersebut
masih melekat pada debitor meskipun debitor telah mengawaakuinya sementara
itu kreditor juga tidak mengakuinya sebagai aset sehingga praktisi aset tersebut
masih dikuasai oleh debitor.

Penolakan FASB terhadap pengawaakuan kewajiban pada saat pembebasan substantif


seakan-akan bertentangan dengan konsep substansi mengungguli bentuk. Pengakuan
susbstansi tidak menggambarkan realitas ekonomik karena kejadian tersebut merupakan
kejadian sepihak, bila diakui statemen keuangan tidak relistis.

Penyajian

PSAK No. 1 (Pasal 39), aset lancar disajikan menurut urutan likuiditas sedangkan kewajiban
disajikan menurut urutan jatuh tempo. PSAK No 1 menentukan bahwa semua kewajiban
yang tidak memenuhi kriteria sebagai kewajiban jangka pendek harus diklasifikasi sebagai
kewajiban jangka panjang. Dalam SFAS No. 47, FASB memberi pedoman tentang
pengungkapan untuk keharusan pembelian tak bersyarat jangka panjang dan pinjaman dan
saham tertebus jangka panjang.

Anda mungkin juga menyukai