Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN KASUS

MIOMA UTERI

Oleh:

Ni Nyoman Agustianingsih 1902611079


Ida Ayu Dewi Dhyani 1902611086

Pembimbing
dr. Wayan Indriani Eka Putri, M.Biomed, Sp.OG

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DEPARTEMEN/KSM OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGASEM
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat,
rahmat dan karunia-Nya, maka laporan kasus dengan topik “Mioma Uteri” ini
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini dibuat dalam rangka
mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Departemen/KSM Obstetri dan
Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUD Karangasem.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. I Made Wenata Jembawan, Sp.OG, selaku Ketua Bagian/KSM Obstetri
dan Ginekologi RSUD Karangasem.
2. dr. Wayan Indriani Eka Putri, M.Biomed, Sp.OG selaku pembimbing dan
penguji laporan kasus ini.
3. Semua pihak yang ikut turut membantu dalam penyelesaian laporan kasus
“Mioma Uteri” ini baik teman-teman sejawat, residen, dokter muda, bidan
dan perawat RSUD Karangasem.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna
karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Untuk itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para
pembaca.

Amlapura, 31 Agustus 2019

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul......................................................................................................i
Kata Pengantar........................................................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi.......................................................................................................2
2.2 Epidemiologi..............................................................................................2
2.3 Etiopatofisiologi..........................................................................................3
2.4 Faktor Risiko...............................................................................................3
2.5 Karakteristik................................................................................................4
2.6. Manifestasi Klinis......................................................................................7
2.7 Diagnosis....................................................................................................9
2.8 Diagnosis Banding.....................................................................................12
2.9 Komplikasi.................................................................................................13
2.10 Penatalaksanaan.......................................................................................17
2.11 Prognosis..................................................................................................18

BAB III LAPORAN KASUS


3.1 Identitas.....................................................................................................19
3.2 Anamnesis.................................................................................................19
3.3 Pemeriksaan Fisik......................................................................................21
3.4 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................21
3.5 Diagnosis Kerja.........................................................................................23
3.6 Penatalaksanaan Kasus..............................................................................23
3.7 Perjalanan Penyakit...................................................................................23

BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................27
4.1 Penegakan diagnosis mioma uteri.............................................................27
4.2 Faktor predisposisi mioma uteri................................................................28
4.3 Penatalaksanaan mioma uteri....................................................................29

BAB V SIMPULAN..............................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................31
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Karsinoma endometrium adalah tumor ganas yang muncul dari sel-sel epitel primer
lapisan endometrium. Umumnya dengan differensiasi glandular dan berpotensi mengenai
miometrium dan menyebar jauh. Karsinoma endometrium merupakan salah satu kanker
ginekologi dengan angka kejadian tertinggi, terutama di negara-negara maju. Selama tahun
2005, diperkirakan di Amerika terdapat sekitar 40.880 kasus baru dengan sekitar 7.100
kematian terjadi karena karsinoma endometrium. Karsinoma endometrium paling sering
terdiagnosis pada usia pasca menopause, dimana 75% kasus terjadi pada wanita usia pasca
menopause. Meskipun demikian sekitar 20% kasus terdiagnosis pada saat premenopause.
Karsinoma endometrium uterus telah mengalami peningkatan angka kejadian di Indonesia,
sebagian karena penderita hidup lebih lama dan pelaporan lebih akurat. Sekitar 32.000 kasus
di perkirakan akan terjadi setiap tahunnya dengan 5900 kematian. Sepertiga wanita dengan
perdarahan pascamenopause mempunyai kanker uterus. Usia rata-rata adalah 61 dan
kebanyakan pasien setidaknya berusia 55 tahun (Anwar, 2011).
Secara epidemiologi terdapat beberapa faktor risiko yang berkaitan dengan karsinoma
endometrium yaitu hormon replacement theraphy, terapi tamoxifen, obesitas, wanita pasca
menopause, nulipara atau dengan paritas rendah, dan keadaan anovulasi. Hal-hal tersebut
berkaitan dengan keadaan upopposed estrogen yang meningkatkan risiko terjadinya
karsinoma endometrium. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan terhadap estrogen
atau meningkatkan kadar progesteron, seperti penggunaann kontrasepsi oral dan merokok,
merupakan faktor yang bersifat protektif. Karsinoma endometrium stadium awal memiliki
prognosis yang cukup baik. Karsinoma endometrium terdiagnosis saat masih terlokalisir
memiliki survival rate lima tahunnya mencapai 96%, dan menurun sampai ke 44% pada
stadium lanjut (Anwar, 2011).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

4
A. Definisi
Karsinoma endometrium adalah tumor ganas yang muncul dari sel-sel epitel primer
lapisan endometrium. Umumnya dengan differensiasi glandular dan berpotensi mengenai
miometrium dan menyebar jauh. 75% tumor ganas endometrium adalah adenokarsinoma,
sisanya ialah karsinoma epidermoid atau karsinoma tipe sel squamous (5-10%),
adenoakantoma dan adenosquamous (30%), sarkoma uterin (1-5%) (Barlin, 2010).
Secara biologis dan histologis, karsinoma endometrium adalah jenis neoplasma yang
memiliki dua model patogenesis. Karsinoma endometrium tipe 1 dengan estrogen dependen
dan mempunyai prognosis lebih baik dan untuk karsinoma endometrium tipe 2 non-
estrogen dependen yang lebih agresif dan berprognosis lebih buruk (Simpson, 2014).

B. Etiologi
Kebanyakan kasus karsinoma endometrium (80%) dihubungkan dengan endometrium
terpapar stimulasi estrogen secara kronis (hormonal) dari sumber endogen dan eksogen lain.
Kanker yang dihubungkan dengan estrogen (estrogen dependen) cenderung untuk
mengalami hiperplasia dan berdiferensiasi lebih baik dan secara umum punya prognosis
baik. Sementara itu, tipe karsinoma endometrium yang tidak bergantung pada estrogen (non
estrogen dependen) berkembang dengan non hiperplasia dan berdiferensiasi jelek dan lebih
agresif. Banyak kasus karsinoma endometrium yang dilaporkan pada wanita tanpa faktor
resiko yang sudah diketahui seperti mereka dengan gangguan hormonal. Beberapa studi
menunjukan bahwa sindroma ovarium polikistik dan resistensi insulin yang merupakan
komponen dari sindrom metabolik dapat berperan dalam patogenesis karsinoma
endometrium (Barlin, 2010).

C. Epidemiologi
Karsinoma endometrium adalah kejadian keganasan tertinggi keenam yang paling
sering terjadi yang terjadi pada wanita di seluruh dunia. Dari 290.000 kasus baru yang
dilaporkan pada 2008, terhitung 5% dari semua kasus keganasan baru pada wanita. Penyakit
ini paling banyak terjadi di negara maju seperti Amerika, negara-negara di Eropa tengah dan
Eropa timur dan insiden lebih rendah di Afrika timur. Tingkat kejadian karsinoma
endometrium seiring pertambahan usia juga meningkat di negara-negara berkembang
(Simpson, 2014).
5
Di seluruh dunia, angka kejadian karsinoma endometrium seiring pertambahan usia
berkisar antara 15 per 100.000 wanita (di daerah Amerika dan sebagian Eropa) sampai
kurang dari 5 per 100.000 wanita (di daerah Afrika dan 8 Asia). Risiko karsinoma
endometrium meningkat seiring usia, dimana kebanyakan kasus terdiagnosa setelah
menopause (Simpson, 2014).
Di Indonesia, sebuah penelitian tahun 2005 mendapatkan prevalensi karsinoma
endometrium di Jakarta mencapai 7,2 kasus per tahun. Usia penderita yang cenderung lebih
muda pada penelitian tersebut jika dibandingkan dengan penderita di negara-negara barat
dan eropa (berusia >50 tahun terbanyak), kemungkinan disebabkan di indonesia
pengguanaan TSH masih sangat jarang. Pemakaian TSH menyebabkan tingginya jumlah
penderita kanker ini di negara Barat dan Eropa di era tahun 70-an (Simpson, 2014).

D. Faktor Risiko
Faktor risiko dari penyakit karsinoma endometrium adalah (Schorge JO., et all. 2008 ;
Anwar M., et all. 2011) :
1. Faktor risiko reproduksi dan menstruasi
2. Usia menarche dini (<12 tahun)
3. Hormon
a. Hormon endogen
b. Hormon eksogen pascamenopause

4. Kontrasepsi oral
Peningkatan risiko secara bermakna terdapat pada pemakaian kontrasepsi oral yang
mengandung estrogen dosis tinggi dan rendah progestin.
5. Tamoksifen
Tamoksifen merupakan antiestrogen yang berkompetisi dengan estrogen untuk
menduduki reseptor. Di endometrium, tamoksifen bertindak sebagai faktor
pertumbuhan yang meningkatkan siklus pembelahan sel.
6. Obesitas
7. Faktor diet
8. Kondisi medis
9. Faktor genetik
10. Merokok
11. Ras
6
12. Pendidikan dan status sosial ekonomi

E. Tanda dan Gejala


Keluhan utama yang dirasakan pasien karsinoma endometrium adalah perdarahan
pascamenopause bagi pasien yang telah menopause dan perdarahan intermenstruasi bagi
pasien yang belum menopause. Keluhan keputihan merupakan keluhan yang paling banyak
menyertai keluhan utama, gejalanya bisa berupa (Schorge JO., et all. 2008 ; Anwar M., et
all. 2011) :
a. Perdarahan rahim yang abnormal
b. Siklus menstruasi yang abnormal
c. Perdarahan diantara 2 siklus menstruasi (pada wanita yang masih mengalami
menstruasi)
d. Perdarahan vagina atau spotting pada wanita pascamenopause
e. Perdarahan yang sangat lama, berat dan sering (pada wanita yang berusia diatas 40
tahun)
f. Nyeri perut bagian bawah atau kram panggul
g. Keluar cairan putih yang encer atau jernih (pada wanita pascamenopause)
h. Nyeri atau kesulitan dalam berkemih
i. Nyeri ketika melakukan hubungan seksual
F. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Perdarahan abnormal vagina pascamenopause bagi yang telah menopause dan
intermenstruasi yang belum menopause bisa juga bukan perdarahan tetapi discharge
abnormal seperti keputihan yang banyak bercampur nanah atau darah dari vagina.
Selain itu, gejala dapat berupa nyeri pelvis dan terasa ada massa, serta penurunan berat
badan.   Riwayat keluarga ada kemungkinan terkena karsinoma endometrium, jika
terdapat anggota keluarga yang terkena kanker ini, meskipun prosentasenya sangat
kecil. Rasa sakit saat menstruasi, rasa sakit yang parah dan terus menerus pada perut
bagian bawah, rasa sakit ini akan bertambah pada saat berhubungan seks (Barlin, 2010).
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan ginekologi (Barlin, 2010) :
a. Pembesaran uterus dan atau massa tumor di rongga panggul
b. Dilakukan pemeriksaan rektovaginal.
3. Pemeriksaan Penunjang
7
a. USG
Sebuah USG transvaginal (TVUS) sering disukai untuk melihat rahim. Untuk
tes ini, probe TVUS (yang bekerja dengan cara yang sama sebagai transduser USG)
dimasukkan ke dalam vagina. Gambar dari TVUS dapat digunakan untuk melihat
apakah rahim mengandung massa (tumor) atau jika endometrium lebih tebal dari
biasanya yang dapat menjadi tanda karsinoma endometrium. Mungkin juga
membantu melihat apakah kanker tumbuh ke dalam lapisan otot rahim
(miometrium). Air garam (saline) dapat dimasukkan melalui tabung kecil ke dalam
rahim sebelum USG sehingga bisa melihat dinding rahim lebih jelas. Prosedur ini
disebut infus saline sonogram atau hysterosonogram (Wright, 2012).
b. Biopsi

Biopsi endometrium adalah tes yang paling umum dilakukan untuk karsinoma
endometrium dan sangat akurat pada wanita menopause. Didalam prosedur tabung
fleksibel sangat tipis dimasukkan ke dalam rahim melalui serviks. Kemudian
dengan menggunakan hisap, sejumlah kecil endometrium dihapus melalui tabung.
Penyedotan mengambil sekitar satu menit atau kurang. Ketidaknyamanan ini mirip
dengan kram menstruasi dan dapat dibantu dengan mengambil obat anti-inflamasi
nonsteroid seperti ibuprofen sebelum prosedur. Kadang-kadang mati rasa obat
(bius lokal) disuntikkan ke dalam serviks sebelum prosedur untuk membantu
mengurangi rasa sakit (Wright, 2012)..
c. Histeroskopi

Teknik ini dokter memasukkan teleskop kecil (sekitar 1/6 inci diameter) ke
dalam rahim melalui leher rahim. Rahim diisi dengan
air garam (saline). Ini memungkinkan dokter melihat dan biopsi sesuatu yang
abnormal, seperti kanker atau polip. Hal ini biasanya dilakukan dengan
menggunakan (obat mati rasa) anestesi lokal dengan pasien terjaga (Wright, 2012).
d. Dilatasi dan kuretase

Jika sampel biopsi endometrium tidak menyediakan jaringan yang cukup,


atau jika biopsi menunjukkan kanker tetapi hasilnya tidak pasti, dilatasi dan
kuretase harus dilakukan. Dalam prosedur rawat jalan ini, pembukaan serviks
diperbesar (melebar) dan alat khusus yang digunakan untuk mengikis jaringan dari
dalam rahim. Hal ini dapat dilakukan dengan atau tanpa histeroskopi.

8
Prosedur ini memakan waktu sekitar satu jam dan mungkin memerlukan anestesi
umum (di mana pasien dalam kondisi tertidur) atau sadar sedasi (diberi obat ke
dalam pembuluh darah untuk membuat pasien mengantuk) baik dengan anestesi
lokal disuntikkan ke dalam leher rahim atau tulang belakang (Wright, 2012).

G. Patogenesis
Estrogen yang berlebihan diasosiasikan dengan faktor risiko yang berhubungan dengan
karsinoma endometrium. Estrogen yang berlebihan menyebabkan stimulasi yang terus-
menerus pada endometrium yang dapat menyebabkan hiperplasia endometrium. Wanita
dengan hiperplasia tetapi tanpa penemuan sitologik atipikal digolongkan menjadi
hyperplasia simple atau kompleks pada basis arsitektur selular yang memiliki risiko yang
rendah terkena karsinoma uterus (Sonoda Y. 2010).
Obesitas merupakan salah satu dari risiko terkena karsinoma endometrium.
Perkembangan kanker pada wanita obese dipercaya dimediasi oleh estrogen endogen
melalui konversi androstenedione menjadi estrogen oleh enzim aromatase pada jaringan
lemak. Menarche awal dan menopause terlambat keduanya merupakan faktor risiko
karsinoma endometrium terutama sejak memanjangnya paparan estrogen pada endometrium
(Sonoda Y. 2010 ; Schorge JO, et all. 2008).
Dua puluh persen wanita dengan karsinoma endometrium adalah premenopause, lima
persennya kurang dari 40 tahun. Kebanyakan wanita muda dengan karsinoma endometrial
adalah obese atau memiliki kadar estrogen endogen yang tinggi karena mereka mengalami
anovulasi kronik, seperti polycystic ovarian syndrome. Adapun kadar serum estrogen dan
progesteron meningkat menjelang kehamilan, progesteron adalah hormon pada kehamilan
yang predominan. Kehamilan melindungi dari karsinoma endometrium dengan
menginterupsi stimulasi endometrium berlanjut oleh estrogen. Nulliparitas merupakan
faktor risiko karsinoma endometrium (Sonoda Y. 2010 ; Anwar M., et all. 2011).
Tamoxifen adalah antiestrogen sintetik (estrogen antagonis) yang digunakan pada terapi
karsinoma mammae. Di samping itu, tamoxifen juga memiliki efek estrogenik (agonis) pada
endometrium dan meningkatkan risiko karsinoma endometrium (Sonoda Y. 2010).

9
Gambar 2.1. Patogenesis Karsinoma Endometrium I (Sonoda Y. 2010).

Gambar 2.2. Patogenesis Karsinoma Endometrium II (Sonoda Y. 2010).

Sebelum menopause Setelah menopause

10
Persisten adenokarsinoma feminizing tumor ovarium
Anovulasi hiperplasi stroma ovarium
Produksi kel. Adrenal
Sindroma Stein karsinoma penyimpanan dalam jaringan lemak
Leventhal in situ kerusakan hati
Perubahan ova terapi estrogen
rium lainnya hyperplasia
Terapi estrogen adenomat

Hyperplasia gld. Hyperplasia adenomat adenokar


Kistik sinoma
Regresi tetap ca insitu

Folikel kembali regresif


Persisten normal hyperplasia

Gambar 2.3. Hubungan Estrogen dengan Kejadian Karsinoma endometrium (Sonoda Y. 2010).

H. Patofisiologi
Hubungan patogenesis berkembangnya hiperplasia endometrium menjadi suatu
karsinoma endometrium dipengaruhi oleh aktivitas paparan estrogen yang mengakibatkan
proliferasi yang tidak terkontrol. Aktivitas proliferasi tersebut seharusnya dikendalikan oleh
mekanisme apoptosis (kematian sel yang terprogram) yang mempunyai peranan dalam
proses karsinogenesis. Proses tersebut tidak hanya dijelaskan secara sederhana dengan
adanya peningkatan stimulasi pertumbuhan sel tetapi juga disebabkan oleh hilangnya faktor
supresi dan pengendali proliferasi sel serta perubahan pada proses apoptosis yang sampai
saat ini masih belum jelas. Hal tersebut ditunjukkan dari penelitian Kurman dkk, dengan
selain didapatkan progresi juga terdapat regresi dari hiperplasia non-atipik simpleks
sebanyak 80% dan kompleks sebesar 79% (Kokawa, 2011).
Beberapa penelitian mengenai peranan efek stimulasi estrogen terhadap pengendalian
pertumbuhan endometrium menjadi suatu lesi prakanker telah diteliti melalui pemeriksaan
immunohistokimia. Didapatkan bahwa reseptor hormon steroid seks yaitu reseptor estrogen
dan progesteron memegang peranan utama pada pengaturan proses apoptosis endometrium,
yaitu ditandai dengan terdapat perubahan bentuk dan ukuran pada sel kelenjar dan stroma
endometrium selama siklus menstruasi (Nunobiki, 2013).
Kadar estrogen yang tinggi tanpa diimbangi progesteron dapat ditemukan pada
beberapa kondisi seperti : anovulasi dalam jangka waktu yang lama, mengkonsumsi

11
estrogen dalam waktu lama, tumor penghasil estrogen, malfungsi tiroid, dan penyakit hepar
(Koplajar, 2012).
Karsinoma endometrium mungkin berasal di area minoris (misalnya, sebuah polip
endometrium) atau multifokal difus. Pertumbuhan awal dari tumor dicirikan oleh pola
eksofitik yang menyebar. Pertumbuhan tumor ditandai dengan kerapuhan dan perdarahan
spontan, bahkan pada tahap awal. Kemudian pertumbuhan tumor ditandai oleh invasi
miometrium dan pertumbuhan menuju leher rahim. Empat rute penyebaran terjadi di luar
rahim (Koplajar, 2012) :
1. Langsung
Penyebaran adenokarsinoma endometrium biasanya lambat terutama pada yang
differensiasi baik. Penyebarannya ke arah permukaan kavum uteri dan endoserviks.
Dari kavum uteri menuju ke stroma endometrium ke miomterium ke ligamentum latum
dan organ sekitarnya. Jika telah mengenai endoserviks, penyebaran selanjutnya seperti
pada adenokarsinoma serviks.
2. Melalui kelenjar limfe
Penyebarannya melalui kelenjar limfe ovarium akan sampai ke para aorta dan
melalui kelenjar limfe uterus akan menuju ke kelenjar iliaka interna, eksterna, dan
iliaka komunis serta melalui kelenjar limfe ligamentum rotundum akan sampai ke
kelenjar limfe inguinal dan femoral.
3. Melalui aliran darah
Biasanya proses penyebarannya sangat lambat dan tempat metastasisnya adalah
paru, hati dan otak.
4. Intrperitoneal atau melalui tuba.
I. Gambaran Histopatologi
Sembilan puluh persen tumor ganas endometrium/ korpus uterus adalah
adenokarsinoma. Sisanya ialah karsinoma epidermoid, adenoakantoma, sarkoma, dan
karsino-sarkoma (Schorge JO, et all. 2008).
1. Endometrioid Adenokarsinoma
Tipe histologi karsinoma endometrium yang paling sering ditemui adalah
endometrioid adenokarsinoma (75% dari total kasus). Karakteristik tumor ini adalah
terdapat kelenjar yang mirip dengan endometrium normal. Hiperplasia endometrium
berhubungan dengan tumor grade rendah dan jarang menginvasi endometrium. Apabila
kelenjar berkurang dan digantikan sel yang padat, tumor diklasifikasikan sebagai grade
yang lebih tinggi. Apabila terdapat endometrium yang atrofik, sering dihubungkan
12
dengan grade tinggi dan sering bermetastasis (Schorge JO, et all. 2008).

Gambar 2.4. Endometrioid adenokarsinoma yang berasal dari hiperplasia endometrium (Schorge
JO, et all. 2008).

Gambar 2.5. Gambaran makroskopis polyploid endometrioid adenokarsinoma (Schorge JO, et all.
2008).

2. Serous Karsinoma
5-10% karsinoma endoetrium adalah tipe serous karsinoma. Serous karsinonma
adalah tumortipe II yang sangat agresif dan berasal dari endometrium yang atrofik. Tipe
ini biasanya terdapat pada wanita berusia lanjut. Terdapat pola pertumbuhan papiler
yang kompleks ditandai dengan nuklear atipik. Sering disebut uterine papillary serous
carcinoma (UPSC), secara histologis menyerupai kanker ovarium epitelial, dan terdapat
psammoma bodies pada 30 persen pasien (Schorge JO, et all. 2008).

13
Gambar 2.6. Gambaran histologik uterine papillary serous carcinoma (UPSC) (Schorge JO, et
all. 2008).

Biasanya, tumor eksofitik dengan penampakan papiler muncul dari uterus yang
kecil dan atrofik. Terkadang, tumor ini dibatasi polip dan tidak menyebar. UPSC
berpotensi menginvsi miometrium dan menginvasi kelenjar. UPSC dan kanker ovarium
epitel dapat dibedakan lewat pembedahan. Seperti kanker ovarium, tumor ini juga
mengsekresi CA125, pengukuran serum ini juga dapat digunakan sebagai monitor
postoperasi. UPSC adalah tipe sel yang agresif (Schorge JO, et all. 2008).

Gambar 2.7. Gambaran makroskopis UPSC (Schorge JO, et all. 2008).

3. Clear Cell Carcinoma


Kurang dari 5 % karsinoma endometrium adalah tipe clear cell carcinoma.
Penampakan mikroskopik didominasi oleh sel padat, kistik, tubular atau papiler.
Biasanya merupakan gabungan dari 2 atau 3 tipe tersebut. Endometrial clear cell
adenocarcinoma adalah serupa dengan jenis clear cell yang terdapat di ovarium,
vagina, dan serviks. Tidak ada karakteristik khusus, namun seperti UPSC, cenderung
ganas, dan invasif. Pasien biasanya terdiagnosis saat penyakitnya sudah lanjut dan

14
prognosisnya buruk (Schorge JO, et all. 2008).

Gambar 2.8. Clear cell carcinoma tipe solid (Schorge JO, et all. 2008).

Gambar 2.9. Clear cell carcinoma tipe papiler (Schorge JO, et all. 2008).

4. Mucinous Karsinoma
Sekitar 1 sampai 2 persen karsinoma endometrium adalah tipe mucinous. Sebagian
besar endometrioid adenokarsinoma mempunyai komponen fokal. Umumnya, tumor
mucinous mempunyai gambaran glandular dengan sel yang kolumnar dan stratifikasi
minimal. Hampir semua adalah stadium 1 dan grade 1 dengan prognosis yang baik.
Karena epitelium endoservikal menyatu dengan segmen bawah uterus, diagnosis masih
sulit dibedakan dengan adenokarsinoma yang primer. Oleh sebab itu, dibutuhkan
imuno-staining, selain ini MRI juga dapat digunakan untuk membedakan asal tumor
(Schorge JO, et all. 2008).

15
Gambar 2.10. Gambaran histologi mucinous karsinoma (Schorge JO, et all. 2008).

5. Karsinoma Campuran

Karsinoma endometrium dapat berupa kombinasi dari dua atau lebih tipe
histologik. Karsinoma campuran, terdiri dari paling tidak dua tipe dengan masing –
masing tipe minimal melingkupi 10 % dari seluruh tumor. Kecuali tipe serous dan
clear cell, kombinasi lain biasanya tidak signifikan. Karsinoma campuran biasanya
merupakan campuran antara karsinoma endometrium tipe I dan tipe II (Schorge JO, et
all. 2008).
6. Undifferentiated Carcinoma
Pada 1-2 % karsinoma endometrium, tidak ada bukti adanya diferensiasi glandular,
sarkomatous, atau squamous. Tumor yang tidak berdeferensiasi ini mempunyai
karakteristik proliferasi epitel monotonous, ukurannya medium tumbuh dari sel yang
padat dan tidak mempunyai pola yang spesifik. Prognosisnya lebih buruk dari
endometrioid adenokarsinoma diferensiasi buruk (Schorge JO, et all. 2008).

J. Penatalaksanaan
1. Terapi Lama
a. Surgery (bedah)
Terapi bedah terdiri dari histerektomi yang sering bersamaan dengan salpingo-
16
ooforektomi (Simpson, 2014) :
1) Pengobatan utama untuk karsinoma endometrium adalah operasi untuk
mengangkat rahim dan leher rahim disebut histerektomi. Ketika rahim tersebut
diangkat melalui sayatan di perut, disebut histerektomi abdominal sederhana
atau total. Jika rahim tersebut diangkat melalui vagina, dikenal sebagai
histerektomi vaginal. Melepaskan ovarium dan tuba falopii, sebuah bilateral
salpingo-ooforektomi (BSO), sebenarnya bukan bagian dari histerektomi.
Untuk karsinoma endometrium, mengangkat rahim tetapi untuk ovarium atau
saluran tuba jarang direkomendasikan, tetapi dapat dipertimbangkan pada
wanita yang premenopause. Ketika karsinoma endometrium telah menyebar ke
leher rahim atau daerah sekitar leher rahim (disebut parametrium),
histerektomi radikal dilakukan. Dalam operasi ini, seluruh rahim, jaringan
sebelah uterus (parametrium dan ligamen uterosakral), bagian atas vagina
(sebelah serviks) semua diangkat. Kedua saluran tuba dan ovarium diangkat
diwaktu yang sama. Operasi ini paling sering dilakukan melalui sayatan di
perut, tetapi bisa juga lewat vagina dengan laparoskopi.
2) Salpingo-ooforektomi bilateral
Prosedur ini mengangkat kedua tuba falopii dan ovarium ada saat yang sama rahim
dihapus (baik dengan histerektomi sederhana atau radikal). Prosedur ini
dilakukan jika wanita siap untuk menopouse. Jika wanita kurang dari 45 tahun
maka didiskusikan dahulu terhadap dokter bedah.
3) Operasi kelenjar getah bening
Dilakukan diseksi kelenjar getah bening pelvici dan para aortici. Operasi ini
menghilangkan kelenjar getah bening dari panggul dan daerah sebelah aorta
untuk melihat apakah mereka mengandung sel-sel kanker yang telah menyebar
dari tumor endometrium. Hal ini disebut diseksi kelenjar getah bening
sebagian atau semua. Prosedur ini biasanya dilakukan pada saat yang sama
dengan histerektomi (Simpson, 2014).
b. Terapi radiasi
1) Brachytherapy
Sumber radiasi ditempatkan ke dalam silinder dan dimasukkan ke dalam vagina.
Panjang silinder dapat bervariasi, tetapi bagian atas vagina selalu diobati.
Dengan metode ini, radiasi terutama mempengaruhi daerah vagina dalam
kontak dengan silinder. Struktur di dekatnya seperti kandung kemih dan
17
rektum mendapatkan paparan radiasi kurang. Efek samping yang paling umum
adalah perubahan pada lapisan vagina. Ada 2 jenis brachytherapy digunakan
untuk karsinoma endometrium, low dose rate (LDR) dan high dose rate tinggi
(HDR). Dalam LDR brachytherapy, perangkat radiasi biasanya dibiarkan di
tempat selama sekitar 1 sampai 4 hari. Pasien harus tetap bergerak untuk
menjaga sumber radiasi dari pergerakan terapi dan harus menginap di rumah
sakit sedangkan HDR brachytherapy, radiasi yang lebih intens. Setiap dosis
membutuhkan waktu yang sangat singkat biasanya kurang dari satu jam), dan
pasien bisa pulang hari yang sama. untuk endometrium kanker, HDR
brachytherapy sering diberikan mingguan atau bahkan harian selama minimal
3 dosis (Simpson, 2014).
c. Kemoterapi
Penggunaan obat melawan kanker diberikan ke intravena atau melalui oral.
pengobatan berpotensi berguna untuk kanker yang telah menyebar ke luar
endometrium. Penggunaan obatnya dapat dalam bentuk kombinasi atau tunggal.
Kemoterapi sering diberikan dalam periode pengobatan, diikuti dengan periode
istirahat. Obat yang digunakan sebagai pilihan yaitu taxol, carboplatin,
doxorubicin, cisplatin. Kombinasi yang paling umum yaitu taxol dengan
carboplatin dan doxorubicin dengan cisplatin (Simpson, 2014).
2. Terapi Baru
Menurut American Cancer Society, 2015 ada beberapa terapi baru untuk karsinoma
endometrium adalah :
a. Target Terapi
Penelitian sekarang menjelaskan lebih banyak tentang perubahan gen dan
protein dalam sel-sel kanker, mereka telah mampu mengembangkan obat baru yang
secara khusus menargetkan perubahan ini. Target kerja obat yang berbeda dari
kemoterapi standar (kemo) memiliki efek samping yang berbeda. Beberapa terapi
target yang sedang diteliti untuk mengobati karsinoma endometrium adalah
temsirolimus, brivanib, dan gefitinib.
b. Terapi Hormon
Meskipun terapi hormon karsinoma endometrium yang sering adalah
progestin, obat-obatan yang mempengaruhi estrogen juga dapat membantu. Sebuah
studi baru-baru melihat menggunakan fulvestrant, sebuah obat yang menghalangi
reseptor estrogen.
18
c. Operasi
Biopsi kelenjar getah bening. Mungkin Terapi ini sudah lama digunakan pada
kanker jenis lain seperti kanker payudara, tapi ini merupaka terapi baru pada
karsinoma endometrium.

K. Komplikasi
Karsinoma endometrium dapat menyebabkan rekurensi dan menjadi karsinoma
sekunder dan juga bermetastasis melalui pembuluh limfe. Berikut komplikasinya yaitu
kanker payudara, kanker kolon, kanker rectum, kanker jaringan lunak, kanker usus halus,
kanker vagina, myeloid leukimia (AML) dan kanker vesica urinaria. Paling sering adalah
kanker kolon dan kanker payudara (Wright, 2012).

L. Prognosis
Sejumlah faktor prognosa dibawah ini digunakan untuk menilai kekambuhan dan
keberhasilan pengobatan penyakitnya (Schorge JO, et all. 2008) :
1. Umur penderita
Secara umum penderita karsinoma endometrium yang berusia muda lebih baik
prognosanya dari penderita berusia tua. Dari beberapa penelitian didapatkan angka
ketahanan hidup 5 tahun penderita yang berusia > 70 tahun sebesar 60,9 % dan
penderita yang berusia < 50 tahun sebesar 92,1 %. Dan didapati juga kekambuhan
penyakitnya sebesar 33% pada usia > 75 tahun, 12 % pada usia 50 - 75 tahun dan tidak
dijumpai pada penderita yang berusia < 50 tahun. Angka ketahanan hidup penderita
berusia tua berhubungan dengan peningkatan penyebaran tumor ke luar uterus dan
peningkatan kekambuhannya berhubungan dengan tingginya angka kejadian tumor
grade 3 atau jenis histologi tumor yang sangat ganas.
2. Jenis histologi
Kira-kira 10 % karsinoma endometrium adalah bukan jenis endometrioid dan
didapati peningkatan kekambuhan dan penyebarannya. Sebesar 92 % angka ketahanan
hidup penderita yang mempunyai jenis histologinya endomethoid.
3. Differensiasi histologi
Didapati kekambuhan penyakitnya sebesar 7,7 % pada tumor grade 1, tumor grade
2 sebesar 10,5 % dan 36,1 % pada tumor grade 3. Dan angka keberhasilan 5 tahun pada
grade 1 sebesar 92 %, grade 2 sebesar 86 % dan pada grade 3 adalah 64%.
19
4. lnvasi ke miometrium
Umumnya angka ketahanan hidup 5 tahun penderita yang mengidap tumor yang
hanya invasi ke permukaan saja sebesar 80-90 % dan 60 % pada tumor yang invasinya
lebih dalam.

5. Sitologi peritoneum
Beberapa penelitian didapati angka kekambuhan yang tinggi pada sitologi
peritoneumnya positif.
6. Metastase kelenjar limfe
Penderita yang didapati metastase kelenjar limfe paraaorta mempunyai angka
kekambuhan 6 kali dibanding tanpa metastase kelenjar limfe.
7. Metastase adneksa
8. Reseptor hormon
9. Ukuran tumor
10. Lymph vascular space invasion

20
I. KESIMPULAN

1. Karsinoma endometrium adalah tumor ganas yang muncul dari sel-sel epitel primer lapisan
endometrium dan merupakan salah satu kanker ginekologi dengan angka kejadian tertinggi,
terutama di negara-negara maju.
2. Gambaran histopatologi karsinoma endometrium yang paling sering ditemui adalah
endometrioid adenokarsinoma di mana karakteristik tumor ini adalah terdapat kelenjar yang
mirip dengan endometrium normal.
3. Karsinoma endometrium dapat menyebabkan rekurensi dan menjadi karsinoma sekunder
dan juga bermetastasis melalui pembuluh limfe.
4. Karsinoma endometrium dihubungkan dengan endometrium terpapar stimulasi estrogen
secara kronis (hormonal) dari sumber endogen dan eksogen lain.

21
BAB I
PENDAHULUAN

B. Latar Belakang
Karsinoma endometrium adalah tumor ganas yang muncul dari sel-sel epitel
primer lapisan endometrium. Umumnya dengan differensiasi glandular dan
berpotensi mengenai miometrium dan menyebar jauh. Karsinoma endometrium
merupakan salah satu kanker ginekologi dengan angka kejadian tertinggi, terutama
di negara-negara maju. Selama tahun 2005, diperkirakan di Amerika terdapat sekitar
40.880 kasus baru dengan sekitar 7.100 kematian terjadi karena karsinoma
endometrium. Karsinoma endometrium paling sering terdiagnosis pada usia pasca
menopause, dimana 75% kasus terjadi pada wanita usia pasca menopause.
Meskipun demikian sekitar 20% kasus terdiagnosis pada saat premenopause.
Karsinoma endometrium uterus telah mengalami peningkatan angka kejadian di
Indonesia, sebagian karena penderita hidup lebih lama dan pelaporan lebih akurat.
Sekitar 32.000 kasus di perkirakan akan terjadi setiap tahunnya dengan 5900
kematian. Sepertiga wanita dengan perdarahan pascamenopause mempunyai kanker
uterus. Usia rata-rata adalah 61 dan kebanyakan pasien setidaknya berusia 55 tahun
(Anwar, 2011).
Secara epidemiologi terdapat beberapa faktor risiko yang berkaitan dengan
karsinoma endometrium yaitu hormon replacement theraphy, terapi tamoxifen,
obesitas, wanita pasca menopause, nulipara atau dengan paritas rendah, dan keadaan
anovulasi. Hal-hal tersebut berkaitan dengan keadaan upopposed estrogen yang
meningkatkan risiko terjadinya karsinoma endometrium. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pemaparan terhadap estrogen atau meningkatkan kadar progesteron,
seperti penggunaann kontrasepsi oral dan merokok, merupakan faktor yang bersifat
protektif. Karsinoma endometrium stadium awal memiliki prognosis yang cukup
baik. Karsinoma endometrium terdiagnosis saat masih terlokalisir memiliki survival
rate lima tahunnya mencapai 96%, dan menurun sampai ke 44% pada stadium lanjut
(Anwar, 2011).

22
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

M. Definisi
Karsinoma endometrium adalah tumor ganas yang muncul dari sel-sel epitel
primer lapisan endometrium. Umumnya dengan differensiasi glandular dan
berpotensi mengenai miometrium dan menyebar jauh. 75% tumor ganas
endometrium adalah adenokarsinoma, sisanya ialah karsinoma epidermoid atau
karsinoma tipe sel squamous (5-10%), adenoakantoma dan adenosquamous (30%),
sarkoma uterin (1-5%) (Barlin, 2010).
Secara biologis dan histologis, karsinoma endometrium adalah jenis neoplasma
yang memiliki dua model patogenesis. Karsinoma endometrium tipe 1 dengan
estrogen dependen dan mempunyai prognosis lebih baik dan untuk karsinoma
endometrium tipe 2 non- estrogen dependen yang lebih agresif dan berprognosis
lebih buruk (Simpson, 2014).

N. Etiologi
Kebanyakan kasus karsinoma endometrium (80%) dihubungkan dengan
endometrium terpapar stimulasi estrogen secara kronis (hormonal) dari sumber
endogen dan eksogen lain. Kanker yang dihubungkan dengan estrogen (estrogen
dependen) cenderung untuk mengalami hiperplasia dan berdiferensiasi lebih baik
dan secara umum punya prognosis baik. Sementara itu, tipe karsinoma endometrium
yang tidak bergantung pada estrogen (non estrogen dependen) berkembang dengan
non hiperplasia dan berdiferensiasi jelek dan lebih agresif. Banyak kasus karsinoma
endometrium yang dilaporkan pada wanita tanpa faktor resiko yang sudah diketahui
seperti mereka dengan gangguan hormonal. Beberapa studi menunjukan bahwa
sindroma ovarium polikistik dan resistensi insulin yang merupakan komponen dari
sindrom metabolik dapat berperan dalam patogenesis karsinoma endometrium
(Barlin, 2010).

O. Epidemiologi
Karsinoma endometrium adalah kejadian keganasan tertinggi keenam yang
23
paling sering terjadi yang terjadi pada wanita di seluruh dunia. Dari 290.000 kasus
baru yang dilaporkan pada 2008, terhitung 5% dari semua kasus keganasan baru
pada wanita. Penyakit ini paling banyak terjadi di negara maju seperti Amerika,
negara-negara di Eropa tengah dan Eropa timur dan insiden lebih rendah di Afrika
timur. Tingkat kejadian karsinoma endometrium seiring pertambahan usia juga
meningkat di negara-negara berkembang (Simpson, 2014).
Di seluruh dunia, angka kejadian karsinoma endometrium seiring pertambahan
usia berkisar antara 15 per 100.000 wanita (di daerah Amerika dan sebagian Eropa)
sampai kurang dari 5 per 100.000 wanita (di daerah Afrika dan 8 Asia). Risiko
karsinoma endometrium meningkat seiring usia, dimana kebanyakan kasus
terdiagnosa setelah menopause (Simpson, 2014).
Di Indonesia, sebuah penelitian tahun 2005 mendapatkan prevalensi karsinoma
endometrium di Jakarta mencapai 7,2 kasus per tahun. Usia penderita yang
cenderung lebih muda pada penelitian tersebut jika dibandingkan dengan penderita
di negara-negara barat dan eropa (berusia >50 tahun terbanyak), kemungkinan
disebabkan di indonesia pengguanaan TSH masih sangat jarang. Pemakaian TSH
menyebabkan tingginya jumlah penderita kanker ini di negara Barat dan Eropa di
era tahun 70-an (Simpson, 2014).

P. Faktor Risiko
Faktor risiko dari penyakit karsinoma endometrium adalah (Schorge JO., et all.
2008 ; Anwar M., et all. 2011) :
13. Faktor risiko reproduksi dan menstruasi
14. Usia menarche dini (<12 tahun)
15. Hormon
a. Hormon endogen
b. Hormon eksogen pascamenopause

16. Kontrasepsi oral


Peningkatan risiko secara bermakna terdapat pada pemakaian kontrasepsi
oral yang mengandung estrogen dosis tinggi dan rendah progestin.
17. Tamoksifen
Tamoksifen merupakan antiestrogen yang berkompetisi dengan estrogen
untuk menduduki reseptor. Di endometrium, tamoksifen bertindak sebagai
24
faktor pertumbuhan yang meningkatkan siklus pembelahan sel.
18. Obesitas
19. Faktor diet
20. Kondisi medis
21. Faktor genetik
22. Merokok
23. Ras
24. Pendidikan dan status sosial ekonomi

Q. Tanda dan Gejala


Keluhan utama yang dirasakan pasien karsinoma endometrium adalah
perdarahan pascamenopause bagi pasien yang telah menopause dan perdarahan
intermenstruasi bagi pasien yang belum menopause. Keluhan keputihan merupakan
keluhan yang paling banyak menyertai keluhan utama, gejalanya bisa berupa
(Schorge JO., et all. 2008 ; Anwar M., et all. 2011) :
j. Perdarahan rahim yang abnormal
k. Siklus menstruasi yang abnormal
l. Perdarahan diantara 2 siklus menstruasi (pada wanita yang masih mengalami
menstruasi)
m. Perdarahan vagina atau spotting pada wanita pascamenopause
n. Perdarahan yang sangat lama, berat dan sering (pada wanita yang berusia diatas
40 tahun)
o. Nyeri perut bagian bawah atau kram panggul
p. Keluar cairan putih yang encer atau jernih (pada wanita pascamenopause)
q. Nyeri atau kesulitan dalam berkemih
r. Nyeri ketika melakukan hubungan seksual
R. Penegakan Diagnosis
4. Anamnesis
Perdarahan abnormal vagina pascamenopause bagi yang telah menopause
dan intermenstruasi yang belum menopause bisa juga bukan perdarahan tetapi
discharge abnormal seperti keputihan yang banyak bercampur nanah atau darah
dari vagina. Selain itu, gejala dapat berupa nyeri pelvis dan terasa ada massa,
serta penurunan berat badan.   Riwayat keluarga ada kemungkinan terkena
karsinoma endometrium, jika terdapat anggota keluarga yang terkena kanker
25
ini, meskipun prosentasenya sangat kecil. Rasa sakit saat menstruasi, rasa sakit
yang parah dan terus menerus pada perut bagian bawah, rasa sakit ini akan
bertambah pada saat berhubungan seks (Barlin, 2010).
5. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan ginekologi (Barlin, 2010) :
c. Pembesaran uterus dan atau massa tumor di rongga panggul
d. Dilakukan pemeriksaan rektovaginal.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. USG
Sebuah USG transvaginal (TVUS) sering disukai untuk melihat rahim.
Untuk tes ini, probe TVUS (yang bekerja dengan cara yang sama sebagai
transduser USG) dimasukkan ke dalam vagina. Gambar dari TVUS dapat
digunakan untuk melihat apakah rahim mengandung massa (tumor) atau
jika endometrium lebih tebal dari biasanya yang dapat menjadi tanda
karsinoma endometrium. Mungkin juga membantu melihat apakah kanker
tumbuh ke dalam lapisan otot rahim (miometrium). Air garam (saline)
dapat dimasukkan melalui tabung kecil ke dalam rahim sebelum USG
sehingga bisa melihat dinding rahim lebih jelas. Prosedur ini disebut infus
saline sonogram atau hysterosonogram (Wright, 2012).
b. Biopsi

Biopsi endometrium adalah tes yang paling umum dilakukan untuk


karsinoma endometrium dan sangat akurat pada wanita menopause.
Didalam prosedur tabung fleksibel sangat tipis dimasukkan ke dalam rahim
melalui serviks. Kemudian dengan menggunakan hisap, sejumlah kecil
endometrium dihapus melalui tabung. Penyedotan mengambil sekitar satu
menit atau kurang. Ketidaknyamanan ini mirip dengan kram menstruasi
dan dapat dibantu dengan mengambil obat anti-inflamasi nonsteroid seperti
ibuprofen sebelum prosedur. Kadang-kadang mati rasa obat (bius lokal)
disuntikkan ke dalam serviks sebelum prosedur untuk membantu
mengurangi rasa sakit (Wright, 2012)..
c. Histeroskopi

Teknik ini dokter memasukkan teleskop kecil (sekitar 1/6 inci


diameter) ke dalam rahim melalui leher rahim. Rahim diisi dengan
26
air garam (saline). Ini memungkinkan dokter melihat dan biopsi sesuatu
yang abnormal, seperti kanker atau polip. Hal ini biasanya dilakukan
dengan menggunakan (obat mati rasa) anestesi lokal dengan pasien terjaga
(Wright, 2012).
d. Dilatasi dan kuretase

Jika sampel biopsi endometrium tidak menyediakan jaringan yang


cukup, atau jika biopsi menunjukkan kanker tetapi hasilnya tidak pasti,
dilatasi dan kuretase harus dilakukan. Dalam prosedur rawat jalan ini,
pembukaan serviks diperbesar (melebar) dan alat khusus yang digunakan
untuk mengikis jaringan dari dalam rahim. Hal ini dapat dilakukan dengan
atau tanpa histeroskopi.
Prosedur ini memakan waktu sekitar satu jam dan mungkin memerlukan
anestesi umum (di mana pasien dalam kondisi tertidur) atau sadar sedasi
(diberi obat ke dalam pembuluh darah untuk membuat pasien mengantuk)
baik dengan anestesi lokal disuntikkan ke dalam leher rahim atau tulang
belakang (Wright, 2012).

S. Patogenesis
Estrogen yang berlebihan diasosiasikan dengan faktor risiko yang berhubungan
dengan karsinoma endometrium. Estrogen yang berlebihan menyebabkan stimulasi
yang terus-menerus pada endometrium yang dapat menyebabkan hiperplasia
endometrium. Wanita dengan hiperplasia tetapi tanpa penemuan sitologik atipikal
digolongkan menjadi hyperplasia simple atau kompleks pada basis arsitektur selular
yang memiliki risiko yang rendah terkena karsinoma uterus (Sonoda Y. 2010).
Obesitas merupakan salah satu dari risiko terkena karsinoma endometrium.
Perkembangan kanker pada wanita obese dipercaya dimediasi oleh estrogen
endogen melalui konversi androstenedione menjadi estrogen oleh enzim aromatase
pada jaringan lemak. Menarche awal dan menopause terlambat keduanya
merupakan faktor risiko karsinoma endometrium terutama sejak memanjangnya
paparan estrogen pada endometrium (Sonoda Y. 2010 ; Schorge JO, et all. 2008).
Dua puluh persen wanita dengan karsinoma endometrium adalah
premenopause, lima persennya kurang dari 40 tahun. Kebanyakan wanita muda
dengan karsinoma endometrial adalah obese atau memiliki kadar estrogen endogen

27
yang tinggi karena mereka mengalami anovulasi kronik, seperti polycystic ovarian
syndrome. Adapun kadar serum estrogen dan progesteron meningkat menjelang
kehamilan, progesteron adalah hormon pada kehamilan yang predominan.
Kehamilan melindungi dari karsinoma endometrium dengan menginterupsi
stimulasi endometrium berlanjut oleh estrogen. Nulliparitas merupakan faktor risiko
karsinoma endometrium (Sonoda Y. 2010 ; Anwar M., et all. 2011).
Tamoxifen adalah antiestrogen sintetik (estrogen antagonis) yang digunakan
pada terapi karsinoma mammae. Di samping itu, tamoxifen juga memiliki efek
estrogenik (agonis) pada endometrium dan meningkatkan risiko karsinoma
endometrium (Sonoda Y. 2010).

Gambar 2.1. Patogenesis Karsinoma Endometrium I (Sonoda Y. 2010).

28
Gambar 2.2. Patogenesis Karsinoma Endometrium II (Sonoda Y. 2010).

Sebelum menopause Setelah menopause


Persisten adenokarsinoma feminizing tumor ovarium
Anovulasi hiperplasi stroma ovarium
Produksi kel. Adrenal
Sindroma Stein karsinoma penyimpanan dalam jaringan lemak
Leventhal in situ kerusakan hati
Perubahan ova terapi estrogen
rium lainnya hyperplasia
Terapi estrogen adenomat

Hyperplasia gld. Hyperplasia adenomat adenokar


Kistik sinoma
Regresi tetap ca insitu

Folikel kembali regresif


Persisten normal hyperplasia

Gambar 2.3. Hubungan Estrogen dengan Kejadian Karsinoma endometrium (Sonoda Y.


2010).

T. Patofisiologi

29
Hubungan patogenesis berkembangnya hiperplasia endometrium menjadi suatu
karsinoma endometrium dipengaruhi oleh aktivitas paparan estrogen yang
mengakibatkan proliferasi yang tidak terkontrol. Aktivitas proliferasi tersebut
seharusnya dikendalikan oleh mekanisme apoptosis (kematian sel yang terprogram)
yang mempunyai peranan dalam proses karsinogenesis. Proses tersebut tidak hanya
dijelaskan secara sederhana dengan adanya peningkatan stimulasi pertumbuhan sel
tetapi juga disebabkan oleh hilangnya faktor supresi dan pengendali proliferasi sel
serta perubahan pada proses apoptosis yang sampai saat ini masih belum jelas. Hal
tersebut ditunjukkan dari penelitian Kurman dkk, dengan selain didapatkan progresi
juga terdapat regresi dari hiperplasia non-atipik simpleks sebanyak 80% dan
kompleks sebesar 79% (Kokawa, 2011).
Beberapa penelitian mengenai peranan efek stimulasi estrogen terhadap
pengendalian pertumbuhan endometrium menjadi suatu lesi prakanker telah diteliti
melalui pemeriksaan immunohistokimia. Didapatkan bahwa reseptor hormon
steroid seks yaitu reseptor estrogen dan progesteron memegang peranan utama pada
pengaturan proses apoptosis endometrium, yaitu ditandai dengan terdapat
perubahan bentuk dan ukuran pada sel kelenjar dan stroma endometrium selama
siklus menstruasi (Nunobiki, 2013).
Kadar estrogen yang tinggi tanpa diimbangi progesteron dapat ditemukan pada
beberapa kondisi seperti : anovulasi dalam jangka waktu yang lama, mengkonsumsi
estrogen dalam waktu lama, tumor penghasil estrogen, malfungsi tiroid, dan
penyakit hepar (Koplajar, 2012).
Karsinoma endometrium mungkin berasal di area minoris (misalnya, sebuah
polip endometrium) atau multifokal difus. Pertumbuhan awal dari tumor dicirikan
oleh pola eksofitik yang menyebar. Pertumbuhan tumor ditandai dengan kerapuhan
dan perdarahan spontan, bahkan pada tahap awal. Kemudian pertumbuhan tumor
ditandai oleh invasi miometrium dan pertumbuhan menuju leher rahim. Empat rute
penyebaran terjadi di luar rahim (Koplajar, 2012) :
5. Langsung
Penyebaran adenokarsinoma endometrium biasanya lambat terutama pada
yang differensiasi baik. Penyebarannya ke arah permukaan kavum uteri dan
endoserviks. Dari kavum uteri menuju ke stroma endometrium ke miomterium
ke ligamentum latum dan organ sekitarnya. Jika telah mengenai endoserviks,
penyebaran selanjutnya seperti pada adenokarsinoma serviks.
30
6. Melalui kelenjar limfe
Penyebarannya melalui kelenjar limfe ovarium akan sampai ke para aorta
dan melalui kelenjar limfe uterus akan menuju ke kelenjar iliaka interna,
eksterna, dan iliaka komunis serta melalui kelenjar limfe ligamentum rotundum
akan sampai ke kelenjar limfe inguinal dan femoral.
7. Melalui aliran darah
Biasanya proses penyebarannya sangat lambat dan tempat metastasisnya
adalah paru, hati dan otak.
8. Intrperitoneal atau melalui tuba.
U. Gambaran Histopatologi
Sembilan puluh persen tumor ganas endometrium/ korpus uterus adalah
adenokarsinoma. Sisanya ialah karsinoma epidermoid, adenoakantoma, sarkoma,
dan karsino-sarkoma (Schorge JO, et all. 2008).
7. Endometrioid Adenokarsinoma
Tipe histologi karsinoma endometrium yang paling sering ditemui adalah
endometrioid adenokarsinoma (75% dari total kasus). Karakteristik tumor ini
adalah terdapat kelenjar yang mirip dengan endometrium normal. Hiperplasia
endometrium berhubungan dengan tumor grade rendah dan jarang menginvasi
endometrium. Apabila kelenjar berkurang dan digantikan sel yang padat, tumor
diklasifikasikan sebagai grade yang lebih tinggi. Apabila terdapat endometrium
yang atrofik, sering dihubungkan dengan grade tinggi dan sering bermetastasis
(Schorge JO, et all. 2008).

Gambar 2.4. Endometrioid adenokarsinoma yang berasal dari hiperplasia endometrium


(Schorge JO, et all. 2008).

31
Gambar 2.5. Gambaran makroskopis polyploid endometrioid adenokarsinoma (Schorge
JO, et all. 2008).

8. Serous Karsinoma
5-10% karsinoma endoetrium adalah tipe serous karsinoma. Serous
karsinonma adalah tumortipe II yang sangat agresif dan berasal dari
endometrium yang atrofik. Tipe ini biasanya terdapat pada wanita berusia
lanjut. Terdapat pola pertumbuhan papiler yang kompleks ditandai dengan
nuklear atipik. Sering disebut uterine papillary serous carcinoma (UPSC),
secara histologis menyerupai kanker ovarium epitelial, dan terdapat psammoma
bodies pada 30 persen pasien (Schorge JO, et all. 2008).

Gambar 2.6. Gambaran histologik uterine papillary serous carcinoma (UPSC) (Schorge
JO, et all. 2008).

Biasanya, tumor eksofitik dengan penampakan papiler muncul dari uterus


yang kecil dan atrofik. Terkadang, tumor ini dibatasi polip dan tidak menyebar.

32
UPSC berpotensi menginvsi miometrium dan menginvasi kelenjar. UPSC dan
kanker ovarium epitel dapat dibedakan lewat pembedahan. Seperti kanker
ovarium, tumor ini juga mengsekresi CA125, pengukuran serum ini juga dapat
digunakan sebagai monitor postoperasi. UPSC adalah tipe sel yang agresif
(Schorge JO, et all. 2008).

Gambar 2.7. Gambaran makroskopis UPSC (Schorge JO, et all. 2008).

9. Clear Cell Carcinoma


Kurang dari 5 % karsinoma endometrium adalah tipe clear cell carcinoma.
Penampakan mikroskopik didominasi oleh sel padat, kistik, tubular atau
papiler. Biasanya merupakan gabungan dari 2 atau 3 tipe tersebut. Endometrial
clear cell adenocarcinoma adalah serupa dengan jenis clear cell yang terdapat
di ovarium, vagina, dan serviks. Tidak ada karakteristik khusus, namun seperti
UPSC, cenderung ganas, dan invasif. Pasien biasanya terdiagnosis saat
penyakitnya sudah lanjut dan prognosisnya buruk (Schorge JO, et all. 2008).

Gambar 2.8. Clear cell carcinoma tipe solid (Schorge JO, et all. 2008).

33
Gambar 2.9. Clear cell carcinoma tipe papiler (Schorge JO, et all. 2008).

10. Mucinous Karsinoma


Sekitar 1 sampai 2 persen karsinoma endometrium adalah tipe mucinous.
Sebagian besar endometrioid adenokarsinoma mempunyai komponen fokal.
Umumnya, tumor mucinous mempunyai gambaran glandular dengan sel yang
kolumnar dan stratifikasi minimal. Hampir semua adalah stadium 1 dan grade 1
dengan prognosis yang baik. Karena epitelium endoservikal menyatu dengan
segmen bawah uterus, diagnosis masih sulit dibedakan dengan adenokarsinoma
yang primer. Oleh sebab itu, dibutuhkan imuno-staining, selain ini MRI juga
dapat digunakan untuk membedakan asal tumor (Schorge JO, et all. 2008).

Gambar 2.10. Gambaran histologi mucinous karsinoma (Schorge JO, et all.


2008).

11. Karsinoma Campuran

Karsinoma endometrium dapat berupa kombinasi dari dua atau lebih tipe
histologik. Karsinoma campuran, terdiri dari paling tidak dua tipe dengan

34
masing –masing tipe minimal melingkupi 10 % dari seluruh tumor. Kecuali
tipe serous dan clear cell, kombinasi lain biasanya tidak signifikan. Karsinoma
campuran biasanya merupakan campuran antara karsinoma endometrium tipe I
dan tipe II (Schorge JO, et all. 2008).
12. Undifferentiated Carcinoma
Pada 1-2 % karsinoma endometrium, tidak ada bukti adanya diferensiasi
glandular, sarkomatous, atau squamous. Tumor yang tidak berdeferensiasi ini
mempunyai karakteristik proliferasi epitel monotonous, ukurannya medium
tumbuh dari sel yang padat dan tidak mempunyai pola yang spesifik.
Prognosisnya lebih buruk dari endometrioid adenokarsinoma diferensiasi buruk
(Schorge JO, et all. 2008).

V. Penatalaksanaan
3. Terapi Lama
d. Surgery (bedah)
Terapi bedah terdiri dari histerektomi yang sering bersamaan dengan
salpingo-ooforektomi (Simpson, 2014) :
4) Pengobatan utama untuk karsinoma endometrium adalah operasi untuk
mengangkat rahim dan leher rahim disebut histerektomi. Ketika rahim
tersebut diangkat melalui sayatan di perut, disebut histerektomi
abdominal sederhana atau total. Jika rahim tersebut diangkat melalui
vagina, dikenal sebagai histerektomi vaginal. Melepaskan ovarium dan
tuba falopii, sebuah bilateral salpingo-ooforektomi (BSO), sebenarnya
bukan bagian dari histerektomi. Untuk karsinoma endometrium,
mengangkat rahim tetapi untuk ovarium atau saluran tuba jarang
direkomendasikan, tetapi dapat dipertimbangkan pada wanita yang
premenopause. Ketika karsinoma endometrium telah menyebar ke
leher rahim atau daerah sekitar leher rahim (disebut parametrium),
histerektomi radikal dilakukan. Dalam operasi ini, seluruh rahim,
35
jaringan sebelah uterus (parametrium dan ligamen uterosakral), bagian
atas vagina (sebelah serviks) semua diangkat. Kedua saluran tuba dan
ovarium diangkat diwaktu yang sama. Operasi ini paling sering
dilakukan melalui sayatan di perut, tetapi bisa juga lewat vagina
dengan laparoskopi.
5) Salpingo-ooforektomi bilateral
Prosedur ini mengangkat kedua tuba falopii dan ovarium ada saat yang
sama rahim dihapus (baik dengan histerektomi sederhana atau radikal).
Prosedur ini dilakukan jika wanita siap untuk menopouse. Jika wanita
kurang dari 45 tahun maka didiskusikan dahulu terhadap dokter bedah.
6) Operasi kelenjar getah bening
Dilakukan diseksi kelenjar getah bening pelvici dan para aortici. Operasi
ini menghilangkan kelenjar getah bening dari panggul dan daerah
sebelah aorta untuk melihat apakah mereka mengandung sel-sel kanker
yang telah menyebar dari tumor endometrium. Hal ini disebut diseksi
kelenjar getah bening sebagian atau semua. Prosedur ini biasanya
dilakukan pada saat yang sama dengan histerektomi (Simpson, 2014).
e. Terapi radiasi
2) Brachytherapy
Sumber radiasi ditempatkan ke dalam silinder dan dimasukkan ke dalam
vagina. Panjang silinder dapat bervariasi, tetapi bagian atas vagina
selalu diobati. Dengan metode ini, radiasi terutama mempengaruhi
daerah vagina dalam kontak dengan silinder. Struktur di dekatnya
seperti kandung kemih dan rektum mendapatkan paparan radiasi
kurang. Efek samping yang paling umum adalah perubahan pada
lapisan vagina. Ada 2 jenis brachytherapy digunakan untuk karsinoma
endometrium, low dose rate (LDR) dan high dose rate tinggi (HDR).
Dalam LDR brachytherapy, perangkat radiasi biasanya dibiarkan di
tempat selama sekitar 1 sampai 4 hari. Pasien harus tetap bergerak
untuk menjaga sumber radiasi dari pergerakan terapi dan harus
menginap di rumah sakit sedangkan HDR brachytherapy, radiasi yang
lebih intens. Setiap dosis membutuhkan waktu yang sangat singkat
biasanya kurang dari satu jam), dan pasien bisa pulang hari yang sama.
untuk endometrium kanker, HDR brachytherapy sering diberikan
36
mingguan atau bahkan harian selama minimal 3 dosis (Simpson,
2014).
f. Kemoterapi
Penggunaan obat melawan kanker diberikan ke intravena atau melalui
oral. pengobatan berpotensi berguna untuk kanker yang telah menyebar ke
luar endometrium. Penggunaan obatnya dapat dalam bentuk kombinasi
atau tunggal. Kemoterapi sering diberikan dalam periode pengobatan,
diikuti dengan periode istirahat. Obat yang digunakan sebagai pilihan yaitu
taxol, carboplatin, doxorubicin, cisplatin. Kombinasi yang paling umum
yaitu taxol dengan carboplatin dan doxorubicin dengan cisplatin (Simpson,
2014).
4. Terapi Baru
Menurut American Cancer Society, 2015 ada beberapa terapi baru untuk
karsinoma endometrium adalah :
d. Target Terapi
Penelitian sekarang menjelaskan lebih banyak tentang perubahan gen
dan protein dalam sel-sel kanker, mereka telah mampu mengembangkan
obat baru yang secara khusus menargetkan perubahan ini. Target kerja obat
yang berbeda dari kemoterapi standar (kemo) memiliki efek samping yang
berbeda. Beberapa terapi target yang sedang diteliti untuk mengobati
karsinoma endometrium adalah temsirolimus, brivanib, dan gefitinib.
e. Terapi Hormon
Meskipun terapi hormon karsinoma endometrium yang sering adalah
progestin, obat-obatan yang mempengaruhi estrogen juga dapat membantu.
Sebuah studi baru-baru melihat menggunakan fulvestrant, sebuah obat
yang menghalangi reseptor estrogen.
f. Operasi
Biopsi kelenjar getah bening. Mungkin Terapi ini sudah lama
digunakan pada kanker jenis lain seperti kanker payudara, tapi ini
merupaka terapi baru pada karsinoma endometrium.

W. Komplikasi
Karsinoma endometrium dapat menyebabkan rekurensi dan menjadi karsinoma
sekunder dan juga bermetastasis melalui pembuluh limfe. Berikut komplikasinya
37
yaitu kanker payudara, kanker kolon, kanker rectum, kanker jaringan lunak, kanker
usus halus, kanker vagina, myeloid leukimia (AML) dan kanker vesica urinaria.
Paling sering adalah kanker kolon dan kanker payudara (Wright, 2012).

X. Prognosis
Sejumlah faktor prognosa dibawah ini digunakan untuk menilai kekambuhan
dan keberhasilan pengobatan penyakitnya (Schorge JO, et all. 2008) :
1. Umur penderita
Secara umum penderita karsinoma endometrium yang berusia muda lebih
baik prognosanya dari penderita berusia tua. Dari beberapa penelitian
didapatkan angka ketahanan hidup 5 tahun penderita yang berusia > 70 tahun
sebesar 60,9 % dan penderita yang berusia < 50 tahun sebesar 92,1 %. Dan
didapati juga kekambuhan penyakitnya sebesar 33% pada usia > 75 tahun, 12
% pada usia 50 - 75 tahun dan tidak dijumpai pada penderita yang berusia < 50
tahun. Angka ketahanan hidup penderita berusia tua berhubungan dengan
peningkatan penyebaran tumor ke luar uterus dan peningkatan kekambuhannya
berhubungan dengan tingginya angka kejadian tumor grade 3 atau jenis
histologi tumor yang sangat ganas.
2. Jenis histologi
Kira-kira 10 % karsinoma endometrium adalah bukan jenis endometrioid
dan didapati peningkatan kekambuhan dan penyebarannya. Sebesar 92 % angka
ketahanan hidup penderita yang mempunyai jenis histologinya endomethoid.
3. Differensiasi histologi
Didapati kekambuhan penyakitnya sebesar 7,7 % pada tumor grade 1,
tumor grade 2 sebesar 10,5 % dan 36,1 % pada tumor grade 3. Dan angka
keberhasilan 5 tahun pada grade 1 sebesar 92 %, grade 2 sebesar 86 % dan pada
grade 3 adalah 64%.
4. lnvasi ke miometrium
Umumnya angka ketahanan hidup 5 tahun penderita yang mengidap tumor
yang hanya invasi ke permukaan saja sebesar 80-90 % dan 60 % pada tumor
yang invasinya lebih dalam.

5. Sitologi peritoneum
38
Beberapa penelitian didapati angka kekambuhan yang tinggi pada sitologi
peritoneumnya positif.
6. Metastase kelenjar limfe
Penderita yang didapati metastase kelenjar limfe paraaorta mempunyai
angka kekambuhan 6 kali dibanding tanpa metastase kelenjar limfe.
7. Metastase adneksa
8. Reseptor hormon
9. Ukuran tumor
10. Lymph vascular space invasion

39
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : NLW
Usia : 57 tahun
Tanggal lahir : 05-08-1962
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Alamat : Manggis
Kebangsaan : Indonesia
Status : Menikah
Pendidikan : Tidak Sekolah
Pekerjaan : Petani
No RM :068393
MRS : 23 September 2019

3.2. Anamnesis
Keluhan Utama: Lemas
Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang rujukan balik dari RSUP Sanglah untuk perbaikan keadaan
umum sebelum kemoterapi paxus carboplatin seri ke V, dengan diagnosis Ca
Endometrium stadium IB post TAH-BSO dan anemia. Keluhan yang dialami
pasien adalah lemas sejak seminggu sebelum masuk rumah sakit. Lemas
terasa seperti tidak bertenaga, hingga pasien tidak bisa melakukan aktivitas
sehari-hari. Lemas memberat jika pasien beraktivitas dan membaik ketika
pasien beristirahat.
Pasien juga mengeluh nyeri perut bagian bawah sejak selesai operasi 4
bulan yang lalu hingga sekarang. Nyeri perut terasa seperti ditusuk-tusuk
dengan intensitas sedang. Nyeri memberat bila pasien beraktivitas dan
membaik saat pasien minum obat dan istirahat. Pasien juga mengeluhkan ada
penurunan berat badan sebanyak 10 kg sejak 5 bulan yang lalu. Keputihan
dan keluar darah dari vagina saat ini disangkal oleh pasien.
Riwayat Menstruasi
Pasien mengalami menstruasi pertama kali (menarche) pada usia ± 12 tahun.
Pasien mengatakan siklus menstruasi tidak teratur, terkadang terlambat
sebulan atau 2 bulan, lamanya menstruasi ± 7 hari, dengan volume ± 80-100
cc. Pasien biasanya mengganti pembalut sebanyak empat sampai lima kali
dalam sehari saat menstruasi. Pasien mengeluh sering nyeri perut dan lemas
saat menstruasi. Pasien telah mengalami menopause sejak usia 47 tahun.

Riwayat Pernikahan
Pasien menikah satu kali dengan suami sekarang pada tahun 1976 dan
menikah pada saat pasien berusia 13 tahun. Usia pernikahan pasien selama
43 tahun.

Riwayat Pemakaian Kontrasepsi


Pasien mengatakan pernah menggunakan alat kontrasepsi berupa IUD
selama 10 tahun.

Riwayat Obstetri

Berat Jenis Lahir


Hamil Umur Cara Abortus
Badan Kelamin Hidup
ke Kehamilan Persalinan
Lahir L P Ya Tidak / Mati
Aterm lupa Persalinan
1 √ - - √ Hidup
(1976) spontan
(Normal)
(dukun)
Aterm lupa Hidup
2 - √ Persalinan - √
(1977) (Normal)
spontan
(dukun)
Aterm lupa Hidup
3 √ - Persalinan - √
(1979) (Normal)
spontan
(dukun)
Aterm lupa Hidup
4 - √ Persalinan - √
(1981) (Normal)
spontan
(dukun)
Riwayat Penyakit terdahulu

Pasien sudah terdiagnosis dengan kanker endometrium stadium IB pada


bulan April 2019 dan menjalani operasi TAH-BSO pada bulan Mei 2019
serta 4 seri kemoterapi paxus carboplatin di RSUP Sanglah. Keluhan awal
pasien saat pertama kali datang ke rumah sakit adalah perdarahan
pervaginam sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan
saat itu keluar darah dari vagina seperti menstruasi, berwarna merah segar
berisi gumpalan-gumpalan, dengan volume sekitar 40-60 cc. Darah keluar
tiba-tiba selama 1-2 hari kemudian berhenti dan bisa muncul kembali
beberapa hari kemudian. Sejak perdarahan pasien memakai pembalut dan
berganti sebanyak 4-5 kali per hari, saat diganti pembalut penuh dengan
darah. Pasien juga mengeluh nyeri perut bawah, terasa seperti ditusuk-tusuk,
dengan intensitas sedang yang muncul bersamaan dengan pendarahan
pervaginamnya. Pasien juga mengeluh penurunan berat badan.
Di RSUD Karangasem pasien dilakukan pemeriksaan darah lengkap
dengan hasil anemia dan pemeriksaan CA-125 dengan hasil tinggi. Pasien
kemudian dirujuk ke RSUP Sanglah untuk penanganan lebih lanjut. Di RSUP
sanglah pasien dilakukan biopsi dengan hasil kanker endometrium.
Riwayat penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes melitus, asma,
penyakit jantung, penyakit paru dan penyakit ginjal disangkal oleh pasien.
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat dan alergi makanan.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit kanker di keluarga disangkal. Riwayat penyakit sistemik
pada keluarga baik penyakit jantung, kencing manis, asma, maupun hipertensi
disangkal pasien. Pasien mengatakan bahwa anggota keluarga perempuan
yang lain tidak memiliki keluhan yang sama.

Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang petani yang sebelum sakit melaksanakan kegiatan
sehari-hari di sawah dan mengurus keluarga di rumah. Pasien mengaku tidak
merokok, tidak mengkonsumsi minuman beralkohol, dan tidak
mengkonsumsi obat-obat terlarang selama ini.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status Present

Keadaan Umum : Sakit sedang


Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
Nadi : 92 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu Aksila : 36,5C
Berat Badan : 36 kg
Tinggi Badan : 155 cm

Status General

Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterus -/-


THT : Dalam Batas Normal
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thoraks :
Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo : suara nafas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Mamae: bentuk simetris, puting susu menonjol, pengeluaran (-),
kebersihan cukup
Abdomen : sesuai status ginekologi
Ekstremitas : akral hangat ++/++, edema --/--

Status Ginekologi
Abdomen
- Inspeksi : distensi (-), luka bekas operasi (+) di midline
- Auskultasi : Bising usus (+) Normal ,
- Palpasi : nyeri tekan (+).

Pemeriksaan Dalam
- Inspekulo Vulva/Vagina
Porsio : pembukaan (-), fluksus (-), Flour(-), portio rapuh (-)
- Vaginal toucher (VT)
Flx (-), fl (-), pembukaan (-) slinger pain (-), massa (-). nyeri (-/-), CD
Bulging (-)
3.3.1 Pemeriksaan Penunjang

Tabel 1. Darah Lengkap 23-09-2019 (09.34) di RSUD Karangasem

Parameter Hasil Rujukan Satuan


WBC 7,41 4.87-10.8 103/µL
HGB 7,94 11.7-15.5 g/dL
HCT 24,0 35.0-53.7 %
MCV 90,5 80-100 Fl
MCH 30,0 26,3-31.2 Pg
MCHC 33,1 31.,0-35,0 %
PLT 240 150-450 103/µL
SGOT (AST) 48 0-21 U/L
SGPT (ALT) 50 0-23 U/L
Urea 23 15-40 mg/dL
Creatinine 0,30 0,6-0,9 mg/dL
Glucose 159 75-115 mg/dL
Penanda Tumor CA 125 10-4-2019

Parameter Hasil Nilai rujukan Satuan


Ca 125 232.6 <=35 U/ml

Biopsi 10-5-2019 (17.10) di RSUP Sanglah


Kesimpulan: Serviks, uterus, adneksa dekstra;adneksa sinistra;post THA-BSO
 Histomorfologi sesuai untuk endometrioid carcinoma pada uterus
 Tidak tampak infiltrasi sel ganas pada serviks
 Tidak tampak infiltrasi sel ganas pada adneksa dekstra
 Tidak tampak infiltrasi sel ganas pada adneksa sinistra
 pT1b

3.4 Diagnosis Kerja


Ca endometrium st. I B post kemo paxus carboplatin seri 4 post TAH-BSO (3/5/2019)
Anemia Ringan

3.5 Penatalaksanaan
Perbaikan KU
IVFD NaCl 0,9% ~ 20 tpm
Transfusi PRC sampai dengan Hb >= 10 g/dL
Injeksi dipenhidramine 1 ampul (i.v)
Injeksi dexamethasone 1 ampul (i.v)
Sulfas ferosus 2x 300mg PO
Asam mefenamat 3x500mg PO

3.6 Monitoring
a. Perbaikan kondisi umum pasien
b. Tanda vital pasien

3.7 Edukasi
a. Pasien diberitahu mengenai penyakitnya dan penyebab dari
penyakitnya tersebut.
b. Pasien diedukasikan tentang pentingnya menjaga kebersihan di daerah
kewanitannya.
3.8 Perjalanan Penyakit
Tanggal S O A P
23/09/19 Perdarahan St.Present Mioma uteri Perbaikan KU
(06.00) pervaginam Kes : CM + anemia - IVFD NaCl 0.9%
lama T : 100/70 ringan ~ 20 tpm
minggu mmHg - Transfusi PRC s/d
N : 80 x/menit Hb >- 10 g/dl dgn
R : 20 x/menit premedikasi :
T : 35,7oC dipenhidramine 1
St. General amp dan
Mata: Anemis dexamethasone 1
(+/+) amp
Thoraks: cor - SF 2x 300 mg PO
pulmo dbn - Cek DL post
Ekstremitas: transfusi 2 kolf
akral hangat
(++/++)
St. Ginekologi
Abdomen:
BU(+) N ,TFU
½ pusat
simfisis
Vagina:
Perdarahan (+)

24/08/19 Keluhan (-) St.Present Mioma uteri Tx :


(06.00) Kes : CM pro D&C + - Persiapan pre-
T : 110/80 PA operasi
mmHg - KIE
N : 80 x/menit - IVFD RL 20 tpm
R : 20x/menit - Cukur rambut
Nyeri (-) St.Present Post kuretase Tx :
Perdarahan Kes : CM bertingkat + - Infus RL →
28 tpm
(-) T : 110/80 PA
mmHg - IV Tranexamic
acid 500 g
N : 80 x/menit
- Asam tranexamat
R : 20x/menit
3 x 500 mg PO
T : 36,5oC
- Asam Mefenamat
St. General 3 x 500 mg PO
Mata: Anemis - SF 2 x 300 mg
(-/-)
- BPL, kontrol tgl
Thoraks: cor 9/9/19
pulmo dbn
Ekstremitas:
akral hangat
(++/++)
St. Ginekologi
Abdomen:
BU(+) N, TFU
½ pusat
simfisis
Vagina:
Perdarahan (-)
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini pasien wanita inisial NLW berusia 57 tahun datang
ke RSUD Karangasem pada tanggal 23 September 2019 dengan rujukan balik dari
RSUP Sanglah untuk perbaikan keadaan umum sebelum kemoterapi paxus
carboplatin seri ke V, dengan diagnosis Ca Endometrium stadium IB post TAH-
BSO dan anemia.
Keluhan yang dialami pasien adalah lemas sejak seminggu sebelum masuk
rumah sakit. Lemas terasa seperti tidak bertenaga, hingga pasien tidak bisa
melakukan aktivitas sehari-hari. Lemas memberat jika pasien beraktivitas dan
membaik ketika pasien beristirahat. Pasien tidak mengeluh adanya demam,
keputihan, maupun penurunan berat badan. BAK dan BAB tidak ada gangguan.
Adapun outline pembahasan yang akan dibahaskan dalam kasus ini adalah
penegakkan diagnosis, faktor predisposisi pasien serta penatalaksanaan.

4.1. Diagnosis

Penegakan diagnosis kanker endometrium dapat dilakukan dengan


anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan histopatologis. Walaupun
seringkali asimtomatik, gejala yang mungkin ditimbulkan sangat bervariasi seperti
metroragria, nyeri, menoragia hingga infertilitas. Gejala klinik hanya terjadi pada
35-50% penderita mioma. Pendarahan menjadi manifestasi klinik utama pada
mioma dan hal ini terjadi pada 30% penderita. 5 Sedangkan pembesaran uterus
dikaitkan dengan kehamilan atau mioma. Pembesaran uterus jarang berasal dari
adenomiosis, hematometra, massa di adnexa atau keganasan.21 Pembesaran uterus
juga dapat menimbulkan penekanan kronik, meningkatkan frekuensi buang air
kecil maupun retensi urin dan juga konstipasi. Karena penekanan tersebut, pasien
juga mungkin mengalami dismenorhea, dispareunia dan nyeri pelvik tidak spesifik
lainnya.
Dari hasil anamnesis pada pasien ini didapatkan bahwa pasien
mengeluhkan adanya keluhan berupa keluar darah pervaginam sejak 10 hari
sebelum masuk RS. Darah yang keluar dari vagina berwarna merah dan
bergumpal. Perdarahan ini disertai nyeri perut bagian bawah. Keluhan lemah,
letih, lesu, lunglai disangkal pasien

Pada pemeriksaan fisik ditemukan uterus setinggi ½ pusat simfisis , nyeri


tekan (+) di bagian simfisis serta pada pemeriksaan dalam ditemukan adanya
perdarahan. Hal ini sesuai dengan temuan pada saat anamnesis dan juga sesuai
dengan teori.

Pada pemeriksaan penunjang pada kasus ini dilakukan pemeriksaan darah


lengkap, penanda tumor Ca-125 dan biopsy endometrium. Pada pemeriksaan
darah lengkap didapatkan hemoglobin pasien 7,94 gr/dL sehingga pasien ini
didiagnosis dengan anemia sedang. Penanda tumor Ca-125

4.2. Faktor Predisposisi Mioma


Mekanisme penyebab terjadinya mioma belum diketahui secara pasti.
Mioma merupakan tumor yang sensitive terhadap hormone estrogen dan
progestron. Mioma mampu menciptakan lingkungan yang hiperestrogenik untuk
mempertahankan pertumbuhannya. Aromatase pada jaringan fibroid
memungkinkan produksi estradiol endogen dan ekspesi reseptor estrogen dan
progestron.
Pada pasien ini memiliki faktor resiko yakni umur 46 tahun, usia menarche
pada usia 12 tahun, serta rutin mengkonsumsi daging merah dan juga daging babi.
Namun pada pasien ini tidak temukan faktor resiko seperti riwayat dalam keluarga
yakni ibu pasien yang tidak memiliki penyakit mioma uteri dan juga obesitas.
4.3. Penatalaksanaan Mioma Uteri
Penatalaksanaan mioma uteri secara garis besar dibedakan dengan
terapi medikamentosa dan tindakan pembedahan. Sekitar 3%-7% mioma
asimptomatis akan mengalami regresi dalam waktu 6 bulan hingga 3 tahun
sehingga tidak memerlukan penanganan khusus. Penatalaksanaan mioma uteri
dibedakan berdasarkan apakah pasien belum atau sudah menopause, masih
ingin memiliki anak lagi, ingin mempertahankan rahimnya atau tidak. Pasien
premenopause yang masih fertil atau ingin mempertahankan uterusnya dapat
diberikan terapi medis atau miomektomi. Sedangkan pada pasien yang telah
menopause maupun sudah tidak menginginkan kehamilan dapat dilakukan
histerektomi dengan atau tanpa bilateral salphingoophorectomy atau
miomektomi. Pada pasien diberikan terapi medikamentosa terlebih dahulu
untuk membantu menghentikan perdarahan yang dialami. Pasien diberikan
Asam Traneksamat sebagai agen antifibrinolitik untuk menghentikan
perdarahan pada dinding endometrium. Pasien juga diberikan Asam Mefenamat
yang merupakan obat golongan NSAID yang digunakan untuk meredakan nyeri
yang dikeluhkan oleh pasien, serta membantu mengurangi pendarahan melalui
mekanisme antiinflamasi. Selain itu, pada pasien ditemukan Anemia ringan,
dengan kadar hemoglobin 10,6 gr/dL. Sehingga pada pasien diberikan terapi
berupa Sulfas Ferosus dan transfusi PRC 2 kolf untuk meningkatkan Hb hingga
mencapai kadar normal yaitu, ≥12 gr/dL dengan pre-medikasi Dexamethasone
dan Dipenhidramin. Pada pasien ini dilakukan Dilatasi & kuretase untuk
menyingkirkan diferensial diagnosis yang lain terlebih dahulu. Selanjutnya,
dapat disarankan pada pasien untuk dilakukan histerektomi mengingat pasien
telah memasuki usia berisiko tinggi untuk hamil, serta pasien telah memiliki 2
orang anak. Serta untuk mengurangi risiko perdarahan berulang di kemudian
hari.
BAB V
SIMPULAN

Mioma uteri merupakan tumor jinak yang terdiri dari otot polos dan jaringan ikat
fibrus. Tumor ini merupakan tumor jinak dan massa pada uterus yang paling
sering ditemui pada pelvis wanita, insiden tertinggi dari mioma ini dijumpai pada
wanita usia reproduksi antara 30-45 tahun. Gejala dari mioma bervariasi
tergantung dari ukuran, jumlah, dan lokasinya. Kebanyakan wanita dengan mioma
bersifat asimtomatis. Berdasarkan lokasinya pada uterus mioma dapat dibedakan
menjadi mioma intramural atau mioma submukosum dan mioma subserosum.
Diagnosis mioma uteri dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Terapi mioma uteri dibagi menjadi medikamentosa dan
operatif.
DAFTAR PUSTAKA

1. Salim I A, dan Finurina, I. Karakteristik Mioma Uteri Di Rsud Prof. Dr.


Margono Soekarjo Banyumas. Medisains, 13 (2) : 9-19.
2. Nathan L. Current Obstetric and Gynecological Diagnosis and Treatment.
McGraw-Hill Publishing; 2003.
3. AAGL. AAGL Practice Report : Practice Guidelines for the Diagnosis and
Management of Submucous Leiomyomas. J Minim Invasive Gynecol.
2012;19(2):152–71.
4. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Spong CY, Dashe J. Williams.
5. Cruz MSDD La, Buchanan EM. Uterine Fibroids: Diagnosis and Treatment.
Am Fam Physician. 2017;95(2):100–7.
6. Hadibroto RB. Mioma uteri. Maj Kedokt Nusant. 2005;38(3):255–60.
7. Prawirohardjo, S. (2011). Ilmu kandungan. Edisi ke-3. Jakarta: PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, p:275.
8. Manuaba (2007). Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC, p.440.
9. Ganong, W.F. (2010). Review of Medical Physiology,Ganong’s. 23rd edition.
New York: The McGraw-Hill Companies.Inc, p:527.
10. Edwards, D.R.V., Baird, D.D. & Hartmann, K.E. (2013). Association of age at
menarche with increasing number of fibroids in a cohort of women who
underwent standardized ultrasound assessment. American Journal of
Epidemiology, 178(3): 426–433.
11. Okolo, S. (2008). Incidence, aetiology and epidemiology of uterine fibroids.
Best Practice and Research: Clinical Obstetrics and Gynaecology, 22(4):571–
588.
12. Marquard, KL (2008). Gynecologic Myomectomi. Tersedia di
http://www.emedicine.medscape.com/article/267677-overview.- [diakses pada
28 Agustus 2019].
13. Parker, W.H. (2007). Etiology, symptomatology, and diagnosis of uterine
myomas. Fertility and Sterility, 87(4), pp.725–736.
14. Padubidri V. Howkins And Bourne Shaw S Textbook Of Gynaecology.
Elsevier India; 2008.
15. Ompusunggu ML. Karakteristik Penderita Mioma Uteri Rawat Inap Di RS.
Santa Elisabeth Medan Tahun 2004-2008.
16. Andrade-Oliveira V, Amano MT, Correa-Costa M, Castoldi A, Felizardo, de
Almeida DC, et al. Gut Bacteria Products Prevent AKI Induced by Ischemia-
Reperfusion. J Am Soc Nephrol 2015;26(8):1877–88.
17. Testa AC, Legge A Di, Bonatti M, Manfredi R, Scambia G. Best Practice &
Research Clinical Obstetrics and Gynaecology Imaging techniques for
evaluation of uterine myomas. Best Pract Res Clin Obstet Gynaecol.
2016;34:37–53.
18. Davar R, Firouzabadi RD, Ara KC. Dilatation and Curettage Effect on the
Endometrial Thickness. Iranian Red Crescent Medical Journal. 2013;
15(4):350-355.
19. Hoffman B, Schorge JO. No Title. 3rd ed. New York: Mc Grwa Hill; 2016.
230-250 p.
20. Chow GE, Yancey MK. Labor and Delivery: Normal and abnormal In: Ling
FW, Duff P (eds) obstetrics and Gynecology principles for practice 1st edition.
New York McGraw-Hill; 2001.

Anda mungkin juga menyukai