Anda di halaman 1dari 11

KALIBRASI INSTRUMEN DAN MENGUKUR

TEMPERATUR

Valentinus Paramarta1, Ayu Irene Windar Andika, Syahrul Ramadhi Wibowo,


Amanda Claudiya A
Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)
Universitas Indonesia, Depok, 12345, Indonesia

E-mail: valentinus.paramarta@sci.ui.ac.id

Abstract. Perubahan suhu yang dihasilkan dari perbedaan jenis material menghasilkan
perbubahan tegangan yang terbaca oleh multimeter. Semakin diberikan perbedaan suhu yang
semakin tinggi, maka akan semakin tinggi pula tengangan yang terbaca, karena hubungan
antara perubahan suhu dan perubahan tegangan adalah berbanding lurus. Begitu pula jika
diberikan perbuhan suhu yang semakin turun, maka perubahan tegangan akan semakin turun
seiring dengan perubahan suhunya.

1. Pendahuluan
a. Latar Belakang
Pada tahun 1821 seorang ahli fisika Jerman bernama Thomas Seebeck (1770-1831)
menemukan bahwa ketika sebuah simpul logam dibuat dari dua logam berbeda dan
dipanaskan akan menghasilkan arus listrik kecil yang searah dengan arus panas. Prinsip
ini kemudian dikenal sebagai efek Seebeck. Penemuan ini kemudian mengarahkan kepada
sejumlah peralatan terutama thermocouple'
Sebuah thermocouple bisa digunakan untuk mengukur panas dengan sangat tepat
dengan cara mengukur arus listrik yang dihasilkan dari dua bilah logam itu. Meskipun
berbagai logam dan logam campuran bisa digunakan, thermocouple yang paling akurat
untuk mengukur suhu adalah yang dibuat dari platina dan campuran platina. Satu aspek
yang memuaskan dari thermocouple adalah bahwa suhu sebuah bejana atau suatu objek
tertentu bisa dibaca pada jarak tertentu melalui sistem kabel listrik yang sedang bekerja
dari thermocouple ke meteran analog atau digital.
b. Perumusan Masalah
- Apakah pengaruh perubahan temperature terhadap tegangan listrik yang dihasilkan?
- Bagaimana pengaruh perubahan tegangan listrik terhadap perubahan suhu pada
suatu meteri?
- Apa arti fisis dari perubahan tersebut?
c. Tujuan
1. Mengetahui metode pengukuran temperatur
2. Menjelaskan teori dasar termokopel dan prinsip kalibrasi termokopel
3. Mengkalibrasi termokopel
4 . Mencari koefisien Seebeck pada termokopel.
5. Membuat dan menganalisis grafik data hasil pengukuran terkait kalibrasi
termokopel

2. Teori Dasar
Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 1821 oleh ilmuwan Jerman,
Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian. Di
antara kedua logam tersebut lalu diletakkan jarum kompas. Ketika sisi logam tersebut
dipanaskan, jarum kompas ternyata bergerak. Belakangan diketahui, hal ini terjadi karena
aliran listrik yang terjadi pada logam menimbulkan medan magnet. Medan magnet inilah yang
menggerakkan jarum kompas. Fenomena tersebut kemudian dikenal dengan efek Seebeck.
Lalu pada tahun 1922, Seebeck melakukan percobaan dengan menghubungkan plat bismut
diantara kawat-kawat tembaga. Hubungan tersebut diberi suhu yang berbeda. Ternyata pada
rangkaian tersebut akan mucul arus listrik. Munculnya arus listrik mengindikasikan adanya
beda potensial antara ujung-ujung kedua sambungan.
Dari percobaan Seebeck tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa adanya perbedaan suhu
antara kedua sambungan logam tersebut akan menyebabkan munculnya gaya gerak listrik
antara ujung-ujung sambungan. Gaya gerak listrik yang muncul ini disebut dengan gaya
listrik termo dan sumbernya disebut termokopel.
Penemuan Seebeck ini memberikan inspirasi pada Jean Charles Peltier untuk melihat
kebalikan dari fenomena tersebut. Dia mengalirkan listrik pada dua buah logam yang
direkatkan dalam sebuah rangkaian. Ketika arus listrik dialirkan, terjadi penyerapan panas
pada sambungan kedua logam tersebut dan pelepasan panas pada sambungan yang lainnya.
Pelepasan dan penyerapan panas ini saling berbalik begitu arah arus dibalik. Penemuan yang
terjadi pada tahun 1934 ini kemudian dikenal dengan efek Peltier. Efek Seebeck dan Peltier
inilah yang kemudian menjadi dasar pengembangan teknologi termoelektrik.
Termokopel merupakan sambungan (junction) dua jenis logam atau campuran yang salah
satu sambungan logam tadi diberi perlakuan suhu yang berbeda dengan sambungan lainnya.
Sambungan logam pada termokopel terdiri dari dua sambungan, yaitu :
Reference junction (cold junction), merupakan sambungan acuan yang suhunya dijaga
konstan dan biasanya diberi suhu yang dingin. Measuring junction (hot junction), merupakan
sambungan yang dipakai untuk mengukur suhu.
Thermocouple terdiri dari sambungan (junction) dari dua logam yang berbeda. Pada
sambungan ini terdapat tegangan listrik yang nilainya dipengaruhi oleh temperature junction.
Perubahan temperatur akan memberikan harga tegangan yang berubah pula.

Gambar 1. Termokopel
Pada thermocouple terdapat 3 efek yang saling berkaitan yaitu :
1. Efek Seebeck
Efek yang Seebeck adalah konversi suhu perbedaan langsung ke listrik.
Seebeck menemukan bahwa sebuah kompas jarum akan dibelokkan bila tertutup
terbentuk dari dua logam bergabung di dua tempat dengan perbedaan suhu antara
persimpangan. Hal ini karena logam bereaksi berbeda terhadap perbedaan suhu,
yang menciptakan loop arus, yang menghasilkan medan magnet. Namun, pada saat
ini tidak mengenali ada arus listrik yang terlibat, maka ia disebut fenomena efek
thermomagnetic, berpikir bahwa dua logam menjadi magnet terpolarisasi oleh
gradien suhu. Fisikawan Denmark, Hans Christian Ørsted memainkan peran vital
dalam menjelaskan dan hamil istilah "thermoelectricity".
Bila dua logam yang berbeda dan dihubungkan maka akan timbul tegangan
listrik antara kedua terminal yang besarnya tergantung pada temperatur pada
junctionnya (temperatur pada titik hubung antara kedua logam tersebut).
Hubungan antara suhu dan tegangan listrik dari kedua terminal dinyatakan :

eAB = α (T2 – T1)

Gambar 2. Prinsip kerja efek Seeback

2. Efek Peltier
Kebalikan dari dari efek Seebeck, yaitu jika dua logam yang berbeda
disambungkan kemudian arus listrik dialirakan pada sambungan tersebut, maka
akan terjadi fenomenda pompa kalor. Prinsip inilah yang diugunakan termoelektrik
sebagai pendingin/pompa kalor.
Sebaliknya jika modul termoelektrik ini diberi tegangan maka akan terjadi
perbedaan temperatur antar permukaan yang satu dengan yang lain. Tegangan ini
akan meyebabkan adanya aliran arus yang melalui bahan termoelektrik sehingga
terjadi efek peltier. Fenomena inilah yang disebut dengan pompa kalor. Jika
dibandingkan dengan teknologi refrigerasi kompresi uap, termoelektrik memiliki
berbagai macam kelebihan antara lain: Pemanas atau pendingin dapat dengan
mudah diatur dengan menyesuaikan arah arusnya, sangat ringkas, tidak berisik,
tidak butuh perawatan khusus, tidak butuh refrigeran (Freon), tidak ada getaran.
Walau bagaimanapun juga, termolektrik masih memiliki kekurangan yaitu
performanya masih rendah.
Termoeletrik terdiri dari dua buah bahan berbeda yang disambubngkan.
Material yang dipilih memiliki koefisien seebeck cukup tinggi. Saat ini
kebanyakan termolektrik menggunakan Bismuth-Telluride sebagai bahan
pembuatnya.
Bila pada junction tersebut mengalir arus listrik maka tegangan listrik yang
terjadi tadi akan berubah naik atau turun tergantung dari arah arus listrik yang
mengalir pada junction tersebut. Perpindahan panas tersebut dipengaruhi oleh arus
yang mengalir, dengan hubungan seperti persamaan:
q = ΦI
Efek Peltier ini menjadi dasar utama sIstem pendinginan efek termoelektrik
sehingga dimanfaatkan untuk tujuan pendinginan dengan memilih secara tepat dua
konduktor berbeda yang akan digunakan. Konduktor dipilih sedemikian hingga
daya termoelektrik ap positip dan an negatip. Jembatan dingin direkatkan dengan
lempeng metal atau jenis permukaan pindah panas lainnya, yang kemudian
dipaparkan pada ruang atau benda yang akan didinginkan. Sedangkan jembatan
panas direkatkan dengan permukaan pindah panas untuk dapat melepaskan panas
ke atmosfir atau media lain.

3. Efek Thomson
Bila sepanjang logam tersebut terdapat gradient temperatur, maka besarnya
tegangan juga akan berubah. Jika arus mengalir melalui konduktor termokopel
yang pada mulanya bersuhu seragam, maka panas Joulean akan menyebabkan
gradien suhu sepanjang termokopel tersebut, dengan hubungan:

qt = τI

3. Metode Eksperimen

1. Mengisi gelas Beaker / labu erlenmeyer dengan air, memasukkan heater, ujung
termokopel jenis K dan ujung termokopel digital ke dalam glass pyrex. (Usahakan
agar heater dengan ujung termokopel tidak saling bersentuhan).

2. Menghubungkan ujung termokopel tipe K dengan multimeter.


3. Mencatat suhu awal air.

4. Memanaskan air dengan menggunakan heater.

5. Mencatat nilai tegangan yang terbaca pada multi meter untuk setiap kenaikan suhu
setiap 5˚C sampai suhu air mencapai 95˚C.

6. Mencatat kembali nilai tegangan yang terbaca pada multi meter untuk setiap
penurunan suhu setiap 5˚C sampai air kembali ke suhu awal.

4. Data Eksperimen

i. Data A(saat suhu naik)


Tabel 1. data A

T awal=32oC
Temperatur (oC) Temperatur
*thermometer (oC)
No raksa *thermocouple Tegangan (mV)
1 33 32 0.1
2 38 37 0.3
3 43 42 0.5
4 46 47 0.7
5 53 52 0.9
6 57 57 1.1
7 62 62 1.3
8 67 67 1.5
9 71 72 1.7
10 74 77 1.9
11 78 82 2.1
12 83 87 2.3
13 87 92 2.5
14 93 97 2.7
ii. Data B(saat suhu turun)

T awal=92oC
Temperatur (oC) Temperatur
*thermometer (oC)
No raksa *thermocouple Tegangan (mV)
1 89 92 2.5
2 85 87 2.3
3 79 82 2.1
4 75 77 1.9
5 71 72 1.7
6 67 67 1.5
7 62 62 1.3
8 57 57 1.1
9 53 52 0.9
10 46 47 0.7
11 42 42 0.4

Tabel 2. data B

5. Pengolahan Data

1. Pengolahan Data A

Dimana α merupakan koefisien seebeck


Tabel 3. Konstanta seebeck data A

T awal=32oC
Temperatur Temperatur
(oC) (oC) Tegangan
No Tegangan(V)
*thermometer
raksa
*thermocouple
(mV)
α
1 33 32 0.1 0.0001
2 38 37 0.3 0.0003 0.00006
3 43 42 0.5 0.0005 0.0001
4 46 47 0.7 0.0007 0.00014
5 53 52 0.9 0.0009 0.00018
6 57 57 1.1 0.0011 0.00022
7 62 62 1.3 0.0013 0.00026
8 67 67 1.5 0.0015 0.0003
9 71 72 1.7 0.0017 0.00034
10 74 77 1.9 0.0019 0.00038
11 78 82 2.1 0.0021 0.00042
12 83 87 2.3 0.0023 0.00046
13 87 92 2.5 0.0025 0.0005
14 93 97 2.7 0.0027 0.00054
rata α 0.0003

Didapatkan bahwa koefisien seebeck untuk data A dimana suhu semakin naik
adalah 3x10-4

0.0030
V
Linear Fit of Sheet1 B
0.0025

0.0020

0.0015
V

Equation y = a + b*x
0.0010
Weight No Weightin
Residual 6.58277E-3
Sum of 7
Squares
0.0005 Pearson's r 1
Adj. R-Squar 1
Value Standard Err
B Intercept -0.0011 2.09867E-1
0.0000
B Slope 4E-5 3.10565E-2

30 40 50 60 70 80 90 100
T

Grafik 1. V Vs T data A
2. Pengolahan Data B
Tabel 4. Konstanta seebeck data B

T awal=92oC
Temperatur Temperatur
(oC) (oC) Tegangan
No
*thermometer
raksa
*thermocouple
(mV)
Tegangan(V) α
1 89 92 2.5 0.0025
2 85 87 2.3 0.0023 0.00046
3 79 82 2.1 0.0021 0.00042
4 75 77 1.9 0.0019 0.00038
5 71 72 1.7 0.0017 0.00034
6 67 67 1.5 0.0015 0.0003
7 62 62 1.3 0.0013 0.00026
8 57 57 1.1 0.0011 0.00022
9 53 52 0.9 0.0009 0.00018
10 46 47 0.7 0.0007 0.00014
11 42 42 0.4 0.0004 0.00008
rata α 0.000278

Didapatkan koefisien seebeck untuk percobaan data B dimana suhunya semakin


turun adalah sebesar 2.7x10-4

0.0025

V
Linear Fit of Sheet1 B
0.0020

0.0015
V

Equation y = a + b*x
0.0010
Weight No Weighting
Residual Sum 6.81818E-9
of Squares
Pearson's r 0.99926
0.0005 Adj. R-Square 0.99836
Value Standard Erro
B Intercept -0.00125 3.61318E-5
B Slope 4.09091E- 5.24864E-7

0.0000
100 90 80 70 60 50 40
T
Grafik 2. V Vs T data B
6. Analisis
Pada percobaan kali ini praktikan melakukan percobaan efek seebeck dimana
dikemukakan bahwa bila terdapat perubahan suhu antara dua material yang berbeda akan
menghasilkan beda potensial yang mengakibatkan terjadinya perubahan tegangan pada
multimeter. Air dipanaskan dan diukur kenaikannya setiap 5oC lalu praktikan mengukur
perubahan tegangan yang terjadi pada multimeter. Didapatkan pada data hasil yang
didapatkan praktikan selama melakukan percobaan di laboraturium tegangan akan semakin
meningkat seiring dengan peningkatan suhu pada air yang dipanaskan dengan heater. Hal ini
juga terlihat pada grafik 1, dimana terlihat hubungan linear antara tegangan dengan suhu yang
meningkat. Hal ini dapat membuktikan bahwa efek seebeck benar dan berlaku untuk
perlakuan perubahan tegangan terhadap suhu. Pada percobaan pertama ini praktikan mencoba
mencari koefisien seebeck dengan membagi tegangan dengan perubahan suhu yang terjadi,
sehingga praktikan mendapatkan angka koefisien seebeck sebesar 3x10-4.
Pada percobaan data B atau percobaan ke dua praktikan mencoba membalik keadaan
dimana saat perubahan suhu air menurun, dari suhu yang panas ke keadaan yang lebih dingin.
Tujuan dari percobaan praktikan yang kedua ini adalah untuk mendapatkan angka koefisien
seebeck yang lebih teliti dimana alat akan menangkap perubahan tegangan pada suhu lebih
teliti karena prosesnya lebih lambat dibandingkan suhu air dinaikkan. Dari data yang
didapatkan praktikan bahwa perubahan suhu dari suhu yang lebih panas ke suhu yang lebih
dingin juga memiliki hubungan linear namun linear ke bawah. Dimana semakin suhu
menurun, maka semakin menurun pula tegangan yang terbaca pada multimeter. Dan
didapatkan pula koefisien seebeck pada percobaan kedua ini adalah 2.7x10-4.
Perbedaan koefisien seebeck pada percobaan pertama dan percobaan kedua tidak terlalu
jauh berbeda, hanya sekitar 0.3x10-4. Pada percobaan yang dilakukan oleh praktikan terdapat
beberapa kesalahan yang membuat hasil data yang didapatkan oleh praktikan kurang akurat.
Antara lain, adalah dimana suhu ruangan yang ber-AC akan mempegaruhi perubahan suhu
pada termocouple dan thermometer air raksa, dimana posisi dari thermocouple yang
berdekatan dengan heater akan mempengaruhi perubahan suhu yang terbaca, saat percobaan
kedua dimana penurunan suhu praktikan melakukan pencabutan alat heater yang
mengakibatkan perubahan suhu pada air tidak konsisten, dan pada penurunan suhu air
praktikan melakukan penambahan air dimana dikarenakan untuk mempercepat proses.
7. Kesimpulan

1. Semakin perbedaan suhu pada material meningkat maka akan semakin meningkat pula
tegangan yang dihasilkan.

2. Semakin perbedaan suhu pada material menurun maka akan menurun pula tegangan yang
dihasilkan.

8. Reference
[1] Modul praktikum teknik pengukuran www.scele.ui.ac.id

Anda mungkin juga menyukai