Anda di halaman 1dari 8

Lex Privatum, Vol.III/No.

2/Apr-Jun/2015

SYARAT MATERIL DAN FORMAL GUGATAN masalah yang dihadapi, misalnya Departemen
REKONVENSI DALAM PERKARA PERDATA1 Dalam Negeri, maka yang akan menghadiri
Oleh : I Nyoman Setiadi Sabda2 persidangan mewakili negara dengan
membawa suatu surat kuasa khusus dari
ABSTRAK Menteri.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk Di dalam suatu sengketa perdata sekurang-
mengetahui bagaimana tata cara mengajukan kurangnya terdapat di dua pihak, yaitu pihak
gugatan perdata dan apakah dimungkinkan bisa penggugat yang mengajukan gugatan dan pihak
terjadi penggabungan gugatan perdata serta tergugat. Dan biasanya orang yang langsung
apakah dalam proses persidangan bisa diajukan berkepentingan sendirilah yang aktif bertindak
gugatan Rekonvensi. Penelitian ini sebagai pihak di muka Pengadilan, baik sebagai
menggunakan metode penelitian yuridis Tergugat maupun Penggugat.3
normatif dan dapat disimpulkan: 1. Gugatan Penggugat yaitu orang yang merasa bahwa
dapat diajukan secara Tertulis pada Pasal 118 haknya telah dilanggar, sedangkan Tergugat
HIR dan Pasal 142 ayat (1) R.Bg, juga dapat yaitu orang yang ditarik ke muka Pengadilan
diajukan secara Lisan pada Pasal 120 HIR dan karena dianggap atau dirasa melanggar hak
Pasal 144 R.Bg. 2. Penggabungan gugatan seseorang. Di sini dikatakan yang merasa
terhadap beberapa masalah hukum dalam satu haknya dilanggar, dipakainya perkataan
surat gugatan tidak dilarang oleh Hukum Acara demikian karena belum tentu orang yang
Perdata. Boleh saja digabungkan dalam satu bersangkutan benar-benar telah terganggu
gugatan asalkan ada hubungan erat atau haknya, sedangkan dikatakan yang dirasa
koneksitas satu sama lain. 3. Undang-undang melanggar hak seseorang, karena belum tentu
tidak mengatur mengenai syarat-syarat gugatan yang bersangkutan melanggar hak orang lain.
rekonvensi. Gugatan rekonvensi dianggap sah Dengan demikian jelaslah bahwa selama belum
jika gugatan Rekonvensi Diformulasi secara ada keputusan Hakim yang mempunyai
Tegas dan diterangkan tergugat dalam kekuatan hukum yang tetap (pasti), maka
jawaban. seseorang tidak dapat secara langsung
Kata kunci: Syarat materil dan formal, gugatan dianggap telah melanggar hak seseorang atau
rekonvensi, perkara perdata. sebaliknya.4
Dalam hukum acara perdata, inisiatif untuk
PENDAHULUAN mengajukan tuntutan hak diserahkan
A. Latar Belakang sepenuhnya kepada yang berkepentingan. Jadi
Pada dasarnya setiap orang boleh ada atau tidaknya suatu perkara atau apakah
berperkara di Pengadilan, kecuali orang yang akan ada proses atau tidak, sepenuhnya
belum dewasa atau orang yang sakit ingatan. diserahkan kepada pihak yang berkepentingan
Bagi orang yang belum dewasa, harus diwakili Pemerintah (dalam hal ini Pengadilan/Hakim)
oleh orang tua atau walinya, dan bagi yang sakit tidak dapat melakukan tindakan permulaan
ingatan diwakili oleh pengampunya. Suatu (berinisiatif) atau memaksakan supaya orang
badan hukum boleh juga menjadi pihak dalam perseorangan yang merasa haknya dilanggar,
suatu perkara, dan yang bertindak untuk dan bertindak untuk menarik orang yang dirasa
atas nama badan hukum tersebut. Demikian melanggar haknya itu ke muka Pengadilan.
pula halnya kalau negara yang digugat, maka Dengan demikian jelas, bahwa di sini tuntutan
gugatan harus diajukan terhadap Pemerintah hak yang mengajukan adalah pihak yang
Republik Indonesia, dalam hal ini maka yang berkepentingan, sedangkan Hakim hanya
akan mewakilinya adalah salah satu bersifat menunggu datangnya tuntutan hak
departemen yang ada hubungannya dengan yang diajukan kepadanya.5

1
Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Hengky A.
3
Korompis, SH, MH; Lendy Siar, SH, MH; Corneles Dj. M. Nur Rasaid, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika,
Massie, SH, MH. Jakarta, 2008, hal. 9.
2 4
Mahasiswa pada Fakultas Hukum Universitas Sam Ibid, hal. 10
5
Ratulangi. NIM. 110711211 Ibid, hal. 11

70
Lex Privatum, Vol.III/No. 2/Apr-Jun/2015

Menurut Sudikno Mertokusumo, hukum tindakan menghakimi sendiri ini, karena ini jelas
acara perdata adalah peraturan hukum yang akan menimbulkan keresahan dalam
mengatur bagaimana caranya menjamin masyarakat.
ditaatinya hukum perdata materiil dengan
perantaraan Hakim.6 B. Rumusan Masalah
Dengan demikian dapatlah disimpulkan di 1. Bagaimana tata cara mengajukan gugatan
sini, bahwa hukum acara perdata adalah perdata?
rangkaian peraturan-peraturan yang memuat 2. Apakah dimungkinkan bisa terjadi
bagaimana cara orang harus bertindak penggabungan gugatan perdata?
terhadap dan di muka Pengadilan dan cara 3. Apakah dalam proses persidangan bisa
bagaimana Pengadilan itu harus bertindak, satu diajukan gugatan Rekonvensi?
sama lain untuk melaksanakan berjalannya
peraturan-peraturan hukum perdata.7 C. Metode Penelitian
Dengan melihat pengertian di atas maka Berkenaan dengan ruang lingkup bidang
jelaslah bahwa hukum acara perdata tersebut kajian ini maka metode penelitian yang
dapat pula diartikan sebagai rangkaian digunakan untuk skripsi ini adalah metode
peraturan-peraturan hukum tentang cara-cara penelitian hukum yaitu suatu kegiatan ilmiah
memelihara dan mempertahankan hukum yang didasarkan pada metode sistematika dan
perdata materiil. Perkataan hukum perdata ini pemikiran tertentu, yang bertujuan
haruslah diberi pengertian yang luas, artinya di mempelajari satu atau beberapa gejala hukum
sini meliputi pula hukum dagang. Penulis tertentu dengan mengenali saja.8
memberikan pengertian hukum perdata dalam
arti luas ini, dengan maksud untuk PEMBAHASAN
mempermudah dalam pembahasan A. Tata cara Mengajukan Gugatan Perdata
selanjutnya, sehingga tidak perlu lagi 1. Gugatan Diajukan Secara Tertulis
menyebutkan hukum dagang secara khusus di Gugatan tertulis diatur dalam Pasal 118 HIR
samping hukum perdata. dan Pasal 142 ayat (1) R.Bg. Dalam kedua Pasal
Jadi tampaklah disini, bahwa terdapat ini ditentukan bahwa gugatan harus diajukan
hubungan yang erat antara hukum perdata secara tertulis dan ditujukan kepada Ketua
(hukum formil) dengan hukum acara perdata Pengadilan yang berwenang mengadili perkara
(hukum materiil), dimana secara garis besarnya tersebut. Surat gugatan yang ditulis itu harus
dapatlah dikemukakan di sini bahwa hukum ditandatangani oleh Penggugat atau para
acara perdata berfungsi untuk Penggugat. Jika perkara itu dilimpahkan kepada
mempertahankan atau menegakkan hukum kuasa hukumnya, maka yang menandatangani
perdata, sehingga dengan adanya hukum acara surat gugat itu adalah kuasa hukumnya
perdata ini maka hukum perdata benar-benar sebagaimana disebutkan dalam Pasal 123 ayat
akan dirasakan manfaatnya oleh semua orang. (1) HIR dan Pasal 147 ayat (1) R.Bg. Berdasarkan
Dengan adanya hukum acara perdata ini, Pasal 119 HIR dan Pasal 143 R.Bg, Ketua
maka diharapkan tindakan menghakimi sendiri pengadilan berwenang memberikan nasihat
(eigenrichting) akan dapat dicegah, setidak- dan bantuan kepada Penggugat atau kuasanya
tidaknya bisa dikurangi. Oleh karena bila kita apabila mereka kurang paham tentang seluk-
perhatikan kenyataan dalam kehidupan beluk hukum dalam mengajukan gugatan
masyarakat kita masih banyak orang kepada pengadilan yang berwenang.
menyelesaikan suatu perkara dengan caranya Surat gugatan dibuat haruslah bertanggal,
sendiri (misalnya dengan jalan kekerasan atau menyebutkan dengan jelas nama Penggugat
ancaman). Negara kita yang dikenal sebagai dan Tergugat, umur, agama tempat tinggal
negara hukum, tentu tidak akan membenarkan mereka, dan kalau perlu disebutkan juga

6
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia¸
Liberty, Yogyakarta, 1985, hal. 2
7 8
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata di Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI
Indonesia, Sumur, Bandung, 1984, hal. 13 Press, Jakarta, 1986, hal. 43

71
Lex Privatum, Vol.III/No. 2/Apr-Jun/2015

jabatan dan kedudukannya.9 Surat gugat dalam bentuk tertulis. Gugatan secara lisan
sebaiknya diketik rapi, akan tetapi apabila yang yang telah diformulasikan itu ditandatangani
bersangkutan tidak bisa mempergunakan mesin oleh Ketua Pengadilan atau hakim yang
tik, dapat juga ditulis dengan tangan di atas memformulasikan gugatan itu. Penggugat tidak
kertas biasa, tidak perlu diberi materai. Perlu perlu menandatangani atau membubuhkan cap
juga diperhatikan pula bahwa surat gugat harus jempolnya pada surat gugat tersebut dan juga
dibuat dalam beberapa rangkap, satu helai tidak perlu diberi materai. Menurut putusan
yang asli untuk pengadilan, satu helai untuk kasasi Mahkamah Agung RI Nomor 369
arsip Penggugat dan ditambah sekian banyak K/Sip/1973 tanggal 4 Desember 1975 bahwa
salinan lagi untuk masing-masing Tergugat dan suatu gugatan tertulis yang dibubuhi cap
turut Tergugat. Setelah surat gugat atau gugat jempol dinyatakan tidak diterima.
lisan dibuat, surat gugat tersebut didaftarkan di Sebagaimana dalam membuat surat gugat
Kepaniteraan Pengadilan yang bersangkutan secara tertulis, membuat surat gugat yang
dengan membayar persekot uang perkara.10 diajukan secara lisan oleh Penggugat yang buta
huruf juga tidak ada ketentuan khusus yang
2. Gugatan lisan11 ditentukan oleh peraturan perundang-
Pada dasarnya gugatan harus diajukan undangan yang berlaku. Hanya dalam praktik
kepada pengadilan secara tertulis sebagaimana biasanya proses pengajuan gugat secara lisan
yang tersebut dalam Pasal 118 HIR dan Pasal dapat dilaksanakan sebagai berikut :12 (1)
142 ayat (1) R.Bg. Tetapi dalam Pasal l20 HIR tuntutan disampaikan secara lisan pada Ketua
dan Pasal l44 ayat (1) R.Bg dikemukakan bahwa Pengadilan yang berwenang, (2) Ketua
jika orang yang menggugat buta huruf, maka Pengadilan atau hakim yang ditunjuk oleh
gugatan dapat diajukan secara lisan kepada Ketua Pengadilan mencatat segala kejadian dan
Ketua Pengadilan dan selanjutnya Ketua peristiwa sekitar tuntutan yang diminta oleh
Pengadilan mencatat segala hal ihwal gugatan Penggugat, kemudian diformulasikan dalam
itu dalam bentuk tertulis. Jika Ketua Pengadilan sebuah surat gugat yang mudah dipahami
karena sesuatu hal tidak dapat mencatat sendiri apabila para pihak membacanya, (3) gugatan
gugatan tersebut, maka ia dapat meminta yang telah diformulasikan dalam sebuah surat
seorang hakim untuk mencatat dan gugatan itu dibacakan kepada Penggugat,
memformulasikan gugatan tersebut sehingga apakah segala hal yang menjadi persengketaan
memudahkan Majelis Hakim untuk dan tuntutan yang dikehendakinya telah sesuai
memeriksanya. dengan kehendak Penggugat, (4) apabila sudah
Dispensasi yang diberikan oleh aturan sesuai dengan kehendak Penggugat, maka surat
perundang-undangan kepada orang yang buta gugat yang telah diformulasikan itu
huruf untuk menggugat secara lisan langsung ditandatangani oleh ketua/hakim yang ditunjuk
kepada pengadilan mempunyai tujuan untuk oleh ketua untuk menyusun formulasi gugatan
melindungi dan membantu orang yang buta itu.13
huruf itu dalam rangka menuntut hak-haknya, Suatu hal yang perlu dicatat pula bahwa jika
agar terhindar dari kesalahan-kesalahan dalam seorang advokat/pengacara telah menerima
membuat gugatan, yang dapat terjadi apabila kuasa untuk beracara di pengadilan dari
dilakukan oleh orang lain. Dalam praktik, clientnya, maka dia berkewajiban untuk
gugatan secara lisan ini jarang yang ditangani membuat gugatan secara tertulis dengan
secara langsung oleh Ketua Pengadilan, tetapi memformulasikan minimal sebagaimana yang
Ketua Pengadilan menugaskan seorang hakim tersebut dalam Pasal 8 Nomor 3 Rv. Ketentuan
untuk mencatat gugatan itu dan diformulasikan ini adalah sejalan dengan keputusan kasasi
Mahkamah Agung RI Nomor 369 K/Sip/1973
9
tanggal 4 Desember 1975 yang menyatakan
Achmad Fauzan Dan Suhartanto, Teknik Menyusun bahwa menurut Pasal 144 ayat (1) R.Bg dan
Gugatan Perdata Di Pengadilan Negeri, Yrama Widia,
bandung, 2006, hal. 17
10 12
Ibid, hal. 20 Abdurahman HM, Hukum Acara Perdata, Universitas
11
Lihat ketentuan Pasal 118 HIR dan Pasal 142 ayat (1) Trisakti, Jakarta, 1994, hal. 82
13
R.Bg Ibid, hal. 82.

72
Lex Privatum, Vol.III/No. 2/Apr-Jun/2015

pasal 120 HIR orang yang diberikan kuasa tidak pemeriksaan, akan menghemat biaya, tenaga,
mempunyai hak untuk mengajukan gugatan dan waktu. Asas cepat, sederhana, dan biaya
secara lisan kepada pengadilan. ringan dapat dilaksanakan dalam penyelesaian
Terhadap ketentuan tersebut di atas, hal suatu perkara.
yang tersebut dalam Pasal 144 ayat (1) R. Bg Dalam praktik peradilan, penggabungan
dan Pasal 120 HIR itu tidak mutlak harus gugatan dapat terjadi dalam tiga bentuk, yaitu:
dipegangi, tapi harus dilihat dari kasus per a. Perbarengan (Concursus, Samenloop,
kasus. Jika orang yang bertindak sebagai kuasa Cdincidence).
hukum adalah orang yang berprofesi hukum Penggabungan model ini dapat terjadi
seperti advokat atau pengacara, maka hal itu apabila seorang Penggugat mempunyai
tidak menjadi persoalan, dengan sendirinya beberapa tuntutan yang menuju pada suatu
advokat atau pengacara itu akan membuat akibat hukum saja. Apabila satu tuntutan
surat gugatannya. Tapi bagaimana kalau kuasa sudah terpenuhi, maka tuntutan yang lain
yang ditunjuk oleh Penggugat yang buta huruf dengan sendirinya terpenuhi pula. Misalnya
itu juga buta huruf, apakah dalam hal ini tidak dalam perkara wali adhal, dispensasi kawin,
dimungkinkan untuk mengajukan gugatan dan izin kawin digabung dalam satu gugatan
secara lisan kepada pengadilan? Dalam hal ini karena ketiga perkara tersebut mempunyai
tentu saja dibenarkan dan demikianlah hal yang hubungan yang sangat erat satu sama
baik untuk dilaksanakannya. Dengan diberikan lainnya dan mempunyai tujuan yang sama
izin kepada pihak yang buta huruf untuk yaitu terlaksananya akad perkawinan
mewakilkan dirinya kepada orang yang buta sebagaimana yang diminta oleh Pemohon.
huruf juga merupakan kesempatan yang Jika izin kawin dikabulkan oleh hakim, maka
diberikan untuk membela dan dengan sendirinya dispensasi kawin dan
mempertahankan haknya. Ketua Pengadilan penetapan wali adhal terselesaikan pula.
harus betul-betul membantu pihak Penggugat Penggabungan perkara seperti ini akan
yang buta huruf ini dengan sebaik-baiknya menghemat waktu, tenaga, dan lebih praktis
sesuai dengan wewenang yang diberikan oleh karena ketiga perkara yang tujuannya sama
peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat diselesaikan sekaligus.
kepadanya. Ketua Pengadilan harus b. Penggabungan subjektif (Subjektieve
membuatkan gugatan dengan riil sebagaimana comulatie, subjektive samenhang, subjektive
yang dikehendaki oleh Penggugat sehingga connection).
benar-benar sengketa dapat diselesaikan. Penggabungan model ini dapat terjadi
Jangan sampai kebodohan Penggugat, semakin apabila Penggugat lebih dari satu orang
dibodoh-bodohi lagi. melawan lebih dari satu orang Tergugat,
atau sebaliknya seorang Penggugat
B. Penggabungan Gugatan Perdata melawan lebih dari satu orang Tergugat,
Penggabungan gugatan terhadap beberapa atau beberapa orang Tergugat melawan
masalah hukum dalam satu surat gugatan tidak beberapa orang Penggugat atau sebaliknya.
dilarang oleh Hukum Acara Perdata. Boleh saja Pasal l27 HIR dan Pasal 151 R.Bg, Pasal 1283
digabungkan dalam satu gugatan asalkan ada dan Pasal 1284 B.W., memperbolehkan
hubungan erat atau koneksitas satu sama lain. Penggugat untuk mengajukan gugatan
Untuk mengetahui adanya koneksitas dalam terhadap beberapa orang Tergugat dengan
persoalan yang akan digugat itu perlu dilihat syarat bahwa tuntutan-tuntutan Penggugat
dari sudut kenyataan peristiwa yang terjadi dan itu harus ada hubungan yang erat satu sama
fakta-fakta hukum yang menjadi dasar lain. Dalam hal ini putusan kasasi
tuntutan. Tujuan penggabungan gugatan itu Mahkamah Agung RI Nomor 415 K/Sip/1975
tidak lain agar perkara itu dapat diperiksa oleh tanggal 20 Juni 1979 menyatakan bahwa
hakim yang sama guna menghindarkan gugatan yang ditujukan kepada lebih dari
kemungkinan adanya putusan yang saling seorang Penggugat, yang antara Tergugat-
bertentangan. Apabila terjadi penggabungan Tergugat itu tidak ada hubungan hukumnya,
gugatan akan mempermudah jalannya tidak dapat diadakan di dalam satu gugatan,

73
Lex Privatum, Vol.III/No. 2/Apr-Jun/2015

tetapi masing-masing Tergugat harus mensyaratkan antara tuntutan terhadap


digugat secara tersendiri. beberapa orang Tergugat harus ada
Dalam penggabungan subjektif, diharuskan hubungan yang erat satu sama lainnya,
ada keterkaitan erat mengenai masalah maka untuk mengajukan gugatan yang
hukum yang dihadapi Penggugat dan yang bersifat komulasi objektif tidak disyaratkan
menjadi Tergugat adalah sama. Misalnya, bahwa tuntutan-tuntutan itu harus ada
pada satu lokasi pembebasan tanah terdiri hubungan yang erat satu sama lain. Ada tiga
dari dua puluh keluarga pemilik persil. hal dalam komulasi objektif ini yang tidak
Keluarga pertama sampai dengan keluarga diperkenankan yaitu; (1) penggabungan
lima belas dibebaskan oleh PT A dan lahan antara gugatan yang diperiksa dengan acara
nomor enam belas sampai dengan lahan dua khusus (perceraian) dengan gugatan lain
puluh dilakukan pembebasan oleh PT B. yang harus diperiksa dengan acara biasa
Dalam hal demikian yang dapat digabungkan (misalnya mengenai pelaksanaan
secara subjektif adalah gugatan nomor satu perjanjian), (2) penggabungan dua atau
sampai lima belas dalam satu gugatan, dan lebih tuntutan yang salah satu di antaranya
gugatan nomor enam belas sampai dua hakim tidak berwenang secara relatif untuk
puluh dalam gugatan lainnya. Tidak memeriksanya, (3) penggabungan antara
dibenarkan disatukan dalam satu gugatan tuntutan mengenai bezit dengan tuntutan
nomor satu sampai dengan nomor dua mengenai Eigendom.
puluh pemilik persil tersebut. Oleh karena Dalam praktik peradilan Agama, komulasi
itu, suatu gugatan jangan sampai objektif ini dapat terjadi dalam perkara
mengandung komulasi terlarang, yang perceraian yang digabungkan sekaligus
berakibat tidak dapat diterimanya gugatan dengan tuntutan nafkah selama ditinggal,
tersebut. Jadi sewaktu menyusun gugatan nafkah anak selama ditinggal dan yang akan
terlebih dahulu harus dipertimbangkan hal- datang, pemeliharaan anak dan nafkah idah.
hal tersebut, sehingga gugatan tidak di Objek gugatan tersebut dapat dituntut
klasifikasikan kepada gugat yang kabur. sekaligus bersamaan dengan perkara gugat
c. Penggabungan objektif (Objektieve cerai, karena hal ini akan memudahkan
comulatie, Objective samenhang Objectieve proses berperkara, menghemat waktu dan
connection). tenaga serta biaya. Objek gugatan dalam
Yang dimaksud dengan komulasi objektif perkara tersebut termasuk dalam
adalah apabila Penggugat mengajukan lebih kompetensi absolut peradilan Agama dan
dari satu objek gugatan dalam satu perkara dapat diperiksa sekaligus dalam acara
sekaligus. Putusan kasasi Mahkamah Agung khusus. 15
RI Nomor 1652 K/Sip/ 1975 tanggal 22
September 1976 menyatakan bahwa HIR dan R.Bg tidak mengatur tentang
penggabungan dari beberapa gugatan yang perubahan gugatan yang telah diajukan oleh
berhubungan erat satu dengan yang lainnya Penggugat. Oleh karena itu hakim leluasa untuk
tidak bertentangan dengan ketentuan yang menentukan sampai sejauh mana perubahan
tersebut dalam Hukum Acara Perdata.14 itu dapat dilakukan oleh pihak Penggugat.
Meskipun penggabungan objektif ini tidak Sebagai patokan ditentukan bahwa perubahan
diatur secara khusus dalam peraturan surat gugat itu diperkenankan asalkan
perundang-undangan, tetapi tetap kepentingan kedua belah pihak harus tetap
diperkenankan karena akan memudahkan dijaga dan tidak menimbulkan kerugian pada
proses berperkara dan tidak bertentangan kedua belah pihak apabila surat gugat itu
dengan prinsip-prinsip keadilan. Berbeda dirubah oleh pihak Penggugat. Di samping itu,
dengan komulasi subjektif yang Mahkamah Agung RI dalam putusan kasasi
Nomor 209 K/Sip/1970 tanggal 6 Maret 1971
14
Komulasi obyektif penggugat mengajukan lebih dari
15
satu objek gugatan adalah tidak bertentangan dalam H. Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di
hukum acara perdata vide putusan MA RI Nomor Lingkungan Peradilan Agama, Kencana Prenada Media
1652.K/Sip/1975, Tanggal 22 September 1976 Group, Jakarta, 2000, hal. 41

74
Lex Privatum, Vol.III/No. 2/Apr-Jun/2015

mempertimbangkan bahwa perubahan gugatan tidaknya koneksitas yang substansial antara


tidak bertentangan dengan asas-asas Hukum keduanya.17
Acara Perdata, asal tidak mengubah atau
menyimpang dari kejadian materiil walaupun 2. Syarat Formil Gugatan Rekonvensi
tidak ada tuntutan subsider. Pembicaraan selanjutnya berkenaan dengan
Menurut ketentuan yang tersebut dalam syarat formil gugatan rekonvensi. Supaya
Pasal 127 B.Rv pihak Penggugat boleh gugatan rekonvensi sah, selain harus
mengubah tuntutannya sepanjang pemeriksaan dipenuhinya syarat formil gugatan yang bersifat
perkara, asal saja tidak mengubah dan atau umum, terdapat pula syarat formil yang bersifat
menambah “het anderwerp van den eisch”. khusus, seperti dijelaskan berikut ini.
Dalam praktik peradilan, pengertian het Gugatan rekonvensi harus jelas
anderwerp van den eisch ini meliputi seluruh keberadaannya. Mesti diformulasi atau
apa yang menjadi dasar gugatan. Jadi diterangkan tergugat dalam jawaban.18
diperbolehkan mengubah surat gugatan Demikian penegasan Putusan MA No. 330
sepanjang tetap berdasarkan pada hubungan K/Pdt/1986. Meskipun HIR tidak secara tegas
hukum yang menjadi dasar tuntutan semula, menentukan dan mengatur syarat gugatan
dan tidak dibenarkan mengubah kejadian rekonvensi, namun agar gugatan itu dianggap
materiil yang menjadi dasar gugatannya. Pasal ada dan sah, ia harus dirumuskan secara jelas
127 B.Rv menurut Star Busman harus diartikan dalam jawaban. Tujuannya agar pihak lawan
bahwa perubahan gugat dilarang apabila dapat mengetahui dan mengerti tentang
berdasarkan atas keadaan hukum yang sama adanya gugatan rekonvensi yang diajukan
dimohon pelaksanaan suatu hal yang lain, atau tergugat kepadanya.
apabila Penggugat mengemukakan keadaan Bentuk pengajuan, boleh secara lisan, tetapi
baru sehingga dengan demikian mohon lebih baik dengan tulisan. Bentuk-bentuk yang
putusan hakim tentang sesuatu hubungan mana saja boleh dipilih tergugat. Akan tetapi
hukum yang lain dari yang dikemukakan apapun bentuknya, yang penting diperhatikan,
semula.16 gugatan rekonvensi mesti memenuhi syarat
formil gugatan:
C. Syarat Materiil dan Formal Gugatan  menyebut dengan tegas subjektif yang
Rekonvensi ditarik sebagai tergugat rekonvensi;
1. Syarat Materil Gugat Rekonvensi  merumuskan dengan jelas posita atau dalil
Syarat materiil berkenaan dengan intensitas gugatan rekonvensi, berupa penegasan
hubungan antara materi gugatan konvensi dasar hukum (rechtsgrond) dan dasar
dengan rekonvensi. Apakah secara imperatif peristiwa (fijteljkegrond) yang melandasi
adanya hubungan yang erat antara materi gugatan;
gugatan konvensi dengan rekonvensi?  menyebut dengan rinci petitum gugatan.19
Undang-undang tidak mengatur hal itu. Apabila unsur-unsur di atas tidak dipenuhi,
Tidak ada ketentuan mengenai syarat materiil. gugatan rekonvensi dianggap tidak memenuhi
Pasal 132 a HIR hanya berisi penegasan, bahwa: syarat, dan harus dinyatakan tidak dapat
 tergugat dalam setiap perkara berhak diterima. Oleh karena itu, selain eksistensi
mengajukan gugatan rekonvensi gugatan rekonvensi mesti tegas disebut dalam
 tidak disyaratkan antara keduanya mesti jawaban, mesti disebut dengan tegas pada
mempunyai hubungan yang erat atau pihak yang ditarik sebagai tergugat, terang dalil
koneksitas yang substansial; yang dirumuskan serta rinci satu per satu
 oleh karena itu, yang menjadi syarat utama, petitumnya. Sehubungan dengan itu, menurut
apabila ada gugatan konvensi yang diajukan Putusan MA No. 1154 K/Sip/1973, gugatan
kepada tergugat, hukum memberi hak rekonvensi yang tidak memenuhi unsur syarat
kepadanya untuk mengajukan gugatan
rekonvensi tanpa mempersoalkan ada atau 17
M. Yahya Harahap, Loc Cit, hal. 474
18
Lihat Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 330
K/Sip/1986
16 19
Wirjono Prodjodikoro, Loc Cit, hal. 53 M. Yahya Harahap, Loc-cit, hal. 479

75
Lex Privatum, Vol.III/No. 2/Apr-Jun/2015

formil gugatan, dianggap bukan merupakan dalam satu gugatan asalkan ada
gugatan rekonvensi yang sungguh-sungguh, hubungan erat atau koneksitas satu sama
dan dalam hal demikian dianggap tidak ada lain.
gugatan rekonvensi. Konstruksi ini seolah-olah 3. Pada dasarnya Undang-undang tidak
ada gugatan rekonvensi pada hal tersebut tidak mengatur mengenai syarat-syarat
tegas dinyatakan dalam jawaban tergugat atau gugatan rekonvensi. Gugatan rekonvensi
apabila unsur yang disyaratkan tidak terpenuhi dianggap sah jika gugatan Rekonvensi
tidak dapat dibenarkan. Misalnya, tergugat Diformulasi secara Tegas dan diterangkan
menegaskan dalam jawaban mengajukan tergugat dalam jawaban.
gugatan rekonvensi, tetapi tidak dibarengi
dengan petitum gugatan. Dalam kasus ini, B. Saran
meskipun gugatan itu merumuskan dalil, 1. Sebuah gugatan dikatakan baik dan
gugatan rekonvensi dianggap tidak sah, apabila benar apabila orang yang membuat surat
dalil itu tidak dibarengi dengan petitum gugat itu mengetahui tentang hukum
gugatan. formal dan hukum materiil, sebab kedua
Seperti dikemukakan di atas, supaya hukum tersebut berkaitan erat dengan
gugatan rekonvensi memenuhi syarat formil, seluruh isi gugatan yang akan
dalam gugatan mesti disebut dengan jelas dipertahankan dalam sidang pengadilan.
subjek atau orang yang ditarik sebagai tergugat Jalan keluar yang diberikan oleh
rekonvensi. Sesuai dengan pengertian gugatan peraturan perundang-undangan
rekonvensi, yaitu gugatan balik yang diajukan terhadap orang yang belum memahami
tergugat menantang gugatan penggugat maka hukum formal dan materiil ini adalah
sejalan dengan itu, subjek yang ditarik sebagai sebagaimana tersebut dalam Pasal 119
tergugat rekonvensi adalah penggugat HIR dan Pasal 143 R.Bg.
konvensi. Hal itu mesti ditegaskan dalam 2. Diharapkan penggabungan gugatan
gugatan, agar terpenuhi syarat formil20 seperti dilakukan tidak lain agar perkara itu
yang dinyatakan dalam Putusan MA No, dapat diperiksa oleh hakim yang sama
2152/Pdt/1983,21 gugatan rekonvensi guna menghindarkan kemungkinan
bertujuan untuk melawan gugatan konvensi. adanya putusan yang saling
Memang tidak ada kewajiban bagi tergugat bertentangan. Penggabungan gugatan
mengajukan gugatan rekonvensi, karena pada akan mempermudah jalannya
dasarnya gugatan rekonvensi adalah hak yang pemeriksaan, akan menghemat biaya,
diberi undang-undang kepada tergugat. Dengan tenaga, dan waktu
demikian, oleh karena gugatan rekonvensi 3. Diharapkan gugatan rekonvensi tidak
merupakan hak yang diberikan kepada tergugat mutlak diajukan pada jawaban pertama,
melawan konvensi maka pihak yang dapat tetapi dimungkinkan pada pengajuan
ditarik sebagai tergugat, hanya penggugat duplik. Pendapat tersebut merujuk
konvensi. kepada ketentuan Pasal 132 b ayat (1)
HIR itu sendiri. Di dalamnya tidak
PENUTUP dijumpai kata atau kalimat yang tegas,
A. Kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan jawaban
1. Gugatan dapat diajukan secara Tertulis adalah “jawaban” pertama. Kalimatnya
pada Pasal 118 HIR dan Pasal 142 ayat (1) hanya menyebut bersama-sama dengan
R.Bg, juga dapat diajukan secara Lisan jawaban. Dengan demikian, ditinjau dari
pada Pasal 120 HIR dan Pasal 144 R.Bg tata tertib beracara dan teknis yustisial,
2. Penggabungan gugatan terhadap gugatan rekonvensi tetap terbuka
beberapa masalah hukum dalam satu diajukan selama proses pemeriksaan
surat gugatan tidak dilarang oleh Hukum masih dalam tahap jawab-menjawab.
Acara Perdata. Boleh saja digabungkan Yang menjadi syarat ialah rekonvensi
diajukan bersama-sama dengan jawaban.
Boleh pada jawaban pertama, boleh juga
20
Lihat Putusan MA RI No. 2152/Pdt/1983

76
Lex Privatum, Vol.III/No. 2/Apr-Jun/2015

pada jawaban duplik terhadap replik Syahrani Riduan, Hukum Acara Perdata
penggugat. Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1988.

DAFTAR PUSTAKA Perundang-Undangan :


Abdurrahman HM, Hukum Acara Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta, 1994. HIR : Het Herzien Indonesisch Reglement
Fauzan Achmad dan Suhartanto, Teknik R.Bg : Rechtsreglement Buitengewesten
Penyusunan Gugatan Perdata di Pengadilan B.Rv : Burgerlijke Rechtsvordering
Negeri, Yrama Widia, Bandung, 2006. Rangkuman Yurisprudensi Mahkamah Agung
Harahap M. Yahya, Hukum Acara Perdata Republik Indonesia.
Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Sinar
Grafika, Jakarta, 2007.
Lemek Jeremias, Penuntun Membuat Gugatan,
Liberty, Yogyakarta, 1993.
Manan Abdul, H, Penerapan Hukum Acara
Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,
iKencana Prenada Media Group, Jakarta,
2000.
Mertokusumo Sudikno, Hukum Acara Perdata
Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1985.
Moerad BMH, Pontang, Pembentukan Hukum
Melalui Putusan Pengadilan dalam Perkara
Pidana, Alumni, Bandung, 2005.
Mohammad Abdulkadir, Hukum Acara Perdata
Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1992.
Nur Rasaid M, Hukum Acara Perdata, Sinar
Grafika, Jakarta, 2008.
Print Darwan, Strategi Menyusun dan
menangani Gugatan perdata, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1992.
Prodjodikoro Wirjono, Hukum Acara Perdata di
Indonesia, Sumur, Bandung, 1984.
Saleh Wantijk, Hukum Acara Perdata HIR/Rbg,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981.
Soekanto Soerjono, Pengantar Penelitian
Hukum, UI Press, Jakarta, 1986.
Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan
Negeri,Pradnya Paramita, Jakarta, 1993.
Susanto Retnowulan dan Iskandar
Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata
dalam Teori dan Praktek, Alumni, Bandung,
1989.
Taufik Makarao Moh, Pokok-Pokok Hukum
Acara Perdata, Rineka Cipta, Jakarta, 2009.
Tresna R, Komentar HIR, Pradnya Paramita,
Jakarta, 1989.
Subekti R dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (Burgerlijk
Wetboek), Pradnya Paramita, Jakarta, 1985.

77

Anda mungkin juga menyukai