A
rsitektur dan interior sebagai ilmu yang saling berkaitan, merupakan
ranah ilmu yang mencakup banyak aspek pertimbangan dalam proses
merancang. Aspek yang paling penting dan selalu dibahas, menurut
saya, adalah manusia. Hal ini dikarenakan adanya suatu usaha yang dibutuhkan manusia
dalam memenuhi kebutuhannya. Seperti yang diungkapkan oleh Frank Lloyd Wright
dalam bukunya In The Realm of Ideas:
Namun, tentunya ada masih banyak lagi aspek yang menjadi pertimbangan,
salah satunya adalah keindahan. Hal ini bahkan sudah diungkapkan sejak berabad-abad
yang lalu oleh Vitruvius dalam bukunya Ten Books of Architecture sebagai berikut:
All these must be built with due reference to durability, convenience, and
beauty. Durability ………… ; and beauty, when the appearance of the work is
pleasing and in good taste, and when its members are in due proportion
according to correct principle of symmetry.
Keindahan sendiri sering kali dianggap sebagai sesuatu yang relatif, tergantung
pada selera masing-masing individu. Lalu bagaimana menentukan suatu desain indah
atau tidak? Ada beberapa metode pendekatan yang bisa digunakan untuk menentukan
tercapai atau tidaknya aspek ini. Salah satunya adalah dengan mengukur seberapa
proporsional, hal ini juga diungkit oleh Vitruvius dalam kutipan di atas, komposisi yang
dihasilkan, baik secara visual atau pun non-visual.
Kembali pada kaitannya dengan arsitektur dan interior, golden section bisa
diterapkan dalam menentukan denah, tampak, potongan, dsb. Ada beberapa contoh
bangunan yang dianggap baik dari segi estetika dalam penerapan golden section di
dalamnya, berikut contohnya (lihat Figure 1, 2 & 3).
1| Taj Mahal
2| CN Tower
3| Notre Dame
4| Villa Malcontenta & Villa Stein
Saya akan mencoba membahas tipe pertama. Proporsi elemen fasad yang bisa
dilihat langsung oleh manusia, dalam asumsi saya, akan memberikan suatu
SITI BARARAH N. 1006661172 2
PENERAPAN GOLDEN SECTION DALAM ARSITEKTUR DAN PENGARUHNYA PADA MANUSIA
Advances in our understanding of emotion and affect have implications for the
science of design. Affect changes the operating parameters of cognition: positive
affect enhances creative, breadth-first thinking whereas negative affect focuses
cognition, enhancing depth-first processing and minimizing distractions.
Therefore, it is essential that products designed for use under stress follow good
human-centered design, for stress makes people less able to cope with
difficulties and less flexible in their approach to problem solving. Positive affect
makes people more tolerant of minor difficulties and more flexible and creative
in finding solutions. Products designed for more relaxed, pleasant occasions can
enhance their usability through pleasant, aesthetic design. Aesthetics matter:
attractive things work better. (Norman, D. A. (2002). Emotion and design:
Attractive things work better)
Kutipan yang kedua, dari buku The Space Within juga memperkuat asumsi saya.
Dari kedua literatur ini bisa diambil kesimpulan bahwa tampilan suatu bangunan
bisa mengantarkan manusia penggunanya untuk merasakan perjalanan yang bisa
memperkuat kualitas yang ingin disajikan dalam ruang-ruang bangunan tersebut. Hal ini
bisa tercapai, salah satunya, dengan menggunakan metode Golden Section. Sehingga
timbul suatu keindahan melalui proporsi yang pas.
Namun, jika saya terapkan pemahaman ini pada tipe penerapan kedua, yaitu
‘tidak tertangkap mata manusia’, hasilnya akan berbeda. Ketika keindahan proporsi
tersebut hanya bisa dilihat melalui denah, susunan kolom, dll bagaimana pengaruhnya
bagi manusia pengguna di dalamnya? Dapatkah pembagian ruang, susunan kolom, dan
SITI BARARAH N. 1006661172 3
PENERAPAN GOLDEN SECTION DALAM ARSITEKTUR DAN PENGARUHNYA PADA MANUSIA
bentuk denah yang proporsional memberikan efek tertentu tanpa perlu dilihat secara
visual?
Jika kita lihat sekilas tentang pengertian harafiah dari estetika dan keindahan,
terlihat bahwa yang dimaksud adalah sesuatu yang bisa dinikmati oleh manusia
sehingga timbul suatu perasaan senang dan apresiasi terhadap keindahan tersebut.
Namun, jika kita lihat pada tipe yang kedua, hal ini akan menjadi sulit dicapai karena
manusia mengalami ruang yang 3 dimensi di dalamnya, dan sangat sulit mengakses
pemandangan keproporsionalan yang dibentuk oleh ruang-ruang tersebut.
Lantas apa kepentingan yang muncul, terutama yang berkaitan dengan manusia
pengguna, ketika menerapkan metode ini pada denah? Saya sendiri belum menemukan
literatur yang bisa menjelaskan pertanyaan ini, namun saya memiliki pandangan dalam
menerapkan Golden Section pada ruang dalam dan efeknya pada manusia.
Berbicara tentang ruang dalam tentu akan ada banyak elemen penyusun yang
dibahas di dalamnya. Dalam hal ini saya akan lebih berfokus pada elemen furnitur
karena sangat berkaitan dengan manusia, terutama dalam hal dimensi.
Dari kutipan di atas terlihat bagaimana kaitan antara manusia dan furnitur.
Sebagai benda yang menjadi body extension tentunya tidak terlepas dari dimensi
standar manusia. Dan karena tujuannya adalah untuk memudahkan dan meningkatkan
efektifitas kegiatan manusia, tentu ukuran yang menjadi standar tidak hanya sesuai,
namun juga memberikan kenyamanan. Di sinilah peran Golden Section terjadi lagi.
REFERENSI:
― Kingwell, Mark, 2006. Intimus: Tables, Chairs, and Other Machines for
Thinking
―architecture.about.com/od/ideasapproaches/g/architecture.htm
(diakses pada 27 Maret 2013)
―oxforddictionaries.com/definition/english/beauty?q=beauty (diakses
pada 27 Maret 2013)
―oxforddictionaries.com/definition/english/proportion?q=proportion
(diakses pada 27 Maret 2013)