Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENYEBAB MASALAH

Gender adalah konsep yang mengacu pada peran dan tanggung

jawab perempuan dan laki-laki yang terjadi akibat dari dan dapat

berubah oleh kontruksi atau keadilan sosial budaya masyarakat

(WHO 2010)

Kita tidak bisa pungkiri bahwa ketidak setaraan gender yang terjadi

di Indonesia memang banyak sekali karena ini disebabkan oleh

multikultural masyarakat kita yang merupakan ciri-ciri bangsa

Indonesia.

Di Indonesia, banyak perempuan yang tidak mendapatkan

kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam menjaga kesehatan

mereka. Kondisi terjadi terutama karena adanya perlakuan tidak adil

dan tidak setara antara mereka dalam pelayanan kesehatan. Selain

itu program kesehatan belum sepenuhnya mempertimbangkan

adanya isu tersebut. Saat ini fokus utama pelayanan kesehatan masih

menekankan aspek medis dan kurang memperhatikan isu-isu sosial.

Padahal perbedaan sosial antara laki-laki dan perempuan merupakan

penyebab utama mencuatnya kesenjangan antara mereka, sehingga

pada akhirnya mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat pada

umumnya.

Isu gender dalam bidang kesehatan adalah masalah kesenjangan

perempuan dan laki-laki dalam hal akses, peran atau partisipasi,

1
kontrol, dan manfaat yang diperoleh mereka dalam membangun

kesehatan. Kesenjangan akses, partisipasi , control dan manfaat

perempuan dan laki-laki dalam upaya atau pelayanan kesehatan

secara langsung menyebabkan ketidaksetaraan terhadap status

kesehatan perempuan dan laki-laki, sehingga kesenjangan tersebut

harus menjadi perhatian dalam menyusun kebijakan atau program

sehingga kebijakan atau program bias lebih terfokus, efisien dan

efektif dalam pencapaian sasaran.

1. Kesehatan Ibu dan Bayi baru lahir (Safe Motherhood)

a. Keterbatasan perempuan untuk mengambil keputusan yang

menyangkut kesehatan dirinya misalnya dalam menentukan

kapan hamil dan dimana akan melahirkan

b. Diskriminasi gender dalam masyarakat sejak seorang

perempuan masih kecil, remaja, dan saat melahirkan

c. Sikap dan perilaku keluarga yang cenderung mengutamakan

laki-laki (bias gender)

d. Tuntutan untuk tetap bekerja bagi ibu hamil.

2. Keluarga Berencana

a. Rendahnya kesertaan ber-KB pada laki-laki

b. Perempuan tidak dapat memilih metode kontrasepsi yang

diinginkan antara lain karena ketergantungan kepada

keputusan suami dan info yang kurang

c. Pengambilan keputusan yang bias gender.

2
3. Kesehatan Reproduksi Remaja

a. Ketidak adilan dalam tanggung jawab, misal: remaja putri

selalu menjadi korban dan menanggung segala akibatnya

seperti: kehamilan yang tidak diinginkan dan putus sekolah

b. Ketidakadilan dalam aspek hukum: dalam tindakan aborsi

illegal, perempuan diancam sanksi.

4. Infeksi Menular Seksual

a. Perempuan selalu dijadikan obyek intervensi program

pemberantasan IMS, walaupun laki-laki sebagai konsumen

yang justru memberikan kontribusi yang cukup besar dalam

permasalahan tersebut.

b. Perempuan sebagai PSK selalu menjadi obyek dan tudingan

sumber permasalahan dalam upaya mengurangi praktek

prostitusi, sementara kaum laki-laki yang mungkin menjadi

sumber penularan tidak pernah dikoreksi atau diintervensi.

Akses ke fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan

kesehatan reproduksi yang belum memadai, antara lain :

a. Jarak kefasilitas kesehatan jauh dan sulit dicapai

b. Kurang informasi tentang kemampuan fasilitas kesehatan

c. Kemampuan fasilitas kesehatan yang belum memadai

3
d. Pelayanan kesehatan yang tidak memperhatikan kebutuhan

klien

e. Tradisi yang menghambat pemanfaatan tenaga dan fasilitas

kesehatan keterbatasan biaya dan biaya kesehatan yang

semakin mahal

4
BAB II

DAMPAK

Gender mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan laki-laki

dan perempuan. Baik laki-laki maupun perempuan sama-sama terkena

dampak dan gender steriotip masing-masing. Misalnya. perempuan

yang diharapkan memiliki toleransi yang tinggi, berdampak terhadap

cara mereka menunda -nunda pencarian, pengobatan, terutama dalam

situasi sosial ekonomi yang kurang dan harus memiliki prioritas, maka

biasanya perempuan dianggap wajar untuk berkorban.

Hal ini semakin dirasakan dalam ruang lingkup kesehatan

reproduksi antara lain karena hal berikut :

1. Perempuan lebih rentan dalam menghadapi resiko kesehatan

reproduksi seperti kematian dan kesakitan pada ibu hamil,

melahirkan, nifas, aborsi tidak aman, dan pemakaian alat

kontrasepsi.

2. Perempuan rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga

(kekerasan domestik) atau perlakuan kasar yang pada dasarnya

bersumber gender yang tidak setara.

3. Kesehatan reproduksi lebih banyak dikaitkan dengan urusan

perempuan seperti KB

4. Pernikahan usia muda

5. Kesenjangan dalam keluarga infertil.

5
Gambaran Pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi saat Ini

1. 16% wanita kawin (usia 15-29 tahun) tidak menggunakan

kontrasepsi karena suami tidak setuju.

2. Aborsi yang tinggi akibat kehamilan yang tidak diinginkan. Aborsi

sebanyak 2,3 juta setiap tahun (1 juta aborsi spontan, 600 ribu

aborsi karena kegagalan kontrasepsi, dan 700 ribu aborsi karena

tidak menggunakan kontrasepsi).

3. Laki-laki yang menggunakan kondom dengan PSK berkisar antara

6,5%-14,5%.

4. Adanya budaya dan tradisi yang membedakan nilai anak laki-laki

dan perempuan.

5. Perlakuan diskriminatif dalam pemberian makanan bergizi.

6. Kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2000 terjadi 186 kasus

kekerasan dalam rumah tangga, 74 kasus kekerasan diluar

pernikahan, 24 kasus perkosaan, dan 20 kasus pelecehan seksual

(Annisa, 2000).

7. Masih banyak remaja yang belum memahami kesehatan reproduksi

secara benar (perempuan 70% dan laki-laki 30%).

8. Penyelenggaraan KB cenderung hanya mencerminkan pemenuhan

target.

6
BAB III

UPAYA PEMECAHAN MASALAH

Saat ini tenaga kesehatan kita makin sadar tentang pentingnya

mempertimbangkan isu gender dalam pemberian pelayanan

kesehatan. Terutama untuk mengurangi kemungkinan terjadinya

ketidak adilan dan ketidak setaraan peran dan tanggung jawab dalam

lingkungan tempat mereka bekerja.

A. Mencegah dan mengatasi munculnya isu gender dalam kesehatan

reproduksi antara lain dengan:

1. Dengan mengupayakan secara sungguh-sungguh dan terus

menerus agar semua pelayanan kesehatan menjadi “PEKA

GENDER”

2. Jika petugas kesehatan melaksanakan pelayanan kesehatan

bersikap, “PELAYANAN KESEHATAN PEKA GENDER”

misalnya dengan:

a. Memberikan pelayanan berkualitas yang berorientasi kepada

kebutuhan klien, tanpa perbedaan perlakuan, baik jenis

kelamin maupun status sosial

b. Memberikan pelayanan kesehatan yang memperhatikan

kebutuhan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan

akibat kodrat masing-masing

7
c. Memahami sikap laki-laki dan perempuan dalam menghadapi

suatu penyakit dan sikap masyarakat terhadap perempuan

dan laki-laki yang sakit

d. Memahami perjalanan penyakit pada laki-laki dan perempuan

e. Menyesuaikan pelayanan agar hambatan yang dihadapi oleh

laki-laki dan perempuan akibat hal tersebut dapat diatasi.

B. Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pencegahan dan

Pengendalian Masalah Kesehatan Reproduksi

Dalam menghadapi gangguan atau permasalahan kesehatan

reproduksi setiap pasangan suami-istri harus saling memberikan

dukungan dan pengertian termasuk dari keluarga besarnya, bukan

justru saling menyalahkan. Dengan dukungan dan pengertian ini

pasangan suami-istri dapat melakukan berbagai hal untuk

mencegah dan menanggulangi permasalahan kesehatan

reproduksi yang dihadapi secara bersama. Upaya yang dapat

dilakukan antara lain adalah:

1. Mencari informasi yang tepat, akurat, dan jelas pada tempat

dan tenaga pelayanan kesehatan yang ada

2. Membahas bersama informasi yang diperoleh untuk

menentukan langkah yang akan diambil selanjutnya

3. Menyepakati bersama penyediaan dana untuk pemeriksaan

atau pengobatan sehingga dampak permasalahan reproduksi

dapat diperkecil atau dapat segera diatasi

8
4. Saling mendukung dan memberikan perhatian penuh kepada

pasangan bila salah satu pihak mengalami permasalahan

kesehatan reproduksi

5. Menghadapi masalah kesehatan reproduksi secara bersama

dengan ikhlas sambil terus mencari upaya untuk

mengatasinya

Kesetaraan dan keadilan gender ini dapat terwujud apabila

suami-istri sama-sama mempunyai:

1. Akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan

reproduksi

2. Posisi setara dan seimbang dalam mengambil keputusan

tentang rencana dan tindak lanjut penanggulangan masalah

kesehatan reproduksi.

Upaya suami-istri akan dapat berhasil baik apabila diiringi

oleh penyediaan pelayanan oleh berbagai pihak berupa:

1. Pelayanan informasi yang jelas, tepat, dapat dijangkau oleh

semua keluarga, baik lokasi, waktu, maupun media atau

materinya

2. Pelayanan kesehatan reproduksi bagi perempuan dan laki-

laki secara seimbang, tidak hanya salah satu pihak saja

3. Tenaga pelayanan terlatih yang juga mampu melayani

perempuan dan laki-laki (sering disebut dengan peka

gender).

9
Hal-hal yang perlu dipersiapkan pasangan suami-istri antara lain:

1. Keluarga baru

a. Suami-istri perlu merencanakan untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan reproduksi yang baik..

b. Suami istri mempunyai hak dan peluang yang sama

untuk menjadi pengguna kontrasepsi.

c. Suami-itri secara bersama harus menghindarkan diri dari

PMS termasuk HIV/AIDS.

2. Keluarga hamil

a. Suami-istri perlu mengerti apa yang dimaksud

dengan kesehatan maternal.

b. Suami-istri perlu mengetahui apa yang dimaksud

dengan kehamilan berisiko.

c. Suami-istri perlu mengetahui proses serta tanda-

tanda kehamilan dan nifas.

d. Suami-istri perlu mengetahui dan menghindari 4

Terlalu dan 3 terlambat

e. Suami-istri perlu mengetahui apa yang dimaksud

dengan pelayanan 5T.

3. Keluarga melahirkan

a. Suami-istri perlu mengetahui tetntang persalinan

10
b. Suami-istri perlu mempersiapkan tempat, penolong

persalinan dan biaya persalinan

c. Suami-istri perlu mengetahui kelainan yang mungkin

terjadi yang akan mengancam jiwa ibu dan janin saat

persalinan.

d. Suami-istri perlu mengetahui segala hal tentang ASI

e. Suami-istri perlu mengetahui kondisi yang bagaimana

membuat istri harus melahirkan di Puskesmas/RS.

4. Pada Keluarga Berencana

a. Suami-istri perlu merencanakan jumlah anak dan

jarak kelahiran anak.

b. Suami-istri perlu memperoleh informasi tentang KB.

c. Suami-istri memilih dan memutuskan penggunaan

kontrasepsi

d. Suami-istri perlu mengatasi kegagalan dan

komplikasi akibat KB

11

Anda mungkin juga menyukai