Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN EFUSI PLEURA


DI RUANG IGD RSAL Dr. MIDIYATO SURATANI
TANJUNGPINANG

DISUSUN OLEH :

Novalina Manurung, S.Kep

PRESEPTOR KLINIK:

Masriyati, S. Kep, Ns

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH

TANJUNGPINANG

2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
EFUSI PLEURA

I. Konsep Dasar Medik


1. Defisini
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat
penumpukan cairan dalam rongga pleura. Efusi dapat berupa cairan
jemih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa
darah atau pus (Somantri, 2008).
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapai
penumpukan cairan dalam rongga pleura berupa transudat dan eksudat
yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan
absorbsi di kapíler dan pleura viseralis (Mutiaqin, 2012).
Pleura merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan
jaringan elastis yang melapisi rongga dada (pleura paríetalis) dan
menyelubungi paru (pleura visceralis). Diantara pleura parietalis dan
pleura visceralis terdapat suatu rongga yang berísi cairan pleura yang
berfungsí untuk memudahkan kedua permukaan bergerak selama
pemafasan. Tekanan dalam rongga pleura lebíh rendah dari tekanan
atmosfer, sehingga mencegah kolaps pam. Bila terserang penyakit
pleura mungkín mengalami peradangan atau udara atau cairan dapai
masuk ke dalam rongga pleura menyebabkan paru menekan atau
kolaps. Cairan dalam keadaan normal dalam rongga pleura bergerak
dari kapiler didalam pleura parieialis ke mang pleum dan kemudían
diserap kembali melalui pleura visceralis. Selisíh perbedaan absorpsi
cairan pleura melalui pleuravisceralis lebih besar daripada selisih
perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan perinukaan
pleura visceralis lebih besar daripada pleura parietalis sehingga
pada ruang pleura keadaan normal hanya terdapat beberapa mililiter
cairan.pada dasarnya ulu pleura itu rnerupakan komplikasi dari
penyakit gagal jantung kongesti; pneumonia, tuberkulosis, emboli
paru.

2. Anatomi Fisiologi
Pernafasan merupakan proses memasukkan oksigen dari
lingkungan ke dalam tubuh serta membuang gas karbondioksida dan
uap air dalam tubuh kelingkungan. Tujuannya ialah untuk memperoleh
energi dengan memecah molekul kompleks menjadi molekul yang
lebih sederhana, yaitu molekul gula diuraikan menjadi karbondioksida
dan uap air serta energi. Selanjutnya energi digunakan untuk berbagai
aktivitas seperti bergerak, tumbuh, berkembang, reproduksi, dan lain
sebagainya.
Gambar 2.1 Anatomi fisiologi sistem pernafasan Sumber : Sarwadi,S.ST
a. Alat pernafasan
Bagian tubuh yang berfungsi sebagai tempat pertukaran gas antara tubuh
dengan lingkungan disebut alat pernafasan. Alat pernafasan manusia terdiri dari
beberapa organ.
1) Rongga hidung
Rongga hidung berupa dua saluran sempit yang ditopang oleh beberapa
tulang yang di dalamnya terdapat selaput lendir dan bulu hidung yang
berfungsi untuk : menyaring debu maupun kotoran yang masuk bersama
udara, menyelaraskan antara suhu udara dengan suhu tubuh, mengontrol
kelembapan udara yang akan masuk ke tubuh.
2) Faring
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan udara dengan makanan.
Faring berada di belakang rongga hidung dan mulut, didalamnya terdapat
dua katup yaitu katup pangkal tenggorokan (epiglotis) dan katup penutup
rongga hidung (anak tekak). Fungsi anak tekak ialah untuk menutup faring
jika saat menelan makanan. Celah yang terdapat pada laring yang disebut
glotis menuju ke batang tenggorokan.
3) Laring (pangkal tenggorokan)
Laring berada di antara faring dan trakea. Laring terdiri dari katup pangkal
tenggorokan (epiglotis), perisai tulang rawan dan gelang-gelang tulang rawan
yang membentuk jakun. Suara manusia dihasilkan oleh pita suara yang
terletak di laring. Lapisan tulang rawan yang menyusun laring antara lain
sebagai berikut:
4) Trakea (batang tenggorokan)
Bentuk batang tenggorokan seperti pipa bergelang-gelang tulang rawan yang
panjangnya kurang lebih 10cm, berada di bagian leher dan rongga dada.
Selaput lendir melapisi dinding dalamnya dengan sel-selnya diselimuti
rambut getar. Fungsi trakea sebagai tempat lewatnya udara. Saat berbicara,
epiglotis akan turun menutupi saluran pernafasan dan akan terangkat ketika
menelan makanan. Fungsi rambut getar untuk menahan dan mengeluarkan
kotoran atau partikel-partikel asing yang ikut terhirup bersama udara.
5) Bronkus (cabang dari tenggorokan)
Bronkus merupakan cabang dari trakea yang bercabang menjadi dua, yaitu
bronkus kanan dan bronkus kiri. Cabang kiri masuk ke paru-paru kiri dan
cabang akan menuju paru-paru kanan. Bronkus juga memiliki selaput yang
berlendir dan rambut-rambut getar. Bronkus bercabang tiga menuju paru-
paru kanan dan bercabang dua menuju paru-paru kiri. Setiap cabang dari
bronkus akan bercabang lagi membentuk saluran yang lebih kecil yang
disebut bronkiolus.
6) Bronkiolus
Cabang dari bronkus yang membentuk saluran kecil disebut bronkiolus.
Cabang-cabang dari bronkiolus akan semakin halus. Cabang-cabang paling
halus dari bronkiolus akan masuk ke gelembung paru-paru atau alveolus.
Fungsi dari alveolus ialah sebagai tempat oksigen untuk masuk kedalam
darah dan melepaskan air dan karbondioksida dari darah.
7) Alveolus
Saluran yang paling ujung dari alat pernapasan ialah alveolus, yang berupa
gelembung-gelembung udara. Alveolus mempunyai fungsi sebagai tempat
pertukaran gas, yaitu tempat masuknya oksigen ke dalam darah dan
mengeluarkan karbondioksida dan air darah.
8) Paru-paru
Paru-paru terletak di rongga dada di bagian atas diafragma. Paru-paru
tersusun oleh dua bagian, yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri
dari tiga gelambir. Paru-paru berfungsi menjadi tempat terjadinya difusi
oksigen ke dalam darah dan pengeluaran karbondioksida dari darah.
9) Pleura
Selaput tipis yang berfungsi membungkus paru-paru disebut pleura. Selaput
bagian dalam yang langsung menyelubungi paru-paru disebut pleura dalam
(pleura visceralis). Sedangkan selaput yang akan langsung menyelubungi
rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar
(pleura paritalis). Ujung dari bronkiolus pada paru-paru terdapat tempat yang
berfungsi tempat pertukaran gas disebut alveolus.

3. Klasifikasi
a. Efusi pleura transudart
Pada efusi jenis transudart ini keseimbangan kekuatan menyebabkan
pengeluran cairan dari pembuluh darah. Mekanisme terbentuknya
transudat karena peningkatan tekanan hidrostatik (CHF), penurunan
onkotik (hipoalbumin) dan tekanan negatif intra pleura yang meningkat
(atelektasis akut). Ciri-ciri cairan :
1) Serosa jernih
2) Berat jenis rendah (dibawah 1,012)
3) Terdapat limfosit dan mesofel tetai tidak ada neutrofil
4) Protein <3%
Penimbunan cairan transudat dalam rongga pleura dikenal dengan
hydrothorax, penyebabnya:
1) Payah jantung
2) Penyakit ginjal (SN)
3) Penyakit hati (SH)
4) Hipoalbuminemia (malnutrisi, malabsorbsi)
b. Efusi pleura eksudart
Eksudat ini terbentuk sebagai akibat penyakit dari pleura itu sendiri yang
berkaitan dengan peningkatan permeabilitas kapiler (misal pneumonia)
atau drainase limfatik yang berkurang (misal obstruksi aliran limfa
karena karsinoma) ciri cairan eksudat :
1) Berat jenis >1,015%
2) Kadar protein >3% atau >30g/dl
3) Ratio protein pleura berbanding LDH serum 0,6
4) LDH cairan pleura lebih besar daripada 2/3 batas atas LDH serum
normal
5) Warna cairan keruh
Penyebab dari efusi pleura ini adalah :
a) Kanker : karsinoma bronkogenik, mesotelioma atau penyakit
metastatik ke paru atau permukaan pleura
b) Infark paru
c) Pneumonia
d) Pleuritis virus

4. Etiologi
a. Transudat
Pleuritis serosa, semifibronosa, dan fibrinosa semuanya disebabkan
oleh proses yang pada hakikatnya sama. Eksudasi fibrinosa umumya
pada fase perkembangan awal, mungkin bermanifestasi sebagai eksudat
serosa atau fibrinosa, tetapi akhirnya akan muncul reaksi eksudativa
yang lebih parah. Efusi pleura ini disebabkan oleh gagal jantung
kongestif, emboli paru, sirosis hati, (penyakit intrabdominan), dialisis
peritoneal, hipoalbuminemia, sindrom nefrotik, glomerulonefritis akut,
retensi garam, atau pasca by-pass koroner.
b. Eksudat
Penimbunan non inflamatorik cairan serosa di dalam rongga pleura
disebut hidrotoraks. Eksudat terjadi akibat peradangan dan infiltrasi
pada pleura atau jaringan yang berdekatan dengan pleura. Kerusakan
pada dinding kapiler darah menyebabkan terbentuknya cairan kaya
protein yang keluar dari pembuluh darah dan berkumpul pada rongga
pleura. Penyebab efusi pleura eksudatif adalah neoplasma, infeksi
penyakit jaringan ikat, penyakit intra abdominal, dan imunologik.
Bendungan pada pembuluh lifa juga dapat menyebabkan efusi pleura
eksudatif. Klitotoraks adalah penimbunan cairan seperti susu, biasanya
berasal dari pembuluh limfa, di rongga pleura. Kilus tampak putih susu
karena mengandung emulsi halus lemak.
c. Penyebab lain
1) Gagal jantung
2) Kadar protein darah yang rendah
3) Sirosis hati
4) Pneumonia
5) Blastomikosis
6) Emboli paru
7) Perikarditis
8) Tumor pleura
9) Pemasangan NGT yang tidak baik
5. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang timbul jika cairan inflamantoris atau jika mekanika paru
terganggu. Klien dengan efusi pleura biasanya akan mengalami keluhan :
a. Batuk
b. Sesak nafas
c. Nyeri pleuritis
d. Rasa berat pada dada
e. Berat badan menurun
f. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab demam,menggigil, dan nyeri
dada pleuritis (pneumonia), pana tinggi (kokus), subfebrl
(tuberkulosis), banyak keringat, dan batuk
g. Deviasi trake menjauhi tembapt yang sakit dapat terjadi jika
penumpukan pleural yang signfikan
h. Pada pemeriksaan fisik :
1) Inflamasi dapat terjadi fiction rub
2) Atelektasis komprehensif (kolaps paru parsial) dapat menyebab kan
bunyi napas bronkus
3) Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan
berlainan karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit
akan kurang bergerak dalam pernapasan
4) Fokal premitus melemah saat diperkusi didapati pekak, dalam
keadaan duduk permukaan cairan berbentuk garis melengkung (garis
ellies damoiseu)
5) Didapati segitiga garland yaitu daerah yang diperkusi redup timpani
bagian atas garis ellies damoiseu segitiga grocco rochfusz, yaitu
daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain.
Pada auskultasi daerah ini didapati vaskuler melemah dengan ronchi
6. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan
antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal
cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh
darah kapiler. Filtrasi yang terjadi karena perbedaan tekanan osmotic
plasma dan jaringan interstitial submesotelial kemudian melalui sel
mesotelial masuk kedalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat
melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Pada kondisi tertentu rongga pleura dapat terjadi penimbunan cairan
berupa transudat maupun eksudat. Transudat terjadi pada peningkatan
tekanan vena pulmonalis, misalnya pada gagal jatung kongesti. Pada kasus
ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari pmbuluh
darah. Transudasi juga dapat terjadí pada hipoproteineimia seperti pada
penyakit hati dan ginjal. Penimbunan transudat dalam rongga pleura disebut
hidrotoraks. Cairan pleura cenderung tertimbun pada dasar paru akibat gaya
gravitasi.
Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan
pleura, dan akibat peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi
getah bening. Jíka efusi pleura mengandung nanah, keadaan ini dísebut
empiema. Empiema disebabkan oleh perluasan infeksi dari struktur yang
berdekatan dan dapat merupakan komplíkasi dari pneumonia, abses pam
atau perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura. Bila efusi pleura berupa
cairan hemoragis disebut hemotoraks dan biasanya disebabkan karena
trauma maupun keganasan.
Efusi pleura akan mcnghambat fungsi paru dengan membatasi
pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung
pada ukuran dan cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun
secara perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan
terkurnpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata.
Kondisi efıısi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan
menyebabkan gagal nafas. gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan
pernatasan bila tekanan partial (Pa O2)< 60 mmHg atas tekanan partial
Karbondioksida arteri (Pa Co2) ≥ 50 ııırnHg nıelalui pemeriksaan analisa
gas darah.
Di dalam rongga pleura terdapat kurang lebih 5-15 ml cairan yang
cukup untuk membasahi seluruh perrnukaan pleura parietalis dan pleura
viscralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya
tekanan hidrostaıik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan
ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil
lainnya (10-20 %) mengalir ke dalarn pembuluh limfe sehingga pasase
cairan di sini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura (efusi pleura) terjadi bila
keseimbangan antara produksi dan absorpsi terganggu misalnya pada
hiperemia akibat inflamasi, perubahan tekanaıı osmotik,
(hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Transudat
misalnya terjadi pada gagal jantııng karena bendııngan vena disertai
peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatik tekanan osmotik
koloid yang menurıın. Eksııdat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan
dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein
dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandııng banyak sel darah
putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atan nihil
sehingga berat jenisnya rendah.
Infeksi tuberkulosis pleura biasanya disebabkan oleh efek primer
sehingga berkembang pleuritis eksudativa tuberkulosa. Pergeseran antara
kedua pleura yang meradang akan menyebabkan nyeri. Suhu badan
mungkin hanya sub febril, kadang ada demam. Diagnosis pleuritis
tuberkulosa eksudativa ditegakkan dengan pungsi untuk pemeriksaan
kuman basil tahan asam dan jíka perlu torakskopi untuk biopsi pleura.
Pada penanganannya, selain diperlukan tuberkulostatik, diperlukan
juga istirahat dan kalau perlu pemberian analgesik. Pııngsi dilakukan bila
cairan demikian banyak dan menimbulkan sesak napas dan pendorongan
mediastinum ke sisi yang sehat. Penanganan yang baik akan memberikan
prognosis yang baik, pada fungsi paru-paru maupun pada penyakitnya.
Pathway

Bakteri piogenik fungi parasit Tuberculosis (TB)

Berasal dari jaringan Infeksi amoeba


parenkim Infeksi fungi
Komplikasi
aktinomikis dari
tuberculosis paru
jaringan paru tropozoid
Menjalar secara
hematogen
diafragma
Melalui sub
pleura yang
Rongga pleura robek

Effusi Pleura

Proses peradangan
Pengumpulan cairan yang pada rongga pleura
berlebihan di rongga pleura Fungsi pleura
(torakosintesis)

Tekanan pleura Aspirasi cairan


Pengeluaran Hipersekresi pleura melalui
meningkat
endogren dan mukus paru
Pertukaran O2 pirogen
Penurunan ekspansi
dan CO2
paru Secret tertahan di
terganggu Resiko infeksi
Febris saluran nafas
Takipnea
Demam Bersihan jalan
Gangguan Ronchi (+)
Kebutuhan O2 tidak pertukaran gas nafas tidak
terpenuhi secara efektif
Hipertermi
maksimal
Metabolism Gangguan nutrisi
Ketidakefektifan tubuh kurang dari
pola nafas kebutuhan tubuh
7. Komplikasi
a. Fibro thoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase
yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan
pleura viseralis akibat efusi pleura yang tidak ditangani dengan drainase
yang baik. jika fibrothoraks meluas dapat menimbulkan hambaian
mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya
pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untuk
mernisahkan membran-membran pleura tersebut.
b. Atelektaksis
Atelektasis merupakan pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
c. Fibrosis
Pada fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat
jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat
cara perbaikan jaringan sebagai lanjutan suatu proses penyakit paru
yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atelektaksis yang
berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan baru yang
terserang dengan jaringan fibrosis.
d. Kolaps Paru.
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan
ektrinsik pada sebagian / seniua bagian paru akan mendorong udara
keluar dan mengakibatkan kolaps paru.

8. Penatalaksanaan Medik dan Keperawatan


Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai
pipa intubasi melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit
keluar atau bila empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin
sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau
larutan antiseptik. Pengobaian secara sistemik hendaknya segera dilakukan,
tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang
adequate.
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat
dilakukan plearodesis yakni melengketkan pleiua viscralis dan pleura
parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin,
Corynecbacterium parvum dll.
a. Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui selang
iga.
b. Irigasi cairan garam fisiologís atau larutan antiseptik (Betadine).
c. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah
aspirasi.
d. Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesirnen
(analisis), menghilangkan dyspnea. Pengambilan cairan melalui sebuah
jarum yang di masukkan di antara set iga tepatnya di dalang rongga
pleura, misalnya push pada emfisema atau untuk mengeluarkan udara
yang terdapat di dalam rongga pleura.
e. Water seal drainage (WSD) : Drainase cairan (Water Seal Drainage).
jika efusi menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll.
Cairan efusi sebanyak 1-1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk
mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih
banyak maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam
kemudian.
f. Antibiotíka jika terdapat emfisema.
g. Operatif
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologi pada fluoroskopi maupun foto thorak PA cairan
yang kurang dari 300 cc tidak bisa terlihat. Mungkin kelainan yang
tampak hanya berupa penumpukan sostophrenicus apabila cairan tidak
tampak pada foıo posterior-anterior (PA) maka dapat dibuat foto pada
posisi dekubitus lateral. Dengan foto toraks posisi lateral dekubitus
dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak paling
sedikit 70 cc, sedangkan dengan posisi PA paling tidak cairan dapaı
diketahui sebanyak 300 cc.
b. Biopsi pleura
Dapat menunjukkan 50-70% diagnosis kasus pleuritistubekolosis dan
tıımor pleura. Biopsi ini berguna nutuk mengambil spesimen jaringan
pleura melalui biopsi jalur perkutaneus. Komplikasi biopsi adalah
pneumothoraks, hemothoraks, penyebaran infeksi dan tıımor dinding
dada.
c. Analisa cairan pleura
Untuk diagnostik cairan pleura perlu dilakukan pemeriksaan:
1) Warna cairan
a) Haemorragic pleural efusion, biasanya pada klien dengan adanya
keganasan paru atau akibat infark paru terutaina disebabkan oleh
tuberkolosis.
b) Yellow exudates pleural efusion, terutama terjadi pada keadaan
gagal jantung kongestif, sindrom nefrotik, hipoalbuminemia, dan
perikarditis konstriktif
c) Clear transudate pleural efusion, sering terjadi pada klien dengan
keganasan ekstrapulmuner
d) Biokimia, untuk membedakan transudasi dan eksudasi.
e) Sitologi, pemeriksaan sitologi bila ditemukan patologis atau
dominasi sel tertentu untuk melihat adanya keganasan
f) Bakteriologi. Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang
dapat mengandung mikroorganisme, apalagi bila cairannya
purulen. Efusi yang purulen dapat mengandung kuman-kuman
yang aerob anaero Jenis kuman yang sering ditemukan adalah
Pneumococcus, E.coli, clebsiella, Pseudomonas, Enterobacter.
d. CT Scan Thoraks
Berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea
serta cabang utama bronkus, menentukan lesi pada pleura dan secara
umum rnengungkapkan sifat serta derajat kelainan bayangan yang
terdapat pada paru dan jaringan toraks lainnya.
e. Ultrasound
Ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang timbul dan
sering digunakan dalam menuntun penusukan jarum untuk mengambil
cairan pleura pada torakosentesis.

II. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa,
bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada
pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak
nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura
yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan
bernafas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya
tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat
pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga
ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang
telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-
keluhannya tersebut.
d. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah pasien pernah menderita penyakit
seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan
sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura
seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
f. Riwayat Keperawatan
Pengkajian pada efusi pleura ini mengacu pada 11 pola Gordon
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Data subjekıif : riwayat kebiasaan penggunaan obat-obatan,
merokok, nıinıım alkohol.
Data objektif: ada obat-obatan
2) Pola nutrisi dan metabolik
Data subjektif : kebiasaan makan dan minıım, teıjadinya
penurunan nafsu makan
Data objektif : turgor kulit jelek, mukosa kering dan penıırunan
berat badan
3) Pola eliminasi
Data subjekıif : penurıınan frekuensi BAB, penumnan
perisıaltik usus, otot-otot traktus digestivus dan peningkatan
BAK
Data objektif : perubahan jıımlah urine yang meningkat
4) Pola aktifitas dan latihan
Data subjektif : sesak napas, kelelahan, nyeri dada, penurunan
aktifitas
Data objektif : penuıunan aktilıtas secara mandiri
5) Pola tidıır dan istirahat
Data subjektif : sulit tidur, penurunan kebutuhan tidur karena
adanya sesak nyeri dada dan peningkatan suhu tubuh.
Data objektif : palpebra inferior wama gelap dan wajah
mengantıık
6) Pola persepsi dan kogntif
Data subjekıif : perasaan nyeri
Data objekıif: bingung dan gelisah
7) Pola hubungan dan peran
Data subjektif: perııbahan peran interpersonal
Data objektif : kurang berinteraksi
8) Pola persepsi dan konsep diri
Data subjektif : perubahan persepsi diri
Data objektif : perhatian kurang, kontak mata
9) Pola mekanisme koping
Data subjektif : stress, bertanya-tanya tentang penyakitnya
Data objektif: ansietas
10) Pola reproduksi dan seksualitas
Data subjektif : penurunan libido
Data objektif : keterbatasan gerak
11) Pola system dan kepercayaan
Data subjektif : kemampuan pasien menjalankan ibadah,
tanggapan pasien atau keluarga mengenai agamanya
Data objektif : agama yang dianut oleh pasien.
g. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Kesadaran
Klien dengan effusi pleura biasanya akan mengalami
keluhan batuk, sesak napas, nyeri pleuritis, rasa berat pada
dada, dan berat badan menurun.
2) Tanda- tanda Vital
RR cenderung mengikat dank lien biasanya dispneu, suara
perkusi redup sampai pekak vocal premitus menurun,
bergantung pada jumlah cairannya, auskultasi suara napas
menurut sampai menghilang.
3) Mata
I : konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva
sianosis (karena hipoksemia)
P : Tidak ada pembesaran abnormal, tidak ada nyeri
tekan.

4) Hidung
I : adanya pernafasan cuping hidung (megap-megap,
dyspnea),
P : Tidak ada pembesaran abnormal, tidak ada nyeri
tekan.
5) Mulut dan Bibir
I : Membrane mukosa sianpsis (karena penurunan
oksigen), bernapas dengan dengan mengerutkan mulut
(dikaitkan dengan penyakit paru kronik),
tidak ada stomatitis
P : Tidak ada pmbesaran abnormal, tidak ada nyeri tekan.
6) Telinga
I : Simetris, tidak ada serumen, tidak ada alat bantu
pendengaran.
P : tidak ada pembesaran abnormal, tidak ada nyeri tekan.
7) Leher
I : Tidak ada lesi, warna kulit sawo matang, warna kulit
merata.
P : Tidak ada pembesaran vena jugularis dan tidak ada
pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada nyeri tekan.
8) Paru-paru
I : Peningkatan frekuensi/takipnea, peningkatan kerja
napas, penggunaan otot aksesoris pernapasan pada dada,
leher, retraksi intercostals, ekspirasi abdominal akut,
gerakan dada tidaksama (paradoksik) bila trauma,
penurunan pengembangan thorak (area yang sakit)
P : Terjadi ketertinggalan gerak antara area yang sakit
dengan area yang sehat. Fremitus menurun (sisi yang
terlihat).
Pemeriksaan fremitus dilakukan dengan ucapan :
a) Anjurkan klien mengatakan “Tujuh Puluh Tujuh” atau
Sembilan Puluh Sembilan” secara berulang-ulang
dengan intonasi sama kuat
b) Dengan menggunakan dua tangan, pemeriksa
menempelkan kedua tangannya kepunggung klien, dan
rasakan getaran dari paru kanan dan kiri. Apakah
bergetar sama atau tidak.
P : Bunyi pekak diantara area yang terisi cairan.
A: Bunyi nafas menghilang atau tidak terdengar diatas bagian
yang terkena
Gejala : kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah / trauma
Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada
dada, retraksi interkostal, bunyi napas menurun dan fremitus
menurun (pada sisi terlibat).
9) Abdomen
I : Tidak ada lesi, warna kulit merata. A :
Terdengar bising usus 12x/menit.
P : Tidak ada pembesaran abnormal, tidak ada nyeri
tekan.
P : tympani
10) Genetalia
I : Tidak ada lesi, rambut pubis merata, tidak ada
jaringan parut.
P : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran
abnormal.
11) Kulit
I : pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru
b. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan rongga pleura
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
perfusi ventilasi (terganggunya pertukaran O2 dan CO2)
d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif (pemasangan
WSD)
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan untuk memasukan makan
dan mencerna makanan
3. Intervensi Keperawatan

Tujuan Intervensi
Diagnos
a
pola nafas tidak efektif NOC NIC
b/d penurunan  Respiratory status : 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
ekspansi paru sekunder ventilation 2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
terhadap penumpukan  Vital sign status 3. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
cairan dalam rongga  Respiratory status : airway 4. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
pleura patency 5. Berikan bronkodilator
setelah dilakukan tindakan 6. Berikan pelembab udara kassa basah NaCL lembab
keperawatan selama... 7. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
pasien menunjukkan 8. Monitor respirasi dan status o2
keefektifan pola nafas 9. Bersihkan mulut, hidung, dan secret trakea
dengan kriteria hasil : 10. Pertahankan jalan nafas yang paten
 Mendemonstrasikan batuk 11. Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
efektif dan suara nafas yang 12. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenisasi
bersih, tidak ada sianosis dan 13. Monitor vital sign
dyspneu (mampu 14. Informasikan pada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk
mengeluarkan sputum, memperbaiki pola nafas
mampu bernafas dengan 15. Anjurkan bagaimana batuk efektif
mudah, tidak ada pursed lip) 16. Monitor pola nafas
 Menunjukkan jalan nafas
yang paten (klien tidak
merasa tercekik, irama dan
frekuensi nafas dalam
rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)
 Tanda tanda vital dalam
rentang normal (tekanan
darah, nadi, pernafasan)
Hipertermi b/d proses NOC NIC
peradangan rongga  Thermoregulasi 1. monitor suhu sesering mungkin
pleura 2. monitor warna dan suhu kulit
setelah dilakukan tindakan 3. monitor TD, nadi dan RR
keperawatan selama... pasien 4. monitor penurunan tingkat kesadaran
menunjukkan :suhu tubuh dalam 5. monitor WBC, Hb, dan Hct
batas normal 6. monitor intake dan output
dengan kriteria hasil : 7. berikan anti piretik
8. kelola antibiotik
 Suhu 36-37 C 9. selimuti pasien
 Nadi dan RR dala rentang 10. berikan cairan intravena
normal 11. kompres pasien pada lipatan paha dan aksila
 Tidak ada perubahan warna 12. tingkatkan sirkulasi udara
 kulit dan tidak ada pusing, 13. tingkatkan intake cairan
pasien merasa nyaman 14. catat adanya fluktasi darah
15. monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembapan, membran mukosa

Gangguan pertukaran NOC: NIC :


gas b/d  Respiratory Status : Gas 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
ketidakseimbangan exchange 2. Pasang mayo bila perlu
perfusi ventilasi  Keseimbangan asam Basa, 3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
(terganggunya Elektrolit 4. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
pertukaran O2 dan  Respiratory Status : ventilation 5. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
CO2)  Vital Sign Status 6. Berikan bronkodilator ;
7. Barikan pelembab udara
Setelah dilakukan tindakan 8. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
keperawatan selama …. Gangguan 9. Monitor respirasi dan status O2
pertukaran pasien teratasi dengan 10. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot
kriteria hasi: tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
 Mendemonstrasikan 11. Monitor suara nafas, seperti dengkur
peningkatan ventilasi dan 12. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
oksigenasi yang adekuat cheyne stokes, biot
 Memelihara kebersihan paru 13. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi
paru dan bebas dari tanda tanda dan suara tambahan
distress pernafasan 14. Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental
 Mendemonstrasikan batuk 15. Observasi sianosis khususnya membran mukosa
efektif dan suara nafas yang 16. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan tindakan dan
bersih, tidak ada sianosis dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2, Suction, Inhalasi)
dyspneu (mampu mengeluarkan 17. Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan denyut jantung
sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
 Tanda tanda vital dalam rentang
normal
 AGD dalam batas normal
 Status neurologis dalam batas
normal
Resiko Infeksi b/d NOC : NIC :
prosedur imfasif  Immune Status 1. Pertahankan teknik aseptif
(pemasangan WSD)  Knowledge : Infection 2. Batasi pengunjung bila perlu
control 3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
 Risk control 4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
5. Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
Setelah dilakukan tindakan 6. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
keperawatan selama…… pasien 7. Tingkatkan intake nutrisi
tidak mengalami infeksi dengan 8. Berikan terapi antibiotik:.................................
kriteria hasil: 9. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
 Klien bebas dari tanda 10.Pertahankan teknik isolasi k/p
dan gejala infeksi 11.Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,
 Menunjukkan drainase
kemampuan 12.Monitor adanya luka
untuk mencegah timbulnya 13.Dorong masukan cairan
infeksi 14.Dorong istirahat
 Jumlah leukosit dalam batas 15.Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
normal 16. Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam
 Menunjukkan perilaku hidup
sehat
 Status imun, gastrointestinal,
genitourinaria dalam batas
normal
Bersihan Jalan nafas tidak NOC: NIC
efektif b/d peningkatan  Respiratory status Ventilation 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning.
sekresi mukus  Respiratory status : Airway patency 2. Berikan O2 ……l/mnt, metode………
 Aspiration Control Setelah dilakukan 3. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
tindakan 4. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
keperawatan selama pasien 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
menunjukkan keefektifan jalan nafas 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
dibuktikan dengan kriteria hasil : 8. Berikan bronkodilator :
 Mendemonstrasikan batuk efektif 9. Monitor status hemodinamik
dan suara nafas yang bersih, tidak 10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
ada sianosis dan dyspneu (mampu 11. Berikan antibiotik :
mengeluarkan sputum, bernafas 12. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
dengan mudah, tidak ada pursed 13. Monitor respirasi dan status O2
lips) 14. Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk mengencerkan sekret
 Menunjukkan jalan nafas yang paten 15. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang penggunaan peralatan : O2, Suction,
(klien tidak merasa tercekik, irama Inhalasi.
nafas, frekuensi pernafasan dalam
rentang normal, tidak ada suara
nafas abnormal)
 Mampu mengidentifikasikan dan
mencegah faktor yang penyebab.
 Saturasi O2 dalam batas normal
 Foto thorak dalam batas normal
Ketidakseimbangan NOC: NIC
nutrisi kurang dari  Nutritional status: Adequacy of 1. Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh nutrient 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
b/dketidakmampuan  Nutritional Status : food and yang dibutuhkan pasien
untuk memasukan Fluid Intake 3. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
makan dan mencerna  Weight Control konstipasi
makanan 4. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
Setelah dilakukan tindakan 5. Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
keperawatan selama….nutrisi 6. Monitor lingkungan selama makan
kurang teratasi dengan indikator: 7. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
 Albumin serum 8. Monitor turgor kulit
 Pre albumin serum 9. Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht
 Hematokrit 10.Monitor mual dan muntah
 Hemoglobin 11.Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
 Total iron bindin 12.Monitor intake nuntrisi
capacity 13.Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi
 Jumlah limfosit 14.Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan.
15.Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan
16.Kelola pemberan anti emetik:.....
17.Anjurkan banyak minum
18.Pertahankan terapi IV line
19. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oval
4. Implementasi
Pada tahap pelaksanaan ini merupakan tahap perencanaan
rencana keperawatan kedalam tindakan yang nyata untuk mencapai
hasil yang diharapkan, disini penulis membandingkan kenyataan
dengan teori yang ada dan hampir semua intervensi kasus
diaplikasikan dalam tindakan dan proses keperawatan pada setiap
diagnosa.
Penerapan rencana tindakan dilakukan pada setiap per menit
tindakan setiap hari yaitu selama 4 hari pelaksanaan. Selama
menerapkan asuhan keperawatan, dilaksanakannya dengan cara
kerjasama antara perawat, klien, keluarga dan tim kesehatan lainnya.
Tidak ada hambatan yang berarti selama memberikan asuhan
keperawatan kepada klien. Namun, demikian tidak semua perencanaan
dapat dilakukan terhadap klien karena disesuaikan kembali dengan
keadaan klien pada saat itu dan fasilitas yang ada.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang
menggambarkan dri seluruh keperawatan dengan tujuan untuk
mengetahui sejauh mana masalah keperawatan yang muncul,
bagaimana cara penanganannya dan apakah semua masalah dapat
teratasi dalam waktu 4 hari. Tindakan keperawatan yang penulis
berikan kepada pasien bisa dikatakan telah mencapai tujuan dan
kriteria hasil yang ditetapkan sesuai dengan diagnosa. Hal ini tidak
terlepas dari kerjasama yang baik dari klien, keluarga dan tim
kesehatan lainnya
Daftar Pustaka

Muttaqin, Arif. (2012). Buku ajar Asuhai keperawatmi klien dengan gangguan sistem
kardiovaskular dan hematologi. Jakarta: Salemba

Sjamsuhidajat R, de long W. (2005). Buku Ajar frun Bedah. Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzanne C, dan Bare, Brenda G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal.
Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2)

Wllkinson, Judith M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Nanda NIC NOC
jilid 9. Jakarta : EGC

Herdman, T. Heather.(2015). NANDA International Inc. Nursing diagnosises;


definitions and classification 2015-2017. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai