Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi memengaruhi lebih dari 1 miliar orang di seluruh dunia dan


merupakan salah satu penyebab kematian utama. Di antara populasi hipertensi, 70%
adalah hipertensi ringan, 20% adalah hipertensi sedang, 10% adalah hipertensi berat,
dan 1% adalah krisis hipertensi untuk setiap jenis hipertensi. Pada krisis hipertensi
terjadi peningkatan tekanan darah mencapai 180/110 mmHg, biasanya dengan
Systolic Blood Pressure (SBP) lebih dari 200 mmHg dan atau Diastolic blood
pressure (DBP) lebih besar dari 120 mmHg. Keadaan hipertensi emergensi
berhubungan dengan kerusakan akut pada organ target dan membutuhkan perawatan
segera dengan obat antihipertensi IV kerja pendek yang dapat dititrasi.(1)
Di Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi. Apabila
penyakit ini tidak terkontrol, akan menyerang target organ, dan dapat menyebabkan
serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta kebutaan. Menurut WHO dan the
International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita
hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh
dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi hipertensi di
Indonesia mencapai 26,5 persen % dari populasi pada usia 18 tahun ke atas. Dari
jumlah itu, 60% penderita hipertensi berakhir pada stroke. Sedangkan sisanya pada
jantung, gagal ginjal, dan kebutaan.(2,3)
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau keduanya. Data RISKESDAS 2018 menjelaskan prevalensi DM nasional adalah
sebesar 8,5 persen atau sekitar 20,4 juta orang Indonesia terkena DM. Penyandang
DM juga sering mengalami komplikasi akut dan kronik yang serius,
1 dan dapat
menyebabkan kematian. (4)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Krisis Hipertensi
2.1.1 Definisi dan Epidemiologi
Krisis hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg dan
tekanan darah diastolik >120 mmHg secara mendadak dapat disertai atau tidak
disertai dengan kerusakan organ.
Duapuluh persen pasien hipertensi yang datang ke UGD adalah pasien
hipertensi krisis. Data di Amerika Serikat menunjukkan peningkatan prevalensi
hipertensi dari 6,7% pada penduduk berusia 20-39 tahun, menjadi 65% pada
penduduk berusia diatas 60 tahun. Data ini dari total penduduk 30%, diantaranya
menderita hipertensi dan hampir 1%-2% akan berlanjut menjadi hipertensi krisis
disertai kerusakan organ target. Sebagian besar pasien dengan stroke perdarahan
mengalami hipertensi krisis.(5) Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013,
prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 26,5 persen % dari populasi pada usia 18
tahun ke atas. Dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi berakhir pada stroke.
Sedangkan sisanya pada jantung, gagal ginjal, dan kebutaan.(3)
Hipertensi adalah masalah klinis yang sangat umum di negara barat. Hipertensi
mempengaruhi sekitar 50 juta orang di AS dan sekitar 1 miliar orang di seluruh
dunia. Sebagian besar pasien memiliki hipertensi esensial dan sekitar 30% tidak
terdiagnosis. Selanjutnya, hanya 14% dan 29% pasien Amerika dengan hipertensi
yang tekanan darahnya terkontrol. Insiden hipertensi meningkat seiring bertambahnya
usia.(6)

2.1.2 Etiologi dan Faktor risiko krisis hipertensi.


Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vascular, berupa
disfungsi endotel, remodeling, dan arterial striffness. Namun faktor penyebab
2
hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi masih belum dipahami. Diduga karena
terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat disertai peningkatan resistensi
vaskular. Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan menyebabkan jejas
endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol sehingga membuat kerusakan vaskular,
deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi.(5) Ketika keadaan ini tetap
berlanjut atau terjadi peningkatan tekanan darah yang parah, kompensasi Respon
vasodilator endotelial menjadi tidak aktif, menimbulkan dekompensasi endotel, yang
menghasilkan peningkatan lebih lanjut dalam tekanan darah dan kerusakan endotel.(7)
Faktor-faktor risiko potensial untuk krisis hipertensi diantaranya usia, jenis
kelamin, sistolik awal atau BP diastolik, hipertensi pada saat diagnosis, lamanya
hipertensi yang diketahui, adanya hipertensi disertai penyakit jantung atau penyakit
ginjal, indeks massa tubuh (BMI), obesitas, adanya faktor risiko kardiovaskular selain
hipertensi (diabetes melitus, merokok, atau hiperlipidemia), adanya penyakit arteri
koroner atau perifer, penyakit serebrovaskular, penyalahgunaan alkohol, depresi,
gangguan somatoform, hipertiroidisme, hormon perangsang tiroid, kreatinin,
proteinuria, jumlah obat antihipertensi, ketidak patuhan terhadap obat-obatan.(8)

Gambar 1. faktor resiko hipertensi(9)


2.1.3 Patofisiologi Hipertensi emergensi

Gambar 2. Patofisiolog hipertensi emergensi.(5) 4


2.1.4 Penegakan diagnosis Krisis Hipertensi
Manifestasi klinis hipertensi krisis berhubungan dengan kerusakan organ
target yang ada. Tanda dan gejala hipertensi krisis berbeda-beda setiap pasien. Pada
pasien dengan hipertensi krisis dengan perdarahan intrakranial akan dijumpai keluhan
sakit kepala, penurunan tingkat kesadaran dan tanda neurologi fokal berupa
hemiparesis atau paresis nervus cranialis. Pada hipertensi ensefalopati didapatkan
penurunan kesadaran dan atau defisit neurologi fokal. Pada pemeriksaan fisik
pasien bisa saja ditemukan retinopati dengan perubahan arteriola, perdarahan dan
eksudasi maupun papiledema. Pada sebagian pasien yang lain manifestasi
kardiovaskular bisa saja muncul lebih dominan seperti; angina, akut miokardial infark
atau gagal jantung kiri akut. Dan beberapa pasien yang lain gagal ginjal akut dengan
oligouria dan atau hematuria bisa saja terjadi.
Anamnesis Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang
penting ditanyakan :
a. Riwayat hipertensi (awitan hipertensi, jenis obat yang dikonsumsi,
kepatuhan berobat).
b. Gangguan organ (kardiovaskular, serebrovaskular, renovaskular, dan organ
lain).
c. Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, pusing, perubahan mental, ansietas ).
d. Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang )
e. Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem
paru, nyeri dada ).
f. Riwayat kehamilan : tanda- tanda eklampsi.
Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik dilakukan sesuai dengan kecurigaan
organ target yang terkena berdasarkan anamnesis yang didapat.
5
a. Pengukuran tekanan darah di kedua lengan.
b. Palpasi denyut nadi di keempat ekstremitas.
c. Auskultasi untuk mendengar ada / tidak bruit pembuluh darah besar, bising
jantung, dan rhonki paru.
d. Pemeriksaan neurologis umum.
e. Pemeriksaan funduskopi.
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium awal dan penunjang
Pemeriksaan laboratorium awal dan penunjang yang dilakukan disesuaikan dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang ditemukan serta ketersediaan fasilitas.
Pemeriksaan laboratorium awal: Hb, Ht, ureum, kreatinin, gula darah dan elektrolit.
Urinalisis. Pemeriksaan penunjang lain: Elektrokardiografi, Foto polos thoraks, CT
scan kepala, Echocardiography, USG.(9,10)
Tabel 1. Hipertensi emergensi.(5)

Hipertensi dengan tekanan darah>180/120 mmHg disertai dengan satu atau


lebih kondisi akut berikut:
1. Perdarahan intrakranial atau perdarahan subarachnoid
2. Hipertensi ensefalopati
3. Diseksi aorta akut
4. Oedema paru akut
5. Eklamsia
6. Feokhromasitoma
7. Funduskopi KW III atau IV
8. Insufisiensi ginjal aku
9. Infark miokard akut
10. Sindrom kelebihan ketokolamin yang lain: sindrom withdrawal obat
antihipertnsi

6
Pasien dengan
Hipertensi

YA
TD>180/120 Krisis Hipertensi
mmHg
1. Neurologi
TIDAK - Tanda stroke iskemik/
hemoragik :
Tidak Hipertensi Penurunuan kesadaran,
krisis YA
kelumpuhan anggota gerak,
 Prehipertensi bicara cedal, mulut Hipertensi
TDS 120-139/TDD 81- mencong emergemsi
89 - Flapping tremor
 Hipertensi Grade I 2. Jantung dan paru
TDS 140-159/TDD 90- - Perbedaan tekanan darah
99 ka/ki >20mmHg (diseksi
 Hipertensi Grade II aorta) TIDAK
TDS ≥160/TDD ≥100 - Auskultasi murmur/mitral Hipertensi
regurgitasi/gallop emergemsi
- Peningkatan JVP
- Ronki/sesak nafas
3. Ginjal
- Oligouria/anuria
- Hemeaturia/proteinuria
- Peningkatan serum
kreatinin
4. Mata
- Funduskopi KW III/IV

Gambar 4. Pendekatan diagnosis Krisis Hipertensi.(5)


2.1.5 Penatalaksanaan Krisis Hipertensi
Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu tergantung pada
kerusakan organ target. Manajemen tekanan darah dilakukan dengan obat-obatan
parenteral secara tepat dan cepat. Pasien harus berada di dalam ruangan ICU agar
monitoring tekanan darah bisa dikontrol dan dengan pemantauan yang tepat. Tingkat
ideal penurunan tekanan darah masih belum jelas, tetapi penurunan Mean Arterial
Pressure (MAP) 10% selama 1 jam awal dan 15% pada 2-3 jam berikutnya.
Penurunan tekanan darah secara cepat dan berlebihan akan mengakibatkan jantung
dan pembuluh darah orak mengalami hipoperfusi.

SBP >180 mm Hg and/or


DBP >120 mm Hg

Target organ damage new/


progressive/worsening

Yes No

Hypertensive
Markedly elevated BP
emergency

Admit to ICU
(Class I) Reinstitute/intensify oral
antihypertensive drug therapy
and arrange follow-up

Conditions:
• Aortic dissection
• Severe preeclampsia or eclampsia
• Pheochromocytoma crisis

Yes No

Reduce SBP to <140 mm Hg Reduce BP by max 25% over first h†, then
during first h* and to <120 mm Hg to 160/100–110 mm Hg over next 2–6 h,
in aortic dissection† then to normal over next 24–48 h 8
(Class I) (Class I)
Gambar 5. Algoritma Terapi Hipertensi emergensi.(8)
Tabel 2. Obat yang digunakan pada hipertensi emergensi.(5)

9
10

Anda mungkin juga menyukai