Anda di halaman 1dari 40

BAB VIII

RENCANA PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

8.1 Ketentuan Peraturan Zonasi dan Kesesuaian Kegiatan


A. Peraturan zonasi untuk struktur ruang wilayah Kabupaten Bulukumba, yang
terdiri atas :
1. Peraturan zonasi untuk struktur ruang
a. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk struktur ruang
1) Peraturan zonasi untuk sistem pusat pusat kegiatan
2) Peraturan zonasi untuk sistem jaringan transportasi
3) Peraturan zonasi untuk sistem jaringan energi
4) Peraturan zonasi untuk sistem jaringan telekomunikasi
5) Peraturan zonasi untuk sistem jaringan sumber daya air.
6) Peraturan zonasi untuk sistem prasarana pengelolaan lingkungan.

b. Ketentuan zonasi untuk struktur ruang, dalam hal ini untuk sistem
perkotaan dan jaringan parasarana wilayah disusun dengan
memperhatikan:
1) Pemanfaatan ruang di sekitar jaringan prasarana nasional maupun
provinsi dan kabupaten untuk mendukung berfungsinya sistem
perkotaan nasional maupun provinsi dan kabupaten, serta jaringan
prasarana wilayah;
2) Ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang yang menyebabkan
gangguan terhadap berfungsinya sistem perkotaan nasional, provinsi
maupun kabupaten, serta jaringan prasarana wilayah;
3) Pembatasan intensitas pemanfaatan ruang agar tidak mengganggu
fungsi sistem perkotaan nasional, provinsi serta kabupaten dan
jaringan prasarana wilayah.

c. Muatan ketentuan umum peraturan zonasi untuk struktur dan pola ruang
1) Jenis kegiatan yang diperbolehkan, kegiatan yang diperbolehkan
dengan syarat, dan kegiatan yang tidak diperbolehkan
2) Intensitas pemanfaatan ruang
3) Prasarana dan sarana minimum
4) Ketentuan lain yang dibutuhkan.
1) Peraturan zonasi untuk sistem pusat-pusat kegiatan kawasan
perkotaan di Kabupaten Bulukumba meliputi:
a) Peraturan zonasi untuk PKW, disusun dengan memperhatikan
pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi berskala
antarkabupaten/kota yang didukung dengan fasilitas dan
infrastuktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang
dilayaninya. Serta pengembangan fungsi kawasan perkotaan
sebagai pusat permukiman dengan tingkat intensitas ruangnya
dikendalikan ke arah horizontal
b) Peraturan zonasi untuk PKLp disusun dengan memperhatikan
pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi berskala Kabupaten
yang didukung dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang
sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya.
c) Peraturan zonasi pada PPK disusun dengan memperhatikan
pemanfaatan ruang untuk kegiatan berdasarkan potensi wilayah
yang didukung dengan fasilitas dan infrastrukturnya yang sesuai
kegiatan ekonomi yang di layaninya
d) peraturan zonasi pada PPL disusun dengan memperhatikan
pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi, sosial dan pelestarian
lingkungan berskala kota/kecamatan yang didukung oleh fasilitas,
infrastruktur perkotaan yang sesuai prasarana desa/kelurahan
dengan kegiatan ekonomi lainnya.

2) Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Transportasi Darat


a) Peraturan zonasi untuk kawasan di sepanjang sisi jalan kolektor
primer meliputi:
 Kegiatan yang diperbolehkan mengikuti ketentuan ruang milik
jalan, ruang manfaat jalan, dan ruang pengawasan jalan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
 Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
pembangunan utilitas kota termasuk kelengkapan jalan (street
furniture), penanaman pohon, dan pembangunan fasilitas
pendukung jalan lainnya yang tidak mengganggu kelancaran
lalu lintas dan keselamatan pengguna jalan
 Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi pemanfaatan
ruang milik jalan, ruang manfaat jalan, dan ruang pengawasan
jalan yang mengakibatkan terganggunya kelancaran lalu lintas
dan keselamatan pengguna jalan
 Pemanfaatan ruang pengawasan jalan dengan KDH paling
rendah 30% (tiga puluh persen)
 Pemanfaatan ruang sisi jalan bebas hambatan untuk ruang
terbuka harus bebas pandang bagi pengemudi dan memiliki
pengamanan fungsi jalan.

b) Peraturan zonasi sistem kawasan peruntukan terminal penumpang


meliputi:
 Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan operasional,
penunjang operasional, dan pengembangan terminal
penumpang tipe A, terminal penumpang tipe B, dan terminal
penumpang tipe C
 Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
selain sebagaimana dimaksud pada angka 1 yang tidak
mengganggu keamanan dan keselamatan lalu lintas dan
angkutan jalan serta fungsi terminal penumpang tipe A,
terminal penumpang tipe B, dan terminal penumpang tipe C
 Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
mengganggu keamanan dan keselamatan lalu lintas dan
angkutan jalan serta fungsi terminal penumpang tipe A,
terminal penumpang tipe B, dan terminal penumpang tipe C
 Terminal penumpang tipe A, terminal penumpang tipe B, dan
terminal penumpang tipe C dilengkapi dengan RTH yang
penyediaannya diserasikan dengan luasan terminal.

c) Peraturan zonasi kawasan peruntukan terminal barang meliputi :


 Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan operasional,
penunjang operasional, dan pengembangan kawasan terminal
barang
 Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat selain kegiatan
yang tidak mengganggu keamanan dan keselamatan lalu lintas
dan angkutan jalan, serta fungsi terminal barang
 Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
mengganggu keamanan dan keselamatan lalu lintas dan
angkutan jalan, serta fungsi terminal barang
 Terminal barang dilengkapi dengan RTH yang penyediaannya
diserasikan dengan luasan terminal.
d) Peraturan zonasi sistem jaringan transportasi sungai dan
penyeberangan disusun dengan memperhatikan :
 Keselamatan dan keamanan pelayaran
 Ketentuan pelarangan kegiatan di ruang udara bebas di atas
perairan yang berdampak pada keberadaan alur sungai
 Ketentuan pelarangan kegiatan di bawah perairan yang
berdampak pada keberadaan alur sungai
 Pembatasan pemanfaatan perairan yang bedampak pada
keberadaan aliran pelayaran sungai.

3) Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Transportasi Laut


a) Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pelabuhan
pengumpan, dan pelabuhan pengumpul meliputi :
1) Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan operasional
pelabuhan, kegiatan penunjang operasional pelabuhan, dan
kegiatan pengembangan kawasan peruntukan pelabuhan, serta
kegiatan pertahanan dan keamanan negara secara terbatas.
2) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
yang berada di dalam Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan
(DLKrP) dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan
(DLKP), dan jalur transportasi laut dengan mendapat izin
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
mengganggu kegiatan di DLKrP, DLKP, jalur transportasi laut,
dan kegiatan lain yang mengganggu fungsi pelabuhan
pengumpan dan pelabuhan pengumpul.

b) Ketentuan Peraturan Zonasi untuk Pelabuhan Umum


1) Peraturan zonasi ruang laut untuk pelayaran yang disusun
dengan memperhatikan pembatasan pemanfaatan ruang laut
yang digunakan untuk pelayaran agar tidak mengganggu sistem
operasional pelayaran sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
2) Peraturan zonasi untuk pelabuhan umum disusun dengan
memperhatikan pemanfaatan ruang untuk kebutuhan
operasional pelayaran, pemanfaatan ruang di sekitar pelabuhan
sesuai dengan kebutuhan pengembangan pelabuhan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan
batas-batas kawasan Keselamatan Pelayaran.
c) Ketentuan peraturan zonasi untuk alur pelayaran diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Peraturan Zonasi untuk Alur Pelayaran
1) Pemanfaatan ruang pada badan air di sepanjang alur pelayaran
dibatasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‐
undangan
2) Pemanfaatan ruang pada kawasan pesisir dilakukan dengan
tidak menganggu aktivitas pelayaran.

4) Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Transportasi Udara


a. Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan bandar udara umum
1) Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan operasional
kebandarudaraan, kegiatan penunjang pelayanan jasa
kebandarudaraan, kegiatan penunjang pelayanan keselamatan
operasi penerbangan, dan kegiatan pertahanan dan keamanan
negara secara terbatas.
2) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
pemanfaatan tanah dan/atau perairan serta ruang udara di
sekitar bandar udara umum serta kegiatan lain yang tidak
mengganggu keselamatan operasi penerbangan dan fungsi
bandar udara umum
3) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
membahayakan keamanan dan keselamatan operasional
penerbangan, membuat halangan (obstacle), dan/atau kegiatan
lain yang mengganggu fungsi bandar udara umum.

b) Ketentuan peraturan zonasi untuk ruang udara diatur sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Peraturan Zonasi untuk Bandar Udara Umum
Peraturan zonasi untuk bandar udara umum disusun dengan
memperhatikan:
1) Pemanfaatan ruang untuk kebutuhan operasional bandar udara
2) Pemanfaatan ruang di sekitar bandar udara sesuai dengan
kebutuhan pengembangan bandar udara berdasarkan ketentuan
peraturan perundang‐undangan
3) Batas-batas Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan
dan batas‐batas kawasan kebisingan.
5) Peraturan zonasi untuk sistem jaringan energi di Kabupaten
Bulukumba meliputi :
a) Peraturan zonasi untuk sistem jaringan pipa minyak dan gas bumi
1) Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan operasional
dan kegiatan penunjang jaringan pipa minyak dan gas bumi
2) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
yang aman bagi instalasi jaringan pipa minyak dan gas bumi
serta tidak mengganggu fungsi jaringan pipa minyak dan gas
bumi
3) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
membahayakan instalasi jaringan pipa minyak dan gas bumi
serta mengganggu fungsi jaringan pipa minyak dan gas bumi.
b) Ketentuan peraturan zonasi untuk pembangkit tenaga listrik
Ketentuan peraturan zonasi untuk pembangkit tenaga listrik
disesuaikan dengan karakter pembangkit tenaga listrik berupa
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
c) Peraturan zonasi untuk jaringan transmisi tenaga listrik meliputi:
1) Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pembangunan
prasarana jaringan transmisi tenaga listrik dan kegiatan
pembangunan prasarana penunjang jaringan transmisi tenaga
listrik
2) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
penghijauan, pemakaman, pertanian, perparkiran, serta
kegiatan lain yang bersifat sementara dan tidak mengganggu
fungsi jaringan transmisi tenaga listrik
3) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
menimbulkan bahaya kebakaran dan mengganggu fungsi
jaringan transmisi tenaga listrik.

d) Ketentuan Peraturan Zonasi untuk Jaringan Transmisi Tenaga


Listrik
Ketentuan Peraturan zonasi untuk jaringan transmisi tenaga listrik
disusun dengan memperhatikan ketentuan pelarangan pemanfaatan
ruang bebas di sepanjang jalur transmisi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang‐undangan.
6) Peraturan zonasi untuk sistem jaringan telekomunikasi
a) Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan operasional dan
kegiatan penunjang sistem jaringan telekomunikasi;
b) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan yang
aman bagi sistem jaringan telekomunikasi dan tidak mengganggu
fungsi sistem jaringan telekomunikasi
c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
membahayakan sistem jaringan telekomunikasi dan mengganggu
fungsi sistem jaringan telekomunikasi.
d) Ketentuan Peraturan zonasi untuk sistem jaringan telekomunikasi
Peraturan zonasi untuk sistem jaringan telekomunikasi disusun
dengan memperhatikan Pemanfaatan ruang untuk penempatan
stasiun bumi dan menara pemancar telekomunikasi yang
memperhitungkan aspek keamanan dan keselamatan aktivitas
kawasan di sekitarnya.

7) Peraturan zonasi untuk sistem jaringan sumber daya air di


Kabupaten Bulukumba meliputi :
a) Peraturan zonasi untuk sistem jaringan sumber daya air
1) Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pembangunan
prasarana lalu lintas air, kegiatan pembangunan prasarana
pengambilan dan pembuangan air, serta kegiatan pengamanan
sungai dan sempadan pantai
2) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
yang tidak mengganggu fungsi konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, pengendalian daya rusak air,
dan fungsi sistem jaringan sumber daya air
3) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
mengganggu fungsi sungai, bendung, embung, dan CAT
sebagai sumber air, jaringan irigasi, sistem pengendalian
banjir, dan sistem pengamanan pantai sebagai prasarana
sumber daya air.

b) Ketentuan Peraturan zonasi untuk sistem jaringan sumber daya


air pada wilayah sungai disusun dengan memperhatikan:
1) Pemanfaatan ruang pada kawasan di sekitar wilayah sungai
dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan fungsi
lindung kawasan
2) Pemanfaatan ruang di sekitar wilayah sungai lintas
provinsi dan lintas kabupaten secara selaras dengan
pemanfaatan ruang pada wilayah sungai di provinsi/kabupaten
yang berbatasan.
8) Peraturan zonasi untuk sistem pengelolaan persampahan kawasan
peruntukan Tempat Pemrosesan Akhir sampah meliputi :
a) Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pengoperasian
TPA sampah berupa pemilahan, pengumpulan, pengelolaan, dan
pemrosesan akhir sampah, pengurugan berlapis bersih (sanitary
landfill), pemeliharaan TPA sampah, dan industri terkait
pengolahan sampah, serta kegiatan penunjang operasional TPA
sampah
b) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
pertanian non pangan, kegiatan penghijauan, kegiatan permukiman
dalam jarak yang aman dari dampak pengelolaan persampahan,
dan kegiatan lain yang tidak mengganggu fungsi kawasan TPA
sampah
c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan sosial
ekonomi yang mengganggu fungsi kawasan TPA sampah.

9) Peraturan zonasi untuk sistem penyediaan air minum (SPAM)


meliputi :
a. Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pembangunan
prasarana SPAM dan kegiatan pembangunan prasarana penunjang
SPAM
b. Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan yang
tidak mengganggu SPAM
c. Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
mengganggu keberlanjutan fungsi penyediaan air minum,
mengakibatkan pencemaran air baku dari air limbah dan sampah,
serta mengakibatkan kerusakan prasarana dan sarana penyediaan
air minum.

10) Peraturan zonasi untuk sistem jaringan drainase meliputi:


1) Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pembangunan
prasarana sistem jaringan drainase dalam rangka mengurangi
genangan air, mendukung pengendalian banjir, dan pembangunan
prasarana penunjangnya
2) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
selain sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak
mengganggu fungsi sistem jaringan drainase
3) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan pembuangan
sampah, pembuangan limbah, dan kegiatan lain yang mengganggu
fungsi sistem jaringan drainase
4) Pemeliharaan dan pengembangan jaringan drainase dilakukan
selaras dengan pemeliharaan dan pengembangan ruang milik jalan.
11) Peraturan zonasi untuk sistem jaringan air limbah meliputi:
a) Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pembangunan
prasarana air limbah dalam rangka mengurangi, memanfaatkan
kembali, dan mengolah air limbah, serta pembangunan prasarana
penunjangnya
b) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan yang
tidak menggaggu fungsi sistem jaringan air limbah
c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan pembuangan
sampah, pembuangan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3),
pembuangan limbah B3, dan kegiatan lain yang mengganggu
fungsi sistem jaringan air limbah.

B. Ketentuan peraturan zonasi untuk pola ruang Kabupaten Bulukumba


1. Peraturan zonasi untuk kawasan lindung
a. Peraturan zonasi kawasan yang memberikan perlindungan terhadap
kawasan bawahannya
b. Peraturan zonasi kawasan perlindungan setempat
c. Peraturan zonasi kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya
d. Peraturan zonasi kawasan rawan bencana
e. Peraturan zonasi kawasan lindung geologi
f. Peraturan zonasi kawasan lindung lainnya

2. Peraturan zonasi untuk kawasan budidaya


a. Peraturan zonasi kawasan peruntukan hutan produksi
b. Peraturan zonasi kawasan peruntukan hutan rakyat
c. Peraturan zonasi kawasan peruntukan pertanian
d. Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan peternakan
e. Peraturan zonasi kawasan peruntukan perikanan
f. Peraturan zonasi kawasan peruntukan pertambangan
g. Peraturan zonasi kawasan peruntukan industry
h. Peraturan zonasi kawasan peruntukan parawisata
i. Peraturan zonasi kawasan peruntukan permukiman
j. Peraturan zonasi kawasan peruntukan industry
k. Peraturan zonasi kawasan peruntukan lainnya
1. Peraturan zonasi untuk kawasan lindung di Kabupaten Bulukumba
a. Peraturan zonasi kawasan yang memberikan perlindungan terhadap
kawasan bawahannya meliputi :
1) Peraturan zonasi untuk kawasan hutan lindung
a) Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemanfaatan ruang
untuk wisata alam tanpa merubah bentang alam, pemanfaatan jasa
lingkungan dan/atau pemungutan hasil hutan bukan kayu, kegiatan
pinjam pakai kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di
luar kegiatan kehutanan meliputi :
 Kepentingan religi
 Pertahanan dan keamanan
 Pertambangan
 Pembangunan ketenagalistrikan
 Instalasi teknologi energi terbarukan
 Pembangunan jaringan telekomunikasi
 Pembangunan jaringan instalasi air
 Jalan umum
 Pengairan
 Bak penampungan air
 Fasilitas umum
 Repeater telekomunikasi
 Stasiun pemancar radio
 Stasiun relay televisi
 Sarana keselamatan lalulintas laut/udara
 Pembangunan jalan,
 Kanal atau sejenisnya yang tidak dikategorikan sebagai jalan
umum antara lain untuk keperluan pengangkutan produksi.
b) Kegiatan yang diperbolehkan bersyarat meliputi kegiatan yang
tidak mengganggu fungsi hutan lindung sebagai kawasan lindung.
c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi seluruh kegiatan yang
berpotensi mengurangi luas kawasan hutan dan tutupan vegetasi.

2) Peraturan zonasi untuk kawasan resapan air


a) Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemeliharaan,
pelestarian, dan perlindungan kawasan resapan air
b) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan budi
daya terbangun secara terbatas yang memiliki kemampuan tinggi
dalam menahan limpasan air hujan dan yang tidak mengganggu
fungsi resapan air sebagai kawasan lindung
c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
mengurangi daya serap tanah terhadap air dan kegiatan yang
mengganggu fungsi resapan air sebagai kawasan lindung.
12) Peraturan zonasi kawasan perlindungan setempat
1) Peraturan zonasi kawasan sempadan pantai
a) Kegiatan yang diperbolehkan sesuai peruntukan meliputi kegiatan
rekreasi pantai, pengamanan pesisir, kegiatan nelayan, kegiatan
pelabuhan, landing point kabel dan/atau pipa bawah laut, kegiatan
pengendalian kualitas perairan, konservasi lingkungan pesisir,
pengembangan struktur alami dan struktur buatan pencegah abrasi
pada sempadan pantai, pengamanan sempadan pantai sebagai
ruang publik, kegiatan pengamatan cuaca dan iklim, kepentingan
pertahanan dan keamanan negara, kegiatan penentuan lokasi dan
jalur evakuasi bencana, serta pendirian bangunan untuk
kepentingan pemantauan ancaman bencana tsunami
b) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan yang
tidak mengganggu fungsi sempadan pantai sebagai kawasan
perlindungan setempat
c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
menghalangi dan/atau menutup ruang dan jalur evakuasi bencana
dan kegiatan yang mengganggu fungsi sempadan pantai sebagai
kawasan perlindungan setempat.

2) Peraturan zonasi kawasan sempadan sungai


a) Kegiatan yang diperbolehkan sesuai peruntukan meliputi kegiatan
pemanfaatan sempadan sungai untuk RTH, pemasangan bentangan
jaringan transmisi tenaga listrik, kabel telepon, pipa air minum,
pembangunan prasarana lalu lintas air, bangunan pengambilan, dan
pembuangan air, bangunan penunjang sistem prasarana kota,
kegiatan penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana, serta
pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan ancaman
bencana
b) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan budi
daya pertanian dengan jenis tanaman yang tidak mengurangi
kekuatan struktur tanah dan kegiatan yang tidak mengganggu
fungsi sempadan sungai sebagai kawasan perlindungan setempat
antara lain kegiatan pemasangan reklame dan papan pengumuman,
pendirian bangunan yang dibatasi hanya untuk bangunan
penunjang kegiatan transportasi sungai, kegiatan rekreasi air, serta
jalan inspeksi dan bangunan pengawas ketinggian air sungai
c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
mengubah bentang alam, kegiatan yang mengganggu kesuburan
dan keawetan tanah, fungsi hidrologi dan hidraulis, kelestarian
flora dan fauna, kelestarian fungsi lingkungan hidup, kegiatan
pemanfaatan hasil tegakan, kegiatan yang menghalangi dan/atau
menutup ruang dan jalur evakuasi bencana, kegiatan pembuangan
sampah, dan kegiatan lain yang mengganggu fungsi sempadan
sungai sebagai kawasan perlindungan setempat.

3) Peraturan zonasi kawasan sekitar danau


a) Kegiatan yang diperbolehkan sesuai peruntukan meliputi kegiatan
pengelolaan badan air dan/atau pemanfaatan air, taman rekreasi
beserta kegiatan penunjangnya, RTH, dan kegiatan sosial budaya
b) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
selain sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak
mengganggu fungsi kawasan sekitar danau atau waduk sebagai
kawasan perlindungan setempat antara lain kegiatan pendirian
bangunan yang dibatasi hanya untuk bangunan penunjang kegiatan
rekreasi air, jalan inspeksi, bangunan pengawas ketinggian air
danau atau waduk, dan bangunan pengolahan air baku
c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
mengubah bentang alam, mengganggu kesuburan dan keawetan
tanah, fungsi hidrologi, kelestarian flora dan fauna, kelestarian
fungsi lingkungan hidup, dan kegiatan pemanfaatan hasil tegakan,
serta kegiatan yang mengganggu dan/atau merusak kelestarian
fungsi kawasan sekitar danau atau waduk sebagai kawasan
perlindungan setempat.

4) Peraturan zonasi kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal


a) Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan perlindungan dan
pengamanan, pemanfaatan pariwisata alam, penelitian, pendidikan
dan religi, penyelenggaraan upacara adat, pemeliharaan situs
budaya dan sejarah , serta keberlangsungan upacara-upacara ritual
keagamaan/adat yang ada
b) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat secara lestari
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang dapat berupa kegiatan
pemungutan hasil hutan bukan kayu, budi daya tradisional, dan
perburuan tradisional terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi
c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
mengubah dan/atau merusak ekosistem asli kawasan lindung
spiritual dan kearifan lokal.
5) Peraturan zonasi ruang terbuka hijau kawasan perkotaan
a) Kegiatan yang diperbolehkan sesuai peruntukan meliputi kegiatan
pemanfaatan ruang untuk fungsi resapan air, pemakaman, olahraga
di ruang terbuka, dan evakuasi bencana
b) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
rekreasi, pembibitan tanaman, pendirian bangunan fasilitas umum,
dan selain kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak
mengganggu fungsi RTH kota sebagai kawasan perlindungan
setempat
c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan pendirian
stasiun pengisian bahan bakar umum dan kegiatan sosial dan
ekonomi lainnya yang mengganggu fungsi RTH kota sebagai
kawasan lindung setempat.

d) Ketentuan peraturan zonasi untuk Ruang Terbuka Hijau Kota


disusun dengan memperhatikan:
 Pemanfaatan ruang untuk kegiatan rekreasi, olahraga dan
kegiatan social
 Pendirian bangunan   dibatasi   hanya   untuk   bangunan
penunjang kegiatan rekreasi, olahraga dan sosial
 Ketentuan pelarangan   pendirian bangunan permanen selain
dimaksud pada huruf b.

13) Peraturan zonasi kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar
budaya
1) Peraturan zonasi kawasan pantai berhutan bakau
a) Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan penelitian,
kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan, kegiatan pendidikan,
kegiatan konservasi, pengamanan abrasi pantai, pariwisata alam,
penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, serta pemanfaatan air,
energi air, panas, dan angin
b) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan yang
tidak mengganggu fungsi kawasan pantai berhutan bakau sebagai
pelindung pantai dari pengikisan air laut
c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang dapat
mengubah atau mengurangi luas dan/atau mencemari ekosistem
hutan bakau, perusakan hutan bakau, dan kegiatan lain yang
mengganggu fungsi kawasan berhutan bakau.
d) Ketentuan peraturan zonasi untuk kawasan pantai berhutan bakau
disusun dengan memperhatikan:
 Pemanfaatan ruang untuk kegiatan pendidikan, penelitian, dan
wisata alam
 Ketentuan pelarangan pemanfaatan kayu bakau
 Ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat mengubah
mengurangi luas dan/atau mencemari ekosistem bakau.

2) Peraturan zonasi kawasan taman hutan raya


a) Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan, kegiatan pendidikan dan
peningkatan kesadartahuan konservasi alam, penyimpanan
dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air, energi air, panas,
dan angin, pariwisata alam, rekreasi, pemanfaatan tumbuhan dan
satwa liar, serta pemanfaatan sumber plasma nutfah penunjang
budi daya
b) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat yang dapat
berupa kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu, budi daya
tradisional, dan perburuan tradisional terbatas untuk jenis yang
tidak dilindungi
c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
mengubah dan/atau merusak ekosistem asli kawasan taman hutan
raya.
d) Ketentuan peraturan zonasi untuk taman hutan raya disusun
dengan memperhatikan:
 Pemanfaatan ruang    untuk    penelitian,    pendidikan,
pengetahuan, budaya, budidaya dan wisata alam
 Ketentuan pelarangan kegiatan selain yang dimaksud pada
huruf a
 Pendirian  bangunan   dibatasi   hanya   untuk   menunjang
kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a
 Ketentuan pelarangan   pendirian   bangunan   selain   yang
dimaksud pada huruf c.

3) Peraturan zonasi kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan


a) Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pelestarian,
penyelamatan, pengamanan, serta penelitian cagar budaya dan
ilmu pengetahuan
b) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
pariwisata, sosial budaya, keagamaan, dan kegiatan yang tidak
mengganggu fungsi kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan
c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan pendirian
bangunan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan, kegiatan yang
merusak kekayaan budaya bangsa yang berupa peninggalan
sejarah, bangunan arkeologi, monumen, dan wilayah dengan
bentukan geologi tertentu, serta kegiatan yang mengganggu upaya
pelestarian budaya masyarakat setempat.

d) Ketentuan peraturan zonasi untuk kawasan cagar budaya dan ilmu


pengetahuan disusun dengan memperhatikan :
 Pemanfaatan untuk penelitian, pendidikan, dan pariwisata
 Ketentuan pelarangan kegiatan dan pendirian bangunan yang
tidak sesuai dengan fungsi kawasan.

d. Peraturan zonasi kawasan rawan bencana


1) Peraturan zonasi kawasan rawan banjir
a) Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan penghijauan,
reboisasi, pendirian bangunan tanggul, drainase, pintu air, sumur
resapan dan lubang biopori, serta penyediaan lokasi dan jalur
evakuasi bencana
b) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan yang
tidak berpotensi menyebabkan terjadinya bencana banjir
c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan mengubah
aliran sungai antara lain memindahkan, mempersempit, dan
menutup aliran sungai, kegiatan menghalangi dan/atau menutup
lokasi dan jalur evakuasi bencana, serta kegiatan yang berpotensi
menyebabkan terjadinya bencana banjir
d) Penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi :
 Penyediaan saluran drainase yang memperhatikan kemiringan
dasar saluran dan sistem/sub sistem daerah pengaliran
 Penanganan sedimentasi di muara saluran/sungai yang
bermuara di laut melalui proses pengerukan
 Penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana.

2) Peraturan zonasi kawasan rawan longsor


a) Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan membuat
terasering, talud atau turap, rehabilitasi, reboisasi, penyediaan
lokasi dan jalur evakuasi bencana, dan kegiatan lain dalam rangka
mencegah bencana alam tanah longsor
b) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi yang tidak
berpotensi menyebabkan terjadinya bencana alam tanah longsor
c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan penebangan
pohon dan pendirian bangunan permukiman, kegiatan yang
menghalangi dan/atau menutup lokasi dan jalur evakuasi bencana,
serta kegiatan yang berpotensi menyebabkan terjadinya bencana
alam tanah longsor
d) Penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi :
 Penyediaan terasering, turap, dan talud
 Penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana.

e. Peraturan zonasi kawasan lindung geologi


1) Peraturan zonasi untuk kawasan keunikan batuan dan fosil
a) Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pelestarian,
penyelamatan, pengamanan, serta penelitian keunikan batuan dan
fosil
b) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
pariwisata, sosial budaya, keagamaan, dan kegiatan yang tidak
mengganggu fungsi kawasan keunikan batuan dan fosil
c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan pendirian
bangunan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan, kegiatan yang
merusak keunikan alam dan kegiatan yang mengganggu upaya
pelestarian keunikan batuan dan fosil.

2) Peraturan zonasi untuk kawasan rawan tsunami


a) Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan penanaman bakau
dan terumbu karang, pendirian bangunan pengamanan pantai,
penyediaan lokasi dan pendirian bangunan penyelamatan serta
jalur evakuasi bencana, dan kegiatan pendirian bangunan untuk
kepentingan pemantauan ancaman bencana
b) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
dengan menggunakan rekayasa teknologi yang sesuai dengan
kondisi, jenis, dan ancaman bencana
c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
menimbulkan kerusakan hutan bakau atau terumbu karang, serta
kegiatan yang menghalangi dan/atau menutup jalur evakuasi
bencana, dan merusak atau mengganggu sistem peringatan dini
bencana
d) Penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi :
 Penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana
 Pembangunan bangunan penyelamatan
 Pemasangan peralatan pemantauan dan peringatan tsunami.
3) Peraturan zonasi untuk kawasan rawan abrasi
a) Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pendirian
bangunan pengamanan pantai, penanaman tanaman pantai seperti
kelapa, nipah, dan bakau, kegiatan pencegahan abrasi pantai,
penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana, serta kegiatan
pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan ancaman
bencana
b) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi yang tidak
berpotensi menyebabkan dan/atau menimbulkan terjadinya abrasi
c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
menimbulkan kerusakan hutan bakau dan/atau terumbu karang dan
kegiatan yang berpotensi dan/atau menimbulkan terjadinya abrasi
d) Penyediaann prasarana dan sarana minimum meliputi penyediaan
lokasi dan jalur evakuasi bencana.

4) Peraturan zonasi untuk kawasan rawan gerakan tanah


a) Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan penghijauan,
pembangunan prasarana dan sarana untuk meminimalkan akibat
bencana gerakan tanah
b) Kegiatan selain yang diperbolehkan dengan syarat meliputi
kegiatan pembangunan secara terbatas untuk kepentingan
pemantauan ancaman bencana dan perlindungan kepentingan
umum
c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b.
d) Penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi :
 Penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana
 Pembangunan bangunan penyelamatan
 Pemasangan peralatan pemantauan dan peringatan bencana
gerakan tanah.
5) Peraturan zonasi untuk kawasan imbuhan air tanah
a) Kegiatan yang diperbolehkan sesuai peruntukan meliputi kegiatan
pemanfaatan kawasan imbuhan air tanah untuk RTH dan kegiatan
mempertahankan fungsi kawasan sekitar imbuhan air tanah
b) Kegiatan yang diperbolehkan bersyarat meliputi kegiatan
pariwisata, pertanian dengan jenis tanaman yang tidak mengurangi
kekuatan struktur tanah, dan kegiatan yang tidak mengganggu
fungsi kawasan sekitar imbuhan air tanah
c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
menimbulkan pencemaran imbuhan air tanah serta kegiatan yang
dapat mengganggu dan/atau merusak kelestarian fungsi kawasan
sekitar imbuhan air tanah.
f. Peraturan zonasi kawasan lindung lainnya
1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan konservasi laut
a) Kegiatan yang diperbolehkan sesuai peruntukan meliputi kegiatan :
 Perlindungan habitat dan populasi ikan, alur migrasi biota laut,
ekosistem pesisir yang unik dan/atau rentan terhadap
perubahan, perlindungan situs budaya atau adat tradisional, dan
penelitian pada zona inti
 Perlindungan habitat dan populasi ikan, pariwisata, penelitian
dan pengembangan, dan/atau pendidikan pada zona
pemanfaatan terbatas
 Rehabilitasi habitat dan populasi ikan, alur migrasi biota laut,
dan ekosistem pesisir pada zona lainnya
b) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan yang
tidak mengganggu fungsi kawasan konservasi laut
c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan penangkapan
ikan dan pengambilan terumbu karang alami dan terumbu karang
baru, kegiatan yang dapat menimbulkan pencemaran air laut, dan
kegiatan yang mengganggu fungsi kawasan konservasi laut.

2. Peraturan zonasi untuk kawasan budidaya di Kabupaten Bulukumba


meliputi :
a. Peraturan zonasi kawasan peruntukan hutan produksi
1) Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pengelolaan,
pemeliharaan dan pelestarian hutan produksi sebagai penyangga fungsi
hutan lindung
2) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi selain kegiatan
yang tidak mengganggu fungsi kawasan
3) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
mengganggu fungsi kawasan
4) Penerapan intensitas pemanfaatan ruang meliputi :
a) Penerapan ketentuan tata bangunan dan lingkungan yang meliputi
ketentuan KDB, KLB, KDH, KTB, ketinggian bangunan, dan GSB
terhadap jalan
b) Pemanfaatan ruang kawasan hutan produksi dilaksanakan melalui
rekayasa teknis dengan KZB paling tinggi 10% (sepuluh persen)
dan akan diatur lebih lanjut dalam rencana rinci tata ruang wilayah
Kabupaten Bulukumba
c) Pengembangan hutan produksi dan pengintegrasian kegiatan
pariwisata yang mendukung pelestarian hutan produksi
d) Penyediaan prasarana dan sarana minimum berupa penyediaan
fasilitas dan infrastruktur pendukung kegiatan hutan produksi.

b. Peraturan zonasi kawasan peruntukan hutan rakyat


1) Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pengelolaan,
pemeliharaan dan pelestarian hutan rakyat sebagai penyangga fungsi
hutan lindung
2) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi selain kegiatan
syang tidak mengganggu fungsi kawasan
3) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
mengganggu fungsi kawasan
4) Penerapan intensitas pemanfaatan ruang meliputi :
a) Penerapan ketentuan tata bangunan dan lingkungan yang meliputi
ketentuan KDB, KLB, KDH, KTB, ketinggian bangunan, dan GSB
terhadap jalan
b) Pemanfaatan ruang kawasan hutan rakyat dilaksanakan melalui
rekayasa teknis dengan KZB paling tinggi 10% (sepuluh persen)
dan akan diatur lebih lanjut dalam rencana rinci tata ruang wilayah
Kabupaten Bulukumba
c) Pengembangan hutan rakyat dan pengintegrasian kegiatan
pariwisata yang mendukung pelestarian hutan rakyat
d) Penyediaan prasarana dan sarana minimum berupa penyediaan
fasilitas dan infrastruktur pendukung kegiatan hutan rakyat.
e) Ketentuan peraturan zonasi untuk kawasan hutan produksi dan 
hutan rakyat disusun dengan memperhatikan :
 Pembatasan pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga kestabilan
neraca sumberdaya kehutanan
 Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan
pemanfaatan hasil hutan
 Ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain yang
dimaksud pada huruf b
c. Peraturan zonasi kawasan peruntukan pertanian
1) Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertanian
a) Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemanfaatan ruang
berupa kegiatan pertanian pangan beririgasi teknis dan kegiatan
pertanian tanaman pangan lainnya, pembangunan prasarana dan
sarana penunjang pertanian, kegiatan pariwisata, kegiatan
penelitian, dan perumahan kepadatan rendah
b) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi selain
kegiatan yang tidak mengubah fungsi lahan pertanian tanaman
pangan beririgasi teknis dan tidak mengganggu fungsi kawasan
c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
mengganggu fungsi kawasan pertanian
d) Penerapan intensitas pemanfaatan ruang meliputi :
 Penetapan luas dan sebaran lahan pertanian pangan beririgasi
teknis paling sedikit 90% (sembilan puluh persen) dari luas
lahan kawasan pertanian dan akan diatur lebih lanjut dalam
rencana rinci tata ruang wilayah Kabupaten Bulukumba
 Pengembangan agrowisata dan pengintegrasian kegiatan
pariwisata yang mendukung pelestarian lahan pertanian
beririgasi teknis
 Pemeliharaan jaringan irigasi kawasan pertanian pangan
produktif yang telah ditetapkan sebagai kawasan terbangun
sampai dengan pemanfaatan sebagai kawasan terbangun
dimulai
e) Penyediaan prasarana dan sarana minimum berupa penyediaan
fasilitas dan infrastruktur pendukung kegiatan pertanian serta
lokasi dan jalur evakuasi bencana.
f) Ketentuan pengaturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertanian
disusun dengan memperhatikan:
 Penentuan jenis komoditi
pertanian yang potensil dibudidayakan mengacu pada arahan
perwilayahan komoditi
 Pemanfaatan ruang untuk
permukiman petani dengan kepadatan rendah
 Ketentuan pelarangan
alih fungsi lahan pertanian, khususnya daerah lumbung
pangan, menjadilahan budidaya non pertanian kecuali untuk
pembangunan system jaringan prasarana utama.
d. Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan peternakan
1) Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan peternakan,
pembangunan prasarana dan sarana penunjang peternakan, dan
kegiatan penelitian
2) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
pariwisata terbatas dan pendirian bangunan yang dibatasi hanya untuk
menunjang kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak
mengganggu fungsi kawasan
3) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
mengganggu fungsi kawasan
4) Penerapan intensitas pemanfaatan ruang meliputi :
a) Penetapan luas dan sebaran kawasan peternakan akan diatur lebih
lanjut dalam rencana rinci tata ruang wilayah Kabupaten
Bulukumba
b) Pengembangan agro wisata dan pengintegrasian kegiatan
pendidikan yang mendukung pengembangan kawasan peternakan.
5) Penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi :
a) Penyediaan fasilitas dan infrastruktur pendukung kegiatan
peternakan
b) Lokasi dan jalur evakuasi bencana.

e. Peraturan zonasi kawasan peruntukan perikanan


1) Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan permukiman nelayan
tradisional, kegiatan kelautan, kegiatan perikanan, kegiatan pariwisata
pantai, pendirian bangunan pengamanan pantai, penyediaan lokasi dan
jalur evakuasi bencana, serta pendirian bangunan untuk kepentingan
pemantauan ancaman bencana
2) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi selain kegiatan
yang tidak mengganggu fungsi kawasan
3) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
mengganggu fungsi kawasan
4) Penetapan standar keselamatan pendirian bangunan pada perairan
pantai dan pencegahan pendirian bangunan yang mengganggu
aktivitas nelayan, merusak estetika pantai, menghalangi pandangan ke
arah pantai, dan membahayakan ekosistem laut
5) Peratutran lebih lanjut mengenai pendirian bangunan pada perairan
pantai diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6) Ketentuan pengaturan zonasi untuk kawasan peruntukan perikanan
disusun dengan memperhatikan:
a) Pemanfaatan ruang   untuk   permukiman   petani   dan nelayan
dengan kepadatan rendah
b) Pemanfaatan ruang   untuk   kawasan   pemijahan dan hijau
pemanfaatan  sumber   daya   perikanan   agar   tidak   melebihi
potensi lestari.

f. Peraturan zonasi kawasan peruntukan pertambangan


1) Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pembangunan
prasarana dan sarana pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan
2) Kegiatan diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan, pengaturan kawasan
tambang dengan memperhatikan keseimbangan antara biaya dan
mafaat serta keseimbangan antara resiko dan manfaat
3) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi selain kegiatan yang dapat
mengganggu fungsi kawasan peruntukan pertambangan.
4) Ketentuan pengaturan zonasi untuk kawasan peruntukan
pertambangan disusun dengan memperhatikan :
a) Pengaturan zonasi wilayah pertambangan akan disesuaikan dengan
peta WIUP, WIPR, dan WIUPK sesuai dengan KEPMEN yang
mengatur tentang wilayah pertambangan
b) Zonasi kawasan eksplorasi dan eksploitasi potensi mineral
radioaktif, mineral logam, Mineral Bukan Logam, dan batubara
harus tidak mengganggu konstruksi prasarana wilayah, seperti
DAM, irigasi, tanggul, jembatan, jalan, maupun pondasi bangunan
di sekitar area pertambangan
c) Zonasi kawasan pertambangan merupakan kawasan yang memiliki
potensi mineral radioaktif, mineral logam, Mineral Bukan Logam,
dan batubara, baik di permukaan tanah maupun di bawah tanah,
yang berada dalam wilayah daratan atau wilayah laut untuk
kegiatan pertambangan
d) Zonasi kawasan pertambangan ditentukan dengan kriteria adanya :
 Indikasi formasi batuan pembawa mineral radioaktif, mineral
logam, Mineral Bukan Logam, dan batubara pembawa
batubara
 Singkapan geologi untuk mineral radioaktif, mineral logam,
Mineral Bukan Logam, dan batubara berdasarkan peta / data
geologi.

g. Peraturan zonasi kawasan peruntukan industry


1) Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemanfaatan ruang
untuk kegiatan pembangunan industri dan fasilitas penunjang industri
dengan memperhatikan konsep eco industrial park meliputi
perkantoran industri, terminal barang, pergudangan, tempat ibadah,
fasilitas olah raga, wartel, dan jasa-jasa penunjang industri meliputi
jasa promosi dan informasi hasil industri, jasa ketenagakerjaan, jasa
ekspedisi, dan sarana penunjang lainnya meliputi IPAL terpusat untuk
pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun
2) Kegiatan yang diperbolehkan bersyarat meliputi kegiatan pemanfaatan
ruang untuk mendukung kegiatan industri sesuai dengan penetapan
KDB, KLB dan KDH yang ditetapkan
3) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatani selain
sebagaimana kegiatan di maksud pada angka 1) dan 2)

h. Peraturan zonasi kawasan peruntukan pariwisata


1) Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemanfaatan ruang
untuk kegiatan pembangunan pariwisata dan fasilitas penunjang
pariwisata, kegiatan pemanfaatan potensi alam dan budaya masyarakat
sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan, kegiatan
perlindungan terhadap situs peninggalan kebudayaan masa lampau
(heritage)
2) Kegiatan yang diperbolehkan bersyarat meliputi kegiatan pemanfaatan
ruang secara terbatas untuk menunjang kegiatan pariwisata sesuai
dengan penetapan KDB, KLB dan KDH yang ditetapkan
3) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain
sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan 2)

i. Peraturan zonasi kawasan peruntukan permukiman


1) Peraturan zonasi kawasan permukiman perkotaan meliputi :
a) Kegiatan yang diperbolehkan sesuai peruntukan meliputi kegiatan
perumahan kepadatan tinggi, kegiatan perumahan kepadatan
sedang, dan kegiatan pembangunan prasarana dan sarana
lingkungan perumahan sesuai dengan penetapan amplop bangunan,
penetapan tema arsitektur bangunan, penetapan kelengkapan
bangunan lingkungan dan penetapan jenis dan syarat penggunaan
bangunan yang diizinkan
b) Kegiatan diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan meliputi
pemanfaatan ruang secara terbatas untuk mendukung kegiatan
permukiman beserta prasarana dan sarana lingkungan
c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
menghalangi dan/atau menutup lokasi dan jalur evakuasi bencana
serta kegiatan yang mengganggu fungsi kawasan
d) Penerapan intensitas pemanfaatan ruang meliputi :
 Penerapan ketentuan tata bangunan dan lingkungan yang
meliputi ketentuan KDB, KLB, KDH, KTB, ketinggian
bangunan, dan GSB terhadap jalan
 Penerapan ketentuan tata bangunan dan lingkungan yang
berbasis mitigasi bencana
 Pengembangan pusat permukiman ke arah intensitas tinggi
dengan KWT paling tinggi 70% (tujuh puluh persen)
 Penyediaan RTH paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari
luas kawasan perkotaan
e) Penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi :
 Fasilitas dan infrastruktur pendukung kawasan permukiman
 Prasarana dan sarana pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan
sektor informal
 Lokasi dan jalur evakuasi bencana.

2) Peraturan zonasi kawasan permukiman perdesaan meliputi :


a) Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan perumahan
kepadatan rendah, dan kegiatan penyediaan lokasi dan jalur
evakuasi bencana, serta pendirian bangunan untuk kepentingan
pemantauan ancaman bencana
b) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
selain sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak
mengganggu fungsi kawasan
c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
mengganggu fungsi kawasan
d) Penerapan intensitas pemanfaatan ruang meliputi :
 Penerapan ketentuan tata bangunan dan lingkungan yang
meliputi ketentuan KDB, KLB, KDH, KTB, ketinggian
bangunan, dan GSB terhadap jalan
 Pengembangan pusat permukiman perdesaan dengan KWT
paling tinggi 50% (lima puluh persen).
e) Penerapan intensitas pemanfaatan ruang meliputi :
 Fasilitas dan infrastruktur pendukung kawasan permukiman
 Prasarana dan sarana pelayanan umum
 Lokasi dan jalur evakuasi bencana.

j. Peraturan zonasi kawasan peruntukan lainnya


1) Peraturan zonasi kawasan peruntukan olahraga
a) Kegiatan yang diperbolehkan sesuai peruntukan meliputi kegiatan
pendidikan, kegiatan kesehatan, kegiatan pembangunan sarana dan
prasarana olahraga, kegiatan penyediaan lokasi dan jalur evakuasi
bencana, dan pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan
ancaman bencana
b) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
hunian kepadatan rendah, dan kegiatan yang tidak mengganggu
fungsi kawasan pelayanan umum
c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
menghalangi dan/atau menutup lokasi dan jalur evakuasi bencana
serta kegiatan yang mengganggu fungsi kawasan peruntukan
pelayanan olahraga
d) Penerapan intensitas pemanfaatan ruang meliputi :
 Penerapan ketentuan tata bangunan dan lingkungan yang
meliputi ketentuan KDB, KLB, KDH, KTB, ketinggian
bangunan, dan GSB terhadap jalan
 Penerapan ketentuan tata bangunan dan lingkungan yang
berbasis mitigasi bencana
 Pengembangan pusat permukiman ke arah intensitas tinggi
dengan KWT paling tinggi 60% (enam puluh persen)
 Penyediaan RTH paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari
luas kawasan perkotaan.
e) Penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi :
 Fasilitas dan infrastruktur pendukung kegiatan pelayanan
olahraga
 Prasarana dan sarana pejalan kaki, angkutan umum, serta
lokasi dan jalur evakuasi bencana
 Tempat parkir untuk mendukung fungsi kawasan pelayanan
olahraga.
2) Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan
negara
a) Kegiatan yang diperbolehkan sesuai peruntukan meliputi kegiatan
pemerintahan kabupaten dan/atau kecamatan, kegiatan pelayanan
sistem angkutan umum penumpang, kegiatan pertahanan dan
keamanan negara, kegiatan penyediaan lokasi dan jalur evakuasi
bencana, dan pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan
ancaman bencana
b) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan yang
tidak mengganggu fungsi Kawasan
c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
menghalangi dan/atau menutup lokasi dan jalur evakuasi bencana
serta kegiatan yang mengganggu fungsi kawasan
d) Penerapan intensitas pemanfaatan ruang meliputi :
 Penerapan ketentuan tata bangunan dan lingkungan yang
meliputi ketentuan KDB, KLB, KDH, KTB, ketinggian
bangunan, dan GSB terhadap jalan
 Penerapan ketentuan tata bangunan dan lingkungan yang
berbasis mitigasi bencana
 Pengembangan pusat permukiman ke arah intensitas tinggi
dengan KWT paling tinggi 70% (tujuh puluh persen)
 Penyediaan RTH paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari
luas kawasan perkotaan.
e) Penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi :
 Fasilitas dan infrastruktur pendukung kegiatan Kawasan
 Prasarana dan sarana pejalan kaki, angkutan umum, serta
lokasi dan jalur evakuasi bencana
 Tempat parkir untuk pengembangan zona dengan fungsi
perkantoran.

3) Peraturan zonasi kawasan peruntukan perdagangan


a) Kegiatan yang diperbolehkan sesuai peruntukan meliputi kegiatan
hunian kepadatan tinggi, kegiatan pemerintahan kabupaten
dan/atau kecamatan, kegiatan perdagangan dan jasa skala regional,
kegiatan penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana, dan
pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan ancaman
bencana
b) Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan
selain sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak
mengganggu fungsi kawasan
c) Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang
menghalangi dan/atau menutup lokasi dan jalur evakuasi bencana
serta kegiatan yang mengganggu fungsi kawasan
d) Penerapan intensitas pemanfaatan ruang meliputi :
 Penerapan ketentuan tata bangunan dan lingkungan yang
meliputi ketentuan KDB, KLB, KDH, KTB, ketinggian
bangunan, dan GSB terhadap jalan
 Penerapan ketentuan tata bangunan dan lingkungan yang
berbasis mitigasi bencana
 Pengembangan pusat permukiman ke arah intensitas tinggi
dengan KWT paling tinggi 60% (enam puluh persen); 4.
penyediaan RTH paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari
luas kawasan perkotaan.

e) Penyediaan prasarana dan sarana minimum meliputi :


 Fasilitas dan infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi
 Prasarana dan sarana pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan
sektor informal, serta lokasi dan jalur evakuasi bencana
 Tempat parkir untuk pengembangan zona dengan fungsi
perdagangan dan jasa, serta perkantoran
8.2 Ketentuan Insentif/Disinsentif dan Arahan Sanksi
1. Ketentuan Pemberian Insentif dan Disinsentif
Ketentuan insentif dan disintensif menjadi alat yang paling efektif dalam rangka
mencapai tujuan perencanaan tata ruang yang telah ditetapkan serta dalam
mewujudkan struktur dan pola ruang yang telah direncanakan. Insentif diberikan
apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana struktur ruang, rencana pola
ruang, serta ketentuan dan peraturan zonasi yang telah di tetapkan dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba. Pemberian insentif dan pengenaan
disinsentif dalam pemanfaatan ruang wilayah kota dilakukan oleh instansi
berwewenang sesuai dengan kewenangannya.
Pemberian insentif di tetapkan untuk mendorong/mempercepat pertumbuhan
pemanfaatan ruang yang meliputi pusat kegiatan wilayah, kawasan budidaya dan
kawasan strategis kabupaten dalam RTRW Kab. Bulukumba.
Pengenaan disinsentif dari pemerintah Kabupaten kepada masyarakat merupakan
yang diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada kawasan yang dibatasi
pengembangannya.
Bentuk pengenaan insentif dapat berupa fiskal pemberian keringanan pajak,
kompensasi, pengurangan retribusi, penyedediaan prasarana dan sarana dan
kemudahan perizinan. Sedangkan bentuk pengenaan disinsentif dapat berupa
pengenaan kompensasi, persyaratan khusus dalam perizinan bagi kegiatan
pemanfaatan ruang yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Bulukumba,
kewajiban mendapatkan imbalan, pembatasan penyediaan prasarana dan sarana
dan persyaratan khusus dalam perizinan.

Tata cara pemberian insentif dilakukan melalui :


a. Penetapan pusat-pusat pelayanan dalam sistem perkotaan yang didorong atau
dipercepat pertumbuhannya dan penetapan insentif yang diberikan bagi
pelaku pembangunan baik secara individu maupun berupa badan usaha
b. Menetapkan bentuk insentif yang akan diberikan pada pusat pusat pelayanan
yang sudah ditetapkan pada point a, seperti kemudahan pengurusan ijin,
pembebasan biaya IMB, pengurangan pajak diberikan untuk kegiatan
pemanfaatan ruang
c. Penetapan jangka waktu pemberian insentif bagi pelaku pembangunan atau
pemanfaatan ruang.

Tata cara pemberian disinsentif dilakukan melalui :


a. Penetapan pusat-pusat pelayanan dalam sistem perkotaan yang dibatasi
pertumbuhannya atau pemanfaatan ruangnya dan penetapan pengenaan
diinsentif bagi bentuk pemanfaatan ruang yang dibatasi/tidak diperbolehkan
b. Menetapkan bentuk disinsentif yang akan diberlakukan untuk setiap bentuk
pemanfaatan ruang yang dibatasi seperti pengenaan pajak yang tinggi, biaya
perijinan yang tinggi, pembatasan intensitas pemanfaatan ruang, atau
berkewajiban menyediakan prasarana lingkungan.
Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan menurut prosedur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Ketentuan Sanksi

Ketentuan sanksi merupakan pengenaan sanksi terhadap pelanggaran


pemanfaatan ruang yang bertujuan untuk mewujudkan tertib tata ruang dan
tegaknya ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan sanksi dapat
berupa : sanksi administratif, sanksi pidana, dan sanksi perdata. Pelanggaran
penataan ruang yang dapat dikenai sanksi adminstratif meliputi:
a. Masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan, pemberian
insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi
b. Pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal
menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan
ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan
c. Pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang terhadap
pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
1) Sanksi Administratif
Sanksi administratif terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang, meliputi:
a) Peringatan tertulis, dilakukan melalui penerbitan surat peringatan
tertulis dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban
pelanggaran pemanfaatan ruang meliputi:
 Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur
ruang, rencana pola ruang, dan ketentuan peraturan zonasi
Peraturan Daerah RTRW Kabupaten Bulukumba
 Peringatan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang
beserta bentuk pelanggarannya

 Peringatan untuk segera melakukan tindakan-tindakan yang


diperlukan dalam rangka penyesuaian pemanfaatan ruang dengan
rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang
 Batas waktu maksimal yang diberikan melakukan penyesuaian
pemanfaatan ruang.
Dalam pemberian peringatan tertulis, diberikan paling banyak 3 (tiga)
kali dengan ketentuan sebagai berikut :
 Pelanggar mengabaikan peringatan pertama, pejabat yang
berwenang melakukan penertiban kedua yang memuat penegasan
terhadap hal–hal sebagaimana dimuat dalam surat peringatan
pertama;
 Pelanggar mengabaikan peringatan kedua, pejabat yang berwenang
melakukan penertiban ketiga yang memuat penegasan terhadap
hal–hal sebagaimana dimuat dalam surat peringatan pertama dan
kedua; dan
 Pelanggar mengabaikan peringatan pertama, peringatan kedua, dan
peringatan ketiga, pejabat yang berwenang melakukan penerbitan
surat keputusan pengenaan sanksi yang dapat berupa penghentian
kegiatan sementara, penghentian sementara pelayanan umum,
penutupan lokasi, pencabutan izin, pembatalan izin, pembongkaran
bangunan, pemulihan fungsi ruang, dan/atau denda administratif.
b) Penghentian sementara kegiatan, dilakukan melalui penerbitan surat
perintah penghentian kegiatan sementara dari pejabat yang
berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang,
meliputi:
 Pemberitahuan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang
beserta bentuk pelanggarannya yang dirisalahkan dari berita acara
evaluasi;
 Peringatan kepada pelanggar untuk menghentikan kegiatan
sementara sampai dengan pelanggar memenuhi kewajiban untuk
mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan dalam rangka
penyesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang
dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang;
 Batas waktu maksimal yang diberikan kepada pelanggar untuk
dengan kesadaran sendiri melakukan penghentian sementara
kegiatan dan melakukan penyesuaian pemanfaatan ruang; dan
 Konsekuensi akan dilakukannya penghentian kegiatan sementara
secara paksa apabila pelanggar mengabaikan surat perintah.
Apabila pelanggar mengabaikan perintah penghentian kegiatan
sementara, pejabat yang berwenang melakukan penertiban dengan
menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi penghentian
sementara secara paksa terhadap kegiatan pemanfaatan ruang.
Pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
terhadap kegiatan pemanfaatan ruang dan akan segera dilakukan
tindakan penertiban oleh aparat penertiban. Berdasarkan surat
keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang melakukan
penertiban dengan penghentian kegiatan pemanfaatan ruang secara
paksa. Setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat
yang berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan
pemanfaatan ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembali
sampai dengan terpenuhinya kewajiban pelanggar untuk
menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang
dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang.
c) Penghentian sementara pelayanan umum, dilakukan melalui
langkah– langkah sebagai berikut :
 Penerbitan surat pemberitahuan penghentian sementara
pelayanan umum dari pejabat yang berwenang melakukan
penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang, yang berisi:
 Pemberitahuan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan
ruang beserta bentuk pelanggarannya yang dirisalahkan dari
berita acara evaluasi;
 Peringatan kepada pelanggar untuk mengambil tindakan-
tindakan yang diperlukan dalam rangka penyesuaian
pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang dan/atau
ketentuan teknis pemanfaatan ruang;
 Batas waktu maksimal yang diberikan kepada pelanggar
dengan kesadaran sendiri melakukan penyesuaian
pemanfaatan ruang; dan
 Konsekuensi akan dilakukannya penghentian sementara
pelayanan umum apabila pelanggar mengabaikan surat
peringatan.

 Apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang


disampaikan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban
dengan menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi
penghentian sementara pelayanan umum kepada pelanggar
dengan memuat rincian jenis-jenis pelayanan umum yang akan
diputus
 Pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
pengenaan kegiatan pemanfaatan ruang dan akan segera
dilakukan tindakan penertiban oleh aparat penertiban
 Berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang
berwenang melakukan penertiban melakukan penghentian
sementara pelayanan umum yang akan diputus
 Pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada
penyedia jasa pelayanan umum untuk menghentikan pelayanan
kepada pelanggar, disertai penjelasan secukupnya
 Penyedia jasa pelayanan umum menghentikan pelayanan kepada
pelanggar
 Pengawasan terhadap penerapan sanksi penghentian sementara
pelayanan umum dilakukan untuk memastikan tidak terdapat
pelayanan umum kepada pelanggar sampai dengan pelanggar
memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan
ruangnya dengan rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis
pemanfaatan ruang.
d) Penutupan lokasi, dilakukan melalui langkah-langkah sebagai
berikut:
 Penerbitan surat pemberitahuan penutupan lokasi dari pejabat
yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang, meliputi:
 Pemberitahuan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan
ruang beserta bentuk pelanggarannya yang dirisalahkan dari
berita acara evaluasi;
 Peringatan kepada pelanggar untuk dengan kesadarannya
sendiri menghentikan kegiatan dan menutup lokasi
pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang
dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang sampai dengan
pelanggar memenuhi kewajiban untuk mengambil tindakan-
tindakan yang diperlukan dalam rangka penyesuaian
pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang dan/atau
ketentuan teknis pemanfaatan ruang;
 Batas waktu maksimal yang diberikan kepada pelanggar
dengan kesadaran sendiri melakukan penyesuaian
pemanfaatan ruang
 Konsekuensi akan dilakukannya penutupan lokasi secara
paksa apabila pelanggar mengabaikan surat peringatan.
 Apabila pelanggar mengabaikan surat perintah yang
disampaikan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban
dengan menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi
penutupan lokasi yang akan segera dilaksanakan;
 Pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
penutupan lokasi yang akan segera dilaksanakan
 Berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang
berwenang melakukan penertiban melakukan penutupan lokasi
secara paksa
 Pengawasan terhadap penerapan sanksi penutupan lokasi, untuk
memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai
dengan pelanggar memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan
pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang dan ketentuan
teknis pemanfaatan ruang.
e) Pencabutan izin, dilakukan melalui langkah–langkah sebagai
berikut:
 Penerbitan surat pemberitahuan sekaligus pencabutan izin dari
pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang, meliputi:
 Pemberitahuan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan
ruang beserta bentuk pelanggarannya yang dirisalahkan dari
berita acara evaluasi
 Peringatan kepada pelanggar untuk dengan kesadarannya
sendiri mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan dalam
rangka penyesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata
ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang
 Batas waktu maksimal yang diberikan kepada pelanggar
dengan kesadaran sendiri melakukan penyesuaian
pemanfaatan ruang
 Konsekuensi akan dilakukannya pencabutan izin apabila
pelanggar mengabaikan surat peringatan.
 Apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang
disampaikan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban
dengan menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi
pencabutan izin yang akan segera dilaksanakan
 Pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
pencabutan izin;
 Pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban
mengajukan permohonan pencabutan izin kepada pejabat yang
memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan izin
 Penerbitan keputusan pencabutan izin oleh pejabat yang
memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan izin; dan
 Pemberitahuan kepada pemanfaatan ruang mengenai status izin
yang telah dicabut sekaligus perintah untuk secara permanen
menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang yang telah dicabut
izinnya.
f) Pembatalan izin, dilakukan melalui langkah–langkah sebagai
berikut:
 Penerbitan lembar evaluasi yang berisikan perbedaan antara
pemanfaatan ruang menurut dokumen perizinan dengan arahan
pemanfaatan ruang dalam rencana tata ruang yang berlaku
 Pemberitahuan kepada pihak yang memanfaatkan ruang perihal
rencana pembatalan izin, agar yang bersangkutan dapat
mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk
mengantisipasi hal–hal yang diakibatkan oleh pembatalan izin
 Penerbitan keputusan pembatalan izin oleh pejabat yang
berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaat ruang
 Pemberitahuan kepada pemegang izin tentang keputusan
pembatalan izin, dengan memuat hal-hal berikut:
 Dasar pengenaan sanksi
 Hal–hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh
pemanfaat ruang hingga pembatalan izin dinyatakan secara
resmi oleh pejabat yang berwenang melakukan pembatalan
izin

 Hak pemegang izin untuk mengajukan penggantian yang


layak atas pembatalan izin, sejauh dapat membuktikan bahwa
izin yang dibatalkan telah diperoleh dengan itikad baik.
 Penerbitan keputusan pembatalan izin oleh pejabat yang
memiliki kewenangan untuk melakukan pembatalan izin; dan
 Pemberitahuan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin
yang telah dibatalkan.
g) Pembongkaran bangunan, dilakukan setelah melalui tahap evaluasi
dan peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali.
h) Pemulihan fungsi ruang, dilakukan melalui langkah–langkah
sebagai berikut:
 Ketentuan pemulihan fungsi ruang yang berisi bagian–bagian
yang harus dipulihkan fungsinya berikut cara pemulihannya
 Penerbitan surat pemberitahuan perintah pemulihan fungsi ruang
dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang, yang berisi:
 Pemberitahuan tentang terjadinya pelanggaran pemanfaatan
ruang beserta bentuk pelanggarannya yang dirisalahkan dari
berita acara evaluasi
 Peringatan kepada pelanggar untuk dengan kesadaran sendiri
pemulihan fungsi ruang agar sesuai dengan ketentuan
pemulihan fungsi ruang yang telah ditetapkan
 Batas waktu maksimal yang diberikan kepada pelanggar
dengan kesadaran sendiri melakukan pemulihan fungsi ruang
 Konsekuensi yang diterima pelanggar apabila mengabaikan
surat peringatan.
 Apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang
disampaikan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban
menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi pemulihan fungsi
ruang
 Pejabat yang berwenang melakukan pemulihan fungsi ruang
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
pemulihan fungsi ruang yang harus dilaksanakan pelanggar
dalam jangka waktu pelaksanaannya
 Pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban
melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi
ruang.
i) Denda administratif. Untuk ketentuan mengenai tata cara
pengenaan sanksi administratif diatur lebih lanjut dalam Peraturan
daerah tersendiri.

2) Sanksi Pidana
Pengenaan sanksi pidana terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–undangan
bidang Penataan Ruang yaitu merujuk ke Undang-Undang Nomor 26
tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dalam UU No. 26 Tahun 2007,
menegaskan sanksi tidak hanya bagi orang yang tidak menaati rencana
tata ruang, orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang, mengakibatkan perubahan fungsi ruang,
mengakibatkan kerugian/kematian, tetapi juga memberikan sanksi
kepada pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Sanksi pidana yang
diberikan berupa pidana penjara dan pidana denda. Untuk besaran
jumlah denda dan lama hukuman ditegaskan sebagai berikut :

Pasal 69
(1) Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah
ditetapkan yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan
barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 8
(delapan) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00
(satu miliar lima ratus juta rupiah).
(3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 70
(1) Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan perubahan fungsi ruang, pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan
barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu
miliar lima ratus juta rupiah).
(4) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 71
Setiap orang yang tidak mematuhi ketentuan ang ditetapkan dalam
persyaratan izin pemanfaatan ruang, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).

Pasal 72
Setiap orang yang tidak memberikan akses terhadap kawasan yang
oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 73
(1) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin
tidak sesuai dengan rencana tata ruang, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Selain sanksi pidana pelaku dapat dikenai pidana tambahan
berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari
jabatannya.

Pasal 74
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69,
Pasal 70, Pasal 71, dan Pasal 72 dilakukan oleh suatu korporasi,
selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusny, pidana ang
dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan
pemberata 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, dan Pasal 72.
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa :
a. Pencabutan izin usaha; dan/atau
b. Pencabutan status badan hukum.
3) Sanksi Perdata
Pengenaan sanksi perdata terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–undangan
(Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang).

Pasal 75
(1) Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 69, Pasal
70, pasal 71, dan pasal 72, dapat menuntut ganti
kerugian secara perdata kepada pelaku tindak pidana.
(2) Tuntutan ganti kerugian secara perdata sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
hukum acara pidana.

Anda mungkin juga menyukai