yang diampu oleh Dr. Sri Rahayu Lestari, M.Si dan Wira Eka Putra, S.Si., M.Med.Sc.
JURUSAN BIOLOGI
SEPTEMBER 2019
A. Hari dan Tanggal Kegiatan
Rabu,25 September 2019
B. Dasar Teori
Respirasi berarti satu inspirasi dan satu ekspirasi. Seorang dewasa normal
melakukan 14-18 kali respirasi setiap menit, dan dalam keadaan istirahat sebanyak
12-15 kali. Selama ini paru-paru mempertukarkan udara di dalamnya denagn
atmosfir. Untuk mengukur volume udara yang dipertukarkan, dipergunakan
spirometer (respirometer) (Basuki, 2000).
Selama proses bernapas normal, kira-kira 500ml udara bergerak ke saluran
napas dalam setiap inspirasi, dan jumlah yang sama bergerak keluar dalam setiap
ekspirasi. Hanya kira-kira 350 ml volume tidal benar-benar mencapai alveoli,
sedangkan yang 150ml tetap berada di hidung, faring, trakhea, dan bronkhi, yang
disebut sebagai volume udara mati (Soewolo, 2003).
Dengan bernapas sangat kuat, kita dapat menghisap lebih dari 500ml udara.
Kelebihan udara yang dihirup ini, yang disebut volume udara cadangan inspiratori,
rata-rata 3.100ml. Dengan demikian sistem pernapasan dapat menarik 3.100ml
(volume cadangan respiratori) + 500ml (volume udara tidal) = 3.600ml (Soewolo,
2003).
Bila kita melakukan inspirasi normal dan kemudian melakukan ekspirasi
sekuat-kuatnya, kita akan dapat mendorong keluar 1.200ml udara, volume udara ini
disebut volume cadangan ekspiratori. Susudah volume udara cadangan ekspiratori
dihembuskan, sejumlah udara masih tetap berada dalam paru-paru karena tekanan
intrapleural lebih rendah sehingga udara yang tinggal ini dipakai untuk
mempertahankan agar alveoli tetap sedikit menggembung, juga beberapa udara
masih tetap ada pada saluran udara pernapasan. Udara ini disebut udara residu,
jumlahnya kira-kira 1.200ml (Soewolo, 2003).
Kapasitas paru-paru dapat dihitung dengan menjumlah semua volume udara
paru-paru. Kapasitas inspiratori adalah keseluruhan kemampuan inspiratori paru-
paru, yaitu jumlah volume udara tidal dan volume udara cadangan inspiratori =
500ml + 3.100ml = 3.600 ml. Kapasitas residu fungsional adalah jumlah volume
udara residu dan volume udara cadangan ekspiratori = 2.400 ml. Kapasitas vital
adalah volume udara cadangan inspiratori + volume udara tidal + volume udara
cadangan ekspiratori = 4.800ml. Akhirnya, kapasitas total paru merupakan jumlah
semua volume udara, yaitu = 6.000ml (Soewolo, 2003).
Frekuensi pernapasan adalah intensitas memasukkan atau mengeluarkan
udara per menit. Pada umumnya intensitas pernapasan pada manusia berkisar antara
16 - 18 kali. Frekuensi respirasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: usia, jenis
kelamin, aktifitas, kondisi fisik, suhu tubuh dan posisi tubuh (Anonim, 2009).
Menurut Basoeki (2000), respirasi seorang dewasa normal adalah 14-18 kali
per menit, sedangkan dalam keadaan istirahat 12-15 kali. Irama dasar respirasi
dikendalikan oleh sistem saraf dalam medula oblongata dan spons (Soewolo, 2003).
Usia: makin tambah usia, makin kecil frekuensi respirasi seseorang. Anak-
anak lebih banyak frekuensi pernafasannya daripada orang dewasa. Hal ini
disebabkan anak-anak masih dalam usia pertumbuhan sehingga banyak memerlukan
energi. Oleh sebab itu, kebutuhannya akan oksigen juga lebih banyak dibandingkan
orang tua (Anonim, 2009).
Jenis Kelamin: laki-laki lebih banyak frekuensi pernafasannya daripada
perempuan. semakin banyak energi yang dibutuhkan, berarti semakin banyak pula
O2 yang diambil dari udara. Hal ini terjadi karena laki-laki umumnya beraktivitas
lebih banyak daripada perempuan (Anonim, 2009).
Aktifitas dan kondisi fisik: makin terlatih fisik seseorang, makin kecil
frekuensi respirasinya. Jika diperhatikan, orang yang melakukan aktivitas kerja
membutuhkan energi, memiliki frekuensi pernapasan yang besar pula. Berarti,
semakin berat kerjanya maka semakin banyak kebutuhan energinya, sehingga
frekuensi pernapasannya semakin cepat (Anonim, 2009).
Setelah melakukan aktivitas (misalnya: berlari), metabolisme dalam tubuh
meningkat terutama untuk metabolisme asam laktat dalam sel yang banyak
menghasilkan CO2 dan panas. Selama berlari, penggunaan O2 oleh otot yang bekerja
bertambah. Sehingga PO2 dalam jaringan dan dalam darah menurun. Difusi O 2 dan
darah ke jaringan bertambah sehingga PO2 darah pada otot berkurang dan pelepasan
O2 dari hemoglobin meningkat. Selama olahraga, penggunaan oksigen dapat
meningkat sampai sebanyak 30 kali lipat. Harus ada mekanisme untuk
menyesuaikan usaha respirasi terhadap tuntutan metabolik (Soewolo, 2003).
Suhu tubuh: suhu yang tinggi, meningkatkan frekuensi respirasi. Semakin
tinggi suhu tubuh (demam) maka frekuensi pernapasan akan semakin cepat. Di
lingkungan yang panas tubuh mengalami peningkatan metabolisme untuk
mempertahankan suhu agar tetap stabil. Untuk itu tubuh harus lebih banyak
mengeluarkan keringat agar menurunkan suhu tubuh. Aktivitas ini membutuhkan
energi yang dihasilkan dari peristiwa oksidasi dengan menggunakan oksigen
sehingga akan dibutuhkan oksigen yang lebih banyak untuk meningkatkan frekuensi
(Anonim, 2009).
Posisi tubuh, posisi berbaring frekuensi respirasi 13/menit, dan pada posisi
duduk 18/menit dan 22/menit pada posisi berdiri. Frekuensi pernapasan meningkat
saat berjalan atau berlari dibandingkan posisi diam. frekuensi pernapasan posisi
berdiri lebih cepat dibandingkan posisi duduk. Frekuensi pernapasan posisi tidur
terlentang lebih cepat dibandingkan posisi tengkurap (Anonim, 2009).
Namun, masih banyak factor-faktor lain yang lebih dominan mempengaruhi
frekuensi pernapasan yaitu.
1. Emosi seseorang
2. Perasaan seseorang
3. Kejiwaan seseorang.
4. Energi dan aura seseorang
5. Latihan dan kebatinan seseorang
Dalam keadaaan normal, kegiatan inspirasi dan ekpirasi atau menghirup dan
menghembuskan udara dalam bernapas hanya menggunakan sekitar 500 cc volume
udara pernapasan (kapasitas tidal = ± 500 cc). Fase ekspirasi merupakan fase
berelaksasinya otot diafragma (kembali ke posisi semula, mengembang) sehingga
rongga dada mengecil dan tekanan menjadi lebih besar, akibatnya udara keluar dari
paru-paru (Mrwaldi, 2009).
C. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk:
1. Menentukan volume tidal, volume cadangan ekspirasi, kapasitas vital, volume
cadangan inspirasi
2. Mengetahui frekuensi pernapasan, faktor-faktor yang mempengaruhi irama
pernapasan
3. Mendapatkan kandungan CO2 dalam udara ekspirasi
D. Alat dan Bahan
Alat: Bahan:
1. Spirometer 1. Alcohol 70%
2. Pipa tiup 2. Aquades
3. Kantung plastik 3. Phenolpothalen
4. Buret 4. NaOH 0,1 M
5. Labu Erlenmeyer 125 ml
6. Tutup labu Erlenmeyer
7. Statis
8. Pipa kaca
E. CARA KERJA
1. Mengukur volume pernapasan
Persiapan: pipa tiup dicuci dengan alkohol 70% setiap akan dipakai; pipa tiup
dipasang pada spirometer; skala diatur menunjukkan angka 0 (nol) sebelum
spirometer digunakan; udara pernapasan ditiup melalui mulut.
a. Menghirup udara dengan inspirasi normal, kemudian
menghembuskan sekuat mungkin pada spirometer yang terbaca
menunjukkan volume tidal dan volume cadangan ekspirasi. Diulangi
tiga kali dan dimabil rata-ratanya.
2. Irama pernapasan
F. HASIL PENGAMATAN
1. Mengukur volume pernafasan
Ulangan
No Volume Pernafasan Rata-rata
1 2 3
Ulangan Rata-rata
1 2 3
G. ANALISIS DATA
1. Mengukur volume pernafasan
Untuk mengukur volume pernafasan, yang diukur adalah volume tidal,
volume cadangan ekspirasi, kapasitas vital, volume cadangan inspirasi. Mula-mula
responden diminta untuk menghirup udara dengan inspirasi normal, kemudian
menghembuskan sekuat mungkin pada spirometer. Diulangi sebanyak 3 kali
pengulangan. Dengan membaca skala pada spirometer, didapat 2,8 L, 3,4 L, dan 3,4
L yang dicatat sebagai volume tidal ditambah volume cadangan ekspirasi dan
didapat rata-ratanya yaitu 3,2 L (x1). Selanjutnya responden diminta untuk
menghembuskan udara dengan ekspirasi normal, kemudian menghembuskan udara
sekuat mungkin. Dengan membaca skala spirometer didapat hasil yaitu 2,1 L, 2,3 L,
1,9 L yang dicatat sebagai volume cadangan ekspirasi dan didapat rata-raranya
adalah 2,1 L (x2). Pengurangan hasil rata-rata x1 dan x2 adalah 1,1L atau 1100 mL
yang dicatat sebagai volume tidal. Selanjutnya responden diminta untuk menghirup
nafas dalam-dalam dan menghembuskan udara sebanyak mungkin, diulangi
sebanyak 3 kali. Didapatkan hasil 4,1 L pada pengulangan pertama, 3,8 L pada
pengulangan kedua, 4,4 L pada pengulangan ketiga, sehingga didapat rata-rata 4,1 L
(x3) yang dicatat sebagai kapasitas vital. Pengurangan antara x1 dan x4 adalah 0,9 L
atau 900mL yang dicatat sebagai volume cadangan inspirasi.
2. Irama Pernafasan
Untuk mengukur irama pernafasan, mula-mula dilihat frekuensi pernafasan
responden saat duduk santai, didapat 21 kali menarik dan menghembuskan nafas
dalam waktu satu menit. Setelah itu responden diminta menarik nafas panjang lalu
menutup hidung, menahan nafas sampai responden tersebut harus bernafas lagi,
waktu yang diperlukan responden untuk menahan nafas adalah 30 detik. Setelah itu
responden diminta untuk menghembuskan nafas panjang, menutup hidung lalu
menahan hingga responden tersebut harus bernafas lagi, waktu yang diperlukan
responden untuk menahan nafas adalah 20 detik.
Perlakuan selanjutnya adalah responden diminta untuk bernafas cepat selama
1 menit kemudian bernafas normal selama satu menit, setelah itu diamati seperti
sebelumnya yaitu dilihat frekuensi pernafasan responden, didapat 32 kali menarik
dan menghembuskan nafas dalam waktu satu menit. Setelah itu responden diminta
menarik nafas panjang lalu menutup hidung, menahan nafas sampai responden
tersebut harus bernafas lagi, waktu yang diperlukan responden untuk menahan nafas
tersebut adalah 38 detik. Setelah itu responden diminta untuk menghembuskan nafas
panjang, menutup hidung lalu menahan hingga responden tersebut harus bernafas
lagi, waktu yang diperlukan responden untuk menahan nafas tersebut adalah 31
detik.
Selanjutnya diberi perlakuan awal yaitu responden diminta bernafas selama
dua menit didalan kantong plastic (mulut dan hidung masuk dalam kantong plastik).
Setelah 2 menit, responden diminta bernafas normal diluar kantong plastic, lalu
diamati frekuensi pernafasan responden, didapat 39 kali menarik dan
menghembuskan nafas dalam waktu satu menit. Setelah itu responden diminta
menarik nafas panjang lalu menutup hidung, menahan nafas sampai responden
tersebut harus bernafas lagi, waktu yang diperlukan responden untuk menahan nafas
tersebut adalah 33 detik. Setelah itu responden diminta untuk menghembuskan nafas
panjang, menutup hidung lalu menahan hingga responden tersebut harus bernafas
lagi, waktu yang diperlukan responden untuk menahan nafas tersebut adalah 23
detik.
Perlakuan yang terakhir adalah responden diminta untuk lari 60 langkah, lalu
duduk dikursi. Pengamatan yang dilakukan adalah sama yaitu dengan diamati
frekuensi pernafasan responden, didapat 55 kali menarik dan menghembuskan nafas
dalam waktu satu menit. Setelah itu responden diminta menarik nafas panjang lalu
menutup hidung, menahan nafas sampai responden tersebut harus bernafas lagi,
waktu yang diperlukan responden untuk menahan nafas tersebut adalah 11 detik.
Setelah itu responden diminta untuk menghembuskan nafas panjang, menutup
hidung lalu menahan hingga responden tersebut harus bernafas lagi, waktu yang
diperlukan responden untuk menahan nafas tersebut adalah 28 detik.
Volume tidal adalah jumlah udara yang masuk ke dalam dan ke luar dari paru pada
pernapasan biasa (Harahap and Aryasuti, 2012). Volume tidal ini didapatkan dari
pengurangan dari rata-rata kegiatan 1 dengan rata-rata kegiatan 2 sehingga diperoleh
hasil sebesar 1,1L. Hal ini kurang sesuai dengan pernyataan Soewolo (2003) yang
menyatakan volume tidal kira-kira sebanyak 500 mL atau 0,5 L. Ketidaksesuaian ini
terjad akibat kondisi pelaku yang tidak dalam keadaan baik dan beberapa faktor lain
yang berpengauh.
Pada saat pelaku menghembuskan sebnayak mungkin udara setelah bernapas
dalam-dalam, didapatkan hasil kapasital vital. Rerata hasil kapasitas pelaku adalah 4,
1 L. Soewolo, dkk. (2003) yang menyatakan bahwa kapasitas vital yang merupakan
sejumlah volume cadangan inspiratori dengan volume tidal dan volume cadangan
ekspirasi adalah sebesar 4,8 L. Hasil dari kapasitas vital pelaku belum mencapai
standart yang dikemukakan Guyton and Hall (2005), tetapi sudah melebihi kapasitas
vital paru-paru perempuan. Hal ini dikarenakan pada saat praktikum, pelaku belum
sempat sarapan dan tidak dalam kondisi yang fit, walapun dalam kesehariannya
pelaku rajin berolah raga. Guyton and Hall (2005) lebih lanjut menyatakan bahwa
kapasitas vital paru dapat dipengaruhi oleh kebiasaan seseorang melakukan olahraga
(dalam hal ini berlari). Olah raga dapat meningkatkan aliran darah melalui paru-paru
sehingga menyebabkan oksigen dapat berdifusi ke dalam kapiler paru dengan volume
yang lebih besar atau maksimum. Kapasitas vital pada seorang atletis lebih besar
daripada orang yang tidak pernah berolahraga. Kebiasaan olah raga akan
meningkatkan kapasitas paru dan akan meningkat 30-40 % (Guyton & Hall, 1997:
605).
In men In women
In men In women
Faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, bentuk tubuh, dan kondisi fisik
memiliki pengaruh pada volume dan kapasitas paru-paru. Paru-paru biasanya
mencapai kapasitas maksimalnya di awal masa dewasa dan menurun seiring
bertambahnya usia setelah itu (Ostrowski ang Barud, 2006). Faktor yang
mempengaruhi volume pernapasan lebih lanjut dijabarkan sebagai berikut:
1. Jenis kelamin
Volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira 20 sampai 25 persen
lebih kecil daripada pria, dan lebih besar lagi pada atletis dan orang yang bertubuh
besar daripada orang yang bertubuh kecil dan astenis (Guyton & Hall, 1997:605).
Kapasitas paru pada pria lebih besar yaitu 4,8 L dibandingkan pada wanita
yaitu 3,1 L (Tambayong, 2001).
2. Usia
Usia berhubungan dengan proses penuaan atau bertambahnya umur. Semakin
tua usia seseorang maka semakin besar kemungkinan terjadi penurunan fungsi
paru (Suyono, 1995). Kebutuhan zat tenaga terus meningkat sampai akhirnya
menurun setelah usia 40 tahun berkurangnya kebutuhan tenaga tersebut dikarenakan
telah menurunnya kekuatan fisik. Dalam keadaan normal, usia juga
mempengaruhi frekuensi pernapasan dan kapasitas paru. Frekuensi pernafasan
pada orang dewasa antara 16-18 kali permenit, pada anak-anak sekitar 24 kali
permenit sedangkan pada bayi sekitar 30 kali permenit. Walaupun pada orang
dewasa pernapasan frekuensi pernafasan lebih kecil dibandingkan dengan
anak-anak dan bayi, akan tetapi KVP pada orang dewasa lebih besar
dibanding anak-anak dan bayi. Dalam kondisi tertentu hal tersebut akan berubah
misalnya akibat dari suatu penyakit, pernafasan bisa bertambah cepat dan
sebaliknya (Syaifudin, 1997).
3. Kebiasaan olah raga
Kesegaran jasmani berkenaan dengan kondisi fisik seseorang dalam
melaksanakan tugas sehari-hari secara efisien dalam waktu yang relatif lama tanpa
mengalami kelelahan yang berarti dan masih memiliki cadangan tenaga untuk
melakukan aktivitas lainnya. Kapasitas vital paru dapat dipengaruhi oleh
kebiasaan seseorang melakukan olahraga. Olah raga dapat meningkatkan aliran
darah melalui paru-paru sehingga menyebabkan oksigen dapat berdifusi ke dalam
kapiler paru dengan volume yang lebih besar atau maksimum. Kapasitas vital
pada seorang atletis lebih besar daripada orang yang tidak pernah berolahraga.
Kebiasaan olah raga akan meningkatkan kapasitas paru dan akan meningkat 30
– 40 % (Guyton & Hall, 1997).
2. Irama pernafasan
Pada kegiatan terakhir, pelaku lari sejauh 60 langkah, duduk di kursi, setelah
dihitung frekuensi pernapasannya menghasilkan 55 kali/menit. Setelah selesai
kegiatan menarik napas panjang, menutup hidung, menahan napas hingga
membutuhkan waktu 21 detik untuk harus bernapas lagi. Setelah selesai kegiatan
menghembuskan napas panjang, menutup hidung, menahan napas hingga
membutuhkan waktu 28 detik untuk harus bernapas lagi. Pada kegiatan terakhir ini,
pelaku menghasilkan frekuensi pernapasan tertinggi disbanding kegiatan sebelumnya
dan menghasilkan waktu yang paling cepat untuk harus bernapas lagi. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Soewolo (2003) yang menyatakan setelah melakukan aktivitas
(misalnya: berlari), metabolisme dalam tubuh meningkat terutama untuk
metabolisme asam laktat dalam sel yang banyak menghasilkan CO2 dan panas.
Selama berlari, penggunaan O2 oleh otot yang bekerja bertambah. Sehingga PO2
dalam jaringan dan dalam darah menurun. Difusi O2 dan darah ke jaringan bertambah
sehingga PO2 darah pada otot berkurang dan pelepasan O2 dari hemoglobin
meningkat. Selama olahraga, penggunaan oksigen dapat meningkat sampai sebanyak
30 kali lipat. Harus ada mekanisme untuk menyesuaikan usaha respirasi terhadap
tuntutan metabolik (Soewolo, 2003).
Perbedaan frekuensi irama pernafasan yang terjadi dapat disebabkan karena
faktor usia, jenis kelamin dan berat tubuh. Hal ini sesuai dengan sumber yang
menyatakan bahwa irama dasar respirasi ditentukan oleh sistem saraf dalam medulla
dan pons. Ukuran rongga dada dipengaruhi oleh kegiatan otot pernafasan. Otot-otot
ini berkontraksi dan relaksasi sebagai respon impuls saraf yang ditransmisi
kepadanya dari pusat di otak (Soewolo, 2003).
Pada perlakuan ketiga, subjek yang bernama Riv’an melakukan peniupan pada
gelas Erlenmeyer yang berisi larutan fenoftalein dan NaOH yang bewarna merah
muda menggunakan sedotan. Peniupan dilakukan dalam keadaan pernapasan subjek
normal dan dilakukan hingga warna merah muda hilang. Waktu yang dibutuhkan
untuk mengubah warna larutan tersebut diperlukan 31,89 detik. Sedangkan pada gelas
Erlenmeyer yang kedua dilakukan hal yang sama namun sebelum peniupan, subjek
diharuskan berlari sejauh 60 langkah, waktu yang didapat untuk mengubah warna
adalah 39,49 detik. Berdasarkan literature, jika suatu larutan standar NaOH
mengabsorbsi CO2, normalitas dari larutan akan terpengaruh, dan apabila indicator
yang digunakan adalah fenolftalein maka akan berpengaruh pada perubahan warnanya
(Day, dkk, 1991). Fenolftalein tidak akan bewarna ketika pH nya kurang dari 8, akan
mengahasilkan warna merah muda ketika pH nya 8-10, dan akan kembali bening lagi
ketika pH nya lebih dari 10 (Muchtaridi, 2006). Sebuah larutan CO2 jenuh memiliki
PH kurang lebih 3,9, sehingga dapat dikatakan asam, sedangkan pH dari fenolftalein
8,0 sampai 9,6 (Day, dkk, 1991). Jadi untuk dapat berubah warna, dibutuhkan waktu
yang berbanding terbalik dengan kadar CO2 pada ekspirasi. Namun dalam praktikum,
hasil yang didapat tidak sesuai dengan literature, dimana seharusnya waktu untuk
mengubah warna lebih cepat pada gelas Erlenmeyer yang diberi perlakuan setelah
berlari 60 langkah bukan pada gelas Erlenmeyer yang diberi perlakuan saat napas
normal.
Ketika dilakukan uji titrasi, banyaknya volume zat NaOH 0.1 M yang
dibutuhkan untuk mengubah larutan dalam Erlenmeyer menjadi merah delima lagi
saat subjek bernapas normal sebesar 1.1 ml, sedangkan volume zat NaOH 0,1 M yang
dibutuhkan untuk mengubah warna adalah 0,4 ml. Perolehan volume zat NaOH 0,1 M
mempengaruhi konsentrasi CO2, semakin tinggi volume zat yang diperoleh, maka
semakin tinggi pula konsentrasi CO2 yang diproleh. Namun berdasarkan hasil
praktikum, hasil yang didapat tidak sesuai dengan literature yang di peroleh.
Berdasarkan hasil teori aktifitas fisik meyebabkan efek pada system pernapasan
melalui mekanisme adaptasi otot. Otot skelet yang mengalami kontraksi saat terjdi
aktifitas fisik akan membutuhkan O2 yang lebih banyak serta memproduksi CO2 yang
banyak juga. Semakin tinggi aktivitas menyebabkan semakin meningkatnya respirasi
(Soewolo,2000). Kebutuhan energy semakin meningkat begitu juga dengan laju
respirasi seluler. Laju respirasi yang meningkat menyebabkan banyaknya O 2 yang
dihirup sehingga volume CO2 semakin banyak dihasilkan (Wilson,1997). Sehingga
data yang diperoleh seharusnya adalah konsentrasi CO2 pada hasil titrasi untuk gelas
erlenmeyer yang diberi perlakuan setelah berlari 60 langkah lebih tinggi daripada
yang diberi perlakuan saat napas normal.
I. KESIMPULAN
1. Volume tidal merupakan jumlah udara yang masuk ke dalam dan ke luar dari
paru pada pernapasan biasa. Volume cadangan ekspirasi didapatkan dengan cara
menghembuskan udara dengan ekspirasi normal, kemudian menghembuskan
udara kembali sekuat mungkin. Volume kapasitas vital diperoleh dengan
menghembuskan udara sebanyak mungkin, setelah bernapas dalam-dalam.
Volume cadangan inspirasi merupakan volume udara tambahan maksimal yang
dapat masuk ke dalam paru setelah melakukan inspirasi normal.
2. Frekuensi pernapasan akan meningkat saat berjalan atau berlari dibandingkan
posisi diam. frekuensi pernapasan posisi berdiri lebih cepat dibandingkan posisi
duduk. Frekuensi pernapasan posisi tidur terlentang lebih cepat dibandingkan
posisi tengkurap.Frekuensi irama pernapasan dipengaruhi oleh faktor usia, jenis
kelamin, dan berat tubuh.
J. Daftar Pustaka
Basoeki, Soedjono, dkk. 2000. Petunjuk Praktikum Anatomi dan Fisiologi Manusia.
Malang: IMSTEP JICA.
Day, R.A., Underwood, A.L. 1991. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Terjemahan oleh Iis Sopyan. 2002. Jakarta: Erlangga
Guyton, Arthur C & Hall, John E. 1997. Fisiologi Kedokteran, Terjemahan Irawati
Setiawan. Jakarta: EGC.
Harahap, F., & Aryasuti. 2012. Uji Fungsi Paru. Continuing Medical Education.
39(4), 305-307.
Ostrowski, S., & Barud, W. 2006. Factors Influencing Lung Function: Are the
Predicted. Journal of Physiology and Pharmacology. 57(4), 263-271.