Jawaban
BAB I
PENDAHULUAN
Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan bisnis yang akhir-akhir
ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini terlihat dari semakin berkembangnya arus
peredaran barang, jasa, modal dan tenaga kerja antar negara. Kegiatan ini dapat terjadi
melalui hubungan ekspor impor, investasi, perdagangan jasa, lisensi dan waralaba (license
and franchise), hak atas kekayaan intelektual dan alih teknologi, yang pada akhirnya
memberikan pengaruh terhadap kegiatan ekonomi lainnya, seperti perbankan, asuransi,
perpajakan dan sebagainya.
Untuk mendukung terlaksananya kegiatan bisnis antar negara diperlukan suatu instrumen
hukum dalam bentuk regulasi baik nasional maupun internasional seperti pengaturan dalam
hukum perdagangan internasional (international trade law). Oleh karena itu dengan masuknya
Indonesia sebagai anggota perdagangan dunia melalui ratifikasi Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement on Establishing The World Trade Organization
(WTO) membawa konsekuensi bagi Indonesia, yaitu harus memetuhi seluruh hasil kepakatan
dalam forum WTO, serta melakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan nasional
sesuai dengan hasil kesepakatan WTO (Muhammad Sood, 2005: 7).
Keikutsertaan Indonesia dalam perdagangan bebas mendorong produk industri dalam negeri
untuk mampu bersaing dengan produk impor, baik di dalam negeri sendiri maupun di pasar
ekspor. Hal ini merupakan problem besar bagi Indonesia karena kemampuan produk
Indonesia dari segi kualitas maupun kuantitas masih lemah. Salah satu permasalahan yang
dialami oleh Indonesia dalam menghadapi perdagangan bebas adalah sulitnya membendung
terjadinya lonjakan produk impor, sehingga mengakibatkan barang sejenis kalah bersaing
yang pada akhirnya akan mematikan pasar barang sejenis dalam negeri, dan selanjutnya akan
muncul dampak ikutannya seperti pemutusan hubungan kerja, terjadinya pengangguran serta
bangkrutnya industri barang sejenis dalam negeri. Lebih-lebih Indonesia sedang mengahadapi
pasar bebas ASEAN pasca AFTA sejak tahun 2003 yang kemudian diikuti oleh pasar bebas
Cina-ASEAN melalui kesepakatan CAFTA sejak Tangga 1 Januari tahun 2010, dan
selanjutnya APEC yang akan berlaku untuk negara berkembang pada tahun 2020.
Bertitik tolak dari uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa perma-salahan sebagai
berikut: bagaimana pengaturan tindakan pengamanan (safeguard) dalam perdagangan
internasional, bagaimana pelaksanaan tindakan pengamanan dalam perdagangan
internasional.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara
dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud
dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah
suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara,
perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP.
Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra,
Amber Road), dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan
beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi,
kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.
Menurut Amir M.S., bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri,
perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain
disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat
perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor.
Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang,
taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan.
Model Ricardian
Model Ricardian memfokuskan pada kelebihan komparatif dan mungkin merupakan konsep
paling penting dalam teori pedagangan internasional. Dalam Sebuah model Ricardian, negara
mengkhususkan dalam memproduksi apa yang mereka paling baik produksi. Tidak seperti
model lainnya, rangka kerja model ini memprediksi dimana negara-negara akan menjadi
spesialis secara penuh dibandingkan memproduksi bermacam barang komoditas. Juga, model
Ricardian tidak secara langsung memasukan faktor pendukung, seperti jumlah relatif dari
buruh dan modal dalam negara.
Model Heckscher-Ohlin
Model Heckscgher-Ohlin dibuat sebagai alternatif dari model Ricardian dan dasar kelebihan
komparatif. Mengesampingkan kompleksitasnya yang jauh lebih rumit model ini tidak
membuktikan prediksi yang lebih akurat. Bagaimanapun, dari sebuah titik pandangan teoritis
model tersebut tidak memberikan solusi yang elegan dengan memakai mekanisme harga
neoklasikal kedalam teori perdagangan internasional.
Teori ini berpendapat bahwa pola dari perdagangan internasional ditentukan oleh perbedaan
dalam faktor pendukung. Model ini memperkirakan kalau negara-negara akan mengekspor
barang yang membuat penggunaan intensif dari faktor pemenuh kebutuhan dan akan
mengimpor barang yang akan menggunakan faktor lokal yang langka secara intensif.
Masalah empiris dengan model H-o, dikenal sebagai Pradoks Leotief, yang dibuka dalam uji
empiris oleh Wassily Leontief yang menemukan bahwa Amerika Serikat lebih cenderung
untuk mengekspor barang buruh intensif dibanding memiliki kecukupan modal dan
sebagainya.
Faktor Spesifik
Dalam model ini, mobilitas buruh antara industri satu dan yang lain sangatlah mungkin ketika
modal tidak bergerak antar industri pada satu masa pendek. Faktor spesifik merujuk ke
pemberian yaitu dalam faktor spesifik jangka pendek dari produksi, seperti modal fisik, tidak
secara mudah dipindahkan antar industri. Teori mensugestikan jika ada peningkatan dalam
harga sebuah barang, pemilik dari faktor produksi spesifik ke barang tersebut akan untuk
pada term sebenarnya. Sebagai tambahan, pemilik dari faktor produksi spesifik berlawanan
(seperti buruh dan modal) cenderung memiliki agenda bertolak belakang ketika melobi untuk
pengendalian atas imigrasi buruh. Hubungan sebaliknya, kedua pemilik keuntungan bagi
pemodal dan buruh dalam kenyataan membentuk sebuah peningkatan dalam pemenuhan
modal. Model ini ideal untuk industri tertentu. Model ini cocok untuk memahami distribusi
pendapatan tetapi tidak untuk menentukan pola pedagangan.
Model Gravitasi
Model gravitasi perdagangan menyajikan sebuah analisis yang lebih empiris dari pola
perdagangan dibanding model yang lebih teoritis diatas. Model gravitasi, pada bentuk
dasarnya, menerka perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi antar negara
dalam ukuran ekonominya. Model ini meniru hukum gravitasi Newton yang juga
memperhitungkan jarak dan ukuran fisik di antara dua benda. Model ini telah terbukti
menjadi kuat secara empiris oleh analisis ekonometri. Faktor lain seperti tingkat pendapatan,
hubungan diplomatik, dan kebijakan perdagangan juga dimasukkan dalam versi lebih besar
dari model ini.
Banyak faktor-faktor yang memengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-
faktor tersebut di antaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain.
Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang
tidak diproduksi sendiri.
Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang
diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang
sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila
negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi
yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.
D. FAKTOR PENDORONG
• Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual
produk tersebut.
• Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya,
dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya
keterbatasan produksi.
• Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup
sendiri.
Perdagangan bebas biasanya didukung dengan kuat oleh sebagian besar negara yang
berekonomi kuat, walaupun mereka kadang-kadang melakukan proteksi selektif untuk
industri-industri yang penting secara strategis seperti proteksi tarif untuk agrikultur oleh
Amerika Serikat dan Eropa. Belanda dan Inggris Raya keduanya mendukung penuh
perdagangan bebas dimana mereka secara ekonomis dominan, sekarang Amerika Serikat,
Inggris, Australia dan Jepang merupakan pendukung terbesarnya. Bagaimanapun, banyak
negara lain (seperti India, Rusia, dan Tiongkok) menjadi pendukung perdagangan bebas
karena telah menjadi kuat secara ekonomi. Karena tingkat tarif turun ada juga keinginan
untuk menegosiasikan usaha non tarif, termasuk investasi luar negri langsung, pembelian, dan
fasilitasi perdagangan. Wujud lain dari biaya transaksi dihubungkan dnegan perdagangan
pertemuan dan prosedur cukai.
Umumnya kepentingan agrikultur biasanya dalam koridor dari perdagangan bebas dan sektor
manufaktur seringnya didukung oleh proteksi. Ini telah berubah pada beberapa tahun terakhir,
bagaimanapun. Faktanya, lobi agrikultur, khususnya di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang,
merupakan penanggung jawab utama untuk peraturan tertentu pada perjanjian internasional
besar yang memungkinkan proteksi lebih dalam agrikultur dibandingkan kebanyakan barang
dan jasa lainnya.
Selama reses ada seringkali tekanan domestik untuk meningkatkan tarif dalam rangka
memproteksi industri dalam negri. Ini terjadi di seluruh dunia selama Depresi Besar membuat
kolapsnya perdagangan dunia yang dipercaya memperdalam depresi tersebut.
Regulasi dari perdagangan internasional diselesaikan melalui World Trade Organization pada
level global, dan melalui beberapa kesepakatan regional seperti MerCOSUR di Amerika
Selatan, NAFTA antara Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko, dan Uni Eropa anatara 27
negara mandiri. Pertemuan Buenos Aires tahun 2005 membicarakan pembuatan dari Free
Trade Area of America (FTAA) gagal total karena penolakan dari populasi negara-negara
Amerika Latin. Kesepakatan serupa seperti MAI (Multilateral Agreement on Invesment) juga
gagal pada tahun-tahun belakangan ini.
Investasi
• Kebijakan mengenai daftar bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal:
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 96 Tahun 1998. Industri pertekstilan tidak
tercantum didalam daftar negatif investasi, kecuali bidang usaha yang dicadangkan untuk
industri kecil/usaha kecil yang bekerjasama dengan pengusaha menengah atau besar. Bidang
industri kecil/usaha kecil yang dicadangkan untuk pengusaha kecil ini untuk industri garment
adalah industri peci dan kopiah.
Lingkungan
Perjanjian Internasional
• ATC (Agreement on Textiles and Clothing): Program pengganti MFA yang mulai
berlaku 01-01-1995 dengan masa transisi sepuluh tahun. Berdasarkan perjanjian ini, sektor
garment dan tekstil akan sepenuhnya terintegrasi dengan WTO pada tanggal 01-01-2005.
Setelah tanggal tersebut ATC akan tidak berlaku lagi dan yang berlaku hanya perjanjian
WTO. 4.5. Dampak terhadap Industri Garment
Kebijakan Pemerintah
Industri garment merupakan salah satu industri andalan Indonesia dan sampai saat ini
merupakan salah satu industri yang menjadi penyumbang devisa terbesar bagi negara. Oleh
karena itu, secara umum kebijakan pemerintah diarahkan untuk mendukung keberadaan
industri tersebut dan mampu bersaing, baik di pasaran dalam negeri maupun ekspor. Di
bidang investasi, sektor industri pertekstilan masih terbuka lebar, baik dalam rangka
penanaman modal dalam negeri maupun asing (PMA).
Kebijakan di bidang impor dan ekspor juga masih diarahkan untuk melindungi industri
garment tersebut, antara lain dengan mengenakan bea masuk yang cukup tinggi terhadap
produk impor (antara 15% – 20%), melarang impor gombal baru maupun bekas dan memberi
kemudahan ekspor bagi produsen yang berniat mengekspor produknya. Mengingat produk
garment adalah produk yang dikenakan kuota oleh beberapa negara importir maka
pemerintah, melalui serangkaian kebijakan, berusaha mengatur agar kuota ekspor tersebut
dapat dimanfaatkan secara optimal.
Kebijakan Kuota
Dalam perdagangan internasional, penerapan kuota TPT oleh beberapa negara tertentu
dianggap membantu memperluas perdagangan global. Hal ini karena negara eksportir secara
lama kelamaan akan kehabisan kuota, yang akan mendorong para buyer untuk mencari
negara baru yang belum memperoleh hambatan kuota. Dengan semakin meningkatnya
ekspor, negara produsen baru tersebut lambat laun akan dikenai kuota juga. Hal ini akan
mendorong para buyer untuk mencari negara baru lagi yang masih belum terkena kuota.
Bagi pengusaha garment, adanya kebijakan kuota tersebut cenderung merugikan karena
mereka harus mendapatkan jatah kuota untuk dapat mengekspor ke negara-negara kuota
meskipun mereka telah memperoleh order dari buyer. Hal itu menimbulkan potensi kerugian
bagi pengusaha karena sebenarnya mereka mampu memenuhi order tersebut. Potensi
kerugian juga dapat timbul karena buyer mengalihkan order ke negara lain karena takut
bahwa kuota untuk komoditi yang dipesannya telah terlampaui.
Pada intinya, ATC adalah perjanjian penghapusan kuota. Tujuan utama dari ATC adalah
untuk membawa sektor ini sesuai dengan peraturan GATT/WTO yang melarang adanya
hambatan kuantitatif dalam perdagangan. Berdasarkan data dari sekretariat GATT, pengaruh
dari dimasukkannya Putaran Uruguay pada tahun 2005 akan meningkatkan nilai perdagangan
menjadi US$ 500 miliar. Hal itu berarti jauh diatas angka perdagangan 1994, yakni US$ 129
miliar untuk tekstil dan US$ 140 miliar untuk garment. Selain itu, penerapan ATC juga
menyimpan potensi pertumbuhan tambahan yang mencapai US$ 100 miliar.
Dampak keseluruhan dari ATC adalah bahwa negara-negara dengan nilai ekspor tekstil dan
garment cukup besar kemungkinan besar akan memperoleh keuntungan dari ATC tersebut,
terutama adalah beberapa eksportir dinamis di Asia.
ATC merupakan periode persiapan bagi negara-negara berkembang agar siap menghadapi
perdagangan internasional tekstil dan garment yang bebas kuota mulai awal tahun 2005.
Hambatan kuantitatif dalam perdagangan internasional diharapkan akan hilang begitu ATC
tidak berlaku lagi, akan tetapi akan banyak hambatan non-tarif yang muncul. Kenyataan
bahwa proses integrasi di dalam ATC yang jauh dari memuaskan mungkin merupakan berkah
tersembunyi karena memberikan waktu bagi negara-negara berkembang untuk
mempersiapkan diri menuju perdagangan yang lebih bebas dan transparan.
Terdapat banyak wilayah perdagangan bebas seperti NAFTA, EU, AFTA, dll., yang diijinkan
oleh WTO. Dimungkinkan untuk memberikan perlakukan khusus diantara naggota-anggota
wilayah perdagangan bebas tersebut. Negara-negara yang menjadi anggota wilayah
perdagangan tersebut akan diuntungkan karena bebas bea masuk, sementara yang bukan
anggota akan tetap dikenakan tarif (7% – 32% untuk AS dan 17-18% untuk Kanada
misalnya).
Dengan demikian, setelah ATC, perdagangan diharapkan akan bebas dari kuota, akan tetapi
tarif masih tetap berlaku. Dengan demikian masih akan muncul problem-problem baru begitu
ATC hilang. Salah satu masalah potensial adalah Eco-label, metoda produksi dan produk
yang ramah lingkungan. Saat ini, hal itu bukan merupakan hal yang wajib, akan tetapi pada
suatu hari akan menjadi masalah bagi negara berkembang. Hal yang mirip seperti social
clause, code of conduct dan child labour merupakan potensi masalah. Sama juga dengan rules
of origin dan anti-dumping. Dengan kata lain, dengan selesainya ATC, perdagangan
internasional untuk tekstil dan garment tidak akan menjadi bebas, akan tetapi akan menjadi
lebih liberal dan transparan.
Bagi Indonesia, dengan dihapuskannya kuota maka daya saing di pasar internasional menjadi
faktor kunci dalam mempertahankan ekspornya. AFTA akan menguntungkan Indonesia,
namun wilayah-wilayah perdagangan bebas lainnya akan memberikan hambatan bagi
produk-produk dari Indonesia. Dengan demikian, Indonesia harus bersaing, tidak saja dengan
negara-negara eksportir garment utama, akan tetapi juga produsen yang ada di wilayah-
wilayah perdagangan bebas tersebut.
Setiap negara selalu menginginkan perdagangan yang dilakukan antarnegara dapat berjalan
dengan lancar. Namun, terkadang kegiatan perdagangan antarnegara juga mengalami
beberapa hambatan. Hambatan-hambatan inilah yang dapat merugikan negara-negara yang
melakukan perdagangan internasional. Berikut ini beberapa hambatan yang sering muncul
dalam perdagangan internasional.
pengekspor. Pembayarannya tentunya akan berkaitan dengan nilai uang itu sendiri. Padahal
nilai uang setiap negara berbeda-beda. Apabila nilai mata uang negara pengekspor lebih
tinggi daripada nilai mata uang negara pengimpor, maka dapat menambah pengeluaran
bagi negara pengimpor. Dengan demikian, agar kedua negara diuntungkan dan lebih mudah
proses perdagangannya perlu adanya penetapan mata uang sebagai standar internasional.
maka kualitas dari hasil produksi akan rendah pula. Suatu negara yang memiliki kualitas
barang rendah, akan sulit bersaing dengan barang-barang yang dihasilkan oleh negara lain
yang kualitasnya lebih baik. Hal ini tentunya menjadi penghambat bagi negara yang
bersangkutan untuk melakukan perdagangan internasional.
Pada saat melakukan kegiatan perdagangan internasional, negara pengimpor akan mengalami
kesulitan dalam hal pembayaran. Apabila
membayarnya dilakukan secara langsung akan mengalami kesulitan. Selain itu, juga
mempunyai risiko yang besar. Oleh karena itu negara pengekspor tidak mau menerima
pembayaran dengan tunai, akan tetapi melalui kliring internasional atau telegraphic transfer
atau menggunakan L/C.
Setiap negara tentunya akan selalu melindungi barang-barang hasil produksinya sendiri.
Mereka tidak ingin barang-barang produksinya tersaingi oleh barang-barang dari luar negeri.
Oleh karena itu, setiap negara akan memberlakukan kebijakan untuk melindungi barang-
barang dalam negeri. Salah satunya dengan menetapkan tarif impor. Apabila tarif impor
tinggi maka barang impor tersebut akan menjadi lebih mahal daripada barang-barang dalam
negeri sehingga mengakibatkan masyarakat menjadi kurang tertarik untuk membeli barang
impor. Hal itu akan menjadi penghambat bagi negara lain untuk melakukan perdagangan.
e . Terjadinya Perang
Terjadinya perang dapat menyebabkan hubungan antarnegara terputus. Selain itu, kondisi
perekonomian negara tersebut juga akan mengalami kelesuan. Sehingga hal ini
dapatmenyebabkan perdagangan antarnegara akan terhambat.
Ketika melakukan transaksi jual beli, untuk mendapatkan barang yang kalian inginkan,
tentunya kalian akan membayarnya dengan uang yang berlaku di tempat tersebut. Sama
halnya perdagangan internasional, pada saat terjadi kegiatan ekspor dan impor barang, uang
yang digunakan sebagai alat pembayarannya, yaitu berupa devisa.
a. Pengertian Devisa
Devisa adalah alat pembayaran luar negeri atau semua barang yang dapat diterima di dunia
internasional sebagai alat pembayaran. Beberapa barang yang dapat digunakan sebagai devisa
atau alat pembayaran luar negeri, yaitu emas dan perak, valuta asing, dan wesel asing. Negara
yang mempunyai banyak devisa berarti mempunyai kekayaan dalam bentuk mata uang asing
yang besar di dalam negeri. Devisa yang diperoleh suatu negara dapat berupa devisa umum
dan devisa kredit. Devisa umum adalah devisa yang diperoleh dari kegiatan perdagangan
antarnegara dan tidak ada kewajiban untuk mengembalikan. Adapun devisa kredit adalah
devisa yang diperoleh dari pinjaman atau bantuan dari luar negeri dan ada kewajiban untuk
mengembalikan.
b . Fungsi Devisa
Setiap negara memerlukan devisa untuk melancarkan perdagangannya dengan negara lain.
Negara yang memiliki devisa tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran luar negeri.
Devisa mempunyai beberapa fungsi berikut ini.
1) Membiayai perdagangan luar negeri yang berupa impor barang dan jasa.
2) Membayar pokok utang, cicilan utang, bunga utang atau utang luar negeri.
3) Membiayai pembinaan dan pemeliharaan hubungan luar negeri, yaitu untuk kedutaan,
konsulat, biaya kontingen olahraga, misi
c . Sumber Devisa
Devisa yang diperoleh suatu negara dapat berasal dari berbagai sumber. Berikut ini beberapa
sumber devisa.
1 ) Ekspor barang
Apabila suatu negara mengekspor barang ke negara lain, maka negara tersebut akan
memperoleh devisa dari negara pengimpor berupa devisa. Semakin banyak barang yang
diekspor, maka devisa yang akan diperoleh juga semakin banyak.
2 ) Penerimaan jasa
Penerimaan jasa adalah penerimaan devisa yang berasal dari pengiriman jasa-jasa ke luar
negeri. Apabila suatu negara mengadakan atau menyelenggarakan jasa untuk negara lain,
maka negara tersebut akan memperoleh devisa. Misalnya Indonesia mengirimkan tenaga
kerjanya ke negara lain, berarti Indonesia akan memperoleh devisa atas jasa yang telah
digunakan oleh negara lain. Selain pengiriman jasa tenaga kerja, ekspor jasa dapat berupa
jasa pengiriman barang-barang ke luar negeri serta jasa dari pelabuhan dan bandar udara.
Banyaknya turis yang datang ke Indonesia dapat menambah devisa negara. Turis-turis yang
datang dari negara lain, tentunya akan membawa uang dari negara asalnya. Akan tetapi uang
dari negaranya tidak bisa digunakan di Indonesia. Untuk itu, para turis harus menukarkan
uangnya menjadi mata uang rupiah. Penukaran uang asing menjadi uang rupiah akan menjadi
devisa bagi Indonesia. Semakin banyak turis mancanegara yang datang maka pemasukan
devisa akan semakin banyak.
Pinjaman luar negeri yang berupa uang, secara langsung dapat menambah devisa. Pinjaman
ini dapat digunakan untuk membayar semua pembiayaan ke luar negeri. Meskipun ada
kewajiban untuk mengembalikan, akan tetapi uang yang diperoleh dari luar negeri tetap akan
menambah devisa negara.
Bantuan yang diperoleh dari luar negeri dapat berupa barang ataupun uang. Apabila
bantuannya berupa barang, maka hal ini dapat menghemat devisa negara. Mengapa? Karena
negara dapat memperoleh barang tanpa harus membayarnya. Sedangkan bantuan yang berupa
uang, otomatis dapat langsung menambah devisa negara.
Bea masuk yang diperoleh dari pungutan biaya barang-barang luar negeri yang dimasukkan
ke Indonesia, dapat menambah devisa. Semakin banyak arus barang luar negeri yang masuk
ke Indonesia maka devisa yang diperoleh akan semakin banyak. Akan tetapi pada
kenyataannya, banyak barang-barang yang masuk tanpa ada izin (diselundupkan), sehingga
hal ini dapat mengurangi perolehan devisa bagi negara.
7 ) Kiriman uang asing dari luar negeri ke dalam negeri
Jumlah TKI yang bekerja di luar negeri cukup banyak, sehingga dapat memberikan
sumbangan devisa ke negara kita cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pengiriman
uang asing dari TKI yang bekerja di luar negeri untuk keluarganya yang ada di Indonesia.
Uang asing yang dikirimkan dari luar negeri harus ditukar menjadi uang rupiah di bank
devisa. Penukaran inilah yang dapat menambah simpanan devisa bagi negara.
I. VALUTA ASING
Setiap negara mempunyai mata uang yang berbeda-beda. Mata uang yang dapat digunakan
sebagai alat pembayaran di negara lain dinamakan valuta asing. Misalnya Pak Andre ingin
mengimpor alat-alat elektronik dari Singapura. Untuk membayar barang-barang yang
diimpornya, Pak Andre harus menukarkan mata uang rupiahnya menjadi mata uang
Singapura. Mata uang Singapura ini disebut valuta asing. Contoh-contoh valuta asing lainnya
dapat kalian perhatikan pada tabel di bawah ini.
Apabila sesuatu barang ditukar dengan barang lain, tentu di dalamnya terdapat perbandingan
nilai tukar antara keduanya. Nilai tukar itu sebenarnya merupakan harga di dalam pertukaran
tersebut. Demikian pula pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, terdapat
perbandingan nilai/harga antara kedua mata uang tersebut. Perbandingan nilai inilah yang
sering disebut kurs (exchange rate). Misalnya US$1 sama dengan Rp9.200,00, berarti untuk
mendapatkan satu dollar Amerika Serikat dibutuhkan Rp. 9.200,00. Kurs valuta asing
seringkali mengalami perubahan, kadang menguat, namun terkadang juga melemah.
Perubahan ini disebabkan karena permintaan dan penawaran mata uang asing. Sebagai
contoh, pada tanggal 31 Maret 2008 nilai rupiah terhadap dollar Amerika Serikat sebesar
Rp9.200,00 (US$1 = Rp9.200,00). Pada tanggal 1 April 2008, besarnya nilai rupiah terhadap
dollar Amerika Serikat Rp9.203,00 (US$1 = Rp9.203,00). Berubahnya kurs rupiah terhadap
dollar Amerika Serikat menunjukkan bahwa harga dollar Amerika Serikat semakin tinggi
sehingga dapat disebut dollar Amerika Serikat menguat. Bagaimana dengan kurs rupiah
terhadap dollar? Kuatnya nilai dollar terhadap rupiah menyebabkan nilai rupiah menurun.
Mata uang asing dapat diperjualbelikan. Tempat untuk jual beli valuta asing di bank devisa
atau money changer. Penghitungan dalam jual beli valuta asing didasarkan pada kurs jual dan
kurs beli. Kurs jual adalah kurs yang diberlakukan oleh bank apabila bank menjual mata uang
asing. Adapun kurs beli adalah kurs yang diberlakukan oleh bank apabila membeli mata uang
asing. Perhatikan contoh berikut ini.
Apabila kita perhatikan di tempat-tempat penukaran valuta asing, harga kurs jual akan lebih
tinggi dibandingkan kurs belinya. Mengapa demikian? Karena mereka ingin mendapatkan
keuntungan. Keuntungan jual beli valuta asing dapat diperoleh dari selisih kurs jual dengan
kurs beli.
1. Tarif
Tarif adalah hambatan perdagangan berupa penetapan pajak atas barang-barang impor.
Apabila suatu barang impor dikenakan tarif, maka harga jual barang tersebut di dalam negeri
menjadi mahal. Hal ini menyebabkan masyarakat enggan untuk membeli barang tersebut,
sehingga barang-barang hasil produksi dalam negeri lebih banyak dinikmati oleh masyarakat.
2. Kuota
Kuota adalah bentuk hambatan perdagangan yang menentukan jumlah maksimum suatu jenis
barang yang dapat diimpor dalam suatu periode tertentu. Sama halnya tarif, pengaruh
diberlakukannya kuota mengakibatkan harga-harga barang impor menjadi tinggi karena
jumlah barangnya terbatas. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya pembatasan jumlah
barang impor sehingga menyebabkan biaya rata-rata untuk masing-masing barang meningkat.
Dengan demikian, diberlakukannya kuota dapat melindungi barang-barang dalam negeri dari
persaingan barang luar negeri.
3. Larangan Impor
4. Subsidi
Subsidi adalah kebijakan pemerintah dengan memberikan bantuan kepada produk dalam
negeri. Subsidi yang dilakukan pemerintah dapat berupa keringanan pajak, pemberian
fasilitas, pemberian kredit bank yang murah ataupun pemberian hadiah atau insentif dari
pemerintah. Adanya subsidi, harga barang dalam negeri menjadi murah, sehingga barang-
barang hasil produksi dalam negeri mampu bersaing dengan barang-barang impor.
5. Dumping
Dumping adalah kebijakan yang dilakukan oleh suatu negara dengan cara menjual barang ke
luar negeri lebih murah daripada dijual di dalam negeri.
Dengan adanya perdagangan internasional, kemajuan teknologi yang digunakan dalam proses
produksi akan meningkat. Meningkatnya teknologi yang lebih modern dapat meningkatkan
produktivitas perusahaan dalam menghasilkan barang-barang.
c. Mengurangi pengangguran
Perdagangan internasional dapat membuka kesempatan kerja baru, sehingga hal ini menjadi
peluang bagi tenaga kerja baru untuk memasuki dunia kerja. Semakin banyak tenaga kerja
yang digunakan oleh perusahaan, maka pengangguran dapat berkurang.
Dalam kegiatan perdagangan internasional, setiap negara akan memperoleh devisa. Semakin
banyak barang yang dijual di negara lain, perolehan devisa bagi negara akan semakin banyak.
Selain dampak positif, perdagangan internasional juga memberikan dampak negatif bagi
perekonomian Indonesia. Berikut ini beberapa dampak negatif dari perdagangan
internasional.
Untuk memenuhi kebutuhan barang-barang yang tidak diproduksi dalam negeri, pemerintah
akan mengimpor dari negara lain. Kegiatan mengimpor ini dapat mengakibatkan
ketergantungan dengan negara pengimpor.
Banyaknya barang-barang impor yang masuk ke dalam negeri menyebabkan semakin banyak
barang yang ada di pasar baik dari jumlah, jenis, dan bentuknya. Akibatnya akan mendorong
seseorang untuk lebih konsumtif, karena semakin banyak barang-barang pilihan yang dapat
dikonsumsi.
• Barang harus dikirim dan diangkut dari suatu negara ke negara lainnya.
• Perbedaan antara negara yang satu dengan yang lainnya baik dalam bahasa, mata uang,
taksiran atau timabangan, hukum dalam perdagangan, dan sebagainya.
1. Kebijakan Proteksi.
Kebijakan proteksi adalah kebijakan pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri yang
sedang tumbuh (infant industry), dan melindungi perusahaan baru dari perusahaan-
perusahaan besar yang semen-mena dengan kelebihan yang ia miliki, selain itu persaingan-
persaingan barang-barang impor.
• Memelihara tradisional.
• Menghindari resiko yang mungkin timbul jika hanya menggantungkan diri pada satu
komoditi andalan.
• Menjaga stabilitas nasional, dan tidak menggantungkan diri pada negara lain.
1) Tarif.
Tarif adalah pajak yang dikenakan terhadap barang-barang dagangan yang melintasi daerah
pabean ( cutom area ). Sementara itu, barang-barang yang masuk ke wilayah negara
dikenakan bea masuk. Efek kebijakan ini terlihat langsung pada kenaikan harga barang.
Dengan pengenaan bea masuk yang besar, mempunyai maksud memproteksi industri dalam
negri sehingga meningkatkan pendapatan negara dan juga membatasi permintaan konsumen
terhadap produk-produk impor dan mendorong konsumen menggunakan produk domestik.
• Bea Ekspor (export duties) adalah pajak/bea yang dikenakan terhadap barang yang
diangkut menuju negara lain (di luar costum area).
• Bea Transito (transit duties) adalah pajak/bea yang dikenakan terhadap barang-barang
yang melalui batas wilayah suatu negara dengan tujuan akhir barang tersebut negara lain.
• Bea Impor (import duties) adalah pajak/bea yang dikenakan terhadap barang-barang
yang masuk dalam suatu negara (tom area).
2) Kuota.
Kuota adalah kebijakan pemerintah untuk membatasi jumlah barang yang diperdagangkan.
Ada tiga macam kuota, yaitu kuota impor, kuota produksi, dan kuota ekspor. Kuota impor
adalah pembatasan dalam jumlah barang yang diimpor, kuota produksi adalah pembatasan
dalam jumlah barang yang diproduksi, dan kuota ekspor adalah pembatasan jumlah barang
yang diekspor.
• Mengadakan pengawasan produksi serta pengendalian harga guna mencapai stabilitas harga
di dalam negeri.
3) Dumping.
Dumping adalah kebijakan pemerintah umtuk menjual barang di luar negeri dengan harga
yang lebih rendah dari dalam negeri atau bahkan di bawah biaya produksi. Kebijakan
dumping dapat meningkatkan volume perdagangan dan menguntungkan negara pengimpor,
terutama menguntungkan konsumen mereka. Namun, negara pengimpor kadang mempunyai
industri yang sejenis sehingga persaingan dari luar negeri ini dapat mendorong pemerintah
negara pengimpor memberlakukan kebijakan anti dumping (dengan tarif impor yang lebih
tinggi), atau sering disebut counterveiling duties. Hal ini dilakukan untuk menetralisir
dampak subsidi ekspor yang diberikan oleh negara lain. Predatory dumping dilakukan
dengan tujuan untuk mematikan persaingan di luar negeri. Setelah persaingan di luar negeri
mati maka harga di luar negeri akan dinaikkan untuk menutup kerugian sewaktu melakukan
predatory dumping.
• Terdapat hambatan yang cukup kuat sehingga konsumen dalam negeri tidak dapat
membeli barang dari luar negeri.
4) Subsidi.
Subsidi adalah kebijakan pemerintah yang diberikan untuk menurunkan biaya produksi
barang domestik, sehingga diharapkan harga jual produk dapat lebih murah dan dapat
bersaing dengan barang impor. Tujuan dari subsidi ekspor adalah untuk mendorong jumlah
ekspor, karena eksportir dapat menawarkan harga yang lebih rendah. Namun tindakan ini
dianggap sebagai persaingan yang tidak jujur dan dapat menjurus ke arah perang subsidi.
5) Larangan Impor.
3. Kebijakan Autarki.
Kebijakan autarki adalah kebijakan perdagangan dengan tujuan untuk menghindarkan diri
dari pengaruh-pengaruh negara lain, baik pengaruh politik, ekonomi, maupun militer,
sehingga kebijakan ini bertentangan dengan prinsip perdagangan internasional yang
menganjurkan adanya perdagangan bebas.
Kebijakan internasional memang sering di lakukan untuk meningkatkan GDP suatu negara ,
untuk selanjutnya saya akan membahas semua tentang kebijakan perdangangan
internasioanal dalam perspektif saya , yang di dapat dari berbagai sumber dari internet
maupun buku .
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara
dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud
dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah
suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara,
perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP.
Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun yang lalu , tapi juga
berdampak terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad
belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan
transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.
2. Barang harus dipindahkan dari negara satu ke negara lainnya. Dalam proses ini barang
akan memerlukan pemeriksaan dan pengawasan dari negara pengirim ataupun negara
penerima dari pemerintah masing-masing negara.
3. Antara masing-masing negara terdapat perbedaan bahasa, mata uang, timbangan, taksiran,
atau hukum yang berlaku.
Jenis-jenis kebijakan internasional dapat diberlakukan untuk impor dan ekspor, diantaranya :
Kebijakan import dapat dikelompokan menjadi 2 macam kebijakan, yaitu sebagai berikut:
1. Kuota, merupakan jumlah yang ditetapkan untuk suatu kegiatan dalam satu masa atau
suatu waktu tertentu. Jadi, kuota dalam impor adalah total jumlah barang yang dapat diimpor
dalam masa tertentu. Jumlah itu diperkirakan tidak akan mengganggu industri dalam negeri.
Ketika diberlakukan perdagangan bebas, kuota tidak dapat dipakai lagi karena dapat
menghambat perdagangan internasional.
2. Tarif, diambil pemerintah dengan menetapkan tarif tinggi untuk mengimpor suatu jenis
barang. Dengan pengenaan tarif ini, harga barang impor menjadi mahal, sehingga barang
sejenis yang diproduksi di dalam negeri akan memiliki daya saing dan dibeli konsumen.
Penganut perdagangan bebas mengenakan tarif yang rendah atas barang-barang impor.
Sebaliknya, Negara proteksionis akan menetapkan tarif yang tinggi untuk barang impor
Efek kebijakan ini terlihat langsung pada kenaikan harga barang. Tarif yang paling umum
adalah tarif atas barang-barang impor atau yang biasa disebut bea impor. Tujuan dari bea
impor adalah membatasi permintaan konsumen terhadap produk-produk impor dan
mendorong konsumen menggunakan produk domestik. Semakin tinggi tingkat proteksi suatu
negara terhadap produk domestiknya, semakin tinggi pula tarif pajak yang dikenakan.
Perbedaan utama antara tarif dan proteksi lainnya adalah bahwa tarif memberikan pemasuka
kepada pemerintah sedangkan kuota tidak.
3. Subsidi, karena ada perbedaan harga antara barang impor dan barang dalam negeri, ada
kemungkinan harga barang impor lebih murah daripada harga barang produksi dalam negeri.
Supaya harga barang produksi dalam negeri dapat ditekan, pemerintah dapat memberi subsidi
pada produsen dalam negeri. Dengan pemberian subsidi ini, harga barang dalam negeri
menjadi murah.
Kebijakan subsidi biasanya diberikan untuk menurunkan biaya produksi barang domestik,
sehingga diharapkan harga jual produk dapat lebih murah dan bersaing di pasar internasional.
Tujuan dari subsidi ekspor adalah untuk mendorong jumlah ekspor, karena eksportir dapat
menawarkan harga yang lebih rendah. Harga jual dapat diturunkan sebesar subsidi tadi.
Namun tindakan ini dianggap sebagai persaingan yang tidak jujur dan dapat menjurus kea rah
perang subsidi. Hal ini karena semua negara ingin mendorong ekspornya dengan cara
memberikan subsidi.
4. Larangan impor, dengan berbagai alas an, ada barang tertentu yang dilarang diimpor.
Misalnya, barang-barang yang berbahaya untuk masyarakat. Larangan impor bisa jadi
dilakukan untuk membalas tindakan Negara lain yang telah terlebih dahulu melarang impor
barang suatu Negara. Selain itu, larangan impor dapat juga dilakukan untuk menghemat
devisa.
Kebijakan ini dimaksudkan untuk melarang masuknya produk-produk asing ke dalam pasar
domestik. Kebijakan ini biasanya dilakukan karena alasan politik dan ekonomi
Kebijakan perdagangan internasional di bidang ekspor Kebijakan dibidang eksport itu
bertujuan mempengaruhi struktur, komposisi, dan arah transaksi serta kelancaran usaha untuk
peningkatan devisa eksport suatu negara.
2.Fasilitas keringanan bea masuk yang diberikan negara-negara industri, untuk barang-barang
manufaktur dari negara sedang berkembang
macam- macam kebijakan nya di dalam negeri maupun luar negeri yaitu :
1. Diskriminasi harga, adalah suatu tindakan dalam penetapan harga barang yang berbeda
untuk suatu Negara dengan Negara lainnya. Untuk barang yang sama, harga untuk Negara
yang satu lebih mahal atau lebih murah daripada Negara lainnya. Hal ini dilakukan atas dasar
perjanjian atau dalam rangka perang tarif.
2. Pemberian premi (subsidi), kebijakan yang diambil pemerintah untuk memajukan ekspor
adalah dengan member premi kepada badan usaha yang melakukan ekspor. Pemberian premi
(subsidi) itu antara lain berupa bantuan biaya produksi serta pembebasan pajak dan fasilitas
lain, dengan tujuan agar barang ekspor memiliki daya saing di luar negeri.
3. Dumping, adalah kebijakan yang diambil oleh pemerintah dengan menetapkan barang
ekspor (harga barang di luar negeri) lebih murah daripada harga di dalam negeri. Cara
dumping ini dapat dilakukan jika pasar dalam negeri dapat dikendalikan atau dikontrol oleh
pemerintah.
5. Larangan ekspor, kebalikan dari larangan impor. Merupakan kebijakan suatu Negara untuk
melarang ekspor barang-barang tertentu ke luar negeri. Penyebabnya bisa karena alasan
ekonomi, politik, sosial, atau budaya.
Saran : ada baik nya suatu negara memakai system kebijakan perdagangan internasional yang
mengarah pada projectivitas masyarakat
Kebijakan perdangangan internasional adalah rangkaian tindakan yang akan diambil untuk
mengatasi kesulitan atau masalah hubungan perdagangan internasional guna melindungi
kepentingan nasional.
• Melindungi kepentingan ekonomi nasional dari pengaruh buruk atau negative dari
situasi perdagangan internasional yang tidak baik.
Pemerintah menetapkan kebijakan bahwa setiap barang yang diimpor harus membayar pajak,
yang dikenal sebagai tarif atau bea masuk.
Pajak atau bea masuk akan menambah harga jual suatu barang/ jasa impor, sehingga
diharapkan harga barang produksi dalam negeri akan lebih murah dari harga barang produksi
luar negeri yang diimpor tersebut. Hal ini dapat melindungi barang/ jasa produksi dalam
negeri karena lebih murah dan lebih bisa bersaing untuk memperebutkan pelanggan.
2. Kuota
Adalah suatu kebijaksanaan untuk membatasi jumlah maksimum yang dapat diimpor suatu
negara.
Akibatnya:
3. Larangan ekspor
4. Larangan impor
Akibatnya:
5. Subsidi
Agar produksi di dalam negeri dapat ditingkatkan maka pemerintah memberikan subsidi
kepada produsen dalam negeri. Subsidi yang diberikan dapat berupa mesin-mesin, peralatan,
tenaga ahli, keringanan pajak, fasilitas kredit, dll.
Akibatnya:
6. Politik dumping
Dumping adalah salah satu kebijakan perdangan internasional dengan cara menjual suatu
komoditi di luar negeri dengan harga yang lebih murah dibandingkan harga yang dijual di
dalam negeri. Namun pelaksanaan politik dumping dalam praktik perdagangan internasional
dianggap sebagai tindakan yang tidak terpuji (unfair trade) karena dapat merugikan orang
lain.
7. Premi
Pengertian premi adalah “bonus” yang berbentuk sejumlah uang yang disediakan pemerintah
untuk para produsen yang berprestasi atau mencapai target produksi yang ditetapkan oleh
pemerintah.
Akibatnya:
Dumping
Menjual produksi dalam negri di luar negri lebih murah daripada dalam negri
Akibatnya:
Akibat:
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diperlukan adanya upaya sosialisali peraturan sebagai salah satu upaya perlindungan
terhadap industri dalan negeri, terutama kepada kelompok industri kecil dan menengah,
karena kedua kelompok ini merupakan salah satu bagian dari sektor industri manufaktur
nasional yang akan menerima dampak positif dan negatif secara langsung dari pemberlakuan
kebijakan pasar global.