J ULI 2017
MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 1
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B
MATERI INTI-4
TATA LAKSANA BAYI BARU LAHIR DAN BALITA DARI IBU TERINFEKSI HIV,
SIFILIS DAN/ATAU HEPATITIS B
I. Deskripsi Singkat
Ibu, pasangannya, dan keluarga memerlukan informasi yang tepat mengenai cara
perawatan dan pemantauan terkait kondisi kesehatan ibu maupun bayinya. Semua bayi
lahir dari ibu terinfeksi HIV, sifilis ataupun Hepatitis B harus mendapatkan penatalaksanaan
yang cepat dan tepat agar tidak tertular infeksi dari ibunya. Bayi lahir dari ibu teri nfeksi pun
harus dipantau dan diberikan pelayanan sesuai prosedur yang telah ditetapkan.
Setiap petugas pelaksana program PPIA di Puskesmas harus memahami secara benar
tentang tata laksana ini untuk mencegah atau mengurangi risiko tertularnya bayi dari in feksi
HIV, sifilis dan Hepatitis B.
IV. Metode
Curah pendapat
Ceramah tanya jawab
Bermain peran: Penawaran (konseling) pilihan makanan bagi bayi yang lahir dari ibu
HIV
MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 2
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja/pengalaman bekerja terkait
dengan materi yang akan disampaikan.
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
dibahas, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
1. Fasilitator menyampaikan pada sesi ini akan melakukan Bermain peran tentang
Penawaran (konseling) Pilihan makanan bagi bayi yang lahir dari ibu HIV, agar dapat
menerapkan materi yang telah dipelajari pada pelaksanaan PPIA di puskesmas.
2. Fasilitator meminta lima orang sukarelawan untuk berperan:
MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 3
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B
Fasilitator mengajak peserta merangkum apa yang telah dipelajari peserta dalam sesi ini
Fasilitator menutup sesi dengan mengucapkan terimakasih dan salam.
Definisi
Beberapa definisi yang perlu dipahami terkait dengan penularan HIV kepada bayi dan
anak melalui pemberian makanan, yaitu:
Bayi adalah anak yang baru dilahirkan sampai dengan usia 12 bulan
Menyusui eksklusif berarti memberikan hanya Air Susu Ibu (ASI), dan TIDAK
memberi bayi makanan atau minuman lain, termasuk air putih Menyusui campur
(mixed feeding) berarti memberikan ASI, ditambah makanan atau minuman lain,
baik itu susu formula, bubur, atau makanan lainnya
Susu formula bayi : Pengganti ASI yang diformulasikan secara industri menurut
Codex Alimentarius Standards (program standar gabungan FAO/WHO) untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi normal bayi sampai usia enam bulan.
Makanan pendamping : Segala jenis makanan, baik dibuat secara komersial,
atau setempat, atau dibuat sendiri, yang cocok sebagai pendamping ASI atau
susu formula ketika keduanya tidak mencukupi lagi kebutuhan nutrisi bayi.
Makanan pendamping diperuntukkan bagi bayi mulai usia diatas enam bulan
Relaktasi : Memberikan kembali ASI setelah sempat terhenti, atau berkurang.
MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 4
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B
Pada ibu sehat, air susu ibu (ASI) merupakan gizi yang terbaik bagi bayi dan sangat
jarang menimbulkan reaksi alergi pada bayi. Pada ibu dengan HIV, terdapat
kemungkinan penularan HIV melalui ASI. Pilihan pemberian ASI atau susu formula harus
dilaksanakan setelah orangtua diberikan konseling. Pemilihan nutrisi harus mencakup
manfaat pencegahan penularan HIV dan pemeliharaan status nutrisi. Praktik pemberian
makanan yang tidak tepat bagi kelompok umur ini dapat meningkatkan risiko infeksi,
kurang gizi, bahkan kematian.
Namun, seperti telah kita ketahui, penularan HIV dari ibu kepada bayinya dapat terjadi
pada :
5 – 10 % 10 – 20 % 10 – 15 %
Intervensi Program PPIA diketiga masa tersebut dapat menekan penularan HIV dari ibu ke
bayi hingga hanya sebesar 2% pada ibu HIV dengan CD4 lebih besar atau sama dengan 450
sel/mm3
1 - 6 bulan 4% 4%
7 -12 bulan 5% 9%
13-24 bulan 7% 16%
Meta-analisis tahun 2004 menunjukkan penularan kumulatif sebesar 9.3% pada usia 18
bulan (8,9 per 100 anak pada usia menyusui)
MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 5
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B
Berikut adalah grafik tentang probabilitas kumulatif HIV pada anak yang lahir dari ibu HIV.
Grafik . Probabilitas Kumulatif HIV pada 549 anak yang lahir dari Perempuan
Dengan HIV (Coutsoudis et al. AIDS 2001, 15:379-87)
Ibu dengan HIV positif harus mempertimbangkan banyak faktor ketika mengambil
keputusan tentang pilihan pemberian makan yang terbaik untuk bayinya. Penyuluh
kesehatan (healthcare worker) memainkan peran penting dalam mengarahkan proses
pengambilan keputusan mereka dengan memberi konseling tentang pemberian makan
bayi yang di dalamnya tercakup:
Kondisi psikososial ibu perlu dipertimbangkan ketika menolong seorang ibu menentukan
pilihan tentang pemberian makanan bayi.
Anjuran Pemberian Nutrisi bagi bayi yang belum diketahui status HIV-nya
1. Pemilihan makanan bayi harus didahului konseling terkait risiko penularan HIV sejak
sebelum persalinan.
2. Pengambilan keputusan dapat dilakukan oleh ibu/keluarga setelah mendapat
informasi dan konseling secara lengkap. Pilihan apapun yang diambil seorang ibu
harus didukung.
3. Pilihan yang diambil haruslah antara ASI saja atau susu formula saja.
4. Sangat tidak dianjurkan untuk mencampur ASI dengan susu formula, karena memiliki
risiko tertinggi untuk terjadinya penularan virus HIV kepada bayi. Hal ini dikarenakan
MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 6
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B
susu formula adalah benda asing yang dapat menimbulkan perubahan mukosa
dinding usus yang mempermudah masuknya virus HIV yang ada dalam ASI ke aliran
darah bayi.
5. Untuk menghilangkan risiko penularan HIV dari ibu ke bayi, Ibu dengan HIV
dianjurkan memberi susu formula bagi bayinya yang HIV negatif atau belum
diketahui status HIVnya, jika SELURUH syarat AFASS (Affordable/terjangkau,
Feasible/mampu laksana, Acceptable/dapat diterima,
Sustainable/berkesinambungan dan Safe/Aman dapat dipenuhi.
Rumah tangga dan masyarakatnya memiliki jaminan atas akses air bersih
dan sanitasi yang baik
Ibu (atau pengasuh) sepenuhnya mampu menyediakan susu formula secara
cukup /adekuat untuk mendukung tumbuh kembang anak
Ibu (atau pengasuh) mampu menyiapkan susu formula dengan bersih dan
dengan frekuensi yang cukup, sehingga aman dan terhindar dari diare dan
malnutrisi
Ibu (atau pengasuh) dapat memenuhi kebutuhan susu formula secara
eksklusif/terus-menerus sampai bayi berusia 6 bulan
Keluarga mampu memberikan dukungan dalam proses pemberian susu
formula yang baik; dan
Ibu (atau pengasuh) dapat mengakses pelayanan kesehatan yang
komprehensif bagi bayinya.
6. Bila syarat-syarat pada butir 5 terpenuhi maka ASI dihentikan dan diberikan susu
formula dengan cara penyiapan yang baik
7. Untuk melakukan penghentian ASI, (setelah syarat pada butir 5 terpenuhi) bayi dapat
segera beralih secara total ke susu formula (sehingga tidak mixed feeding). Untuk
menghindari terjadinya mastitis pada payudara ibu, ASI diperah dengan frekuensi
perah yang dikurangi secara bertahap hingga produksi ASI berhenti, namun ASI
perah tidak diberikan kepada bayi.
8. Apabila setelah bayi berusia 6 bulan syarat-syarat pada butir 5 belum dapat
terpenuhi maka ASI tetap dapat diberikan dengan cara diperah dan dipanaskan
(heat-treated) dan diberikan dengan menggunakan gelas kaca atau gelas/botol
plastik nomor 5 (PP/Polypropilen), dan bayi mendapat makanan pendamping.
Pada usia 12 bulan ASI harus dihentikan dan bayi mendapat makanan keluarga
sebagai sumber nutrisi utama.
Ibu sangat dianjurkan untuk memberikan ASI eksklusif sampai bayi berumur 6
bulan
Setelah berumur 6 bulan, bayi diberikan MP-ASI dan ASI dapat tetap dilanjutkan
sampai anak berumur 2 tahun
MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 7
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B
Ibu HIV dapat mempertimbangkan untuk memberikan ASI Perah yang dipanaskan
pada situasi-situasi berikut:
Pada prinsipnya kedua metode tersebut adalah sama, akan tetapi pada metode
kedua ibu perlu mengetahui dan mematuhi secara tepat waktu yang diperlukan
untuk meletakkan ASI perah dalam air panas yang sudah dididihkan, yaitu
selama 20 menit, jadi diperlukan alat bantu berupa jam (jam tangan atau
wecker). Karena itu untuk ibu-ibu yang kesulitan mematuhi waktu karena
keterbatasan alat bantu berupa jam, dipilih metode kesatu.
Faktor-faktor penting yang memungkinkan ibu untuk memberikan ASI perah yang
dipanaskan secara aman adalah:
1. Akses air bersih yang terus menerus ada
2. Bahan bakar yang cukup
3. Penghasilan yang tetap yang dapat dikontrol oleh ibu
Persiapan pemberian susu formula bayi untuk makanan pengganti adalah sebagai
berikut:
MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 8
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B
Syarat pemberian susu dari ibu lain yang tidak terinfeksi HIV/ASI donor :
1. Permintaan ibu kandung atau keluarga bayi yang bersangkutan;
Identitas, agama, dan alamat pendonor ASI diketahui dengan jelas oleh ibu atau
keluarga dari bayi penerima ASI;
2. Persetujuan pendonor ASI setelah mengetahui identitas bayi yang diberi ASI;
3. Pendonor ASI dalam kondisi kesehatan baik dan tidak mempunyai indikasi medis
yang menjadi kontraindikasi pemberian ASI; dan
4. ASI tidak diperjualbelikan.
Pemberian Makanan pada Bayi yang Lahir dari Ibu Sifilis dan Hepatitis B
Tidak ada perlakuan khusus tentang pemberian makanan pada bayi yang lahir dari
Ibu Sifilis dan Hepatitis B.
MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 9
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B
KEBERHASILAN MENYUSUI
Beberapa hal yang perlu diperhatikan ibu HIV jika memilih menyusui bayinya :
Manfaat IMD :
MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 10
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B
4) Rapatkan dada bayi dengan dada ibu atau bagian bawah payudara ibu.
5) Tempelkan dagu bayi pada payudara ibu.
6) Dengan posisi seperti ini maka telinga bayi akan berada dalam satu garis
dengan leher dan lengan bayi.
7) Jauhkan hidung bayi dari payudara ibu dengan cara menekan pantat bayi
dengan lengan ibu.
MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 11
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B
Jika terjadi puting lecet, payudara bengkak atau mastitis ibu harus
mempertimbangkan pemberian pengganti ASI (susu formula atau donor ASI). Jika
ibu ingin menghentikan menyusui dapat melihat poin 7 anjuran pemberian nutrisi
bagi bayi yang belum diketahui status hiv-nya.
Relaktasi tidak dapat dilakukan pada bayi dari ibu HIV dalam kondisi apapun, karena
akan meningkatkan risiko penularan HIV, seperti pada pemberian menyusui campur
(mixed feeding).
MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 12
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B
Pendahuluan
Bayi yang lahir dari ibu HIV positif memerlukan pemantauan dan perawatan yang
teratur
Ibu, pasangannya, dan keluarganya memerlukan informasi yang tepat mengenai cara
perawatan dan pemantauan
Untuk semua bayi lahir dari ibu dengan HIV (mendapat ASI ekskklusif atau susu
formula), harus mendapat Zidovudin sejak hari pertama (sebelum umur 12 jam),
selama 6 minggu. Dilanjutkan dengan Kotrimoksasol profilaksis sampai 12 bulan atau
sampai terdiagnosis HIV.
Fasyankes yang melayani persalinan ibu dengan HIV, harus juga menyediakan ARV
profilaksis untuk bayinya sebelum bayi dilahirkan. Bila fasyankes tersebut tidak
memiliki sediaan Zidovudin tunggal, maka ia harus bekerja sama dengan fasyankes
lain yang memilikinya.
Harus memperhatikan dosis dan efek samping
Harus memantau adherence
Dosis Zidovudin/AZT
MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 13
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B
Berikut adalah Jadwal Kunjungan pemeriksaan pada Bayi dan Anak dari Ibu HIV
LABORATORIUM
Hb dan √ √
Leukosit
CD4 Dilakukan bila pasien terbukti terinfeksi HIV atau ada tanda terinfeksi
HIV
PCR RNA Dilakukan bila pasien mampu, paling dini pada usia 6 minggu
DNA
Serologi √ √
HIV
Tabel 1. Jadwal Kunjungan pemeriksaan pada Bayi dan Anak dari Ibu HIV
Keterangan :
MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 14
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B
Walaupun responnya terhadap imunisasi tidak optimal atau kurang, penderita HIV
memerlukan imunisasi. Pasien HIV dapat diimunisasi dengan mikroorganisme yang
dilemahkan atau yang mati sesuai dengan rekomendasi yang tercantum pada tabel 19.
Pemberian imunisasi pada anak HIV dilakukan di Rumah Sakit atau berkonsultasi
dengan dokter Spesialis Anak.
MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 15
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B
Keluarga dan pasien perlu mengerti bahwa kotrimoksasol tidak mengobati dan
menyembuhkan infeksi HIV. Kotrimoksasol mencegah infeksi yang umum terjadi pada
bayi yang terpajan HIV dan anak imunokompromais dengan tingkat mortalitas tinggi.
Pemberian kotrimoksasol secara reguler sangat penting, tetapi tidak menggantikan
pemberian antiretroviral profilaxis
Memerlukan pemantauan kepatuhan minum obat/adherence
pemberian menyusui campur (mixed feeding).
Petugas kesehatan diharapkan memahami bagaimana cara mendiagnosis HIV pada bayi
dan anak; dapat menentukan status HIV pada bayi sedini mungkin, dan dengan diketahui
status infeksinya dapat diberikan ARV sedini mungkin.
Cara Pemeriksaan
Prosedur Pemeriksaan
Waktu Pemeriksaan
Waktu pemeriksaan, dapat dilihat pada tabel berikut
MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 16
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B
Positif Negatif
Bayi atau anak mungkin Tidak pernah ASI Pernah mendapat atau
terinfeksi HIV masih menerima ASI
Bayi atau anak mengalami Bayi masih sehatn sampai usia 9 bulan
tanda atau gejala HIV
Bagan . Alur diagnosis HIV pada bayi dan anak < 18 bulan idealnya dilakukan
pengulangan uji virologis HIV pada specimen yang berbeda untuk konfirmasi hasil
positif yang pertama
MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 17
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B
Catatan.
Idealnya dilakukan pengulangan uji virology HIV pada semua specimen yang
berbeda untuk konfirmasi hasil positif yang sama. Pada keadaan yang terbatas, uji
antibody HIV dapat dilakukan setelah usia 18 bulan untuk konfirmasi infeksi HIV.
MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 18
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B
Diagnosis definitif infeksi HIV pada bayi dan anak membutuhkan uji diagnostik yang
memastikan adanya virus HIV.
Uji antibodi HIV mendeteksi adanya antibodi HIV yang diproduksi sebagai bagian dari
respons imun terhadap infeksi HIV. Pada anak berusia lebih dari 18 bulan, uji antibodi HIV
dilakukan dengan cara yang sama seperti dewasa.
Terdapat dua cara untuk menyingkirkan diagnosis infeksi HIV pada bayi dan anak:
1. Uji virologik negatif pada anak dan bila pernah mendapat ASI, pemberiannya sudah
dihentikan lebih dari 6 minggu.
2. Uji antibodi negatif pada anak berusia lebih dari 18 bulan, menghentikan pemberian ASI
minimal 6 minggu
Uji antibodi HIV dapat dilakukan sedini-dininya pada usia 9 bulan dan bila hasilnya negatif
dapat disimpulkan tidak terinfeksi HIV, dengan catatan bayi tidak mendapatkan ASI dalam 6
minggu terakhir.
Antibodi HIV dari ibu/maternal yang ditransfer secara pasif selama kehamilan, dapat
terdeteksi sampai umur anak 18 bulan, oleh karena itu interpretasi hasil positif uji antibodi
HIV menjadi lebih sulit pada usia di bawah 18 bulan.
Bayi yang terpajan HIV dan mempunyai hasil positif uji antibodi HIV pada usia 9- 18 bulan
dianggap berisiko tinggi mendapat infeksi HIV, namun diagnosis definitif menggunakan uji
antibodi HIV hanya dapat dilakukan saat usia 18 bulan.
Untuk memastikan diagnosis HIV pada anak dengan usia di bawah 18 bulan, dibutuhkan uji
virologi HIV yang dapat memeriksa virus atau komponennya. Anak dengan hasil positif
pada uji virologi HIV pada usia berapapun dikatakan terkena infeksi HIV.
Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV, sehingga infeksi HIV baru dapat
disingkirkan bila pemeriksaan dilakukan setelah ASI dihentikan lebih dari 6 minggu.
Bayi yang lahir dari ibu HIV, perlu dipantau kesehatannya setiap bulan. Apabila ditemukan
kondisi klinis yang mungkin disebabkan oleh infeksi HIV, maka upaya diagnosis HIV harus
segera dilakukan. Bila hasil pemeriksaan serologi memberi hasil positif pada usia dibawah 18
bulan, maka dapat ditegakkan diagnosis presumtif HIV dan bayi/anak tersebut ditatalaksana
sebagai pasien HIV.
Bila ada anak berumur < 18 bulan dan dipikirkan terinfeksi HIV, tetapi perangkat laboratorium
untuk PCR HIV tidak tersedia, tenaga kesehatan diharapkan mampu menegakkan diagnosis
dengan cara DIAGNOSIS PRESUMTIF.
MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 19
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B
Catatan:
1. Menurut definisi Integrated Management of Childhood Illness (IMCI):
a. Oral thrush adalah lapisan putih kekuningan di atas mukosa yang normal atau
kemerahan (pseudomembran), atau bercak merah di lidah, langit-langit mulut atau
tepi mulut, disertai rasa nyeri. Tidak bereaksi dengan pengobatan antifungal topikal.
b. Pneumonia adalah batuk atau sesak napas pada anak dengan gambaran chest
indrawing, stridor atau tanda bahaya seperti letargik atau penurunan kesadaran,
tidak dapat minum atau menyusu, muntah, dan adanya kejang selama episode sakit
sekarang. Membaik dengan pengobatan antibiotik.
c. Sepsis adalah demam atau hipotermia pada bayi muda dengan tanda yang berat
seperti bernapas cepat, chest indrawing, ubun-ubun besar membonjol, letargi,
gerakan berkurang, tidak mau minum atau menyusu, kejang, dan lain-lain.
2. Pemeriksaan uji HIV cepat (rapid test) dengan hasil reaktif harus dilanjutkan dengan 2 tes
serologi yang lain.
3. Bila hasil pemeriksaan tes serologi lanjutan tetap reaktif, pasien harus segera mendapat
obat ARV
Untuk mendiagnosis sifilis kongenital pada bayi di bawah 15 bulan tidak mudah. Tes serologi
dengan dasar Ig G tidak bermanfaat, karena adanya transfer pasif antibodi ibu. Tes treponema
tidak dianjurkan. Sifilis kongenital kemungkinan asimtomatis pada lebih dari 50 % kasus,
terutama pada minggu pertama kehidupan. Biasanya gejala muncul pada bulan pertama tetapi
manifestasi klinis baru terlihat sampai tahun kedua kehidupan. Karena itu, definisi alternatif
yang disarankan untuk mendiagnosis kasus sifilis kongenital sebagai berikut.
1. Bayi yang dilahirkan dari ibu sifilis, dengan titer serologi minimal empat kali lebih tinggi dari
titer ibunya, atau tetap positif selama empat bulan setelah lahir. Bila titer negatif, dapat
dilanjutkan dengan pemeriksaan liquor. Pada ibu yang terinfeksi sifilis perlu dilakukan
pemeriksaan rontgen untuk melihat kelainan tulang dan fungsi hati janin saat di dalam
kandungan .
2. Anak dalam usia dua tahun pertama dengan bukti klinis sifilis (setidaknya dua manifestasi
klinis) dan serologi positif, lahir dari seorang ibu yang tidak diketahui status serologisnya.
Manifestasi klinisnya pembengkakan sendi, pilek, bula/gelembung di kulit,
hepatosplenomegali, ikterik, anemia dan perubahan radiologis tulang panjang.
3. Bayi dilahirkan mati dari ibu sifilis yang tidak diobati atau tidak diobati adekuat, meliputi:
A. Bayi dengan diagnosis pasti sifilis kongenital atau bayi yang secara klinis normal
tetapi ibunya dengan sifilis yang tidak diobati atau diobati secara tidak adekuat
(termasuk pengobatan dalam 30 hari sebelum partus atau sifilis yang diobati dengan
rejimen non penisili) WHO menganjurkan pemberian:
B. Pada bayi secara klinis normal dengan ibu positif sifilis dengan terapi sifilis tanpa
tanda-tanda re-infeksi, WHO menganjurkan pemantauan ketat (close monitoring)
MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 20
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B
Pemantauan ketat bayi tersebut di atas berupa pemeriksaan serologi non treponema
pada bulan ke 3, 6, 9 dan 12 setelah terapi. Bayi dinyatakan sembuh, bila hasil serologi
non treponemal menurun sampai 4x lipat dari titer awal.
Imunisasi Lanjutan
Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Anak Bawah Dua Tahun
a. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang hepatitis B (HBsAg) reaktif, maka diberikan
Hepatitis B Immunoglobulin (HBIg), vitamin K, vaksinasi hepatitis B hari ke-0 (HB 0)
kurang dari 24 jam setelah kelahiran, diikuti vaksinasi hepatitis B berikutnya sesuai
jadwal program imunisasi nasional.
Pemberian imunisasi Hepatitis B paling optimal diberikan pada bayi <24 jam pasca persalinan,
dengan didahului suntikan vitamin K1 2-3 jam sebelumnya, khusus daerah dengan akses sulit,
pemberian Hepatitis B masih diperkenankan sampai <7 hari.
MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 21
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B
Imunisasi Lanjutan
Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Anak Bawah Dua Tahun
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian kesehatan RI, 2011, Buku Pedoman Nasional Pencegahan, Perawatan dan
Pengobatan HIV/AIDS
2. Kementerian Kesehatan RI, 2012, Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari
Ibu ke Anak (PPIA)
3. Kementerian Kesehatan RI, 2009, Panduan Pelatihan Konselor Laktasi.
4. WHO/UNICEF, Infant and Young Child Counselling: an Intergrated Course
MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 22