Anda di halaman 1dari 22

Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita

dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH


TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN
HEPATITIS B

MATERI INTI 4 : TATA LAKSANA BAYI BARU LAHIR DAN


BALITA DARI IBU TERINFEKSI HIV , SIFILIS DAN / ATAU
HEPATITIS B

DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN


PENGENDALIAN PENYAKIT
KEMENTERIAN KESEHATAN R.I.

J ULI 2017

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 1
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B

MATERI INTI-4

TATA LAKSANA BAYI BARU LAHIR DAN BALITA DARI IBU TERINFEKSI HIV,
SIFILIS DAN/ATAU HEPATITIS B

I. Deskripsi Singkat

Ibu, pasangannya, dan keluarga memerlukan informasi yang tepat mengenai cara
perawatan dan pemantauan terkait kondisi kesehatan ibu maupun bayinya. Semua bayi
lahir dari ibu terinfeksi HIV, sifilis ataupun Hepatitis B harus mendapatkan penatalaksanaan
yang cepat dan tepat agar tidak tertular infeksi dari ibunya. Bayi lahir dari ibu teri nfeksi pun
harus dipantau dan diberikan pelayanan sesuai prosedur yang telah ditetapkan.

Setiap petugas pelaksana program PPIA di Puskesmas harus memahami secara benar
tentang tata laksana ini untuk mencegah atau mengurangi risiko tertularnya bayi dari in feksi
HIV, sifilis dan Hepatitis B.

II. Tujuan Pembelajaran

A. Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah mengikuti materi, peserta mampu memahami tata laksana bagi bayi baru lahir
dan balita dari Ibu terinfeksi HIV, Sifilis dan Hepatitis B.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus:


Setelah mengikuti materi, peserta mampu:
1. Menjelaskan risiko penularan HIV kepada bayi dan anak melalui pemberian ASI
2. Menjelaskan pemberian makanan bagi bayi dari ibu HIV, sifilis dan /atau hepatitis B
3. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan menyusui
4. Menjelaskan Tatalaksana dan pemantauan bayi dari Ibu terinfeksi HIV, Sifilis
dan/atau hepatitis B

III. Pokok Bahasan


1. Risiko penularan HIV kepada bayi dan anak melalui pemberian ASI
2. Pemberian makanan bagi Bayi dari ibu HIV. Sifilis dan /atau hepatitis B:
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan menyusui
4. Tatalakasana dan pemantauan bayi dari Ibu terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau hepatitis B

IV. Metode

 Curah pendapat
 Ceramah tanya jawab
 Bermain peran: Penawaran (konseling) pilihan makanan bagi bayi yang lahir dari ibu
HIV

V. Media dan Alat bantu


 LCD dan kelengkapannya
 Papan tulis / white board dan kelengkapannya
 Flipchart dan kelengkapannya
 Bahan tayang

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 2
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B

 Phantom bayi (manikin)


 Peralatan berkaitan dengan ASI perah
 Skenario bermain peran
.

VI. Langkah-Langkah Pembelajaran (waktu: 4 Jpl= 180 menit)

Langkah 1. Pengkondisian (waktu 5 menit)

1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan
menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja/pengalaman bekerja terkait
dengan materi yang akan disampaikan.
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
dibahas, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.

Langkah 2. Pembahasan Pokok bahasan 1 , 2, dan 3 (waktu 45 menit)

1. Fasilitator melakukan curah pendapat, menggali pengetahuan dan atau pengalaman


peserta tentang Penularan HIV kepada bayi dan anak melalui pemberian makanan.
Tuliskan poin-poin penyampaian dari peserta pada kertas flipchart.
2. Fasilitator menyampaikan paparan materi tentang Penularan HIV kepada bayi dan
anak melalui pemberian makanan menggunakan bahan tayang. Kaitkan dengan
pendapat peserta agar merasa dihargai.
3. Setelah seluruh presentasi selesai, atau selama presentasi fasilitator memberi
kesempatan peserta untuk tanya jawab .
4. Menyampaikan rangkuman singkat dari pokok bahasan 1,2, dan 3.

Langkah 3. Pembahasan Pokok Bahasan 4. (waktu: 45 menit)

1. Fasilitator melakukan curah pendapat, menggali pengetahuan dan atau pengalaman


peserta tentang tata laksana dan pemantauan bayi dari ibu terinfeksi HIV, Sifilis
dan/atau Hepatitis B. Tuliskan poin-poin penyampaian dari peserta pada kertas
flipchart.
2. Fasilitator menyampaikan paparan materi tentang tata laksana dan
pemantauan bayi dari ibu terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B. Lakukan
peragaan atau contoh yang diperlukan. Kaitkan dengan pendapat peserta agar
merasa dihargai.
3. Setelah seluruh presentasi selesai, atau selama presentasi fasilitator memberi
kesempatan peserta untuk tanya jawab .
4. Menyampaikan rangkuman singkat dari pokok bahasan 4.

Langkah 4. Memfasilitasi Bermain peran. (Waktu: 75 menit)

1. Fasilitator menyampaikan pada sesi ini akan melakukan Bermain peran tentang
Penawaran (konseling) Pilihan makanan bagi bayi yang lahir dari ibu HIV, agar dapat
menerapkan materi yang telah dipelajari pada pelaksanaan PPIA di puskesmas.
2. Fasilitator meminta lima orang sukarelawan untuk berperan:

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 3
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B

 Satu orang sebagai petugas puskesmas (dokter/bidan/perawat)


 Satu orang sebagai pasien ibu hamil.
 Tiga orang sebagai pengamat utama

Peserta lainnya juga diminta untuk melakukan pengamatan.

3. Fasilitator menjelaskan skenario bermain peran kepada masing-masing pemeran.


Setiap pemeran diminta mempelajari skenario sesuai dengan perannya. Petunjuk
penugasan dan scenario terlampir pada kurikulum pelatihan PPIA bagi petugas
kesehatan.
4. Tim melakukan bermain peran selama kurang lebih 10-15 menit
5. Setelah waktunya habis, fasilitator menghentikan bermain peran, kemudian meminta
pengamat utama untuk menyampaikan hasil pengamatannya. Setelah selesai,
fasilitator meminta para pemeran untuk menyampaikan perasaan mereka. Apabila
waktu masih tersedia, peserta lain diberi kesempatan menyampaikan hasil
pengamatan dan masukan.
6. Fasilitator memberikan ulasan singkat dan klarifikasi atau penegasan hal-hal yang
harus diperbaiki.

Langkah 4. Rangkuman dan Penutup (waktu 10 menit)

Fasilitator mengajak peserta merangkum apa yang telah dipelajari peserta dalam sesi ini
Fasilitator menutup sesi dengan mengucapkan terimakasih dan salam.

VII. Uraian Materi

POKOK BAHASAN 1. RISIKO PENULARAN HIV KEPADA BAYI DAN ANAK


MELALUI PEMBERIAN ASI

Definisi

Beberapa definisi yang perlu dipahami terkait dengan penularan HIV kepada bayi dan
anak melalui pemberian makanan, yaitu:
 Bayi adalah anak yang baru dilahirkan sampai dengan usia 12 bulan
 Menyusui eksklusif berarti memberikan hanya Air Susu Ibu (ASI), dan TIDAK
memberi bayi makanan atau minuman lain, termasuk air putih Menyusui campur
(mixed feeding) berarti memberikan ASI, ditambah makanan atau minuman lain,
baik itu susu formula, bubur, atau makanan lainnya
 Susu formula bayi : Pengganti ASI yang diformulasikan secara industri menurut
Codex Alimentarius Standards (program standar gabungan FAO/WHO) untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi normal bayi sampai usia enam bulan.
 Makanan pendamping : Segala jenis makanan, baik dibuat secara komersial,
atau setempat, atau dibuat sendiri, yang cocok sebagai pendamping ASI atau
susu formula ketika keduanya tidak mencukupi lagi kebutuhan nutrisi bayi.
Makanan pendamping diperuntukkan bagi bayi mulai usia diatas enam bulan
 Relaktasi : Memberikan kembali ASI setelah sempat terhenti, atau berkurang.

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 4
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B

Pada ibu sehat, air susu ibu (ASI) merupakan gizi yang terbaik bagi bayi dan sangat
jarang menimbulkan reaksi alergi pada bayi. Pada ibu dengan HIV, terdapat
kemungkinan penularan HIV melalui ASI. Pilihan pemberian ASI atau susu formula harus
dilaksanakan setelah orangtua diberikan konseling. Pemilihan nutrisi harus mencakup
manfaat pencegahan penularan HIV dan pemeliharaan status nutrisi. Praktik pemberian
makanan yang tidak tepat bagi kelompok umur ini dapat meningkatkan risiko infeksi,
kurang gizi, bahkan kematian.

Namun, seperti telah kita ketahui, penularan HIV dari ibu kepada bayinya dapat terjadi
pada :

 Saat dalam kandungan


 Saat proses persalinan
 Saat menyusui (laktasi)

Risiko bila tanpa intervensi (de Cock, dkk, 2000):

5 – 10 % 10 – 20 % 10 – 15 %

Intra Uterin Intrapartum Pasca persalinan

Intervensi yang dilakukan

Anti Retroviral Terapi ARV Bayi ARV


SC Vertikal HIV
Bagan . Penularan Susu Formula

Intervensi Program PPIA diketiga masa tersebut dapat menekan penularan HIV dari ibu ke
bayi hingga hanya sebesar 2% pada ibu HIV dengan CD4 lebih besar atau sama dengan 450
sel/mm3

Penularan HIV melalui pemberian ASI

 Risiko penularan melalui laktasi adalah 5-15% (menurut WHO)


 Analisis tahun 2002 (menurut Ghent) menunjukkan tingkat penularan sebagai berikut

Usia bayi Risiko penularan Kumulatif

1 - 6 bulan 4% 4%
7 -12 bulan 5% 9%
13-24 bulan 7% 16%
Meta-analisis tahun 2004 menunjukkan penularan kumulatif sebesar 9.3% pada usia 18
bulan (8,9 per 100 anak pada usia menyusui)

Sumber data : Late postnatal transmission of HIV-1 in breast-fed children: an individual


patient data meta-analysis. Coutsoudis A, Dabis F, J Infect Dis. 2004 Jun 15;189(12):2154-66

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 5
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B

Berikut adalah grafik tentang probabilitas kumulatif HIV pada anak yang lahir dari ibu HIV.

Menyusui campur ASI Eksklusif Susu Formula

Grafik . Probabilitas Kumulatif HIV pada 549 anak yang lahir dari Perempuan
Dengan HIV (Coutsoudis et al. AIDS 2001, 15:379-87)

POKOK BAHASAN 2. PEMBERIAN MAKANAN BAGI BAYI DARI IBU HIV.


SIFILIS DAN /ATAU HEPATITIS B:

Ibu dengan HIV positif harus mempertimbangkan banyak faktor ketika mengambil
keputusan tentang pilihan pemberian makan yang terbaik untuk bayinya. Penyuluh
kesehatan (healthcare worker) memainkan peran penting dalam mengarahkan proses
pengambilan keputusan mereka dengan memberi konseling tentang pemberian makan
bayi yang di dalamnya tercakup:

 Informasi tentang risiko penularan HIV melalui pemberian ASI


 Keuntungan dan kerugian dari tiap pilihan yang tersedia

Kondisi psikososial ibu perlu dipertimbangkan ketika menolong seorang ibu menentukan
pilihan tentang pemberian makanan bayi.

Anjuran Pemberian Nutrisi bagi bayi yang belum diketahui status HIV-nya
1. Pemilihan makanan bayi harus didahului konseling terkait risiko penularan HIV sejak
sebelum persalinan.
2. Pengambilan keputusan dapat dilakukan oleh ibu/keluarga setelah mendapat
informasi dan konseling secara lengkap. Pilihan apapun yang diambil seorang ibu
harus didukung.
3. Pilihan yang diambil haruslah antara ASI saja atau susu formula saja.
4. Sangat tidak dianjurkan untuk mencampur ASI dengan susu formula, karena memiliki
risiko tertinggi untuk terjadinya penularan virus HIV kepada bayi. Hal ini dikarenakan

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 6
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B

susu formula adalah benda asing yang dapat menimbulkan perubahan mukosa
dinding usus yang mempermudah masuknya virus HIV yang ada dalam ASI ke aliran
darah bayi.
5. Untuk menghilangkan risiko penularan HIV dari ibu ke bayi, Ibu dengan HIV
dianjurkan memberi susu formula bagi bayinya yang HIV negatif atau belum
diketahui status HIVnya, jika SELURUH syarat AFASS (Affordable/terjangkau,
Feasible/mampu laksana, Acceptable/dapat diterima,
Sustainable/berkesinambungan dan Safe/Aman dapat dipenuhi.

Pemenuhan syarat AFASS ditandai dengan adanya:

 Rumah tangga dan masyarakatnya memiliki jaminan atas akses air bersih
dan sanitasi yang baik
 Ibu (atau pengasuh) sepenuhnya mampu menyediakan susu formula secara
cukup /adekuat untuk mendukung tumbuh kembang anak
 Ibu (atau pengasuh) mampu menyiapkan susu formula dengan bersih dan
dengan frekuensi yang cukup, sehingga aman dan terhindar dari diare dan
malnutrisi
 Ibu (atau pengasuh) dapat memenuhi kebutuhan susu formula secara
eksklusif/terus-menerus sampai bayi berusia 6 bulan
 Keluarga mampu memberikan dukungan dalam proses pemberian susu
formula yang baik; dan
 Ibu (atau pengasuh) dapat mengakses pelayanan kesehatan yang
komprehensif bagi bayinya.

6. Bila syarat-syarat pada butir 5 terpenuhi maka ASI dihentikan dan diberikan susu
formula dengan cara penyiapan yang baik
7. Untuk melakukan penghentian ASI, (setelah syarat pada butir 5 terpenuhi) bayi dapat
segera beralih secara total ke susu formula (sehingga tidak mixed feeding). Untuk
menghindari terjadinya mastitis pada payudara ibu, ASI diperah dengan frekuensi
perah yang dikurangi secara bertahap hingga produksi ASI berhenti, namun ASI
perah tidak diberikan kepada bayi.
8. Apabila setelah bayi berusia 6 bulan syarat-syarat pada butir 5 belum dapat
terpenuhi maka ASI tetap dapat diberikan dengan cara diperah dan dipanaskan
(heat-treated) dan diberikan dengan menggunakan gelas kaca atau gelas/botol
plastik nomor 5 (PP/Polypropilen), dan bayi mendapat makanan pendamping.
Pada usia 12 bulan ASI harus dihentikan dan bayi mendapat makanan keluarga
sebagai sumber nutrisi utama.

Jika bayi telah diketahui HIV positif

 Ibu sangat dianjurkan untuk memberikan ASI eksklusif sampai bayi berumur 6
bulan
 Setelah berumur 6 bulan, bayi diberikan MP-ASI dan ASI dapat tetap dilanjutkan
sampai anak berumur 2 tahun

Persiapan pemberian pengganti ASI

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 7
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B

A. ASI perah dipanaskan


Memanaskan Asi adalah membebaskan dari virus HIV aktif, aman, bergizi, mudah
diperoleh, tersedia, dan melindungi. Proses Pemanasan ASI menurunkan beberapa
faktor-faktor pelindung, namun faktor pelindung tersebut tetap ada. Memanaskan
ASI itu secara khusus dapat bermanfaat selama masa risiko tinggi, misalnya pada
BBLR atau bayi prematur, selama episode mastitis atau sariawan pada bayi, dan
selama proses pemberhentian menyusu, atau untuk menambah zat-zat gizi terhadap
makanan lain bagi bayi yang lebih besar.

Ibu HIV dapat mempertimbangkan untuk memberikan ASI Perah yang dipanaskan
pada situasi-situasi berikut:

 Jika bayi: BBLR, sakit, atau tidak bisa menetek; ATAU


 Jika ibu sakit, sementara waktu tidak dapat menyusui, atau sedang mengalami
masalah di payudara (misal mastitis, puting lecet/luka); ATAU
 Bayi dalam masa persiapan penyapihan;

Ada dua metode sederhana, yaitu:

1. Pemanasan ASI dengan cara Cepat (Flash-heating).


Letakan ASI Perah pada wadah terbuka yang berbahan gelas di dalam panci
yang sudah berisi air dan panaskan panci di atas api sampai air mendidih.
Matikan api bila air sudah mendidih, angkat segera ASI perah dari panci.
Tutup dan biarkan ASI berangsur dingin.

2. Pasteurisasi cara Pretoria.


Rebus air dalam wadah (panci) sampai mendidih dan angkat panci, matikan
apinya. Letakan ASI perah dalam tempat yang berbahan gelas, tutup, kemudian
letakkan dalam air panas yang sudah dididihkan selama 20 menit, lalu angkat
dan biarkan dingin.

Pada prinsipnya kedua metode tersebut adalah sama, akan tetapi pada metode
kedua ibu perlu mengetahui dan mematuhi secara tepat waktu yang diperlukan
untuk meletakkan ASI perah dalam air panas yang sudah dididihkan, yaitu
selama 20 menit, jadi diperlukan alat bantu berupa jam (jam tangan atau
wecker). Karena itu untuk ibu-ibu yang kesulitan mematuhi waktu karena
keterbatasan alat bantu berupa jam, dipilih metode kesatu.

Faktor-faktor penting yang memungkinkan ibu untuk memberikan ASI perah yang
dipanaskan secara aman adalah:
1. Akses air bersih yang terus menerus ada
2. Bahan bakar yang cukup
3. Penghasilan yang tetap yang dapat dikontrol oleh ibu

B. Susu Formula Bayi

Persiapan pemberian susu formula bayi untuk makanan pengganti adalah sebagai
berikut:

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 8
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B

1. Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun selama 20 detik.


2. Pastikan semua peralatan (gelas, sendok, gelas pengukur) sudah dicuci bersih
dan kering.
3. Rebus air hingga mendidih seluruh permukaanya selama setidaknya 1-2 detik
4. Gunakan gelas pengukur untuk mengukur jumlah air yang diperlukan dan
gunakan sendok susu dalam kemasan susu formula untuk mengambil dan
mengukur jumlah susu formula. Untuk 1 sendok susu formula membutuhkan 30
ml air atau 60 ml air tergantung kemasan.
5. Siapkan air mendidih yang masih panas sesuai kebutuhan, baru dimasukkan
susu formula sesuai takaran.
6. Susu disiapkan hanya untuk 1 kali minum.
7. Berikan susu formula ke bayi dengan menggunakan cangkir atau botol. Susu
yang tersisa jangan diminumkan kepada bayi
8. Setelah selesai cuci semua peralatan dengan bersih dan simpan di wadah
tertutup.

Pemberian susu formula maupun ASI perah dengan persiapan yang


kurang baik dapat menyebabkan bayi menjadi sakit dan meninggal
karena infeksi seperti diare atau pneumonia. Pada banyak situasi
risiko kematian akibat infeksi lainnya sama hebatnya dengan risiko
memperoleh HIV

C. Susu dari Ibu lain yang tidak terinfeksi HIV/ASI Donor

Syarat pemberian susu dari ibu lain yang tidak terinfeksi HIV/ASI donor :
1. Permintaan ibu kandung atau keluarga bayi yang bersangkutan;
Identitas, agama, dan alamat pendonor ASI diketahui dengan jelas oleh ibu atau
keluarga dari bayi penerima ASI;
2. Persetujuan pendonor ASI setelah mengetahui identitas bayi yang diberi ASI;
3. Pendonor ASI dalam kondisi kesehatan baik dan tidak mempunyai indikasi medis
yang menjadi kontraindikasi pemberian ASI; dan
4. ASI tidak diperjualbelikan.

Pemberian Makanan pada Bayi yang Lahir dari Ibu Sifilis dan Hepatitis B

Tidak ada perlakuan khusus tentang pemberian makanan pada bayi yang lahir dari
Ibu Sifilis dan Hepatitis B.

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 9
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B

POKOK BAHASAN 3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KEBERHASILAN MENYUSUI

Beberapa hal yang perlu diperhatikan ibu HIV jika memilih menyusui bayinya :

a. Ibu telah mengetahui alasan mengapa memilih menyusui bayinya


Ibu telah mempertimbangkan kemungkinan pilihan pemberian makanan pada bayi
yang dijelaskan tenaga kesehatan terlatih.

b. Ibu melakukan persiapan menyusui


- Sejak hamil memeriksakan kehamilan ke dokter atau bidan (terutama pada
fasilitas pelayanan PPIA) dan mendapat terapi ART/ARV profilaksis
- Sejak hamil mempelajari dan memahami manfaat ASI dan langkah-langkah
menyusui yang benar (IMD, posisi menyusui, pelekatan dan menyusui sesering
mungkin)
- Makan makanan bergizi seimbang 1 (satu) porsi lebih banyak dari sebelum hamil
- Banyak minum air putih 8 – 10 gelas sehari
- Hindari minuman beralkohol, kopi dan teh
- Hindari rokok dan narkoba

c. Ibu mengetahui tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD)


IMD adalah bayi diberi kesempatan mulai (inisiasi) menyusu sendiri segera setelah
lahir (dini) dengan meletakkan bayi menempel di dada atau perut ibu, bayi dibiarkan
merayap mencari puting dan menyusu sampai puas. Proses ini berlangsung minimal
1 (satu) jam pertama sejak bayi lahir.

Manfaat IMD :

- Menghangatkan tubuh bayi


- Bayi mendapat kolostrum untuk meningkatkan kekebalan tubuh bayi
- Mengurangi perdarahan setelah persalinan
- Menjalin kasih sayang ibu dengan bayinya
- Meningkatkan keberhasilan menyusui

Cara melakukan IMD :

- Setelah bayi dikeringkan (bukan dimandikan), bayi diletakkan di dada ibu


- Bayi diselimuti untuk menjaga kehangatan tubuhnya.
- Biarkan bayi merayap di dada ibu serta menjilat-jilat kulit ibu dan menelan bakteri
baik dari kulit ibu.
- Setelah bayi mencapai puting payudara, bayi akan mulai membuka mulut dan
mulai menyusu ke payudara.

d. Ibu menyusui dengan cara menyusui yang baik dan benar


a. Posisi badan ibu dan badan bayi
1) Ibu duduk atau berbaring dengan santai
2) Pegang bayi pada belakang bahunya, tidak pada dasar kepala.
3) Badan bayi menghadap ke badan ibu.

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 10
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B

4) Rapatkan dada bayi dengan dada ibu atau bagian bawah payudara ibu.
5) Tempelkan dagu bayi pada payudara ibu.
6) Dengan posisi seperti ini maka telinga bayi akan berada dalam satu garis
dengan leher dan lengan bayi.
7) Jauhkan hidung bayi dari payudara ibu dengan cara menekan pantat bayi
dengan lengan ibu.

b. Pelekatan mulut bayi dan puting susu ibu


1) Payudara dipegang dengan ibu jari diatas jari yang lain menopang dibawah
(bentuk C) atau dengan menjepit payudara dengan jari telunjuk dan jari
tengah (bentuk gunting), dibelakang areola (kalang payudara).
2) Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (rooting reflex) dengan cara :
o Menyentuh pipi dengan puting susu
o Menyentuh sisi mulut puting susu
3) Tunggu sampai bayi bereaksi dengan membuka mulutnya lebar dan lidah ke
bawah.
4) Dengan cepat dekatkan bayi ke payudara ibu dengan cara menekan bahu
belakang bayi bukan bagian belakang kepala.
5) Posisikan puting susu diatas bibir atas bayi dan berhadap-hadapan dengan
hidung bayi.
6) Kemudian masukkan puting susu ibu menelusuri langit-langit mulut bayi.
7) Usahakan sebagian areola (kalang payudara) masuk kemulut bayi, sehingga
puting susu berada diantara pertemuan langit-langit yang keras (palatum
durum) dan langit-langit yang lunak (palatum molle).
8) Lidah bayi akan menekan dinding bawah payudara dengan gerakan
memerah sehingga ASI akan keluar dari sinus lactiferous yang terletak
dibawah kalang payudara.
9) Setelah bayi menyusu atau menghisap payudara dengan baik, payudara
tidak perlu dipegang atau disangga lagi.
10) Dianjurkan tangan ibu yang bebas dipergunakan untuk mengelus-ngelus
bayi.

Tanda-Tanda Menyusui Yang Benar

a. Tubuh bagian depan bayi menempel pada tubuh ibu.


b. Dagu bayi menempel pada payudara.
c. Dada bayi menempel pada dada ibu yang berada di dasar payudara (payudara
bagian bawah)
d. Telinga bayi berada dalam satu garis dengan leher dan lengan bayi.
e. Mulut bayi terbuka lebar dengan bibir bawah yang terbuka.
f. Sebagian besar areola tidak tampak.
g. Bayi menghisap dalam dan perlahan.
h. Bayi puas dan tenang pada akhir menyusu.
i. Terkadang terdengar suara bayi menelan.
j. Puting susu tidak terasa sakit.

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 11
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B

Teknik Menyusui Yang Salah

a. Mulut tidak terbuka lebar, dagu tidak menempel pada payudara.


b. Dada bayi tidak menempel pada dada ibu, sehingga leher bayi terputar.
c. Sebagian besar daerah areola masih terlihat.
d. Bayi menghisap sebentar-sebentar.
e. Bayi tetap gelisah pada akhir menyusu.
f. Kadang-kadang bayi minum berjam-jam.
g. Puting susu ibu lecet.

e. Ibu menyusui sesering mungkin semau bayi

Menyusui bayi sesering mungkin akan memberikan rangsangan untuk meningkatkan


produksi ASI (prolaktin) dan pengaliran ASI (oksitosin)

f. Ibu mengetahui tanda-tanda harus menghentikan menyusui diantaranya jika


puting lecet, payudara bengkak atau mastitis

Jika terjadi puting lecet, payudara bengkak atau mastitis ibu harus
mempertimbangkan pemberian pengganti ASI (susu formula atau donor ASI). Jika
ibu ingin menghentikan menyusui dapat melihat poin 7 anjuran pemberian nutrisi
bagi bayi yang belum diketahui status hiv-nya.

Relaktasi tidak dapat dilakukan pada bayi dari ibu HIV dalam kondisi apapun, karena
akan meningkatkan risiko penularan HIV, seperti pada pemberian menyusui campur
(mixed feeding).

Sampai disini peserta dapat melakukan Bermain peran. Penawaran


pilihan makanan bagi bayi yang lahir dari ibu HIV. Lakukan sesuai
penjelasan fasilitator..Petunjuk penugasan terlampir pada kurikulum
pelatihan PPIA bagi petugas kesehatan

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 12
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B

POKOK BAHASAN 4. TATALAKSANA DAN PEMANTAUAN BAYI DARI IBU


TERINFEKSI HIV, SIFILIS DAN/ATAU HEPATITIS B

A. Bayi Yang Lahir dari Ibu terinfeksi HIV

Pendahuluan

 Bayi yang lahir dari ibu HIV positif memerlukan pemantauan dan perawatan yang
teratur
 Ibu, pasangannya, dan keluarganya memerlukan informasi yang tepat mengenai cara
perawatan dan pemantauan

ARV Profilaksis pada bayi

 Untuk semua bayi lahir dari ibu dengan HIV (mendapat ASI ekskklusif atau susu
formula), harus mendapat Zidovudin sejak hari pertama (sebelum umur 12 jam),
selama 6 minggu. Dilanjutkan dengan Kotrimoksasol profilaksis sampai 12 bulan atau
sampai terdiagnosis HIV.
 Fasyankes yang melayani persalinan ibu dengan HIV, harus juga menyediakan ARV
profilaksis untuk bayinya sebelum bayi dilahirkan. Bila fasyankes tersebut tidak
memiliki sediaan Zidovudin tunggal, maka ia harus bekerja sama dengan fasyankes
lain yang memilikinya.
 Harus memperhatikan dosis dan efek samping
 Harus memantau adherence

Dosis Zidovudin/AZT

 Bayi cukup bulan: 4 mg/kgBB/12 jam selama 6 minggu


 Bayi prematur <30 minggu :
o 2 mg/kgBB/12 jam selama 4 minggu
o 2 mg/KgBB/8 jam selama 2 minggu terakhir
 Bayi prematur 30-35 minggu:
o 2 mg/kgBB/12 jam selama 2 minggu pertama,
o 2 mg/kgBB /8 jam selama 2 minggu kedua
o 4 mg/KgBB/12 jam selama 2 minggu terakhir

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 13
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B

Berikut adalah Jadwal Kunjungan pemeriksaan pada Bayi dan Anak dari Ibu HIV

Keterang 6– 3-7 8– 6 2 bln 3 bln 4 bln 6 bln 9 bln 12 18


an 48 hari 28 mgg bln bl
jam (KN2 hari n
(KN1) ) (KN3
)
Evaluasi √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
klinis
Berat √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
badan
Panjang √ √ √ √ √ √ √ √ √
Badan
Pemberia SF/A SF/A SF/A SF/A SF/A SF/A SF/A SF/ASI SF/A Makana
n SI SI SI SI SI SI SI + SI+ n
makanan makan makan keluarg
an an a
padat padat
ARV √ √ √ √
Profilaksis
Profilaksis √ √ √ √ √ √ √
PCP
dengan
kotrimoks
asol
Imunisasi Hep OVP DTP DTP DTP- Camp DTP
B BCG -HB -HB HB ak - HB
Hib Hib Hib OP
IPV IPV IPV V

LABORATORIUM
Hb dan √ √
Leukosit
CD4 Dilakukan bila pasien terbukti terinfeksi HIV atau ada tanda terinfeksi
HIV
PCR RNA Dilakukan bila pasien mampu, paling dini pada usia 6 minggu
DNA
Serologi √ √
HIV
Tabel 1. Jadwal Kunjungan pemeriksaan pada Bayi dan Anak dari Ibu HIV

Keterangan :

F : Formula feeding/susu formula BCG: Bacillus Calmette-Guerin


BF : Breast Feeding/ASI OPV: Oral polio vaksin
SF : Solid Food/makanan padat
DTP : Difteri,tetanus,pertusis
HB : Hepatitis B PCR RNA/DNA : polymerase chain reaction RNA/DNA

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 14
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B

Imunisasi pada Anak dengan HIV

Walaupun responnya terhadap imunisasi tidak optimal atau kurang, penderita HIV
memerlukan imunisasi. Pasien HIV dapat diimunisasi dengan mikroorganisme yang
dilemahkan atau yang mati sesuai dengan rekomendasi yang tercantum pada tabel 19.
Pemberian imunisasi pada anak HIV dilakukan di Rumah Sakit atau berkonsultasi
dengan dokter Spesialis Anak.

Tabel 19. Rekomendasi Imunisasi untuk Pasien HIV Anak

Vaksin Rekomendasi Keterangan


IPV Ya Pasien dan keluarga serumah
DPT Ya Pasien dan keluarga serumah
Hib Ya Pasien dan keluarga serumah
Hepatitis B* Ya Sesuai jadwal anak sehat
Hepatitis A Ya Sesuai jadwal anak sehat
MMR** Ya Diberikan umur 12 bulan
Influenza Ya Tiap tahun diulang
Pneumokok Ya Sedini mungkin
BCG*** Ya Dianjurkan untuk Indonesia

*) Dianjurkan dosis Hepatitis B dilipat gandakan dua kali.


**) Diberikan pada penderita HIV yang asimptomatik atau HIV dengan gejala
ringan.
***) Tidak diberikan bila HIV yang berat.

Jadwal kunjungan Imunisasi :

 Jadwal kunjungan disesuaikan dengan bayi sehat lainnya (klinik bersama)


 Tidak boleh ada pelabelan HIV
 Mengikuti jadwal bayi sehat lain (penimbangan, pemeriksaan KPSP, vitamin A, dan
lainnya).
 Kewaspadaan standar tetap dilakukan
 Gunakan kesempatan untuk pelayanan PPIA (kesehatan ibu, KB dan sterilisasi,
kesehatan saudara kandung, penilaian ulang sosial ekonomi, pasangan, keluarga
besar)
 Manfaatkan untuk promosi nutrisi bagi ibu

Pencegahan Pneumonia Pneumocystis Jiroveci

 Untuk Indonesia : pemberian kotrimoksasol, setiap hari dengan dosis 4 -6 mg/kg BB


satu kali sehari, mulai 6 minggu – 12 bulan bila klinis baik, atau sampai terbukti bayi
tidak terinfeksi HIV. Pemberian profilaksis kotrimoksasol dilanjutkan bila bayi terbukti
terinfeksi HIV.

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 15
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B

 Keluarga dan pasien perlu mengerti bahwa kotrimoksasol tidak mengobati dan
menyembuhkan infeksi HIV. Kotrimoksasol mencegah infeksi yang umum terjadi pada
bayi yang terpajan HIV dan anak imunokompromais dengan tingkat mortalitas tinggi.
Pemberian kotrimoksasol secara reguler sangat penting, tetapi tidak menggantikan
pemberian antiretroviral profilaxis
 Memerlukan pemantauan kepatuhan minum obat/adherence
pemberian menyusui campur (mixed feeding).

Diagnosis HIV pada Bayi Dan Anak Dari Ibu Hiv

Petugas kesehatan diharapkan memahami bagaimana cara mendiagnosis HIV pada bayi
dan anak; dapat menentukan status HIV pada bayi sedini mungkin, dan dengan diketahui
status infeksinya dapat diberikan ARV sedini mungkin.

Cara Pemeriksaan

1. Secara Virologi: PCR (DNA atau RNA)


Saat ini bahan pemeriksaan menggunakan sampel darah (serum) dapat pula
dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan sampel darah kering (Dried Blood
Sample/DBS)
2. Secara Imunologis: memeriksa antibodi HIV baik secara Elisa atau Rapid tes

Prosedur Pemeriksaan

1. Harus didahului konseling


2. Dilakukan sedini mungkin, tergantung jenis pemeriksaan

Waktu Pemeriksaan
Waktu pemeriksaan, dapat dilihat pada tabel berikut

Uji Perasat Waktu pemeriksaan

Virologis PCR DNA/RNA Mulai usia 6 minggu

Serologis EIA Antara usia 9-12 bulan


Bila Positif, ulangi periksa pada usia
18 bulan atau lebih

Tabel 3. Waktu Pemeriksaan

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 16
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B

Panduan Diagnosis Bayi < 18 Bulan

Bayi terpajan HIV usia kurang dari 18 bulan

Pemeriksaan virologi HIV

Tersedia Tidak Tersedia

Positif Negatif

Bayi atau anak mungkin Tidak pernah ASI Pernah mendapat atau
terinfeksi HIV masih menerima ASI

Bayi atau anak Bayi atau anak berisiko Monitoring klinis


Mulai ART dan ulangi
tidak terinfeksi terinfeksi HIV selama secara berkala
pemeriksaan virologyi
untuk konfirmasi belum berhenti ASI

Bayi atau anak mengalami Bayi masih sehatn sampai usia 9 bulan
tanda atau gejala HIV

Pemeriksaan virologi Cek antibody HIV


tidak tersedia

Pemeriksaan virologi tersedia


Positif Negatif

Negatif Positif Asumsikan terinfeksi bila anak sakit;


Asumsikan tidak terinfeksi bila anak sehat

Bayi atau anak terinfeksi HIV

Mulai ART dan ulangi Kemungkinan besar HIV


pemeriksaan virologyi negative kecuali masih ASI
untuk konfirmasi infeksi

Ulangi cek antibody pada usia 18 bulan dan atau


6 minggu setelah berhenti ASI

Bagan . Alur diagnosis HIV pada bayi dan anak < 18 bulan idealnya dilakukan
pengulangan uji virologis HIV pada specimen yang berbeda untuk konfirmasi hasil
positif yang pertama

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 17
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B

Catatan.
Idealnya dilakukan pengulangan uji virology HIV pada semua specimen yang
berbeda untuk konfirmasi hasil positif yang sama. Pada keadaan yang terbatas, uji
antibody HIV dapat dilakukan setelah usia 18 bulan untuk konfirmasi infeksi HIV.

Penilaian dan tatalaksana awal, terlihat pada bagan berikut

Anak sakit berat, paparan HIV tidak


Anak dengan paparan HIV diketahui, dicurigai terinfeksi HIV

Penilaian kemungkinan infeksi HIV dengan Identifikasi factor risiko HIV:


memeriksa:  Status penyakit HIV pada ibu
 Status penyakit HIV pada ibu  Transfusi darah
 Paparan ibu dan bayi terhadap ARV  Penularan seksual
 Cara kelahiran dan laktasi  Pemakaian narkoba suntik
 Cara kelahiran dan laktasi

 Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta


evaluasi bila anak mempunyai tanda dan gejala  Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta
infeksi HIV atau infeksi opurtunistik evaluasi bila anak mempunyai tanda dan gejala
 Lakukan pemeriksaan dan pengobatan yang infeksi HIV atau infeksi opurtunistik
sesuai  Lakukan pemeriksaan dan pengobatan yang Comment [MRK1]:
Bagan pindah ke belakang setelah diagnosis
sesuai presumptive HIV
Bagan dibuat baru, agar lebih jelas

 Identifikasi kebutuhan untuk ART dan


kotrimoksazol untuk mencegah PCP (prosedur  Identifikasi factor risiko dan atau tanda/gejala
1x), yang sesuai dengan infeksi HIV atau infeksi
 Identifikasi kebutuhan anak usia >1 tahun untuk oportunistik yang mungkin disebabkan HIV
meneruskan kotrimoksazol  Pertimbangkan uji diagnostic HIV dan konseling
 Metode yang digunakan tergantung usia anak
(prosedur II)
 Pada kasus status HIV ibu tidak dapat
ditentukan dan uji virologik tidak dapat
 Lakukan uji diagnostic HIV
dikerjakan untuk diagnosis infeksi HIV pada
 Metode yang digunakan tergantung usia
anak (prosedur II) anak usia < 18 bulan, uji antibody HIV harus
dikerjakan

Bagan 2. Penilaian dan Tatalaksana Awal

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 18
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B

Menyingkirkan diagnosis infeksi HIV pada Bayi dan Anak

 Diagnosis definitif infeksi HIV pada bayi dan anak membutuhkan uji diagnostik yang
memastikan adanya virus HIV.
 Uji antibodi HIV mendeteksi adanya antibodi HIV yang diproduksi sebagai bagian dari
respons imun terhadap infeksi HIV. Pada anak berusia lebih dari 18 bulan, uji antibodi HIV
dilakukan dengan cara yang sama seperti dewasa.
 Terdapat dua cara untuk menyingkirkan diagnosis infeksi HIV pada bayi dan anak:

1. Uji virologik negatif pada anak dan bila pernah mendapat ASI, pemberiannya sudah
dihentikan lebih dari 6 minggu.

2. Uji antibodi negatif pada anak berusia lebih dari 18 bulan, menghentikan pemberian ASI
minimal 6 minggu

 Uji antibodi HIV dapat dilakukan sedini-dininya pada usia 9 bulan dan bila hasilnya negatif
dapat disimpulkan tidak terinfeksi HIV, dengan catatan bayi tidak mendapatkan ASI dalam 6
minggu terakhir.

Pemeriksaan serologi anti HIV pada Anak

 Antibodi HIV dari ibu/maternal yang ditransfer secara pasif selama kehamilan, dapat
terdeteksi sampai umur anak 18 bulan, oleh karena itu interpretasi hasil positif uji antibodi
HIV menjadi lebih sulit pada usia di bawah 18 bulan.
 Bayi yang terpajan HIV dan mempunyai hasil positif uji antibodi HIV pada usia 9- 18 bulan
dianggap berisiko tinggi mendapat infeksi HIV, namun diagnosis definitif menggunakan uji
antibodi HIV hanya dapat dilakukan saat usia 18 bulan.
 Untuk memastikan diagnosis HIV pada anak dengan usia di bawah 18 bulan, dibutuhkan uji
virologi HIV yang dapat memeriksa virus atau komponennya. Anak dengan hasil positif
pada uji virologi HIV pada usia berapapun dikatakan terkena infeksi HIV.
 Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV, sehingga infeksi HIV baru dapat
disingkirkan bila pemeriksaan dilakukan setelah ASI dihentikan lebih dari 6 minggu.

Diagnosis Presumtif HIV Pada Anak < 18 Bulan

Bayi yang lahir dari ibu HIV, perlu dipantau kesehatannya setiap bulan. Apabila ditemukan
kondisi klinis yang mungkin disebabkan oleh infeksi HIV, maka upaya diagnosis HIV harus
segera dilakukan. Bila hasil pemeriksaan serologi memberi hasil positif pada usia dibawah 18
bulan, maka dapat ditegakkan diagnosis presumtif HIV dan bayi/anak tersebut ditatalaksana
sebagai pasien HIV.

Bila ada anak berumur < 18 bulan dan dipikirkan terinfeksi HIV, tetapi perangkat laboratorium
untuk PCR HIV tidak tersedia, tenaga kesehatan diharapkan mampu menegakkan diagnosis
dengan cara DIAGNOSIS PRESUMTIF.

Bila ada 1 kriteria berikut: Minimal ada 2 gejala berikut:

 PCP, meningitis, kriptokokus,  Oral thrush


kandidiasis esophagus  Pneumonia berat
 Toksoplasmosis Atau  Sepsis berat
 Malnutrisi berat yang tidak  Kematian ibu yang berkaitan
membaik dengan pengobatan dengan HIV atau penyakit HIV
standar yang lanjut pada ibu
 CD4+ <20%

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 19
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B

Catatan:
1. Menurut definisi Integrated Management of Childhood Illness (IMCI):
a. Oral thrush adalah lapisan putih kekuningan di atas mukosa yang normal atau
kemerahan (pseudomembran), atau bercak merah di lidah, langit-langit mulut atau
tepi mulut, disertai rasa nyeri. Tidak bereaksi dengan pengobatan antifungal topikal.
b. Pneumonia adalah batuk atau sesak napas pada anak dengan gambaran chest
indrawing, stridor atau tanda bahaya seperti letargik atau penurunan kesadaran,
tidak dapat minum atau menyusu, muntah, dan adanya kejang selama episode sakit
sekarang. Membaik dengan pengobatan antibiotik.
c. Sepsis adalah demam atau hipotermia pada bayi muda dengan tanda yang berat
seperti bernapas cepat, chest indrawing, ubun-ubun besar membonjol, letargi,
gerakan berkurang, tidak mau minum atau menyusu, kejang, dan lain-lain.
2. Pemeriksaan uji HIV cepat (rapid test) dengan hasil reaktif harus dilanjutkan dengan 2 tes
serologi yang lain.
3. Bila hasil pemeriksaan tes serologi lanjutan tetap reaktif, pasien harus segera mendapat
obat ARV

B. Bayi Lahir dari Ibu dengan Sifilis

Untuk mendiagnosis sifilis kongenital pada bayi di bawah 15 bulan tidak mudah. Tes serologi
dengan dasar Ig G tidak bermanfaat, karena adanya transfer pasif antibodi ibu. Tes treponema
tidak dianjurkan. Sifilis kongenital kemungkinan asimtomatis pada lebih dari 50 % kasus,
terutama pada minggu pertama kehidupan. Biasanya gejala muncul pada bulan pertama tetapi
manifestasi klinis baru terlihat sampai tahun kedua kehidupan. Karena itu, definisi alternatif
yang disarankan untuk mendiagnosis kasus sifilis kongenital sebagai berikut.

1. Bayi yang dilahirkan dari ibu sifilis, dengan titer serologi minimal empat kali lebih tinggi dari
titer ibunya, atau tetap positif selama empat bulan setelah lahir. Bila titer negatif, dapat
dilanjutkan dengan pemeriksaan liquor. Pada ibu yang terinfeksi sifilis perlu dilakukan
pemeriksaan rontgen untuk melihat kelainan tulang dan fungsi hati janin saat di dalam
kandungan .

2. Anak dalam usia dua tahun pertama dengan bukti klinis sifilis (setidaknya dua manifestasi
klinis) dan serologi positif, lahir dari seorang ibu yang tidak diketahui status serologisnya.
Manifestasi klinisnya pembengkakan sendi, pilek, bula/gelembung di kulit,
hepatosplenomegali, ikterik, anemia dan perubahan radiologis tulang panjang.

3. Bayi dilahirkan mati dari ibu sifilis yang tidak diobati atau tidak diobati adekuat, meliputi:

 tidak ada dokumentasi tentang pengobatan;


 diobati kurang dari empat minggu sebelum persalinan;
 tidak mengunakan penisilin untuk pengobatan;
 tidak menyesuaikan pengobatan sesuai dengan tahapan sifilis

A. Bayi dengan diagnosis pasti sifilis kongenital atau bayi yang secara klinis normal
tetapi ibunya dengan sifilis yang tidak diobati atau diobati secara tidak adekuat
(termasuk pengobatan dalam 30 hari sebelum partus atau sifilis yang diobati dengan
rejimen non penisili) WHO menganjurkan pemberian:

₋ Aqueus Benzil Penicillin dengan dosis 100.000 – 150.000 U/kg/hari secara IV


selama 10-15 hari; atau Penicillin Procain 50.000 U/kgBB/hari. Dosis tunggal
secara IM selama 10-15 hari

B. Pada bayi secara klinis normal dengan ibu positif sifilis dengan terapi sifilis tanpa
tanda-tanda re-infeksi, WHO menganjurkan pemantauan ketat (close monitoring)

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 20
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B

terhadap bayi tersebut. (WHO, 2015. Treatment of treponema pallidum)

Pemantauan ketat bayi tersebut di atas berupa pemeriksaan serologi non treponema
pada bulan ke 3, 6, 9 dan 12 setelah terapi. Bayi dinyatakan sembuh, bila hasil serologi
non treponemal menurun sampai 4x lipat dari titer awal.

IMUNISASI PADA BAYI YANG LAHIR DARI IBU SIFILIS


Bayi yang lahir dari ibu sifilis harus tetap mendapatkan imunisasi lengkap sesuai dengan jadwal
imunisasi rutin

Tabel 2. Jadwal Imunisasi

Jadwal Imunisasi Dasar


Tabel 1. Jadwal Pemberian Imunisasi
Interval Minimal untuk
Umur Jenis jenis imunisasi yang
sama
0-24 Jam Hepatitis B
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3 1 bulan
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4, IPV
9 bulan Campak

Imunisasi Lanjutan
Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Anak Bawah Dua Tahun

Umur Jenis Imunisasi Interval minimal setelah imunisasi dasar


DPT-HB-Hib 12 bulan dari DPT-HB-Hib 3
18 bulan
Campak 6 bulan dari Campak dosis pertama

C. Bayi Lahir dari Ibu Hepatitis B

1. Penanganan bayi yang dilahirkan dari Ibu dengan hepatitis B reaktif

a. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang hepatitis B (HBsAg) reaktif, maka diberikan
Hepatitis B Immunoglobulin (HBIg), vitamin K, vaksinasi hepatitis B hari ke-0 (HB 0)
kurang dari 24 jam setelah kelahiran, diikuti vaksinasi hepatitis B berikutnya sesuai
jadwal program imunisasi nasional.

Tabel 2. Jadwal Imunisasi

Jadwal Imunisasi Dasar


Tabel 1. Jadwal Pemberian Imunisasi
Interval Minimal untuk
Umur Jenis jenis imunisasi yang
sama
0-24 Jam Hepatitis B
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3 1 bulan
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4, IPV
9 bulan Campak

Pemberian imunisasi Hepatitis B paling optimal diberikan pada bayi <24 jam pasca persalinan,
dengan didahului suntikan vitamin K1 2-3 jam sebelumnya, khusus daerah dengan akses sulit,
pemberian Hepatitis B masih diperkenankan sampai <7 hari.

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 21
Materi Inti 4: Tata Laksana Bayi Baru lahir Dan Balita
dari Ibu Terinfeksi HIV, Sifilis dan/atau Hepatitis B

Imunisasi Lanjutan
Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Anak Bawah Dua Tahun

Umur Jenis Imunisasi Interval minimal setelah imunisasi dasar


DPT-HB-Hib 12 bulan dari DPT-HB-Hib 3
18 bulan
Campak 6 bulan dari Campak dosis pertama
b. Setelah bayi berusia di atas 9 – 12 bulan, agar dilakukan pemeriksaan HBsAg dan
anti-HBs. Apabila HBsAg (-) dan Anti HBs (+) artinya anak tidak terinfeksi Hepatitis B
dan memiliki kekebalan terhadap Hep B. Sedangkan jika HBsAg (+) dan Anti HBs (-)
artinya anak terinfeksi
c. Selanjutnya anak yang terinfeksi Hepatitis B selanjutnya dirujuk ke RS yang memiliki
kemampuan tatalaksana Hepatitis B pada anak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian kesehatan RI, 2011, Buku Pedoman Nasional Pencegahan, Perawatan dan
Pengobatan HIV/AIDS
2. Kementerian Kesehatan RI, 2012, Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari
Ibu ke Anak (PPIA)
3. Kementerian Kesehatan RI, 2009, Panduan Pelatihan Konselor Laktasi.
4. WHO/UNICEF, Infant and Young Child Counselling: an Intergrated Course

MODUL PELATIHAN BAGI PELATIH TRIPLE ELIMINASI HIV, SIFILIS DAN HEPATITIS B 22

Anda mungkin juga menyukai