Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PPRAKTIKUM RESPIRASI

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisiologi Hewan dan Manusia

yang diampu oleh Dr. Sri Rahayu Lestari, M.Si dan Wira Eka Putra, S.Si., M.Med.Sc.

Oleh Kelompok 5 Offering G :

Ainul Mardiah (180342618063)

Dita Ayu Eka Saputri (180342618051)

Reeno Al Hikmatus S. (180342618034)

Riv'an Ahbab Shorih (180342618046)

Riza Aliyya (180342618066)

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

SEPTEMBER 2019
A. Hari dan Tanggal Kegiatan
Rabu,25 September 2019
B. Dasar Teori
Respirasi berarti satu inspirasi dan satu ekspirasi. Seorang dewasa normal
melakukan 14-18 kali respirasi setiap menit, dan dalam keadaan istirahat sebanyak
12-15 kali. Selama ini paru-paru mempertukarkan udara di dalamnya denagn
atmosfir. Untuk mengukur volume udara yang dipertukarkan, dipergunakan
spirometer (respirometer) (Basuki, 2000).
Selama proses bernapas normal, kira-kira 500ml udara bergerak ke saluran
napas dalam setiap inspirasi, dan jumlah yang sama bergerak keluar dalam setiap
ekspirasi. Hanya kira-kira 350 ml volume tidal benar-benar mencapai alveoli,
sedangkan yang 150ml tetap berada di hidung, faring, trakhea, dan bronkhi, yang
disebut sebagai volume udara mati (Soewolo, 2003).
Dengan bernapas sangat kuat, kita dapat menghisap lebih dari 500ml udara.
Kelebihan udara yang dihirup ini, yang disebut volume udara cadangan inspiratori,
rata-rata 3.100ml. Dengan demikian sistem pernapasan dapat menarik 3.100ml
(volume cadangan respiratori) + 500ml (volume udara tidal) = 3.600ml (Soewolo,
2003).
Bila kita melakukan inspirasi normal dan kemudian melakukan ekspirasi
sekuat-kuatnya, kita akan dapat mendorong keluar 1.200ml udara, volume udara ini
disebut volume cadangan ekspiratori. Susudah volume udara cadangan ekspiratori
dihembuskan, sejumlah udara masih tetap berada dalam paru-paru karena tekanan
intrapleural lebih rendah sehingga udara yang tinggal ini dipakai untuk
mempertahankan agar alveoli tetap sedikit menggembung, juga beberapa udara
masih tetap ada pada saluran udara pernapasan. Udara ini disebut udara residu,
jumlahnya kira-kira 1.200ml (Soewolo, 2003).
Kapasitas paru-paru dapat dihitung dengan menjumlah semua volume udara
paru-paru. Kapasitas inspiratori adalah keseluruhan kemampuan inspiratori paru-
paru, yaitu jumlah volume udara tidal dan volume udara cadangan inspiratori =
500ml + 3.100ml = 3.600 ml. Kapasitas residu fungsional adalah jumlah volume
udara residu dan volume udara cadangan ekspiratori = 2.400 ml. Kapasitas vital
adalah volume udara cadangan inspiratori + volume udara tidal + volume udara
cadangan ekspiratori = 4.800ml. Akhirnya, kapasitas total paru merupakan jumlah
semua volume udara, yaitu = 6.000ml (Soewolo, 2003).
Frekuensi pernapasan adalah intensitas memasukkan atau mengeluarkan
udara per menit. Pada umumnya intensitas pernapasan pada manusia berkisar antara
16 - 18 kali. Frekuensi respirasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: usia, jenis
kelamin, aktifitas, kondisi fisik, suhu tubuh dan posisi tubuh (Anonim, 2009).
Menurut Basoeki (2000), respirasi seorang dewasa normal adalah 14-18 kali
per menit, sedangkan dalam keadaan istirahat 12-15 kali. Irama dasar respirasi
dikendalikan oleh sistem saraf dalam medula oblongata dan spons (Soewolo, 2003).
Usia: makin tambah usia, makin kecil frekuensi respirasi seseorang. Anak-
anak lebih banyak frekuensi pernafasannya daripada orang dewasa. Hal ini
disebabkan anak-anak masih dalam usia pertumbuhan sehingga banyak memerlukan
energi. Oleh sebab itu, kebutuhannya akan oksigen juga lebih banyak dibandingkan
orang tua (Anonim, 2009).
Jenis Kelamin: laki-laki lebih banyak frekuensi pernafasannya daripada
perempuan. semakin banyak energi yang dibutuhkan, berarti semakin banyak pula
O2 yang diambil dari udara. Hal ini terjadi karena laki-laki umumnya beraktivitas
lebih banyak daripada perempuan (Anonim, 2009).
Aktifitas dan kondisi fisik: makin terlatih fisik seseorang, makin kecil
frekuensi respirasinya. Jika diperhatikan, orang yang melakukan aktivitas kerja
membutuhkan energi, memiliki frekuensi pernapasan yang besar pula. Berarti,
semakin berat kerjanya maka semakin banyak kebutuhan energinya, sehingga
frekuensi pernapasannya semakin cepat (Anonim, 2009).
Setelah melakukan aktivitas (misalnya: berlari), metabolisme dalam tubuh
meningkat terutama untuk metabolisme asam laktat dalam sel yang banyak
menghasilkan CO2 dan panas. Selama berlari, penggunaan O2 oleh otot yang bekerja
bertambah. Sehingga PO2 dalam jaringan dan dalam darah menurun. Difusi O 2 dan
darah ke jaringan bertambah sehingga PO2 darah pada otot berkurang dan pelepasan
O2 dari hemoglobin meningkat. Selama olahraga, penggunaan oksigen dapat
meningkat sampai sebanyak 30 kali lipat. Harus ada mekanisme untuk
menyesuaikan usaha respirasi terhadap tuntutan metabolik (Soewolo, 2003).
Suhu tubuh: suhu yang tinggi, meningkatkan frekuensi respirasi. Semakin
tinggi suhu tubuh (demam) maka frekuensi pernapasan akan semakin cepat. Di
lingkungan yang panas tubuh mengalami peningkatan metabolisme untuk
mempertahankan suhu agar tetap stabil. Untuk itu tubuh harus lebih banyak
mengeluarkan keringat agar menurunkan suhu tubuh. Aktivitas ini membutuhkan
energi yang dihasilkan dari peristiwa oksidasi dengan menggunakan oksigen
sehingga akan dibutuhkan oksigen yang lebih banyak untuk meningkatkan frekuensi
(Anonim, 2009).
Posisi tubuh, posisi berbaring frekuensi respirasi 13/menit, dan pada posisi
duduk 18/menit dan 22/menit pada posisi berdiri. Frekuensi pernapasan meningkat
saat berjalan atau berlari dibandingkan posisi diam. frekuensi pernapasan posisi
berdiri lebih cepat dibandingkan posisi duduk. Frekuensi pernapasan posisi tidur
terlentang lebih cepat dibandingkan posisi tengkurap (Anonim, 2009).
Namun, masih banyak factor-faktor lain yang lebih dominan mempengaruhi
frekuensi pernapasan yaitu.
1. Emosi seseorang
2. Perasaan seseorang
3. Kejiwaan seseorang.
4. Energi dan aura seseorang
5. Latihan dan kebatinan seseorang
Dalam keadaaan normal, kegiatan inspirasi dan ekpirasi atau menghirup dan
menghembuskan udara dalam bernapas hanya menggunakan sekitar 500 cc volume
udara pernapasan (kapasitas tidal = ± 500 cc). Fase ekspirasi merupakan fase
berelaksasinya otot diafragma (kembali ke posisi semula, mengembang) sehingga
rongga dada mengecil dan tekanan menjadi lebih besar, akibatnya udara keluar dari
paru-paru (Mrwaldi, 2009).

Sel-sel tubuh terus menerus menggunakan O2 untuk reaksi metabolik yang


melepaskan energi dari molekul nutrien dan menghasilkan ATP. Pada saat yang sama,
reaksi ini juga melepaskan Karbon dioksida. Karena jumlah karbondioksida yang
berlimpah akan menghasilkan keasaman yang bersifat racun bagi tubuh, maka CO2
yang berlimpah harus dibuang dengan cepat dari sel tubuh (Soewolo, 2003).

Pusat kontrol yang ada di medulla oblongata juga membantu mempertahankan


homeostasis dengan cara memonitor kadar CO2 dalam darah dan mengatur jumlah
CO2 yang dibuang oleh alveoli saat ekspirasi. Petunjuk utama mengenai konsentrasi
CO2 datang dari munculnya sedikit perubahan pH darah dan cairan jaringan yang
menggenangi otak. CO2 bereaksi dengan H2O untuk membentuk H2CO3, yang akan
menurunkan pH. Ketika pusat control yang ada di medulla oblongata mendeteksi
adanya penurunan pH, pusat control tersebut akan meningkatkan kedalaman dan laju
pernapasan.n Kelebihan CO2 dibuang dalam udara ekspirasi. Peningkatan konsentrasi
CO2 umumnya merupakan indikasi kuat mengenai adanya penurunan konsentrasi O 2,
karena CO2 dihasilkan melalui proses yang sama dengan proses konsumsi O2, yakni
respirasi seluler (Alvyanto, 2009).

C. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk:
1. Menentukan volume tidal, volume cadangan ekspirasi, kapasitas vital, volume
cadangan inspirasi
2. Mengetahui frekuensi pernapasan, faktor-faktor yang mempengaruhi irama
pernapasan
3. Mendapatkan kandungan CO2 dalam udara ekspirasi
D. Alat dan Bahan
Alat: Bahan:
1. Spirometer 1. Alcohol 70%
2. Pipa tiup 2. Aquades
3. Kantung plastik 3. Phenolpothalen
4. Buret 4. NaOH 0,1 M
5. Labu Erlenmeyer 125 ml
6. Tutup labu Erlenmeyer
7. Statis
8. Pipa kaca

E. CARA KERJA
1. Mengukur volume pernapasan

Persiapan: pipa tiup dicuci dengan alkohol 70% setiap akan dipakai; pipa tiup
dipasang pada spirometer; skala diatur menunjukkan angka 0 (nol) sebelum
spirometer digunakan; udara pernapasan ditiup melalui mulut.
a. Menghirup udara dengan inspirasi normal, kemudian
menghembuskan sekuat mungkin pada spirometer yang terbaca
menunjukkan volume tidal dan volume cadangan ekspirasi. Diulangi
tiga kali dan dimabil rata-ratanya.

b. Menghembuskan udara dengan ekspirasi normal, kemudian


menghembuskan lagi udara sekuat mungkin. Ini adalah volume
cadangan ekspirasi. Diulangi tiga kali dan diambil rata-ratanya.

c. Hasil langkah 1 dikurangkan hasil langkah 2. Ini adalah volume


tidal.

d. Menghembuskan sebanyak mungkin udara setelah bernapas


dalam-dalam. Ini adalah kapasitas vital. Diulangi tiga kali dan
dirata-rata.

e. Hasil langkah 4 dikurangi langkah 1 diperoleh volume cadangan


inspirasi.

2. Irama pernapasan

a. Pelaku duduk santai, frekuensi pernapasan dihitung dalam 1 menit

b. Pelaku diminta bernapas cepat selama 1 menit, setelah ditu


diminta bernapas normal selama 1 menit. Frekuensi pernapasan
dihitung setelah bernapas normal per menit.

c. Pelaku memegang kantong plastik sedemikian rupa sehingga


mulut dan hidung berada di dalam kantong. Pelaku diminta
bernapas selama 2 menit. Kemudian bernapas normal di luar
kantong plastik. Frekuensi pernapasan dihitung per menit setelah
bernapas normal di luar kantong plastik.

d. Pelaku lari di tempat 60 langkah, setelah itu duduk di kursi,


frekuensi pernapasan dihitung per menit.
e. Langkah 1-4 diulangi setiap kali selesai melakukan kegiatan
pelaku menarik napas panjang, menutup hidung, menahan selama
mungkin sampai pelaku harus bernapas lagi. Waktu dicatat.

f. Perlakuan 5 diulang tetapi pelaku menghembuskan napas


panjang. Hasil dicatat.

3. Kandungan CO2 dalam udara ekspirasi

a.Mengisi 2 labu Erlenmeyer dengan 100ml aquades

b. Pada tiap labu Erlenmeyer ditambahakan 3-5 tetes phenolptalin


dan kemudian 5 tetes 0,1 M NaOH. Larutan menjadi bewarna merah
delima dan ditutup rapat-rapat kedua labunya.

c. Sedotan dimasukkan pada salah satu labu. Udara pernapasan ke


dalam labu melalui pipa sampai warna merah hilang. Waktu yang
diperlukan dicatat.

d. Pelaku lari di tempat 60 langkah, kemudian menghembuskan


udara ke dalam labu sampai warna hilang. Waktu yang diperlakukan
dicatat.

e. Melakukan titrasi dengan cara:

Buret diisi dengan larutan 0,1 M NaOH. Batas


volume larutan dicatat.

Labu Erlenmeyer berisi larutan diletakkan tepat


di bawah ujung bawah buret dengan memberi
landasan kertas putih.

Larutan dalam buret diteteskan ke dalam labu


setetes demi setetes dengan perlahan-lahan,
setiap tetes labu digoyang.
Ditetesi dan digoyang tersu sambil diamati
dengan cermat bila terjadi perubahan warna dari
tidak berwarna menjadi merah.

Bila sudah nampak ada perubahan warna,


penetesan dihentikan. Ini berarti titik ekivalen
sudah terlewati, angka batas volume pada buret
dicatat.

Titik ekivalensi ditentukan terletak pada


pertengahan antara angka volume NaOH saat
mulai namapk terjadi perubahan warna dengan
satu angka sebelumnya.

Volume zat pentiter (NaOH) yang terpakai


dihitungsehingga tercapai titik ekivalen tadi
dengan pedoman 1ml 0,1 M NaOH setara
dengan 10µmol CO2

F. HASIL PENGAMATAN
1. Mengukur volume pernafasan
Ulangan
No Volume Pernafasan Rata-rata
1 2 3

1 Volume tidal + volume cadangan ekspirasi 2,8 L 3,4 L 3,4 L 3,2 L

2 Volume cadangan ekspirasi 2,1 L 2,3 L 1,9 L 2,1 L

3 Volume tidal x1-x2 = 1,1 L = 1100 mL

Ulangan Rata-rata

1 2 3

4 Kapasitas vital 4,1 L 3,8 L 4,4 L 4,1 L

5 Volume cadangan inspirasi x1-x3 = 0,9 L = 900 mL


2. Irama Pernapasan
Selesai kegiatan Selesai kegiatan
menarik nafas menghembuskan
Panjang, menutup nafas Panjang,
Frekuensi hidung, menahan menutup hidung,
Kegiatan
Pernapasan hingga harus menahan hingga
bernapas lagi harus bernapas lagi
(waktu yang (waktu yang
diperlukan) diperlukan)
Duduk santai 21/menit 30 detik 20 detik
Bernafas cepat 1 menit,
bernafas normal 1 32/menit 38 detik 31 setik
menit
Memegang kantong
plastic (mulut dan
hidung dalam kantong)
39/menit 33 detik 23 detik
bernafas 2 menit.
Bernafas normal diluar
kantong plastik
Lari 60 langkah, duduk
55/menit 11 detik 28 detik
di kursi

3. Kandungan CO2 dalam udara ekspirasi


Kegiatan Waktu yang diperlukan (menit)
Meniupkan udara pernafasan dalam tabung
31,89 detik
melalui pipa kaca sampai warna merah hilang
Menghembuskan udara pernafasan setelah lari
39,44 detik
60 langkah

Titrasi Keadaan normal (volume) Setelah berlari (volume)


Batas volume larutan buret 9 mL 10,1 mL
sebelum titrasi
Batas voume larutan buret 10,1 mL 10,5 mL
setelah titrasi
Volume zat pentiter (NaOH) 1,1 mL 0,4 mL
yang terpakai
Dengan pedoman 1 ml 0,1 11 µmol CO2 4µmol CO2
NaOH setara dengan 10 µmol
CO2

G. ANALISIS DATA
1. Mengukur volume pernafasan
Untuk mengukur volume pernafasan, yang diukur adalah volume tidal,
volume cadangan ekspirasi, kapasitas vital, volume cadangan inspirasi. Mula-mula
responden diminta untuk menghirup udara dengan inspirasi normal, kemudian
menghembuskan sekuat mungkin pada spirometer. Diulangi sebanyak 3 kali
pengulangan. Dengan membaca skala pada spirometer, didapat 2,8 L, 3,4 L, dan 3,4
L yang dicatat sebagai volume tidal ditambah volume cadangan ekspirasi dan
didapat rata-ratanya yaitu 3,2 L (x1). Selanjutnya responden diminta untuk
menghembuskan udara dengan ekspirasi normal, kemudian menghembuskan udara
sekuat mungkin. Dengan membaca skala spirometer didapat hasil yaitu 2,1 L, 2,3 L,
1,9 L yang dicatat sebagai volume cadangan ekspirasi dan didapat rata-raranya
adalah 2,1 L (x2). Pengurangan hasil rata-rata x1 dan x2 adalah 1,1L atau 1100 mL
yang dicatat sebagai volume tidal. Selanjutnya responden diminta untuk menghirup
nafas dalam-dalam dan menghembuskan udara sebanyak mungkin, diulangi
sebanyak 3 kali. Didapatkan hasil 4,1 L pada pengulangan pertama, 3,8 L pada
pengulangan kedua, 4,4 L pada pengulangan ketiga, sehingga didapat rata-rata 4,1 L
(x3) yang dicatat sebagai kapasitas vital. Pengurangan antara x1 dan x4 adalah 0,9 L
atau 900mL yang dicatat sebagai volume cadangan inspirasi.

2. Irama Pernafasan
Untuk mengukur irama pernafasan, mula-mula dilihat frekuensi pernafasan
responden saat duduk santai, didapat 21 kali menarik dan menghembuskan nafas
dalam waktu satu menit. Setelah itu responden diminta menarik nafas panjang lalu
menutup hidung, menahan nafas sampai responden tersebut harus bernafas lagi,
waktu yang diperlukan responden untuk menahan nafas adalah 30 detik. Setelah itu
responden diminta untuk menghembuskan nafas panjang, menutup hidung lalu
menahan hingga responden tersebut harus bernafas lagi, waktu yang diperlukan
responden untuk menahan nafas adalah 20 detik.
Perlakuan selanjutnya adalah responden diminta untuk bernafas cepat selama
1 menit kemudian bernafas normal selama satu menit, setelah itu diamati seperti
sebelumnya yaitu dilihat frekuensi pernafasan responden, didapat 32 kali menarik
dan menghembuskan nafas dalam waktu satu menit. Setelah itu responden diminta
menarik nafas panjang lalu menutup hidung, menahan nafas sampai responden
tersebut harus bernafas lagi, waktu yang diperlukan responden untuk menahan nafas
tersebut adalah 38 detik. Setelah itu responden diminta untuk menghembuskan nafas
panjang, menutup hidung lalu menahan hingga responden tersebut harus bernafas
lagi, waktu yang diperlukan responden untuk menahan nafas tersebut adalah 31
detik.
Selanjutnya diberi perlakuan awal yaitu responden diminta bernafas selama
dua menit didalan kantong plastic (mulut dan hidung masuk dalam kantong plastik).
Setelah 2 menit, responden diminta bernafas normal diluar kantong plastic, lalu
diamati frekuensi pernafasan responden, didapat 39 kali menarik dan
menghembuskan nafas dalam waktu satu menit. Setelah itu responden diminta
menarik nafas panjang lalu menutup hidung, menahan nafas sampai responden
tersebut harus bernafas lagi, waktu yang diperlukan responden untuk menahan nafas
tersebut adalah 33 detik. Setelah itu responden diminta untuk menghembuskan nafas
panjang, menutup hidung lalu menahan hingga responden tersebut harus bernafas
lagi, waktu yang diperlukan responden untuk menahan nafas tersebut adalah 23
detik.
Perlakuan yang terakhir adalah responden diminta untuk lari 60 langkah, lalu
duduk dikursi. Pengamatan yang dilakukan adalah sama yaitu dengan diamati
frekuensi pernafasan responden, didapat 55 kali menarik dan menghembuskan nafas
dalam waktu satu menit. Setelah itu responden diminta menarik nafas panjang lalu
menutup hidung, menahan nafas sampai responden tersebut harus bernafas lagi,
waktu yang diperlukan responden untuk menahan nafas tersebut adalah 11 detik.
Setelah itu responden diminta untuk menghembuskan nafas panjang, menutup
hidung lalu menahan hingga responden tersebut harus bernafas lagi, waktu yang
diperlukan responden untuk menahan nafas tersebut adalah 28 detik.

3. Kandungan CO2 dalam udara ekspirasi


Untuk menghitung kandungan CO2 dalam udara ekspirasi perlu dilakukaan
proses titrasi. Sebelum itu harus disiapkan terlebih dahulu 2 tabung Erlenmeyer
dengan masing-masing 100 mL aquades yang sudah ditetesi 3-5 tetes phenoptalin
dan 5 tetes 0,1 M NaOH sehingga warna larutan merah delima, setelah larutan
selesai dibuat, larutan ditutup dengan plastik dan karet. Tiap tabung Erlenmeyer
diberi perlakuan yang berbeda. Tabung Erlenmeyer pertama ditiup oleh responden
menggunakan sedotan sampai warna merah menghilang, dan waktu yang diperlukan
adalah 31,89 detik. Pada tabung yang kedua, responden diminta untuk berlari 60
langkah terlebih dahulu sebelum meniup tabung tersebut. Didapat 39,44 detik waktu
yang diperlukan untuk meniup tabung sampai larutan berubah warna menjadi
bening.
Setelah didapat dua tabung Erlenmeyer yang berisikan larutan dengan
perlakuan berbeda, masing-masing larutan dititrasi dengan larutan 0,1 M NaOH.
Pada larutan pertama, yaitu tabung dengan larutan yang ditiup dengan keadaan
normal, batas volume larutan buret sebelum titrasi adalah 9 mL, larutan dititrasi
dengan NaOH sampai berwarna merah muda/nila. Setelah terjadi perubahan warna,
batas volume larutan buret setelah titrasi adalah 10,1 mL sehingga didapat volume
zat pentiter (NaOH) yang terpakai adalah 1,1 mL. Dengan pedoman 1 mL 0,1 M
NaOH setara dengan 10 µmol CO2, maka kandungan CO2 dalam udara ekspirasi
dengan keadaan normal adalah 11 µmol CO2. Pada larutan kedua, yaitu tabung
dengan larutan yang ditiup setelah berlari 60 langkah, batas volume larutan buret
sebelum titrasi adalah 10,1 mL, larutan dititrasi dengan NaOH sampai berwarna
merah muda/nila. Setelah terjadi perubahan warna, batas volume larutan buret
setelah titrasi adalah 10,5 mL sehingga didapat volume zat pentiter (NaOH) yang
terpakai adalah 0,4 mL. Dengan pedoman 1 mL 0,1 M NaOH setara dengan 10
µmol CO2, maka kandungan CO2 dalam udara ekspirasi dengan keadaan setelah
berlari 60 langkah adalah 4 µmol CO2.
H. PEMBAHASAN
1. Mengukur volume pernapasan

Pada pengukuran volume pernapasan digunakan alat spirometer. Spirometer


adalah alat untuk mengukur volume udara yang bergerak masuk dan keluar dari paru-
paru, dan proses pengambilan pengukuran ini disebut spirometri (Harahap and
Aryasuti, 2012).
Pelaku pada pengukuran kali ini adalah anggota kelompok bernama Rivan.
Rivan dalam kesehariannya adalah seorang laki-laki yang aktif berolahraga. Pada
saat pelaku menghirup udara dengan inspirasi normal, kemudian menghembuskan
sekuat mungkin pada spirometer dengan ulangan 3 kali, diketahui rerata hasilnya
adalah 3,2 L. Volume tersebut merupakan volume tidal dan volume cadangan
ekspirasi. Hal ini kurang sesuai dengan yang dinyatakan Soewolo (2003) bahwa bila
setelah inspirasi normal kemudian dihembuskan sekuat mungkin, akan keluar 1,2 L
udara disamping 0,5 L volume tidal. Guyton and Hall (2005) juga menyatakan
Expiratory reserve volume (volume cadangan ekspirasi) sejumlah 1,2 L pada pria
dan 0,7 L pada wanita. Tingginya selisih antara hasil pengamatan dan literature
disebabkan aktivitas olah raga pelaku cukup tinggi, sesuai dengan pernyataan
Guyton and Hall (1997) yang menyatakan bahwa kebiasaan olah raga akan
meningkatkan kapasitas paru dan akan meningkat 30 – 40%.

Pada saat pelaku mengembuskan udara dengan ekspirasi normal, kemudian


menghembuskan udara kembali sekuat mungkin, didapatkan volume cadangan
ekspirasi dengan rerata hasil 2,1 L. Langkah ini sesuai dengan pernyataan Basoeki
(2000) menyatakan bahwa langkah tersebut digunakan untuk mengetahui volume
cadangan ekspirasi. Guyton and Hall (2005) juga menyatakan Expiratory reserve
volume (volume cadangan ekspirasi sejumlah 1,2 L pada pria dan 0,7 L pada wanita.
Tingginya selisih antara hasil pengamatan dan literature disebabkan aktivitas olah
raga pelaku cukup tinggi, sesuai dengan pernyataan Guyton and Hall (1997) yang
menyatakan bahwa kebiasaan olah raga akan meningkatkan kapasitas paru dan
akan meningkat 30 – 40%.

Volume tidal adalah jumlah udara yang masuk ke dalam dan ke luar dari paru pada
pernapasan biasa (Harahap and Aryasuti, 2012). Volume tidal ini didapatkan dari
pengurangan dari rata-rata kegiatan 1 dengan rata-rata kegiatan 2 sehingga diperoleh
hasil sebesar 1,1L. Hal ini kurang sesuai dengan pernyataan Soewolo (2003) yang
menyatakan volume tidal kira-kira sebanyak 500 mL atau 0,5 L. Ketidaksesuaian ini
terjad akibat kondisi pelaku yang tidak dalam keadaan baik dan beberapa faktor lain
yang berpengauh.
Pada saat pelaku menghembuskan sebnayak mungkin udara setelah bernapas
dalam-dalam, didapatkan hasil kapasital vital. Rerata hasil kapasitas pelaku adalah 4,
1 L. Soewolo, dkk. (2003) yang menyatakan bahwa kapasitas vital yang merupakan
sejumlah volume cadangan inspiratori dengan volume tidal dan volume cadangan
ekspirasi adalah sebesar 4,8 L. Hasil dari kapasitas vital pelaku belum mencapai
standart yang dikemukakan Guyton and Hall (2005), tetapi sudah melebihi kapasitas
vital paru-paru perempuan. Hal ini dikarenakan pada saat praktikum, pelaku belum
sempat sarapan dan tidak dalam kondisi yang fit, walapun dalam kesehariannya
pelaku rajin berolah raga. Guyton and Hall (2005) lebih lanjut menyatakan bahwa
kapasitas vital paru dapat dipengaruhi oleh kebiasaan seseorang melakukan olahraga
(dalam hal ini berlari). Olah raga dapat meningkatkan aliran darah melalui paru-paru
sehingga menyebabkan oksigen dapat berdifusi ke dalam kapiler paru dengan volume
yang lebih besar atau maksimum. Kapasitas vital pada seorang atletis lebih besar
daripada orang yang tidak pernah berolahraga. Kebiasaan olah raga akan
meningkatkan kapasitas paru dan akan meningkat 30-40 % (Guyton & Hall, 1997:
605).

Average lung volumes in healthy adults

Volume Value (litres)

In men In women

Inspiratory reserve volume (IRV) 3.1 1.9

Tidal volume (TV) 0.5 0.5

Expiratory reserve volume 1.2 0.7


(ERV)

Residual volume (RV) 1.2 1.1

Tabel 1. Volume paru rata-rata pada orang dewasa yang sehat

Sumber: Guyton and Hall (2005)

Lung capacities in healthy adults

Volume Average value (litres) Derivation

In men In women

Vital capacity 4.8 3.1 IRV + TV + ERV

Inspiratory capacity 3.6 2.4 IRV + TV


Functional residual capacity 2.4 1.8 ERV + RV

Total lung capacity 6.0 4.2 IRV + TV + ERV + RV

Tabel 2. Kapasitas paru-paru pada orang dewasa yang sehat

Sumber: Guyton and Hall (2005)

Volume cadangan inpirasi diperoleh dari pengurangan rata-rata kegiatan 1


dengan kegiatan 4 sehingga hasilnya adalah 0,9 L. Hal ini kurang sesui dengan
pernyataan Soewolo (2003) yang menyatakan volume cadangan inspirasi rata-rata
adalah 3,1 L. Adanya selisih yang besar ini dipengaruhi oleh kondisi pelaku yang
tidak fit dan beberapa faktor lain yang mempengaruhi volume pernapasan.

Faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, bentuk tubuh, dan kondisi fisik
memiliki pengaruh pada volume dan kapasitas paru-paru. Paru-paru biasanya
mencapai kapasitas maksimalnya di awal masa dewasa dan menurun seiring
bertambahnya usia setelah itu (Ostrowski ang Barud, 2006). Faktor yang
mempengaruhi volume pernapasan lebih lanjut dijabarkan sebagai berikut:

1. Jenis kelamin

Volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira 20 sampai 25 persen
lebih kecil daripada pria, dan lebih besar lagi pada atletis dan orang yang bertubuh
besar daripada orang yang bertubuh kecil dan astenis (Guyton & Hall, 1997:605).
Kapasitas paru pada pria lebih besar yaitu 4,8 L dibandingkan pada wanita
yaitu 3,1 L (Tambayong, 2001).
2. Usia
Usia berhubungan dengan proses penuaan atau bertambahnya umur. Semakin
tua usia seseorang maka semakin besar kemungkinan terjadi penurunan fungsi
paru (Suyono, 1995). Kebutuhan zat tenaga terus meningkat sampai akhirnya
menurun setelah usia 40 tahun berkurangnya kebutuhan tenaga tersebut dikarenakan
telah menurunnya kekuatan fisik. Dalam keadaan normal, usia juga
mempengaruhi frekuensi pernapasan dan kapasitas paru. Frekuensi pernafasan
pada orang dewasa antara 16-18 kali permenit, pada anak-anak sekitar 24 kali
permenit sedangkan pada bayi sekitar 30 kali permenit. Walaupun pada orang
dewasa pernapasan frekuensi pernafasan lebih kecil dibandingkan dengan
anak-anak dan bayi, akan tetapi KVP pada orang dewasa lebih besar
dibanding anak-anak dan bayi. Dalam kondisi tertentu hal tersebut akan berubah
misalnya akibat dari suatu penyakit, pernafasan bisa bertambah cepat dan
sebaliknya (Syaifudin, 1997).
3. Kebiasaan olah raga
Kesegaran jasmani berkenaan dengan kondisi fisik seseorang dalam
melaksanakan tugas sehari-hari secara efisien dalam waktu yang relatif lama tanpa
mengalami kelelahan yang berarti dan masih memiliki cadangan tenaga untuk
melakukan aktivitas lainnya. Kapasitas vital paru dapat dipengaruhi oleh
kebiasaan seseorang melakukan olahraga. Olah raga dapat meningkatkan aliran
darah melalui paru-paru sehingga menyebabkan oksigen dapat berdifusi ke dalam
kapiler paru dengan volume yang lebih besar atau maksimum. Kapasitas vital
pada seorang atletis lebih besar daripada orang yang tidak pernah berolahraga.
Kebiasaan olah raga akan meningkatkan kapasitas paru dan akan meningkat 30
– 40 % (Guyton & Hall, 1997).

2. Irama pernafasan

Dalam kondisi normal, rata-rata orang dewasa membutuhkan 12 hingga 15


napas per menit. Napas adalah satu siklus pernapasan lengkap yang terdiri dari satu
inspirasi dan satu ekspirasi (Harahap and Aryasuti, 2012). Pelaku dalam pengamatan
kali ini adalah anggota kelompok yang bernama Dita. Pada kegiatan pertama dengan
duduk santai, diketahui frekuensi pernapasan pelaku 21 kali/menit. Setelah selesai
kegiatan menarik napas panjang, menutup hidung, menahan napas hingga
membutuhkan waktu 30 detik untuk harus bernapas lagi. Setelah selesai kegiatan
menghembuskan napas panjang, menutup hidung, menahan napas hingga
membutuhkan waktu 20 detik untuk harus bernapas lagi. Hal ini didukung oleh
pernyataan Syaifudin (1997) posisi tubuh, posisi berbaring frekuensi respirasi
13/menit, dan pada posisi duduk 18/menit dan 22/menit pada posisi berdiri.
Frekuensi pernapasan meningkat saat berjalan atau berlari dibandingkan posisi diam.
frekuensi pernapasan posisi berdiri lebih cepat dibandingkan posisi duduk. Frekuensi
pernapasan posisi tidur terlentang lebih cepat dibandingkan posisi tengkurap.
Pada kegiatan kedua pelaku bernapas cepat 1 menit, bernapas normal 1 menit,
menghasilkan frekuensi pernapasan sebanyak 32 kali per menit. Setelah selesai
kegiatan menarik napas panjang, menutup hidung, menahan napas hingga
membutuhkan waktu 38 detik untuk harus bernapas lagi. Setelah selesai kegiatan
menghembuskan napas panjang, menutup hidung, menahan napas hingga
membutuhkan waktu 31 detik untuk harus bernapas lagi. Frekuensi pernapasan pada
kegiatan ini lebih tinggi dari frekuensi sebelumnya karena pelaku telah melakukan
pernapasan dengan cepat sebelumnya.
Pada kegiatan ketiga pelaku bernapas dalam kantong selama 2 menit,
dilanjutkan bernapas normal diluar kantong selama 2 menit, sehingga menghasilkan
frekuensi pernapasan sebanyak 39 kali/menit. Setelah selesai kegiatan menarik napas
panjang, menutup hidung, menahan napas hingga membutuhkan waktu 33 detik
untuk harus bernapas lagi. Setelah selesai kegiatan menghembuskan napas panjang,
menutup hidung, menahan napas hingga membutuhkan waktu 23 detik untuk harus
bernapas lagi. Ketika bernafas di dalam plastik, maka ketersediaan oksigen sangat
terbatas hanya pada lingkungan di dalam plastik tersebut. Ketika sekian kali
respirasi, maka ketersediaan oksigen di dalam plastik semakin berkurang berganti
dengan karbondioksida karena hasil dari ekshalasi berupa karbondioksida. Dalam
keadaan seperti ini akan semakin sulit untuk mengambil oksigen pada inhalasi
karena plastik semakin berisi dengan karbondioksidadan ketersediaan oksigen
semakin berkurang sehingga irama pernafasan yang terjadi semakin pelan karena
sesak. Jika hal ini terus berlanjut maka akan menyebabkan sesak nafas (Syaifudin,
1997:92).

Pada kegiatan terakhir, pelaku lari sejauh 60 langkah, duduk di kursi, setelah
dihitung frekuensi pernapasannya menghasilkan 55 kali/menit. Setelah selesai
kegiatan menarik napas panjang, menutup hidung, menahan napas hingga
membutuhkan waktu 21 detik untuk harus bernapas lagi. Setelah selesai kegiatan
menghembuskan napas panjang, menutup hidung, menahan napas hingga
membutuhkan waktu 28 detik untuk harus bernapas lagi. Pada kegiatan terakhir ini,
pelaku menghasilkan frekuensi pernapasan tertinggi disbanding kegiatan sebelumnya
dan menghasilkan waktu yang paling cepat untuk harus bernapas lagi. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Soewolo (2003) yang menyatakan setelah melakukan aktivitas
(misalnya: berlari), metabolisme dalam tubuh meningkat terutama untuk
metabolisme asam laktat dalam sel yang banyak menghasilkan CO2 dan panas.
Selama berlari, penggunaan O2 oleh otot yang bekerja bertambah. Sehingga PO2
dalam jaringan dan dalam darah menurun. Difusi O2 dan darah ke jaringan bertambah
sehingga PO2 darah pada otot berkurang dan pelepasan O2 dari hemoglobin
meningkat. Selama olahraga, penggunaan oksigen dapat meningkat sampai sebanyak
30 kali lipat. Harus ada mekanisme untuk menyesuaikan usaha respirasi terhadap
tuntutan metabolik (Soewolo, 2003).
Perbedaan frekuensi irama pernafasan yang terjadi dapat disebabkan karena
faktor usia, jenis kelamin dan berat tubuh. Hal ini sesuai dengan sumber yang
menyatakan bahwa irama dasar respirasi ditentukan oleh sistem saraf dalam medulla
dan pons. Ukuran rongga dada dipengaruhi oleh kegiatan otot pernafasan. Otot-otot
ini berkontraksi dan relaksasi sebagai respon impuls saraf yang ditransmisi
kepadanya dari pusat di otak (Soewolo, 2003).

3. Kandungan CO2 dalam Udara Ekspirasi

Pada perlakuan ketiga, subjek yang bernama Riv’an melakukan peniupan pada
gelas Erlenmeyer yang berisi larutan fenoftalein dan NaOH yang bewarna merah
muda menggunakan sedotan. Peniupan dilakukan dalam keadaan pernapasan subjek
normal dan dilakukan hingga warna merah muda hilang. Waktu yang dibutuhkan
untuk mengubah warna larutan tersebut diperlukan 31,89 detik. Sedangkan pada gelas
Erlenmeyer yang kedua dilakukan hal yang sama namun sebelum peniupan, subjek
diharuskan berlari sejauh 60 langkah, waktu yang didapat untuk mengubah warna
adalah 39,49 detik. Berdasarkan literature, jika suatu larutan standar NaOH
mengabsorbsi CO2, normalitas dari larutan akan terpengaruh, dan apabila indicator
yang digunakan adalah fenolftalein maka akan berpengaruh pada perubahan warnanya
(Day, dkk, 1991). Fenolftalein tidak akan bewarna ketika pH nya kurang dari 8, akan
mengahasilkan warna merah muda ketika pH nya 8-10, dan akan kembali bening lagi
ketika pH nya lebih dari 10 (Muchtaridi, 2006). Sebuah larutan CO2 jenuh memiliki
PH kurang lebih 3,9, sehingga dapat dikatakan asam, sedangkan pH dari fenolftalein
8,0 sampai 9,6 (Day, dkk, 1991). Jadi untuk dapat berubah warna, dibutuhkan waktu
yang berbanding terbalik dengan kadar CO2 pada ekspirasi. Namun dalam praktikum,
hasil yang didapat tidak sesuai dengan literature, dimana seharusnya waktu untuk
mengubah warna lebih cepat pada gelas Erlenmeyer yang diberi perlakuan setelah
berlari 60 langkah bukan pada gelas Erlenmeyer yang diberi perlakuan saat napas
normal.

Ketika dilakukan uji titrasi, banyaknya volume zat NaOH 0.1 M yang
dibutuhkan untuk mengubah larutan dalam Erlenmeyer menjadi merah delima lagi
saat subjek bernapas normal sebesar 1.1 ml, sedangkan volume zat NaOH 0,1 M yang
dibutuhkan untuk mengubah warna adalah 0,4 ml. Perolehan volume zat NaOH 0,1 M
mempengaruhi konsentrasi CO2, semakin tinggi volume zat yang diperoleh, maka
semakin tinggi pula konsentrasi CO2 yang diproleh. Namun berdasarkan hasil
praktikum, hasil yang didapat tidak sesuai dengan literature yang di peroleh.
Berdasarkan hasil teori aktifitas fisik meyebabkan efek pada system pernapasan
melalui mekanisme adaptasi otot. Otot skelet yang mengalami kontraksi saat terjdi
aktifitas fisik akan membutuhkan O2 yang lebih banyak serta memproduksi CO2 yang
banyak juga. Semakin tinggi aktivitas menyebabkan semakin meningkatnya respirasi
(Soewolo,2000). Kebutuhan energy semakin meningkat begitu juga dengan laju
respirasi seluler. Laju respirasi yang meningkat menyebabkan banyaknya O 2 yang
dihirup sehingga volume CO2 semakin banyak dihasilkan (Wilson,1997). Sehingga
data yang diperoleh seharusnya adalah konsentrasi CO2 pada hasil titrasi untuk gelas
erlenmeyer yang diberi perlakuan setelah berlari 60 langkah lebih tinggi daripada
yang diberi perlakuan saat napas normal.

I. KESIMPULAN
1. Volume tidal merupakan jumlah udara yang masuk ke dalam dan ke luar dari
paru pada pernapasan biasa. Volume cadangan ekspirasi didapatkan dengan cara
menghembuskan udara dengan ekspirasi normal, kemudian menghembuskan
udara kembali sekuat mungkin. Volume kapasitas vital diperoleh dengan
menghembuskan udara sebanyak mungkin, setelah bernapas dalam-dalam.
Volume cadangan inspirasi merupakan volume udara tambahan maksimal yang
dapat masuk ke dalam paru setelah melakukan inspirasi normal.
2. Frekuensi pernapasan akan meningkat saat berjalan atau berlari dibandingkan
posisi diam. frekuensi pernapasan posisi berdiri lebih cepat dibandingkan posisi
duduk. Frekuensi pernapasan posisi tidur terlentang lebih cepat dibandingkan
posisi tengkurap.Frekuensi irama pernapasan dipengaruhi oleh faktor usia, jenis
kelamin, dan berat tubuh.

J. Daftar Pustaka
Basoeki, Soedjono, dkk. 2000. Petunjuk Praktikum Anatomi dan Fisiologi Manusia.
Malang: IMSTEP JICA.

Day, R.A., Underwood, A.L. 1991. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Terjemahan oleh Iis Sopyan. 2002. Jakarta: Erlangga

Guyton, Arthur C & Hall, John E. 1997. Fisiologi Kedokteran, Terjemahan Irawati
Setiawan. Jakarta: EGC.

Guyton and hall (2005). Textbook of Medical Physiology (11 ed.). Philadelphia:


Saunders

Harahap, F., & Aryasuti. 2012. Uji Fungsi Paru. Continuing Medical Education.
39(4), 305-307.

Muchtaridi, 2006. Kimia 2. Jakarta: Penerbit Yudhistira

Ostrowski, S., & Barud, W. 2006. Factors Influencing Lung Function: Are the
Predicted. Journal of Physiology and Pharmacology. 57(4), 263-271.

Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: Departemen Pendidikan


Nasional

Soewolo. 2003. Fisiologi Manusia. Malang: Universitas Negeri Malang.

Syaifudin. 1997. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Jakarta: EGC.

Tambayong, Jan. 2001. Anatomi Fisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: Rineka


Cipta.

Wilson, dkk. 1997. Life Cell, Organism, Population. Massachusetts: Sinaver


Associates, inc.
LAMPIRAN

1. Menghitung volume pernafasan


Pelaku : Rivan

Pastikan Lakukan pengukuran Catat skala yang


respirometer volume pernafasan ditunjukkan
menunjukkan skala 0 sesuai petunjuk respirometer

2. Menghitung irama pernafasan


Pelaku : Dita

Pelaku melakukan Pelaku melakukan Pelaku melakukan


kegiatan 1 dan 2 kegiatan 3 kegiatan 4
3. Kandungan CO2 dalam udara ekspirasi
Pelaku: Rivan

Mengisi labu Erlenmeyer


dengan 100 mL aquades, 5
tetes 0,1 M NaOH dan 5 Meniup udara
tetes phenoptalin pernafasan hingga
warna merah hilang
Melakukan kegiatan 1
dan 2

Mengii buret dengan Mencatat skala buret Melakukan titrasi


larutan 0,1 M NaOH

Anda mungkin juga menyukai