METODE PENELITIAN
3.1.2 Peralatan
3.1.2.1 Peralatan Penelitian
1. Beaker glass
2. Gelas ukur
3. Erlenmeyer
4. Pipet tetes
5. Oven
6. Blender
7. Ayakan mesh
8. Corong gelas
9. Timbangan elektrik
10. Statif dan klem
11. Hot plate
12. Piknometer
13. Stopwatch
14. Termometer
15. Refraktometer
16. GC-MS
14
Water
Out
Condenser
Water
In
Siphon
Sample in the
thimble
Round bottom
flask
Heater
15
16
mo
Rendemen (%) = × 100 % …………………………………… (3.1)
ms
Dimana:
mo = massa oleoresin
ms = massa sampel
m
ρ= …………………………………………………………… (3.2)
V
17
18
Mulai
Selesai
19
Mulai
B
A
20
Ya
Apakah masih ada
variasi lain?
Tidak
Selesai
21
22
Universitas Sumatera Utara
Pada perbandingan bahan terhadap pelarut 1:6 dengan waktu 3 jam, 4 jam, 5
jam, 6 jam, dan 7 jam diperoleh rendemen 14.8118 %; 15.9206 %; 16.6248 %;
20.1520 %; dan 20.2440 %. Dari gambar 4.1 dapat dilihat juga bahwa rendemen
yang dihasilkan dari perbandingan bahan dengan pelarut 1:5 dengan waktu 3 jam, 4
jam, 5 jam, dan 6 jam adalah 9,8676 %; 14,4350 %; 16,0990 %; dan 18.5660 %.
Pada penelitian ini, juga dilakukan percobaan pada waktu 3 jam dengan variasi rasio
bahan dan pelarut 1:7 dan 1:8. Rendemen yang didapat untuk rasio bahan dan pelarut
1:7 sebesar 16,806 % dan untuk rasio bahan dan pelarut 1:8 sebesar 17,0766 %.
Secara keseluruhan untuk waktu 3 jam terjadi peningkatan rendemen, namun
peningkatan rendemem mulai melambat pada rasio 1:7 dan 1:8. Tujuan penambahan
variasi rasio bahan dan pelarut adalah untuk melihat pengaruh rasio bahan dan
pelarut terhadap rendemen oleoresin yang dihasilkan. Gambar 4.1 menunjukkan pada
saat perbandingan pelarut terhadap daun kemangi yang tetap dengan peningkatan
waktu ekstraksi menyebabkan rendemen oleoresin meningkat. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa untuk mendapatkan rendemen oleoresin yang lebih banyak,
diperlukan waktu ekstraksi yang meningkat pula agar terjadi waktu kontak yang lama
antara daun kemangi dengan pelarut yang memberikan kesempatan daun kemangi
untuk kontak dengan pelarut semakin besar sehingga rendemen oleoresin dapat
diekstrak secara maksimum. Akan tetapi pada rasio bahan dan pelarut 1:6 untuk
waktu 7 jam tidak terjadi peningkatan rendemen yang signifikan. Hal tersebut terjadi
karena larutan sudah mencapai titik jenuh.
Pada saat waktu ekstraksi yang tetap dengan peningkatan perbandingan
pelarut terhadap daun kemangi menyebabkan rendemen meningkat. Hal ini
menunjukkan bahwa perbandingan antara daun kemangi dengan pelarut mempunyai
pengaruh yang sangat besar dalam menghasilkan rendemen oleoresin. Untuk
mendapatkan rendemen oleoresin yang meningkat, pelarut harus banyak tersedia
agar dapat memaksimalkan pendifusian rendemen oleoresin yang diekstrak.
Peningkatan perbandingan antara pelarut terhadap daun kemangi mempengaruhi
pendifusian oleoresin dari daun kemangi ke pelarut, semakin banyak pelarut
membuat pendifusian oleoresin akan semakin besar, sehingga distribusi pelarut ke
daun kemangi akan semakin besar. Distribusi pelarut yang merata ke daun kemangi
akan memperbesar rendemen oleoresin yang dihasilkan. Semakin banyak pelarut
23
Universitas Sumatera Utara
yang digunakan akan mengurangi tingkat kejenuhan pelarut sehingga pendifusian
komponen yang diekstrak dapat maksimal. Dari hasil yang didapat dapat dilihat
secara keseluruhan, bahwa seiring bertambahnya waktu, rendemen yang dihasilkan
juga bertambah [11]. Rendemen yang terbaik didapat pada rasio bahan dan pelarut
1:6 pada waktu 6 jam dengan rendemen sebesar 20,1520 %. Padah rasio bahan dan
pelarut 1:6 dengan waktu 6 jam dilakukan juga percobaan untuk pelarut etanol. Hal
ini dilakukan sebagai pembanding antara pelarut etil asetat dengan etanol untuk
melihat keefektifan pelarut dalam mengekstraksi. Rendemen yang didapat dengan
pelarut etanol sebesar 17,1870 %. Hal ini menunjukkan bahwa pelarut etil asetat
memiliki keefektifan yang lebih baik dibandingkan dengan etanol. Hal ini dapat
dilihat bahwa pelarut etil asetat mampu mengekstrak oleoresin daun kemangi lebih
baik dengan rendemen oleoresin sebesar 20,1520 %.
Densitas merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan
kemurnian oleoresin. Pada gambar 4.2 dapat dilihat bahwa densitas oleoresin akan
meningkat seiring bertambahnya waktu ekstraksi. Pada perbandingan bahan dengan
pelarut 1:6 dengan waktu 3 jam diperoleh densitas oleoresin sebesar 0.9375 g/cm3.
Pada waktu 4 jam diperoleh densitas oleoresin sebesar 0.9477 g/cm3. Pada waktu 5
24
Universitas Sumatera Utara
jam diperoleh densitas oleoresin sebesar 0.9554 g/cm3. Pada waktu 6 jam diperoleh
densitas oleoresin sebesar 0.9688 g/cm3. Pada waktu 7 jam diperoleh densitas
oleoresin sebesar 0.9733 g/cm3. Dari gambar 4.2 juga dapat dilihat untuk
perbandingan bahan dengan pelarut 1:5 dengan waktu 3 jam diperoleh densitas
oleoresin sebesar 0.9137 g/cm3. Pada waktu 4 jam diperoleh densitas oleoresin
sebesar 0.9373 g/cm3. Pada waktu 5 jam diperoleh densitas oleoresin sebesar 0.9470
g/cm3. Pada waktu 6 jam diperoleh densitas oleoresin sebesar 0.9570 g/cm3. Pada
penelitian ini, juga dilakukan percobaan pada waktu 3 jam dengan variasi rasio bahan
dan pelarut 1:7 dan 1:8. Densitas yang didapat untuk rasio bahan dan pelarut 1:7
adalah 0,9442 g/cm3 dan untuk rasio bahan dan pelarut 1:8 adalah 0,9487 g/cm3.
Secara keseluruhan untuk waktu 3 jam terjadi peningkatan densitas, namun
peningkatan densitas mulai melambat pada rasio 1:7 dan 1:8. Tujuan penambahan
variasi rasio bahan dan pelarut adalah untuk melihat pengaruh rasio bahan dan
pelarut terhadap densitas oleoresin yang dihasilkan. Dapat dilihat bahwa densitas
oleoresin akan meningkat seiring bertambahnya rasio bahan dan pelarut.
Perlakuan ekstraksi dengan waktu yang lebih lama akan menghasilkan
oleoresin dengan densitas yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan semakin lamanya
proses ekstraksi maka semakin lama juga waktu kontak antara bahan sumber
oleoresin dengan etil asetat, sehingga menyebabkan semakin banyaknya padatan
yang terlarut dalam oleoresin yang dihasilkan. Oleh sebab itu, oleoresin yang
dihasilkan mempunyai viskositas yang besar dan densitasnya juga tinggi. Semakin
lama waktu ekstraski, maka densitas oleoresin yang dihasilkan semakin tinggi.
Pada penelitian ini, densitas oleoresin yang dihasilkan berkisar antara
0,9137 g/cm3 – 0,9688 g/cm3. Densitas oleoresin yang diperoleh pada penelitian ini
cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan densitas menurut Lluch Essence,
yaitu 1,000 [30]. Perbedaan densitas ini diduga karena oleoresin yang dihasilkan
pada penelitian ini memiliki kandungan minyak atsiri yang relatif kecil. Semakin
rendah kadar minyak atsiri maka kandungan resin, asam lemak, dan senyawa-
senyawa yang tidak tersabunkan akan semakin tinggi [5].
Padah rasio bahan dan pelarut 1:6 dengan waktu 6 jam dilakukan juga
ekstraksi oleoresin daun kemangi menggunakan pelarut etanol. Hal ini dilakukan
sebagai pembanding antara pelarut etil asetat dengan etanol untuk melihat
25
Universitas Sumatera Utara
keefektifan pelarut dalam mengekstraksi. Densitas yang didapat dengan pelarut
etanol adalah 0,9522 g/cm3. Dapat dilihat bahwa hasil densitas oleoresin daun
kemangi dengan pelarut etil asetat lebih besar dibandingkan dengan pelarut etanol.
Hal ini mengidentifikasikan bahwa oleoresin dengan menggunakan pelarut etil asetat
lebih banyak mengekstrak komponen kimia kemangi dibandingkan dengan etanol.
26
Universitas Sumatera Utara
diperoleh nilai indeks bias 1,5020. Pada waktu 7 jam diperoleh nilai indeks bias
1,5024. Pada gambar 4.3 dapat dilihat juga untuk perbandingan bahan dan pelarut 1:5
pada waktu 3 jam diperoleh nilai indeks bias 1,4938. Pada waktu 4 jam diperoleh
nilai indeks bias 1,4950. Pada waktu 5 jam diperoleh nilai indeks bias 1,4963. Pada
waktu 6 jam diperoleh nilai indeks bias 1,4977. Pada penelitian ini, juga dilakukan
percobaan pada waktu 3 jam dengan variasi rasio bahan dan pelarut 1:7 dan 1:8.
Indeks bias yang didapat untuk rasio bahan dan pelarut 1:7 sebesar 1,5006 dan untuk
rasio bahan dan pelarut 1:8 sebesar 1,5010. Secara keseluruhan untuk waktu 3 jam
terjadi peningkatan indeks bias, namun peningkatan rendemem mulai melambat pada
rasio 1:7 dan 1:8.Tujuan penambahan variasi rasio bahan dan pelarut adalah untuk
melihat pengaruh rasio bahan dan pelarut terhadap indeks bias oleoresin yang
dihasilkan. Dari gambar 4.3 dapat dilihat bahwa dengan adanya perbedaan rasio
bahan dan pelarut ternyata memberikan hasil nilai indeks bias yang berbeda pula.
Dari gambar 4.3 dapat dilihat bahwa bertambahnya rasio bahan dan pelarut dalam
ekstraksi menunjukkan peningkatan nilai indeks bias.
Pada penelitian ini, indeks bias yang dihasilkan berkisar antara 1,4938-
1,5024. Menurut Lluch Essence nilai yang dipersyaratkan antara 1,5010- 1,5210
[30]. Terdapat 2 perlakuan yang menghasilkan indeks bias yang sesuai menurut
Lluch Essence, yakni perbandingan bahan dan pelarut 1:6 untuk waktu 6 jam
diperoleh nilai indkes bias 1,5020 dan waktu 7 jam diperoleh nilai indeks bias
1,5024.
Pada rasio bahan dan pelarut 1:6 dengan waktu 6 jam dilakukan juga
ekstraksi oleoresin daun kemangi menggunakan pelarut etanol. Hal ini dilakukan
sebagai pembanding antara pelarut etil asetat dengan etanol untuk melihat
keefektifan pelarut dalam mengekstraksi. Indeks bias yang didapat dengan pelarut
etanol adalah 1,4522. Dapat dilihat bahwa hasil indeks bias oleoresin daun kemangi
dengan pelarut etil asetat lebih besar dibandingkan dengan pelarut etanol. Hal ini
mengidentifikasikan bahwa oleoresin dengan menggunakan pelarut etil asetat lebih
banyak mengekstrak komponen kimia kemangi dibandingkan dengan etanol. Jadi
oleoresin dengan nilai indeks bias yang lebih besar lebih mendekati kemurnian
oleoresin daun kemangi dibandingkan dengan oleoresin dengan nilai indeks bias
yang lebih kecil.
27
Universitas Sumatera Utara
4.4 Komposisi Minyak Atsiri pada Oleoresin Daun Kemangi (Ocimum
canum)
Proses ekstraksi oleoresin kemangi dilakukan dengan menggunakan pelarut
etil asetat dengan metode sokletasi dengan\ perbandingan bahan dan pelarut 1:6
dengan variasi waktu 3 jam, 4 jam, 5 jam, dan 6 jam. Oleoresin yang didapat
berwarna gelap sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 4.4 di bawah ini:
28
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1 Komponen yang Terkandung dalam Oleoresin Daun Kemangi (Rasio
Bahan dan Pelarut 1:6. Waktu Ekstraksi 6 jam)
Peak R. Time Area (%) Komponen
1 14,485 1,75 Trans-alpha-
bisabolene
2 15,111 0,77 Undetected
3 17,908 6,69 Neophytadiene
4 17,981 1,17 Phytol
5 18,173 0,97 Phytol
6 18,374 1,35 Phytol
7 19,161 1,83 Octadeceonic acid
8 20,725 4,83 Phytol
9 20,794 1,05 Undetected
10 20,958 2,23 Methyl linolenate
11 21,710 0,82 Phytol
12 22,099 0,79 Flavone
13 23,133 2,15 Beta-pinene
14 23,512 1,18 Beta-pinene
15 25,750 1,80 Methyl linolenate
16 25,926 0,78 Undetected
17 26,736 4,12 Farnesol
18 27,181 1,90 Pentatriacontane
19 27,525 0,81 Farnesol
20 27,957 1,40 Tetracosane
21 28,825 9,88 Heptacosane
22 29,379 1,20 Vitamin E
23 29,508 0,97 Undetected
24 29,557 1,09 Octadecane
25 29,821 2,63 Tetratetracontane
26 30,607 3,53 Choles-5-ene
27 30,986 27,72 Dotriacontane
28 31,742 12,23 Choles-5-en-3-ol
29 32,367 1,14 Octadecane
30 33,057 1,23 Undetected
Jumlah 100
Pada tabel 4.2 menunjukkan data hasil analisis GCMS diperoleh dari ekstrak
oleoresin dun kemangi pada variasi percobaan rasio pelarut 1:6 dengan waktu
ekstraksi 6 jam, suhu ekstraksi 77 0C, dan ukuran partikel 40 mesh. Dari variasi ini
diperoleh minyak atsiri daun kemangi sebanyak 15,77 % dari total bahan baku daun
29
Universitas Sumatera Utara
kemangi. Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa oleoresin daun kemangi mengandung
senyawa yang tergolong dari monoterpenes yaitu beta-pinene sebanyak 3,33%,
sesquiterpenes yaitu trans-alpha-bisabolene sebanyak 1,75%, sesquiterpenoids yaitu
flavone & farnesol sebanyak 5,72%, diterpenes yaitu neophytadiene sebanyak
6,69%, diterpenoids yaitu phytol sebayak 9,14%, ester yaitu Octadeconoic acid &
methyl linolenate sebanyak 5,86%, alkana yaitu pentatriacontane, tetracosane,
heptacosane, oktadecane, tetracontane, & dotriacontane sebanyak 45,76%.
Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa dalam uji karakteristik oleoresin daun kemangi
pada penelitian ini belum memenuhi standar oleoresin kemangi.
30
Universitas Sumatera Utara
BAB V
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah di lakukan adalah:
1. Pelarut etil asetat sangat efektif digunakan sebagai pelarut dalam proses
ekstraksi dengan metode sokletasi karena mampu mengekstrak oleoresin
dengan baik.
6. Dari hasil analisis yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan bahwa
oleoresin daun kemangi belum memenuhi standar untuk oleoresin kemangi.
5.2 Saran
2. Penambahan variasi lainnya, seperti ukuran partikel, rasio bahan dan pelarut,
jenis pelarut lainnya untuk melihat pengaruhnya terhadap hasil oleoresin yang
diperoleh.
31
Universitas Sumatera Utara