Anda di halaman 1dari 3

.Hubungan Penguasaan Ilmu Tajwid dan Kemampuan Qirâ’ât a.

Penguasaan Ilmu
TajwidPenguasaan adalah proses, cara, dan perbuatan menguasai atau menguasakan,
pemahaman atau kesanggupan untuk menggunakan (pengetahuan, kepandaian, dan
sebagainya).8Sedangkan tajwid menurut bahasa artinya membaguskan. Sedangkan menurut
istilah adalah: “Mengeluarkan setiap huruf dari tempat keluarnya dengan memberi hak dan
mustahaknya.”Yang dimaksud hakhuruf adalah sifat asli yang selalu bersama dengan huruf
tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan mustahak huruf adalah sifat yang nampak
sewaktu-waktu, seperti tafkhim, tarqiq, ikhfa‟dan lain-lain.9Jadi ilmu tajwid adalah ilmu
yang dipergunakan untuk mengetahui tempat keluarnya huruf (makhraj), dan sifat-sifatnya
serta bacaan-bacaannya.10Maksud penguasaan ilmu tajwid dalam penelitian ini adalah
kemampuan siswa dalam memahami ilmu tajwid, atau memahami hukum-8TimPenyusun
Kamus Pusat Bahasa,Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hlm.
604. 9Tim Kreatif Pustaka Rizki Putra, Pelajaran Tajwid Lengkap, (Semarang: Pustaka
Nuun, 2016), hlm. 5.10Achmad Sunarto, Pintar Ilmu Tajwid, (Surabaya : Al-Miftah, 1999),
hlm. 1.
7hukum bacaan di dalam al-Qur’an yang ditunjukan dengan kemampuannya dalam
menjawab soal-soal materi ilmu tajwid.b.Kemampuan Qirâ’ât Menurut etimologi, qirâ’ât
adalah bentuk jamak dari kata qira‟ah,mashdar dari kata kerja qara‟a. Adapun menurut
terminologi ilmiah, qira‟ahadalah salah satu madzhab dalam pelafalan al-Qur’an yang dianut
oleh salah seorang imam qari‟ yang berbeda dengan madzhab imam lainnya.11Dari beberapa
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa qirâ’ât merupakan disiplin ilmu yang berdiri
sendiri dan tersusun secara sistematis dan mempunyai metode tertentu.12Yang dimaksud
kemampuan qirâ’ât adalah kesanggupan atau kecakapan siswa dalam membaca al-Qur’an
sesuai dengan makhraj dan kaidah ilmu tajwid secara baik dan benar yang ditunjukan dengan
prestasi baca al-Qur’an.2.Penguasaan Ilmu Tajwid dengan Kemampuan Qirâ’ât Hubungan
penguasaan ilmu tajwid dengan kemampuan qirâ’ât yaitu hubungan antara penguasaan ilmu
tajwid dengan kemampuan qirâ’ât siswa dalam membaca al-Qur’an sesuai dengan makhraj
dan kaidah ilmu tajwid secara baik dan benar memiliki keterkaitan.Jadi, hubungan
penguasaan ilmu tajwid dan kemampuan qiraat adalah keterkaitan penguasaan ilmu tajwid
dengan kemampuan siswa dalam membaca al-Qur’an sesuai dengan makhraj dan kaidah ilmu
tajwid secara baik dan benar.11Syaikh Manna’ Al-Qatthan, Dasar-Dasar Ilmu Al-
Qur‟an...,hlm. 253.12Ahmad Fathoni, Ragam Qiraat Al-Qur‟an, (Suhuf,Vol. 2 No. I,
2009)hal 59

Kata khalaf biasanya digunakan untuk merujuk para ulama yang lahir setelah abad III H
setelah periode tabiut tabi’in.
Ulama-ulama khalaf adalah penerus dakwah tabiut tabi’in.

Muhyiddin Abu Zakaria An-Nawawi ( 631-676 H / 1234-1278 M )


Dalam kitab Syarah Muslim beliau menuqil perkataan Al-Qodli Iyadl yang mengemukakan
tidak ada perbedaan pendapat diantara para ulama seluruhnya baik dari golongan fuqoha,
muhadditsin, mutakallimin yang mempunyai kapasitas Ijtihad ataupun Muqollid bahwa setiap
ayat yang memberikan indikasi pemahaman Allah berada dilangit seperti firman Allah yang
berbunyi ‫ أأمنتم من في السماء‬dan semisalnya tidak boleh diartikan secara literal akan tetapi wajib
di takwil dengan takwilan yang layak bagi kebesaran Allah Swt. ( An-Nawawi, Abu Zakaria,
Syarah Sahih Muslim, juz 5 Hlm 24, penerbit Dar Ihya Turots Arabi cet-2 )
Abu Al-Faraj Ibnu Al-Jauzi Al-Hambali ( 508-597 H / 1116-1201 M )
Beliau adalah salah satu pembesar ulama madzhab Hambali, banyak kitab karya beliau yang
mengkritisi faham tasybih dan tajsim yang sangat marak dicetuskan oleh ulama bermadzhab
Hambali, diantara kitab beliau yang masyhur adalah Talbis Al-Iblis dan Dafu Syubah Al-
Tasybih bi Akaffi Al-Tanzih¸dalam kedua kitab tersebut beliau menegaskan bahwa ayat-ayat
sifat yang secara dzahir mengindikasikan penyerupaan Allah dengan Mahluq tidak boleh
diartikan dari sisi literal dan dzahirnya seperti ayat ‫ يد هللا مغلولة‬bahwa lafadz Yad disitu bukan
berarti tangan namun bermana kekuatan. ( Ibnu Al-Jauzi, Dafu Syubah At-Tasybih, juz 1 hlm
114, penerbit Dar Imam Nawawi )
Fakhruddin Ar-Rozi ( 544-606 H / 1150-1210 M )
Nama Lengkap beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Umar bin Hasan bin Husain At-
Taimy Ar-Razi dan mempunyai nama laqob Fakhruddin. Beliau dilahirkan di kota Royyan
Tibristan. Beliau adalah salah satu ulama yang sangat masyhur menguasai Ilmu Tafsir, ilmu
kalam, falak, filsafat dan ilmu Usul dll. Dalam kitabnya Tafsir kabir beliau mengemukakan
bahwa Lafadz Yad dalam Hak Allah tidak boleh diarahkan pada pengerrtian anggota tubuh
( tangan ), lafadz tersebut cukup diimani atau diarahkan pada takwil yang sesuai dengan
maha sucinya Allah dari sifat mahluk. ( Ar-Razi, Tafsir kabir, juz 6 hlm 106 )
Al-Mawardi ( 364-450 H / 974-1058 M )
Beliau mempunyai nama lengkap Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Habib
Al-Bashri Al-Baghdadi, beliau masyhur dengan nama Imam Mawardi. Beliau termasuk
pemuka ulama madzhab Syafii yang ahli dibidang ilmu fiqih, tafsir dan ushul. Beliau juga
tergolong tokoh politik yang terkenal dimasa kedaulatan Abbasiyah. Dalam salah satu kitab
karyanya An-Nukat wa al-Uyun beliau menjelaskan maksud dari ayat { ‫قال يا إبليس ما منعك أن‬
ُ ‫ } تسجد لما خَ لَ ْق‬yang artinya “ Wahai Iblis, apa yang mencegahmu tidak mau bersujud
َّ ‫ت بيد‬
‫ي‬
pada mahluq yang aku ciptakan dengan tangan-Ku sendiri”. Dalam menjelaskan pengertian
lafadz Yad pada ayat tersebut beliau menawarkan tiga alternatif takwil untuk memahaminya
yaitu dengan diartikan “ kekuatan, kekuasaan dan Dzat”. (Al-Mawardi, An-Nukat Wa Al-
Uyun, juz 4 hlm 3 )
Al-Baidlowi, Nashiruddin ( w. 691H / 1292 M )
Beliau mempunyai nama lengkap Nashiruddin, Abul Khoir, Abdullah bin Umar bin
Muhammad, beliau mendapat julukan Al-Baidlowi karena dilahirkan di Kota Baidho dekat
kota Syairoz, salah satu kitab karya beliau yang masyhur adalah tafsir Anwar al-Tanzil Wa
Asror Al-Takwil yang juga dikenal dengan tafsir Al-Baidlowi. Dalam ini banyak penjelasan
beliau yang berupa resume dari kitab tafsir Imam Ar-Razi. Sehingga semua ayat-ayat yang
menyinggung sifat khabariyah beliau paparkan dengan takwil-takwil yang subtansinya sama
dengan kitab Ar-Razi.
Al-Khozin, Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Ibrahim bin Umar As-syaihi. ( 678-741 H /
1280-1341 M )
Dalam Kitabnya Tafsir Al-Khozin, setiap ayat-ayat mutasyabihat yang berkenaan dengan
asma dan sifat beliau hanya menyebutkan penjelasan yang searah dengan pendapat tafwid
( takwil ijmali ) yang dianut ulama salaf dan Takwil tafsili yang dianut oleh kebanyakan
ulama khalaf. Tak satupun penjelasan beliau yang mengandung arti literal.
Al-Khotib As-Syarbini ( w. 977 H / 1570 M )
Beliau mempunyai nama lengkap Syamsuddin Muhammad bin Ahmad As-Syarbini, salah
satu ulama besar madzhab syafii dari Kairo Mesir. Beliau adalah ulama yang menguasi dalam
disiplin ilmu fiqih dan tafsir. Diantara karyanya adalah kitab As-Sirojul Munir dalam bidang
ilmu tafsir, Al-Iqna dan Mughni Al-Muhtaj dalam bidang ilmu fiqih madzhab syafii dan
masih banyak lagi karya lainnya. Dalam menjelaskan ayat-ayat mutasyabihat, beliau dalam
tafsir as-Siroj Al-Munir mengemukakan pendapat yang senada dengan ulama ahlussunnah
lainnya. Diantara penjelasannya adalah mengenai takwil ayat ‫دي‬pp‫ا خلقت بي‬pp‫ لم‬adalah dengan
pengertian Mahluq yang Aku ciptakan dengan tanpa sebab dan perantara seperti ayah dan
ibu” bukan diartikan dengan “ Aku Ciptakan dengan tanganku” seperti yang dianut oleh
kebanyakan ulama salafi. ( As-Syarbini, As-Siroj Al-Munir, juz 3 hlm 345 )
Al-Qurthubi, Syamsuddin (600-671 H / 1204-1273 M )
Nama lengkap beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr bin Farh al-
Anshori Al-Khozroj. Beliau dilahirkan dikota Kordoba, setelah keruntuhan Andalusia beliau
hijrah ke Aleksandria Mesir dan menetap disana sampai beliau wafat. Karya beliau yang
paling masyhur adalah kitab tafsir yang bernama Al-Jami Li-Ahkam Al-Quran yang juga
dikenal dengan tafsir Qurtubi. Dalam kitab ini beliau menjelaskan salah satu ayat yang
ِ ‫ بَلْ يَدَاهُ َم ْبسُوطَت‬yang artinya: “akan tetapi kedua Tangan Allah terbuka lebar” dengan
berbunyi ‫َان‬
menggunakan takwil lafadz yad dengan arti Nikmat. ( Al-Qurtubi, Jami Li-Ahkam Al-Quran
juz 6 hlm 239 cetakan Dar Alamil Kutub Riyadl).
Al-Baihaqi Abu Bakar ( 384-485 H / 994-1066 M )
Nama lengkap beliau adalah Ahmad bin Husain bin Ali bin Musa Abu Bakar Al-Baihaqi.
Beliau dilahirkan dikota Baihaq Naisabur. Banyak komentar para ulama yang memuji akan
kapasitas keilmuan beliau, diantaranya adalah ungkapan Imam Haromain; “ Tak satupun
Ulama Madzhab Syafii yang ilmunya mengungguli Imam Syafii kecuali Al-Baihaqi kerana
banyaknya karya beliau yang menjadi Nushroh (penolong) pada eksistensi Madzhab Syafii.
Imam Ad-Dzahabi mengemukakan; “ seandainya Imam Baihaqi mau mendirikan madzhab
dengan hasil ijtihad beliau sendiri, niscaya beliau mampu karena keluasan ilmu beliau dan
banyaknya pengetahuan beliau akan ikhtilaf ulama”. Dalam salah satu kitabya “ Syabul Iman
“ beliau menguraikan banyak ayat mutasyabihat dengan metode takwil ijmali maupun tafsili.
Daintaranya adalah ayat yang menjelaskan tentang turunnya Allah disepertiga malam dengan
takwil turunnya malaikat dengan perintah Allah Swt. ( Al-Baihaqi, Syab Al-Iman, juz 8 hlm
347 ).
Wahbah Zuhaili ( 1932 M — Sekarang Masih Hidup )
Nama lengkap beliau adalah Wahbah Musthofa Az-Zuhaili. Beliau dilahirkan di kota Diyar
Atiyah Damasykus Suriyah. Dalam salah satu kitab karyanya Tafsir Munir beliau
menjelaskan pengertian lafadz Yad dengan takwil Qudroh / Kekuasaan Allah. ( Wahbah
Zuhaili, Tafsir Munir juz 23 hlm 229 cetakan Dar Al-fikr Al-Muashir Beirut )

Anda mungkin juga menyukai