Anda di halaman 1dari 2

A.

Pemeriksaan Ginjal

1. Uji bersihan kreatinin

Salah satu tes untuk mengukur fungsi ginjal yang biasa dilakukan oleh dokter adalah pemeriksaan
kreatinin. Kreatinin adalah produk limbah dalam darah Anda yang berasal dari aktivitas otot dan
dikeluarkan dari darah melalui ginjal. Apabila ginjal tidak bekerja dengan optimal, kadar kreatinin
akan meningkat dan menumpuk dalam darah. Serum kreatinin dipakai untuk mengukur kadar
kreatinin dalam darah dan memberikan angka yang mendiagnosa seberapa baik kinerja ginjal.

2. Glomerular filtration rate (GFR)

Tes untuk mengukur laju filtrasi glomeruli (GFR) diperlukan saat seseorang terlihat berisiko
mengidap penyakit ginjal.

Pemeriksaan ini cukup sederhana, yaitu menggunakan kadar kreatinin dalam darah dan dimasukkan
ke dalam sebuah formula. Formula yang digunakan biasanya akan berbeda berdasarkan umur, jenis
kelamin, dan terkadang berat badan dan etnis. Sebagai contoh, seiring dengan bertambahnya usia,
nilai GFR akan ikut turun.

3. Nitrogen urea darah (NUD)

Nitrogen urea darah (NUD) merupakan pengecekan untuk mengukur jumlah nitrogen dalam darah
yang berasal dari produk limbah urea. Tes untuk memeriksa fungsi ginjal ini melihat urea yang dibuat
ketika protein dipecah di tubuh dan dikeluarkan melalui urine. Jika ginjal tidak mampu mengeluarkan
urea dari darah dengan normal, tingkat NUD pun ikut meningkat. Pada ginjal yang sehat biasanya
mempunyai kadar nitrogen urea darah antara 7 dan 20.

4. USG dan CT Scan

Tes fungsi ginjal yang menggunakan gelombang suara ini berujuan untuk mencari kelainan pada
posisi dan ukuran ginjal. Selain itu, pemeriksaan USG juga dipakai untuk mendeteksi apakah di ginjal
ada hambatan tertentu, seperti batu ginjal atau tumor.

Di sisi lain, CT scan menggunakan pewarna kontras untuk membandingkan gambar ginjal yang juga
mencari kelainan lewat ukuran, posisi, dan hambatan pada organ tersebut.

5. Biopsi ginjal

Biopsi ginjal adalah tes untuk mengukur fungsi ginjal yang akan mengambil sepotong kecil jaringan
ginjal agar dapat diperiksa dengan mikroskop. Prosedur pemeriksaan ginjal yang satu ini
dilakukan dengan menggunakan jarum tipis dengan ujung yang tajam untuk mengiris potongan-
potongan kecil jaringan ginjal.

6. Tes urine

Pemeriksaan urine untuk mendeteksi kelainan di ginjal biasanya membutuhkan waktu seharian penuh
untuk melihat berapa banyak urine yang dihasilkan ginjal dalam satu hari. Prosedur ini juga
memperlihatkan apakah ada protein yang tidak tersaring dengan baik dari ginjal ke dalam urine.
Berikut ini ada beberapa tes urine untuk pemeriksaan ginjal lengkap:

 Urinalisis: menganalisis warna, konsentrasi, dan isi urine.


 Protein urine: bagian dari urinalisis tetapi dilakukan dengan tes dipstick yang terpisah.
 Mikroalbuminuria: mendeteksi sejumlah kecil protein yang disebut albumin dalam urine.
 Perbandingan kreatinin: membandingkan kreatinin dalam sampel urine dengan sampel darah.
(Martono dan Satino, 2014).

B. Kelainan Ginjal
a) Gagal ginjal kronik
adalah gangguan fungsi ginjal yang bersifat progesif dan irreversibel. Gangguan fungsi
ginjal ini terjadi ketika tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga mengakibatkan retensi urea dan sampah
nitrogen lain dalam darah (Adhitama dkk,2014)
b) Nefrolitiasis (batu ginjal) merupakan salah satu penyakit ginjal, dimana ditemukannya
batu yang mengandung komponen kristal dan matriks organik yang merupakan penyebab
terbanyak kelainan saluran kemih.1 Lokasi batu ginjal khas dijumpai di kaliks, atau pelvis
dan bila keluar akan terhenti dan menyumbat pada daerah ureter (batu ureter) dan
kandung kemih (batu kandung kemih). Batu ginjal dapat terbentuk dari kalsium, batu
oksalat, kalsium oksalat, atau kalsium fosfat (Fauzi dkk, 2016).
c) Proteinuria
Protein plasma merupakan fraksi terbesar dari keadaan urine normal dan abnormal.
Sehingga pada keadaan proteinuria jumlah protein yang diekskresi melalui urine lebih
dari 150 mg/hari. Proteinuria dapat menjadi tanda adanya penyakit dini pada ginjal. Hal
ini dapat bersifat sementara (intermittent), ortostatik ( timbul karena kelebihan aktivitas
duduk atau berdiri), dan persisten ( selalu ada) pada proteinuria intermittent proteinuria
akan sembuh jika penyebab teratasi. Proteinuria ortostatik, ekskresi protein akan normal
ketika pasien berbaring dan akan meningkat kertika pasien duduk atau berdiri. Sedangkan
yang persisten adalah kegagalan pada glomeurus atau tubulus.
Terdapat tiga mekanisme terjadinya proteinuria yaitu :
1. Adanya kerusakan dinding kapiler glomelurus yang menyebabkan protein plasma
dengan berat molekul besar lolos dan melampaui kemampuan reabsorbsi tubulus
hingga terjadi proteinuria. Kerusakan kapiler glomerulus ini dapat disebabkan oleh
peningkatan ukuran atau jumlah pori atau perubahan muatan listrik dinding
glomerulus.
2. Adanya kelainan atau kerusakan tubulus yang menyebabkan gangguan kemampuan
reabsorbsi.
3. Peningkatan produksi protein normal dan abnormal yang melampaui kemampuan
reabsorbsi tubulus proksimal ( Mandal, 2012).

Daftar Pustaka :

Fauzi, A., dan Putra, M., 2016, Nefrolitiasis, Jurnal Majority, Vol. 5(2), Hal. 68-73.

Mandal, AK., 2012, Assesment of Urinary Sediment by Electron Microscopy, New York : Plenum

Medical Book Company.

Martono, dan Satino , 2014, Deteksi Keparahan Fungsi Ginjal Melalui Perubahan Kritis Laju Filtrasi

Glomerulus Pasien Hemodialisa , Jurnal Ners, Vol. 9 (1 ), Hal. 43–48 .

Anda mungkin juga menyukai