BAB I
PENGERTIAN DAKWAH
berangkat bekerja dan baru pulang menjelang akhir waktu sahur. Ia bekerja
sedemikian berat, karena ia ingin memberi kehidupan yang layak untuk
keluarganya di tanah air, khususnya untuk masa depan pendidikan anak satu-
satunya yang ia sebut sebagai titipan mulia ilahi. Ia bersedia hidup ekonomis
di tengah masyarakat yang hidup mewah dan konsumtif, karena ia
berkeinginan membantu orang-orang tua, para janda, dan anak-anak usia
sekolah yang terlantar di kampung halamannya. Ia telah membeli sebidang
tanah yang dipersiapkan untuk panti asuhan yatim dan fakir miskin kelak
ketika ia kembali ke tanah air. Ia yakin, Allah SWT akan membantunya. Ia
dengan mantap mengatakan dengan bahasa Jawanya yang sangat kental
“Gusti Allah niku sugih (Allah SWT Maha Kaya)”. Dalam standar kehidupan
pada umumnya, pekerja di restoran tersebut sebenarnya termasuk mereka yang
tak berdaya. Ia harus ke luar negeri karena keterbatasan lapangan kerja di
Indonesia. Akan tetapi, ia tetap bertekad melakukan pemberdayaan kepada
orang lain.
Belum pernah ada orang yang menyebut Muntako sebagai pendakwah,
karena ia tidak berceramah, padahal upaya Muntako yang terpuji itu dapat
melebihi penceramah yang seringkali berbicara tanpa kejelasan tindakan.
Muntako tidak berbicara, tetapi bertindak dan berhasil. Muntako adalah
pendakwah. Ia melakukan dakwah pemberdayaan masyarakat.
terkejut mendapat SMS (pesan pendek) dari ketua RT. Ada dua orang masuk
Islam di depan Yudo. Bahkan, beberapa orang bertato lainnya kemudian
sesekali pergi ke masjid bersamanya. Yudo adalah pendakwah tanpa mimbar.
Ia melakukan dakwah ”ikan bakar” yang menyentuh hati kepada mereka yang
bertahun-tahun tidak tersentuh oleh dakwah dalam bentuk ceramah. Penulis
telah lebih 10 tahun berceramah di masjid setempat, tetapi belum pernah ada
orang masuk Islam karena ceramah penulis.
Dakwah dalam bentuk pemberdayaan masyarakat biasanya dilakukan
secara kolektif dan terlembaga. Contoh untuk ini adalah Baitul Mal Wa al-
Tamwil Insan Sejahtera (BMT Inset) di Kendal, Jawa Tengah. Lembaga ini
didirikan pada bulan Oktober 1998 dengan prakarsa 20 orang yang masing-
masing menyetor modal Rp. 400.000,-. Dengan dana total delapan juta rupiah,
mereka telah ikut melayani dan mengembangkan sendi-sendi kehidupan
pedagang dan pengusaha kecil. Semula BMT Inset hanya menjangkau
pedagang-pedagang kecil di sekitar pasar Cepiring dan pasar Srogol,
Kecamatan Brongsong Kendal. Belakangan usaha BMT Inset telah merambah
di empat kecamatan, yaitu Pegundon, Cepiring, Kendal, dan Gemuh. Mula-
mula pinjaman yang diberikan kepada pedagang sayur, mainan anak, dan
pedagang pecel sekitar Rp. 100.000,-. BMT Inset tidak memberlakukan bunga,
tetapi bagi hasil sesuai kerelaan mereka. “Kadang ada nasabah kami yang
memberikan bagi hasil yang jauh lebih tinggi daripada kalau kami
memberlakukan bunga bank”, ujar Rafiq H. Humaidi, Ketua Pengurus BMT
Inset. Dengan sistem ini, tiap tahun ada tambahan keuntungan usaha sekitar
Rp. 123 juta lebih (M. Luthfi Hamidi, 2003: 83-85). BMT Inset
menyelamatkan masyarakat dari sistem riba dan mengenalkannya dengan
sistem bagi hasil. Ia juga meningkatkan taraf hidup umat Islam yang bisa
menjauhkan dari kemaksiatan dan kekufuran. Inilah pesan utama dakwah dari
lembaga keuangan syari’ah lainnya, seperti Bank Muamalat, Takaful Syari’ah,
Reksadana Syari’ah, BPR Syari’ah dan sebagainya. Mereka adalah pendakwah
dengan pesan dakwah non verbal, tidak dalam bentuk kata, ucapan, atau
tulisan, melainkan dalam kebijakan manajemen.
Ada juga pendakwah yang menfokuskan dakwahnya untuk
menyelamatkan iman generasi muslim yaitu yang dilakukan oleh 35 pelajar
muslim Indonesia yang tergabung dalam Keluarga Besar Britania Raya
(KIBAR). Mereka menulis dua jilid buku tebal yang berjudul Paket Permainan
Interaktif Pendidikan Akidah untuk Anak TK. Buku ini menjadi pegangan
guru Islam yang mengajar keimanan untuk anak-anak diplomat, pelajar
ataupun pekerja di Inggris. Menurut Geovanni, pemrakarsa penulisan,
terbitnya buku tersebut dilatarbelakangi oleh kesulitan dalam pengajaran
agama bagi anak-anak muslim di Sheffield dan Inggris pada umumnya. Anak-
anak dibiasakan untuk bersikap kritis termasuk dalam masalah agama,
sehingga model pendidikan agama di Indonesia tidak bisa diterapkan sama
sekali. Usaha KIBAR tersebut dapat dikatakan sebagai kegiatan dakwah
dengan tulisan. Siapapun bisa menjadi pendakwah dengan menulis pesan
Islam di majalah, koran, atau internet. Pendakwah melalui tulisan melebihi
4
jangkauan dakwah ceramah yang hanya ditangkap terbatas pada mereka yang
hadir atau mendengarkan. Pendakwah tulisan tidak dituntut lancar bacaan al-
Qur’an dan pesan dakwahnya ditangkap oleh massa yang membaca. Boleh jadi
tulisan itu didokumentasi, didiskusikan, dijadikan wacana, dan penulisnya
menjadi tokoh besar yang merubah masyarakat secara kultural.
Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti
panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain). Sesungguhnya
Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur- angsur pergi di
antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah
orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan
atau ditimpa azab yang pedih.
10. Anak angkat yaitu dalam surat al-Ahzab ayat 4.
Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam
rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu dhihar itu
sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai
anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di
mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia
menunjukkan jalan (yang benar).
Penulis sengaja membatasi pelacakan kata dakwah dan
pembentukannya hanya pada al-Qur’an, karena semua ayat al-Qur’an pasti
berasal dari Allah SWT (qath’i al-wurud). Tidak demikian dengan hadits yang
banyak diriwayatkan dengan maknanya saja. Selain itu, pembentukan kata dan
peletakannya dalam al-Qur’an juga merupakan mukjizat, ada makna dan
maksud tersendiri yang harus digali. Bila kita pelajari satu kata saja dalam al-
Qur’an, maka kita akan menemukan rahasia yang agung. Salah satu metode
yang baik dalam menguraikan makna kata dalam al-Qur’an adalah kajian
semantik. Dalam kajian ini, kita menelusuri makna suatu kata dari sudut
persamaannya, lawan kata, konteks kalimat, penggunaan asalnya, konteks
pembicaraan, perbandingan dengan kalimat lain, dan konteks keagamaan
(Toshihiko Izutsu, 1993: 44-50).
Penelusuran makna dakwah melalui penggunaan pembentukan kata
oleh al-Qur’an di atas juga merupakan cara kajian semantik. Pemahaman yang
9
ﻣﻨﮭﺞ ﯾﻘﻮم ﻋﻠﻰ ﺑﯿﺎن اﻟﺤﻖ واﻟﺨﯿﺮ واﻟﮭﺪى وﻛﺸﻒ وﺳﺎﺋﻞ اﻟﺒﺎطﻞ وأﺳﺎﻟﯿﺒﮫ ﺑﺸﺘﻰ
اﻟﻄﺮق واﻷﺳﺎﻟﺐ واﻟﻮﺳﺎﺋﻞ
“Sistem yang berfungsi menjelaskan kebenaran, kebajikan, dan petunjuk
(agama); sekaligus menguak berbagai kebathilan beserta media dan
metodenya melalui sejumlah tehnik, metode, dan media yang lain”.
4. Syekh Muhammad al-Khadir Husain (t.t.: 14), dakwah adalah
ﺣﺚ اﻟﻨﺎس ﻋﻠﻰ اﻟﺨﯿﺮ و اﻟﮭﺪى واﻷﻣﺮ ﺑﺎﻟﻤﻌﺮوف واﻟﻨﮭﻲ ﻋﻦ اﻟﻤﻨﻜﺮ ﻟﯿﻔﻮزوا
ﺑﺴﻌﺎدة اﻟﻌﺎﺟﻞ واﻵﺟﻞ
“Menyeru manusia kepada kebajikan dan petunjuk serta menyuruh kepada
kebajikan dan melarang kemunkaran agar mendapat kebahagiaan dunia dan
akherat”.
Definisi ini menjadi pegangan bagi Syekh ‘Ali Mahfudh dalam kitabnya,
Hidayah al-Mursyidin untuk merumuskan definisi dakwah
5. Syekh Muhammad al-Ghazali (dalam al-Bayanuni, 1993: 15), dakwah
adalah
ﺑﺮﻧﺎﻣﺞ ﻛﺎﻣﻞ ﯾﻀﻢ ﻓﻰ أطﻮاﻧﮫ ﺟﻤﯿﻊ اﻟﻤﻌﺎرف اﻟﺘﻰ ﯾﺤﺘﺎج إﻟﯿﮭﺎ اﻟﻨﺎس ﻟﯿﺒﺼـ ّﺮوا
اﻟﻐﺎﯾﺔ ﻣﻦ ﻣﺤﯿﺎھﻢ وﻟﯿﺴﺘﻜﺸﻔﻮا ﻣﻌﺎﻟﻢ اﻟﻄﺮﯾﻖ اﻟﺘﻰ ﺗﺠﻤﻌﮭﻢ راﺷﺪﯾﻦ
“Program sempurna yang menghimpun semua pengetahuan yang
dibutuhkan oleh manusia di semua bidang, agar ia dapat memahami tujuan
hidupnya serta menyelidiki petunjuk jalan yang mengarahkannya menjadi
orang-orang yang mendapat petunjuk”
6. Syekh Adam ‘Abdullah al-Aluri (dalam al-Bayanuni, 1993: 15), dakwah
adalah
ﺻﺮف أﻧﻈﺎر اﻟﻨﺎس وﻋﻘﻮﻟﮭﻢ إﻟﻰ ﻋﻘﯿﺪة ﺗﻔﯿﺪھﻢ أو ﻣﺼﻠﺤﺔ ﺗﻨﻔﻌﮭﻢ وھﻲ أﯾﻀﺎ
ﻧﺪﺑﺔ ﻹﻧﻘﺎذ اﻟﻨﺎس ﻣﻦ ﺿﻼﻟﺔ ﻛﺎدوا ﯾﻘﻌـﻮن ﻓـﯿﮭﺎ أو ﻣﻦ ﻣﻌـﺼﯿﺔ ﻛﺎدت ﺗﺤﺪق ﺑﮭﻢ
“Mengarahkan pandangan dan akal manusia kepada kepercayaan yang
berguna dan kebaikan yang bermanfaat. Dakwah juga kegiatan mengajak
(orang) untuk menyelamatkan manusia dari kesesatan yang hampir
menjatuhkannya atau dari kemaksiatan yang selalu mengelilinginya”
7. Muhammad Abu al-Fath al-Bayanuni (1993: 17), dakwah adalah
9. Toha Yahya Omar (1992: 1), dakwah Islam adalah “mengajak manusia
dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah
Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan di
akherat”.
10. Musyawarah Kerja Nasional –I PTDI di Jakarta (1968) merumuskan
dakwah adalah “mengajak atau menyeru untuk melakukan kebajikan dan
mencegah kemunkaran, merubah umat dari satu situasi kepada situasi lain
yang lebih baik dalam segala bidang, merealisasi ajaran Islam dalam
kehidupan sehari-hari bagi seorang pribadi, keluarga, kelompok atau
massa, serta bagi kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan tata hidup
bersama dalam rangka pembangunan bangsa dan umat manusia”.
11. Aboebakar Atjeh (1971: 6), dakwah adalah perintah mengadakan seruan
kepada sesama manusia untuk kembali dan hidup sepanjang ajaran Allah
SWT yang benar dengan penuh kebijaksanaan dan nasehat yang baik.
12. HSM Nasaruddin Latif (1971: 11), dakwah adalah setiap usaha atau
aktivitas dengan lisan, tulisan dan lainnya yang bersifat menyeru,
mengajak, memanggil manusia untuk beriman dan mentaati Allah SWT
sesuai dengan garis-garis akidah dan syari’at serta akhlak Islamiyah.
13. Masdar Helmy (1973: 31), dakwah adalah “mengajak dan menggerakkan
manusia agar mentaati ajaran-ajaran Allah SWT (Islam), termasuk
melakukan amar ma’ruf nahi munkar untuk bisa memperoleh kebahagiaan
di dunia dan di akherat”.
14. A. Hasjmy (1974: 28), dakwah Islamiyah adalah “mengajak orang lain
untuk meyakini dan mengamalkan akidah dan syari’ah Islam yang lebih
dahulu telah diyakini dan diamalkan oleh pendakwah sendiri”.
15. Nasaruddin Razak (1976: 2), dakwah adalah “suatu usaha memanggil
manusia ke jalan ilahi menjadi muslim”.
16. Abdul Rosyad Sholeh (1977: 9-10), dakwah adalah “proses
penyelenggaraan suatu usaha mengajak orang untuk beriman dan mentaati
Allah SWT, amar ma’ruf, perbaikan dan pembangunan masyarakat, dan
nahi munkar yang dilakukan dengan sengaja dan sadar untuk mencapai
tujuan tertentu, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan hidup yang diridlai
Allah SWT”.
17. M. Masykur Amin (1980: 16), dakwah adalah “suatu aktivitas yang
mendorong manusia memeluk agama Islam melalui cara yang bijaksana,
dengan materi ajaran Islam, agar mereka mendapatkan kesejahteraan kini
(dunia) dan kebahagiaan nanti (akherat)”.
18. Anwar Masy’ari (1981: 9), dakwah adalah “proses penyelenggaraan suatu
usaha atau aktivitas yang dilakukan dengan sadar dan sengaja berupa
ajakan kepada orang lain untuk beriman dan mentaati Allah SWT, amar
ma’ruf dan nahi munkar untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan
yang diridlai Allah SWT”.
12
19. Abdul Kadir Munsyi (1981: 19), dakwah ialah “merubah umat dari satu
situasi kepada situasi yang lebih baik di dalam segi kehidupan”.
20. Abul A’la al-Maududi (1982: 4-5), dakwah adalah “panggilan Ilahi dan
Rasul untuk menghidupkan manusia yang berkeseimbangan: seimbang
ilmu dan imannya, seimbang amal dan ibadahnya, serta seimbang ikhtiar
dan do’anya”.
21. Asmuni Syukir (1982: 21), dakwah Islam adalah “suatu usaha atau proses
yang diselenggarakan dengan sadar dan terencana untuk mengajak manusia
ke jalan Allah SWT, memperbaiki situasi ke arah yang lebih baik (dakwah
bersifat pembinaan dan pengembangan) dalam rangka mencapai tujuan
tertentu, yaitu hidup bahagia di dunia dan akherat”.
22. Isa Anshari (1984: 19), dakwah adalah “usaha membuka konfrontasi
keyakinan di tengah manusia, membuka kemungkinan bagi kemanusiaan
untuk menetapkan pilihannya sendiri”.
23. Amrullah Ahmad (1984: 6-7), dakwah adalah “suatu sistem usaha bersama
orang beriman dalam rangka mewujudkan ajaran Islam dalam semua segi
sosio kultural”.
24. Abu Risman (1985: 12), dakwah Islam adalah “segala macam usaha yang
dilakukan oleh seorang muslim atau lebih untuk merangsang orang lain
untuk memahami, meyakini, dan kemudian menghayati ajaran Islam
sebagai pedoman hidup dan kehidupannya”.
25. T.A. Lathief Rousydiy (1989: ), dakwah itu adalah “mengajak orang masuk
Islam dan mengamalkan ajaran Islam dalam segala aspek kehidupan
manusia secara murni dan konsekuen”.
26. Barmawi Umari (1987: 52), dakwah adalah “mengajak orang kepada
kebenaran, mengerjakan perintah, menjauhi larangan, agar memperoleh
kebahagiaan di masa sekarang dan yang akan datang”.
27. Imam Sayuti Farid (1987:21), dakwah adalah “proses penyampaian ajaran
Islam kepada umat manusia dengan asas, cara serta tujuan yang dapat
dibenarkan oleh ajaran Islam itu sendiri”.
28. Hamzah Ya’kub (1992: 13), dakwah Islam adalah “mengajak manusia
dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk-petunjuk Allah
SWT dan RasulNya”.
29. Hafi Anshori (1993: 11), dakwah adalah “proses penyelenggaraan suatu
usaha mengajak orang untuk beriman dan mentaati Allah SWT, amar
ma’ruf, perbaikan dan pembangunan masyarakat dan nahi munkar yang
dilakukan dengan sengaja dan sadar untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu
kebahagiaan dan kesejahteraan hidup yang diridlai Allah SWT”.
30. Jamaluddin Kafie (1993: 28), dakwah adalah
“Suatu sistem kegiatan dari seseorang, kelompok, atau
segolongan umat Islam sebagai aktualisasi imaniyah yang
13
dalam al-Qur’an dan Hadits. Ukuran teks ini lebih stabil dibanding ukuran
akal yang senantiasa dinamis sesuai dengan konteksnya, meski teks sendiri
memerlukan penafsiran konteks. Dengan ukuran ini, metode, media, pesan,
teknik harus sesuai dengan maksud syari’at Islam (maqashid al-syari’ah).
Karenanya, pendakwah pun harus seorang muslim. Dengan demikian,
rumusan singkat definisi dakwah yang terangkum dari beberapa definisi di
atas adalah kegiatan peningkatan iman menurut syari’at Islam.
Apabila definisi dakwah dari para ahli dikaitkan dengan beberapa
fenomena dakwah, pemahaman dakwah dari sudut bahasa, serta
pengembangan makna konsep dakwah di atas, maka dapat dinyatakan bahwa
dakwah merupakan proses peningkatan iman dalam diri manusia sesuai
syari’at Islam. ”Proses” menunjukkan kegiatan yang terus-menerus,
berkesinambungan, dan bertahap. Peningkatan adalah perubahan kualitas yang
positif: dari buruk menjadi baik, atau dari baik menjadi lebih baik.
Peningkatan iman termanifestasi dalam peningkatan pemahaman, kesadaran,
dan perbuatan. Untuk membedakan dengan pengertian dakwah secara umum,
syari’at Islam menjadi tolok ukur dakwah Islam. Dengan syari’at Islam
sebagai pijakan, hal-hal yang terkait dengan dakwah tidak boleh betentangan
dengan al-Qur’an dan hadits.
Dalam perkembangan berikutnya, definisi dakwah mengalami
perubahan bersamaan dengan upaya meningkatkan status dakwah sebagai satu
disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Keilmuan dakwah akan diuraikan secara
khusus pada bab berikutnya.
D. Beberapa Istilah Semakna dengan Dakwah
Pengertian dakwah dari segi bahasa dan definisi para ahli sebagaimana
disebutkan di atas memiliki padanan dengan istilah-istilah yang lain, antara
lain: tabligh, khutbah, nashihah, tabsyir wa tandzir, washiyyah, amar ma’ruf
nahi munkar, tarbiyah wa ta’lim dan sebagainya. Masing-masing istilah ini
berasal dari bahasa Arab yang telah menjadi istilah agama Islam dan sebagian
telah populer dalam masyarakat muslim. Namun seringkali terjemahannya
kurang tepat. Untuk mencari maknanya, sejumlah ayat al-Qur’an yang
memunculkan istilah itu dapat ditelusuri.
1. Tabligh ()ﺗﺒﻠﯿﻎ
Dalam berbagai pembentukan katanya, kata ini dikemukakan al-Qur’an
sebanyak 77 kali (Asep Muhiddin, 2002: 63). Arti asal tabligh adalah
menyampaikan. Dalam aktivitas dakwah tabligh berarti menyampaikan ajaran
Islam kepada orang lain. Tabligh lebih bersifat pengenalan dasar tentang
Islam. Pelakunya disebut mubaligh, yaitu orang yang melakukan tabligh.
Muhammad Abu al-Fath al-Bayanuni (1993: 19) meletakkan tabligh pada
tahapan awal dakwah. Tahapan berikutnya adalah pengajaran dan pendalaman
ajaran Islam. Setelah itu, penerapan ajaran Islam dalam kehidupan. Sebagai
tahapan awal, tabligh sangat strategis. Keberhasilan tabligh adalah
keberhasilan dakwah, kegagalan tabligh juga kegagalan dakwah. Perbedaan
17
antara dakwah dan tabligh dijelaskan Amrullah Ahmad (1993: 49) sebagai
berikut.
“Tabligh adalah bagian dari sistem dakwah Islam. Kegiatan dakwah
adalah usaha bersama orang yang beriman dalam merealisasikan ajaran
Islam ke dalam seluruh aspek kehidupan yang dilakukan melalui
lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi. Sedangkan tabligh adalah
usaha menyampaikan dan menyiarkan pesan Islam yang dilakukan
oleh individu maupun kelompok baik secara lisan maupun tulisan”.
Seorang mubaligh akan menghadapi orang-orang yang beraneka
pemahamannya khususnya orang yang awam tentang Islam. Karena awamnya
ini, boleh jadi rintangan dan ancaman terhadap mubaligh sangat besar. Dalam
surat al-Maidah ayat 67 dijelaskan bahwa Rasulullah SAW diperintahkan
untuk tabligh (menyampaikan wahyu yang diterima dari Allah SWT) dan
Allah SWT menjanjikan penjagaannya.
Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu,
berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara
kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
Ibnu Katsir (1997, II: 84) mengomentari ayat tersebut,
“Sebelum turunnya ayat ini, Nabi SAW benar-benar menjaga
dirinya”. ‘Aisyah r.a, istri Nabi SAW, menceritakan bahwa Rasulullah
SAW tidak tidur pada suatu malam dan ia sedang berada di sebelahnya.
‘Aisyah r.a bertanya, “Apakah yang Anda inginkan, wahai Rasulullah
SAW ?”. Rasulullah SAW menjawab, “Barangkali ada seorang laki-
laki saleh yang menjaga diriku malam ini”. “Tak lama kemudian”,
cerita ‘Aisyah r.a, “aku mendengar suara pedang”. “Siapakah ini ?”,
tanya Rasulullah SAW. “Aku Sa’id bin Malik,” jawab orang laki-laki
yang bernama Sa’id. “Mengapa kamu datang ke sini?”, tanya
Rasulullah SAW selanjutnya. Sa’id menjawab, “Aku datang untuk
menjaga Anda, wahai Rasulullah SAW”. ‘Aisyah r.a bercerita lagi,
“Setelah itu, aku mendengar dengkuran Rasulullah SAW dalam
tidurnya” (al-Bukhari, t.t.: 222).
18
Dalam ayat yang lain juga disebutkan bahwa tugas para nabi dan
pendakwah pada umumnya hanyalah tabligh kepada umatnya. Apakah mereka
mengikuti atau tidak, bukan urusan para nabi dan pendakwah. Tabligh
sebenarnya dapat disampaikan melalui lisan maupun tulisan. Akan tetapi,
istilah mubaligh sekarang cenderung diartikan secara sempit oleh masyarakat
umum sebagai orang yang menyampaikan ajaran Islam melalui lisan, seperti
penceramah agama, pembaca khutbah, dan sebagainya. Dalam surat Ali
‘Imran ayat 20, Yasin ayat 17, al-Maidah ayat 92 dan 99, al-Ra’d ayat 40, al-
Nahl ayat 54, al-‘Ankabut ayat 18, dan al-Syu’ara’ ayat 48 dinyatakan bahwa
tabligh itu berorientasi tugas, bukan hasil.
Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam),
maka katakanlah: "Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan
(demikian pula) orang-orang yang mengikutiku" Dan katakanlah
kepada orang-orang yang telah diberi Al kitab dan kepada orang-
orang yang ummi: "Apakah kamu (mau) masuk Islam". Jika mereka
masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika
mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan
(ayat-ayat Allah) dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.
(QS Ali Imran: 20)
Sekalipun tugas mubaligh hanya menyampaikan ajaran Islam, namun
penyampaiannya dituntut untuk benar-benar mendalam dan membuat mitra
dakwah menjadi paham. Pesan dakwah yang mudah dipahami dan
mengesankan disebut baligh atau qaulan baligha (QS an-Nisa’: 63). Oleh
sebab itu dalam Surat Yasin ayat 17 disebutkan bahwa tugas para nabi adalah
tabligh dengan bahasa yang jelas (al-balagh al-mubin).
Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah
Allah) dengan jelas.(QS Yasin:17)
19
ﺑﺎﯾﻌﺖ رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ و ﺳﻠﻢ ﻋﻠﻰ إﻗﺎم اﻟﺼﻼة و إﺗﺎء اﻟﺰﻛﺎة
واﻟﻨﺼﺢ ﻟﻜﻞ ﻣﺴﻠﻢ
“Aku telah berjanji setia kepada Rasulullah SAW untuk mendirikan
shalat, membayar zakat, dan memberi nasehat kepada setiap muslim”
(Muslim, 1988: I: 49: nomor 97).
Dalam hadits ini, memberi nasehat disejajarkan dengan kewajiban
shalat dan zakat. Dalam hadits yang lain, dari Abu Ruqiyyah Tamim bin Aus
al-Duri, Nabi SAW bersabda,
ﻠﻤﯿﻦ
“Agama itu nasehat”. Kami bertanya, “Untuk siapa,وﻋﺎﻣﺘﮭﻢ wahai
Rasulullah SAW?”. “Untuk Allah, untuk Kitab Allah, untuk Rasul
Allah, untuk para pemimpin umat Islam dan semua umat Islam” jawab
Rasulullah SAW” (Muslim, 1988: I: 49: nomor 95).
Al-Khauli (t.t.: 17-18) menjelaskan hadits yang terakhir ini sebagai
berikut.
“Nasehat untuk Allah SWT adalah beriman kepada-Nya, taat pada
perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya…. Nasehat kepada Allah adalah
mempercayai al Qur’an sebagai Kalam Allah SWT, menjadikannya
sebagai petunjuk, memperdalam maknanya, dan mengamalkan
20
tabsyir dahulu kemudian tandzir seperti pada surat al-Qari’ah ayat 6-11.
Setelah Allah SWT menjelaskan keridlaanNya kepada orang-orang yang berat
timbangan kesalehannya kemudian dijelaskan adanya neraka yang telah
dipersiapkan untuk mereka yang tidak memiliki timbangan kesalehan.
4. Khutbah ()ﺧﻄﺒﺔ
Kata khutbah berasal dari susunan tiga huruf, yaitu kha’, tha’, dan ba’,
yang dapat berarti pidato atau meminang. Arti asal khutbah ( )ﺧﻄﺒﺔadalah
bercakap-cakap tentang masalah yang penting. Berdasar pengertian ini maka
khutbah adalah pidato yang disampaikan untuk menunjukkan kepada
pendengar mengenai pentingnya suatu pembahasan. Pidato diistilahkan dengan
khithabah ()ﺧﻄﺎﺑﺔ. Dalam bahasa Indonesia sering ditulis dengan khutbah atau
khotbah. Pidato Nabi SAW yang disampaikan pada haji yang terakhir sebelum
wafat beliau disebut oleh para ahli sejarah dengan khutbah wada’ (pidato
perpisahan). Orang yang berkhutbah disebut khathib. Dalam al-Qur’an,
dikemukakan bahwa hamba Allah SWT yang beriman (’ibad al rahman)
selalu menghindari percakapan (khutbah) orang-orang yang bodoh (al-Furqan:
63). Dalam beberapa hadits, apabila ada masalah penting yang harus
disampaikan, Nabi SAW segera naik mimbar berkhutbah di hadapan para
sahabat. Bagaimana penyampaian khutbah Nabi SAW ada baiknya kita
perhatikan penuturan Jabir bin ‘Abdullah R.A :
ﻛﺎن رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﺴﮫ وﺳﻠﻢ إذا ﺧﻄﺐ اﺣﻤﺮت ﻋﯿﻨﺎه وﻋﻼ ﺻﻮﺗﮫ
واﺷﺘﺪ ﻏﻀﺒﮫ ﺣﺘﻰ ﻛﺄﻧﮫ ﻣﻨﺬر ﺟﯿﺶ ﯾﻘﻮل ﺻﺒﺤﻜﻢ وﻣﺴﺎﻛﻢ وﯾﻘﻮل ﺑﻌﺜﺖ أﻧﺎ و
اﻟﺴﺎﻋﺔ ﻛﮭﺎﺗﯿﻦ وﯾﻘﺮن ﺑﯿﻦ إﺻﺒﻌﯿﮫ اﻟﺴﺒﺎﺑﺔ واﻟﻮﺳﻄﻰ وﯾﻘﻮل أﻣﺎ ﺑﻌﺪ ﻓﺈن ﺧﯿﺮ
اﻟﺤﺪﯾﺚ ﻛﺘﺎب ﷲ وﺧﯿﺮ اﻟﮭﺪى ھﺪى ﻣﺤﻤﺪ وﺷﺮاﻷﻣﻮر ﻣﺤﺪﺛﺎﺗﮭﺎ وﻛﻞ ﺑﺪﻋﺔ
ﺿﻼﻟﺔ ﺛﻢ ﯾﻘﻮل أﻧﺎ أوﻟﻰ ﺑﻜﻞ ﻣﺆﻣﻦ ﻣﻦ ﻧﻔﺴﮫ ﻣﻦ ﺗﺮك ﻣﺎﻻ ﻓﻸھﻠﮫ وﻣﻦ ﺗﺮك
دﯾﻨﺎ أو ﺿﯿﺎﻋﺎ ﻓﺈﻟﻲ وﻋﻠﻲ
“Pada saat Rasulullah SAW berkhutbah, kedua matanya tampak
memerah, suaranya keras, dan kelihatannya sangat marah, hingga
beliau bagaikan orang yang memperingatkan akan kedatangan
pasukan musuh. Beliau mengatakan, “Musuh akan datang dengan
tiba-tiba di pagi hari. Musuh akan datang dengan tiba-tiba di sore
hari”. Beliau berkata lagi,” Masa aku diutus dan Hari Kiamat seperti
ini”. Nabi SAW mensejajarkan jari tulunjuk dan jari tengahnya. Beliau
bersabda, “Amma ba’du, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah
Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad.
Seburuk-buruk perkara adalah hal-hal yang bid’ah, dan setiap perkara
yang bid’ah itu sesat” (Muslim, 1988: I: 380: nomor 867).
Makna khutbah sudah tergeser dari pidato secara umum menjadi pidato
atau ceramah agama dalam ritual keagamaan. Aboebakar Atjeh (1971: 6)
mendefinisikan khutbah sebagai dakwah atau tabligh yang diucapkan dengan
lisan pada upacara-upacara agama, seperti khutbah Jum’at, Khutbah Hari
Raya, Khutbah Nikah, dan lain-lain yang mempunyai corak, rukun, dan syarat
24
tertentu. Nabi SAW bersabda, “Setiap khutbah yang tidak ada tasyahhud
bagaikan tangan yang terputus”(Abu Dawud, 1994: III: 280: nomor 4841).
Terkait dengan tasyahhud (bacaan syahadat) yang menjadi pembuka khutbah,
‘Abdullah bin Mas’ud pernah diajarkan Nabi SAW sebagai berikut (Abu
Dawud, 1996: I: 411: nomor 1067)
ﻧﺴﺘﻐﻔﺮه
ﻓﻼ ھﺎدي ﻟﮫ وأﺷﮭﺪ أن ﻻ إﻟﮫ إﻻ ﷲ وأﺷﮭﺪ أن ﻣﺤﻤﺪا ﻋﺒﺪه ورﺳﻮﻟﮫ أرﺳﻠﮫ
ﺑﺎﻟﺤﻖ ﺑﺸﯿﺮا وﻧﺬﯾﺮا ﺑﯿﻦ ﯾﺪي اﻟﺴﺎﻋﺔ ﻣﻦ ﯾﻄﻊ ﷲ ورﺳﻮﻟﮫ ﻓﻘﺪ رﺷﺪ وﻣﻦ
ﯾﻌﺼﮭﻤﺎ ﻓﺈﻧﮫ ﻻﯾﻀﺮ إﻻ ﻧﻔﺴﮫ وﻻﯾﻀﺮ ﷲ ﺷﯿﺌﺎ
“Sesungguhnya Rasulullah SAW ketika membaca tasyahhud, ia
mengucapkan: segala puji bagi Allah SWT. Kami memohon
pertolongan kepada-Nya. Kami memohon ampunan kepada-Nya. Kami
memohon perlindungan kepada-Nya dari kejahatan nafsu kami.
Siapapun yang diberi petunjuk oleh Allah SWT, maka tidak ada orang
yang menyesatkannya. Siapapun yang disesatkan oleh Allah SWT,
maka tidak ada orang yang memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa
sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah SWT. Aku bersaksi bahwa
sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan Allah SWT. Ia
diutus dengan membawa kebenaran seraya memberikan kabar gembira
dan peringatan setelah Hari Kiamat. Siapapun yang menaati Allah
SWT dan Rasul-Nya, maka ia benar-benar telah mendapatkan
petunjuk. Siapapun yang mendurhakai Allah SWT dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia celaka hanya karena dirinya. Allah SWT sama
sekali tidak membuatnya celaka”.
Dengan pengertian khutbah yang sudah bergeser dari pidato atau
ceramah menjadi pidato yang khusus pada acara ritual keagamaan di atas,
maka yang membedakan khutbah dengan pidato pada umumnya terletak pada
adanya aturan yang ketat tentang waktu, isi, dan cara penyampaian pada
khutbah. Khutbah Jum’at misalnya hanya bisa disampaikan pada salat Jum’at
dan tidak dibenarkan disampaikan dengan humor atau tanya jawab
sebagaimana ceramah pada umumnya.
5. Washiyah ( )وﺻﯿﺔatau Taushiyah ()ﺗﻮﺻﯿﺔ
Istilah ini juga hampir sama dengan dakwah. Washiyah berarti pesan
atau perintah tentang sesuatu. Kegiatan menyampaikan washiyah disebut
taushiyah. Kata ini kemudian dalam bahasa Indonesia ditulis dengan wasiat.
Pengertian ini dipahami dari kata washiyah dan kata pengembangannya dalam
al-Qur’an dan al-Hadits. Wasiat dipahami secara sempit dalam Fikih sebagai
pemberian harta atau pembebasan budak oleh seseorang kepada orang lain
atau beberapa orang sebelum kematiannya, baik dengan ungkapan kata wasiat
yang jelas maupun tidak jelas (Ibnu Rusyd al-Qurthubi, t.t.: II: 252). Wasiat
25
Dan Kami wasiatkan (wajibkan) (manusia (berbuat) kebaikan kepada dua
orang ibu-bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu
tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-
lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan.
5. Surat al-Dzariyyat ayat 52-53:
Demikianlah tidak seorang Rasulpun yang datang kepada orang-orang
yang sebelum mereka, melainkan mereka mengatakan: "Dia adalah
seorang tukang sihir atau seorang gila." Apakah mereka saling berpesan
(berwasiat) tentang apa yang dikatakan itu, sebenarnya mereka adalah
kaum yang melampaui batas.
6. Surat al-Ashr ayat 1-3:
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan perbuatan baik dan
nasehat menasehati (saling berwasiat) supaya mentaati kebenaran dan
nasehat menasehati (saling berwasiat) supaya menetapi kesabaran.
Dari beberapa ayat di atas, dapat dijelaskan bahwa wasiat dapat berarti
perintah bila disandarkan kepada Allah SWT (QS. Maryam: 31. al-Syura:13,
al-‘Ankabut:8). Perintah Allah SWT mutlak harus dipatuhi, sementara
perintah selain Allah SWT harus dilihat terlebih dahulu kesesuaiannya dengan
perintah Allah SWT. Karena itu, meskipun Allah SWT memerintahkan kita
untuk berbakti kepada kedua orang tua, namun bakti tersebut tidak untuk
menentang perintah Allah SWT (QS. al-‘Ankabut:8). Sebagai orang tua, para
nabi senantiasa melakukan wasiat kepada para anak-cucunya agar senantiasa
28
berpegang pada agama tauhid (QS. al-Baqarah: 131-132). Tradisi wasiat ini
ternyata juga dipertahankan oleh orang-orang saleh yang beriman. Sebaliknya,
orang-orang yang tidak beriman juga melestarikan tradisi wasiat kepada anak-
cucunya agar menentang agama tauhid (QS. al-Dazriyyat: 52-53). Dengan
demikian, wasiat menjadi cara yang efektif dalam melestarikan tradisi.
6. Tarbiyah ( )ﺗﺮﺑﯿﺔdan Ta’lim ()ﺗﻌﻠﯿﻢ
Kedua istilah ini memiliki arti yang tidak jauh berbeda dengan
dakwah. Keduanya umumnya diartikan dengan pendidikan dan pengajaran.
Pendidikan merupakan transformasi nilai-nilai, ilmu pengetahuan, maupun
ketrampilan yang membentuk wawasan, sikap, dan tingkah laku individu atau
masyarakat. Proses pendidikan adalah proses perubahan sosial yang berangkat
dari ide, gagasan, pendapat, dan pemikiran. Dakwah juga demikian. Kata
tarbiyah dalam kamus dapat berarti mengasuh, mendidik, memelihara,
tumbuh, tambah besar, dan membuat (Munawwir, 1997: 469). Dalam al-
Qur’an, kata tarbiyah dan kata yang bersumber darinya banyak digunakan
untuk masalah riba yang berarti tambah. Hanya ada dua ayat yang diartikan
mengasuh, yaitu dalam surat al-Isra’ ayat 24 tentang kepengasuhan kedua
orang tua dan Surat al-Syu’ara’ ayat 18 tentang kepengasuhan Nabi Musa AS
oleh Fir’aun. Kepengasuhan tidak hanya memelihara anak dari segi fisiknya,
tetapi juga mempengaruhinya dengan nilai-nilai yang ditanam melalui
pergaulan. Nilai yang dibangun dalam keluarga sangat dominan dalam
membentuk kepribadian anak. Dengan demikian, tarbiyah tidak sekedar
pendidikan, melainkan pula menyangkut kepengasuhan. Dalam tarbiyah, anak
diberi makan, pakaian, tempat tinggal, pelajaran, nasehat, ketrampilan, dan
keteladanan.
Ta’lim ( )ﺗﻌﻠﯿﻢdalam kamus juga berarti pengajaran, pendidikan, dan
pemberian tanda (Munawwir, 1997: 965). Pada umumnya, ta’lim diartikan
dengan pengajaran tentang suatu ilmu. Ini tidak salah, karena ta’lim berasal
dari kata ’alima (mengetahui) atau ’ilmun (ilmu atau pengatahuan). Ilmu
adalah makanannya hati yang akan mati bila tidak diberi makan selama tiga
hari (al-Ghazali, t.t. : I: 8). Hati adalah tempat bagi akal (al-Mawardi, 1995:
11). Akal menjadi identitas manusia yang membedakannya dengan makhluk
yang lain. Akal dapat berfungsi bila diberi ilmu. Ilmu disampaikan dengan
cara ta’lim. Oleh karena itu, ta’lim hanya memenuhi kebutuhan rohani
manusia, bukan jasmaninya. Ini yang membedakan ta’lim dengan tarbiyah.
Orang tua kita telah melakukan tarbiyah, sementara guru kita memberikan
ta’lim. Tarbiyah dapat melangsungkan kehidupan manusia, sedangkan ta’lim
meningkatkan kualitasnya.
Di sisi lain, ada yang menjelaskan ta’lim sebagai proses pengajaran
yang hanya pada tingkat pemahaman, sedangkan tarbiyah adalah upaya
mendorong untuk melaksanakannya. Kalau seseorang diberi pelajaran tentang
makna shalat dan tata cara pelaksanaannya, berarti ia mendapatkan ta’lim.
Setelah itu, diajak shalat berjamaah dan diminta memperhatikan dan mengikuti
cara shalat yang diajarkan, maka ia telah mendapatkan tarbiyah. ‘Abd al-
29
Istilah amar ma’ruf nahi munkar yang seringkali ditulis dengan ”amar
makruf nahi munkar” telah terkenal di masyarakat. Pada masa Islam klasik,
Nabi SAW dan para sahabat sering menggunakan istilah ini. amar makruf nahi
munkar lebih terkenal dibanding dakwah. Kelompok Mu’tazilah, salah satu
aliran teologi dalam Islam, menjadikan amar makruf nahi munkar sebagai
salah satu rukun iman (pilar keimanan). Demikian pula, dalam literatur kitab-
kitab klasik, para ulama lebih menggunakan judul bab dengan ”amar makruf
nahi munkar” daripada dakwah. Di Indonesia, istilah ini dijadikan dasar
pergerakan oleh organisasi Muhammadiyah. Meskipun sama-sama
menjadikannya sebagai dasar keagamaan, antara Muhammadiyah dan
Mu’tazilah terdapat perbedaan. Mu’tazilah menempatkan doktrin ini dalam
diskursus teologi, sedangkan Muhammadiyah menempatkannya sebagai
doktrin aksi. Aksi amar makruf nahi munkar Muhammadiyah diwujudkan
dengan perjuangan dengan cara damai yang kerap disebut dengan dakwah.
Berbeda dengan Syi’ah yang memahami dan mewujudkan amar makruf nahi
munkar dengan jihad yang kerap dilaksanakan dengan peperangan bersenjata
(M. Dawam Rahardjo, 2002: 623). Sebagaimana Muhammadiyah, Nahdlatul
Ulama (NU) menempatkan amar makruf nahi munkar di bagian usaha di
bidang agama dalam pasal 7 AD/ART yang dirumuskan pada Muktamar NU
ke 28 di Yogyakarta. Rumusan tersebut adalah “Di bidang agama,
mengusahakan terlaksananya ajaran Islam menurut faham Ahlussunnah wal
Jama’ah dalam masyarakat dengan melaksanakan amar makruf nahi munkar
serta meningkatkan ukhuwwah Islamiyah” (PBNU, 1989:74).
Di kalangan para ahli Fikih, istilah amar ma’ruf nahi munkar dikenal
dengan nama al-hisbah. Definisi al-hisbah adalah memerintahkan kebaikan
pada saat ada yang meninggalkannya dengan terang-terangan dan melarang
kemunkaran ketika tampak ada yang melakukannya (Zaidan, 1993: 174).
Imam al-Ghazali juga banyak menyebut al-hisbah ketika menjelaskan bab
amar makruf nahi munkar di kitab Ihya’ ‘Ulum al-Din. Dari definisi al-hisbah
di atas, dapat dipahami bahwa al-hisbah merupakan cara yang lebih tegas dari
hanya sekedar dakwah dengan amar makruf nahi munkar. Dengan kata lain,
amar makruf nahi munkar dapat dilaksanakan dengan dua bentuk. Bentuk
pertama adalah dakwah dengan cara yang halus, lunak, tidak memaksa, dan
tanpa kekerasan. Bentuk ini sering diistilahkan dengan dakwah kultural.
Bentuk kedua adalah al-hisbah yang menekankan pendekatan kekuasaan. Al-
Hisbah dapat berjalan bila kekuasaan negara berada dalam tangan umat Islam
dan melaksanakan hukum Islam secara legal formal.
Cara al-hisbah yang tegas dapat dibandingkan dengan tathawwu’.
Tathawwu’ adalah menganjurkan orang lain untuk berbuat kebaikan dan
menganjurkan untuk meninggalkan kemunkaran. Lapangan al-hisbah adalah
kewajiban-kewajiban atau hak-hak orang lain yang harus dipenuhi, sedangkan
tahawwu’ pada hal-hal yang bersifat anjuran (sunnah) semata. Pelaksana al-
hisbah berhak menjatuhkan sanksi hukum atas orang yang berbuat munkar,
sedangkan pelaksana tathawwu’ tidak memiliki kewenangan tersebut. Hak lain
bagi petugas al-hisbah adalah mendapatkan gaji dari pemerintah, merekrut
33
anggota, introgasi, dan ijtihad di luar masalah syari’ah. Tidak demikian halnya
dengan petugas tathawwu’ (Abu Ya’la al-Farra’, 1994: 320-321). Dalam
masyarakat moderen, petugas al-hisbah dapat disamakan dengan kepolisian,
sedangkan petugas tathawwu’ adalah relawan, LSM, dan sebagainya.
Perbedaan tathawwu’ dan dakwah terletak pada wilayahnya. Tathawwu’ pada
wilayah kemasyarakatan, sedangkan wilayah dakwah adalah kemasyarakatan
dan keagamaan.
Dari pemaparan dan pemahaman beberapa istilah yang sepadan
maknanya dengan dakwah di atas, penulis akan merangkum dan
menghubungkan di antara semua istilah itu dengan menggunakan surat al-
Jumu’ah ayat 2 (sebagaimana tersebut di atas) sebagai pijakannya. Ayat ini
menjelaskan tiga langkah dakwah Nabi Muhammad SAW, yaitu pertama,
yatluu ’alaihim aayaatih (membacakan ayat-ayat Allah SWT), kedua,
yuzakkiihim (menyucikan masyarakat), dan ketiga, yu’allimihum al kitaaba wa
al hikmah (mengajarkan al-Qur’an dan al-Sunnah). Untuk membacakan ayat-
ayat Allah SWT, Nabi SAW diberi tugas tabligh dengan target pemahaman
yang benar tentang Islam yang pada gilirannya bersimpati dan menjadi
muslim. Dalam tabligh digunakan cara tabsyir terlebih dahulu kemudian
tandzir. Setelah menerima Islam, Nabi SAW membersihkannya dari
kemusyrikan, tradisi jahiliyah (tidak mengenal ajaran Islam), dan kepercayaan
nenek moyang yang salah. Pembersihan dan penyuciannya dengan amar
ma’ruf nahi munkar. Dalam hal yang merusak akidah, jiwa, keturunan, akal,
dan harta, Nabi SAW secara tegas memeranginya (al-hisbah) dan
menggantikan tradisi yang lebih baik. Hubungan laki-laki perempuan tanpa
pernikahan (zina) diberi sangsi seberat-baratnya dan diganti dengan
pernikahan. Pelanggaran di luar kelima prinsip tersebut ditegakkan dengan
tathawwu’.
Ketika mereka sudah meninggalkan kemunkaran dan kebiasaan
buruknya, Nabi SAW kemudian meningkatkan kualitas akal pikiran mereka
dengan ilmu. Ilmu Islam termaktub dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Al-Qur’an
merupakan wahyu, idealitas, dan ‘berada di langit’, sedangkan al-Sunnah
adalah keteladanan, realitas, dan ‘membumi’. Nabi SAW tidak saja
mengajarkan ‘teori’, tetapi juga mempraktekkannya. Pengajaran ilmu ini
sering disampaikan dengan khutbah di hadapan jamaah sahabat. Tidak jarang
pula, Nabi SAW dihadapkan pada keluhan-keluhan sahabat, sehingga nasehat
diberikan secara personal. Untuk hal-hal yang sangat penting, kadang-kadang
Nabi SAW menggunakan ungkapan wasiat, baik secara kolektif maupun
personal. Penjelasan tersebut dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut.
34