DISUSUN OLEH :
PRESEPTOR KLINIK:
Masriyati, S. Kep, Ns
TANJUNGPINANG
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
EFUSI PLEURA
2. Anatomi Fisiologi
Pernafasan merupakan proses memasukkan oksigen dari
lingkungan ke dalam tubuh serta membuang gas karbondioksida dan
uap air dalam tubuh kelingkungan. Tujuannya ialah untuk memperoleh
energi dengan memecah molekul kompleks menjadi molekul yang
lebih sederhana, yaitu molekul gula diuraikan menjadi karbondioksida
dan uap air serta energi. Selanjutnya energi digunakan untuk berbagai
aktivitas seperti bergerak, tumbuh, berkembang, reproduksi, dan lain
sebagainya.
Gambar 2.1 Anatomi fisiologi sistem pernafasan Sumber : Sarwadi,S.ST
a. Alat pernafasan
Bagian tubuh yang berfungsi sebagai tempat pertukaran gas antara tubuh
dengan lingkungan disebut alat pernafasan. Alat pernafasan manusia terdiri dari
beberapa organ.
1) Rongga hidung
Rongga hidung berupa dua saluran sempit yang ditopang oleh beberapa
tulang yang di dalamnya terdapat selaput lendir dan bulu hidung yang
berfungsi untuk : menyaring debu maupun kotoran yang masuk bersama
udara, menyelaraskan antara suhu udara dengan suhu tubuh, mengontrol
kelembapan udara yang akan masuk ke tubuh.
2) Faring
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan udara dengan makanan.
Faring berada di belakang rongga hidung dan mulut, didalamnya terdapat
dua katup yaitu katup pangkal tenggorokan (epiglotis) dan katup penutup
rongga hidung (anak tekak). Fungsi anak tekak ialah untuk menutup faring
jika saat menelan makanan. Celah yang terdapat pada laring yang disebut
glotis menuju ke batang tenggorokan.
3) Laring (pangkal tenggorokan)
Laring berada di antara faring dan trakea. Laring terdiri dari katup pangkal
tenggorokan (epiglotis), perisai tulang rawan dan gelang-gelang tulang rawan
yang membentuk jakun. Suara manusia dihasilkan oleh pita suara yang
terletak di laring. Lapisan tulang rawan yang menyusun laring antara lain
sebagai berikut:
4) Trakea (batang tenggorokan)
Bentuk batang tenggorokan seperti pipa bergelang-gelang tulang rawan yang
panjangnya kurang lebih 10cm, berada di bagian leher dan rongga dada.
Selaput lendir melapisi dinding dalamnya dengan sel-selnya diselimuti
rambut getar. Fungsi trakea sebagai tempat lewatnya udara. Saat berbicara,
epiglotis akan turun menutupi saluran pernafasan dan akan terangkat ketika
menelan makanan. Fungsi rambut getar untuk menahan dan mengeluarkan
kotoran atau partikel-partikel asing yang ikut terhirup bersama udara.
5) Bronkus (cabang dari tenggorokan)
Bronkus merupakan cabang dari trakea yang bercabang menjadi dua, yaitu
bronkus kanan dan bronkus kiri. Cabang kiri masuk ke paru-paru kiri dan
cabang akan menuju paru-paru kanan. Bronkus juga memiliki selaput yang
berlendir dan rambut-rambut getar. Bronkus bercabang tiga menuju paru-
paru kanan dan bercabang dua menuju paru-paru kiri. Setiap cabang dari
bronkus akan bercabang lagi membentuk saluran yang lebih kecil yang
disebut bronkiolus.
6) Bronkiolus
Cabang dari bronkus yang membentuk saluran kecil disebut bronkiolus.
Cabang-cabang dari bronkiolus akan semakin halus. Cabang-cabang paling
halus dari bronkiolus akan masuk ke gelembung paru-paru atau alveolus.
Fungsi dari alveolus ialah sebagai tempat oksigen untuk masuk kedalam
darah dan melepaskan air dan karbondioksida dari darah.
7) Alveolus
Saluran yang paling ujung dari alat pernapasan ialah alveolus, yang berupa
gelembung-gelembung udara. Alveolus mempunyai fungsi sebagai tempat
pertukaran gas, yaitu tempat masuknya oksigen ke dalam darah dan
mengeluarkan karbondioksida dan air darah.
8) Paru-paru
Paru-paru terletak di rongga dada di bagian atas diafragma. Paru-paru
tersusun oleh dua bagian, yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri
dari tiga gelambir. Paru-paru berfungsi menjadi tempat terjadinya difusi
oksigen ke dalam darah dan pengeluaran karbondioksida dari darah.
9) Pleura
Selaput tipis yang berfungsi membungkus paru-paru disebut pleura. Selaput
bagian dalam yang langsung menyelubungi paru-paru disebut pleura dalam
(pleura visceralis). Sedangkan selaput yang akan langsung menyelubungi
rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar
(pleura paritalis). Ujung dari bronkiolus pada paru-paru terdapat tempat yang
berfungsi tempat pertukaran gas disebut alveolus.
3. Klasifikasi
a. Efusi pleura transudart
Pada efusi jenis transudart ini keseimbangan kekuatan menyebabkan
pengeluran cairan dari pembuluh darah. Mekanisme terbentuknya
transudat karena peningkatan tekanan hidrostatik (CHF), penurunan
onkotik (hipoalbumin) dan tekanan negatif intra pleura yang meningkat
(atelektasis akut). Ciri-ciri cairan :
1) Serosa jernih
2) Berat jenis rendah (dibawah 1,012)
3) Terdapat limfosit dan mesofel tetai tidak ada neutrofil
4) Protein <3%
Penimbunan cairan transudat dalam rongga pleura dikenal dengan
hydrothorax, penyebabnya:
1) Payah jantung
2) Penyakit ginjal (SN)
3) Penyakit hati (SH)
4) Hipoalbuminemia (malnutrisi, malabsorbsi)
b. Efusi pleura eksudart
Eksudat ini terbentuk sebagai akibat penyakit dari pleura itu sendiri yang
berkaitan dengan peningkatan permeabilitas kapiler (misal pneumonia)
atau drainase limfatik yang berkurang (misal obstruksi aliran limfa
karena karsinoma) ciri cairan eksudat :
1) Berat jenis >1,015%
2) Kadar protein >3% atau >30g/dl
3) Ratio protein pleura berbanding LDH serum 0,6
4) LDH cairan pleura lebih besar daripada 2/3 batas atas LDH serum
normal
5) Warna cairan keruh
Penyebab dari efusi pleura ini adalah :
a) Kanker : karsinoma bronkogenik, mesotelioma atau penyakit
metastatik ke paru atau permukaan pleura
b) Infark paru
c) Pneumonia
d) Pleuritis virus
4. Etiologi
a. Transudat
Pleuritis serosa, semifibronosa, dan fibrinosa semuanya disebabkan
oleh proses yang pada hakikatnya sama. Eksudasi fibrinosa umumya
pada fase perkembangan awal, mungkin bermanifestasi sebagai eksudat
serosa atau fibrinosa, tetapi akhirnya akan muncul reaksi eksudativa
yang lebih parah. Efusi pleura ini disebabkan oleh gagal jantung
kongestif, emboli paru, sirosis hati, (penyakit intrabdominan), dialisis
peritoneal, hipoalbuminemia, sindrom nefrotik, glomerulonefritis akut,
retensi garam, atau pasca by-pass koroner.
b. Eksudat
Penimbunan non inflamatorik cairan serosa di dalam rongga pleura
disebut hidrotoraks. Eksudat terjadi akibat peradangan dan infiltrasi
pada pleura atau jaringan yang berdekatan dengan pleura. Kerusakan
pada dinding kapiler darah menyebabkan terbentuknya cairan kaya
protein yang keluar dari pembuluh darah dan berkumpul pada rongga
pleura. Penyebab efusi pleura eksudatif adalah neoplasma, infeksi
penyakit jaringan ikat, penyakit intra abdominal, dan imunologik.
Bendungan pada pembuluh lifa juga dapat menyebabkan efusi pleura
eksudatif. Klitotoraks adalah penimbunan cairan seperti susu, biasanya
berasal dari pembuluh limfa, di rongga pleura. Kilus tampak putih susu
karena mengandung emulsi halus lemak.
c. Penyebab lain
1) Gagal jantung
2) Kadar protein darah yang rendah
3) Sirosis hati
4) Pneumonia
5) Blastomikosis
6) Emboli paru
7) Perikarditis
8) Tumor pleura
9) Pemasangan NGT yang tidak baik
5. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang timbul jika cairan inflamantoris atau jika mekanika paru
terganggu. Klien dengan efusi pleura biasanya akan mengalami keluhan :
a. Batuk
b. Sesak nafas
c. Nyeri pleuritis
d. Rasa berat pada dada
e. Berat badan menurun
f. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab demam,menggigil, dan nyeri
dada pleuritis (pneumonia), pana tinggi (kokus), subfebrl
(tuberkulosis), banyak keringat, dan batuk
g. Deviasi trake menjauhi tembapt yang sakit dapat terjadi jika
penumpukan pleural yang signfikan
h. Pada pemeriksaan fisik :
1) Inflamasi dapat terjadi fiction rub
2) Atelektasis komprehensif (kolaps paru parsial) dapat menyebab kan
bunyi napas bronkus
3) Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan
berlainan karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit
akan kurang bergerak dalam pernapasan
4) Fokal premitus melemah saat diperkusi didapati pekak, dalam
keadaan duduk permukaan cairan berbentuk garis melengkung (garis
ellies damoiseu)
5) Didapati segitiga garland yaitu daerah yang diperkusi redup timpani
bagian atas garis ellies damoiseu segitiga grocco rochfusz, yaitu
daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain.
Pada auskultasi daerah ini didapati vaskuler melemah dengan ronchi
6. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan
antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal
cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh
darah kapiler. Filtrasi yang terjadi karena perbedaan tekanan osmotic
plasma dan jaringan interstitial submesotelial kemudian melalui sel
mesotelial masuk kedalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat
melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Pada kondisi tertentu rongga pleura dapat terjadi penimbunan cairan
berupa transudat maupun eksudat. Transudat terjadi pada peningkatan
tekanan vena pulmonalis, misalnya pada gagal jatung kongesti. Pada kasus
ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari pmbuluh
darah. Transudasi juga dapat terjadí pada hipoproteineimia seperti pada
penyakit hati dan ginjal. Penimbunan transudat dalam rongga pleura disebut
hidrotoraks. Cairan pleura cenderung tertimbun pada dasar paru akibat gaya
gravitasi.
Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan
pleura, dan akibat peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi
getah bening. Jíka efusi pleura mengandung nanah, keadaan ini dísebut
empiema. Empiema disebabkan oleh perluasan infeksi dari struktur yang
berdekatan dan dapat merupakan komplíkasi dari pneumonia, abses pam
atau perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura. Bila efusi pleura berupa
cairan hemoragis disebut hemotoraks dan biasanya disebabkan karena
trauma maupun keganasan.
Efusi pleura akan mcnghambat fungsi paru dengan membatasi
pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung
pada ukuran dan cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun
secara perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan
terkurnpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata.
Kondisi efıısi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan
menyebabkan gagal nafas. gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan
pernatasan bila tekanan partial (Pa O2)< 60 mmHg atas tekanan partial
Karbondioksida arteri (Pa Co2) ≥ 50 ııırnHg nıelalui pemeriksaan analisa
gas darah.
Di dalam rongga pleura terdapat kurang lebih 5-15 ml cairan yang
cukup untuk membasahi seluruh perrnukaan pleura parietalis dan pleura
viscralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya
tekanan hidrostaıik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan
ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil
lainnya (10-20 %) mengalir ke dalarn pembuluh limfe sehingga pasase
cairan di sini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di rongga pleura (efusi pleura) terjadi bila
keseimbangan antara produksi dan absorpsi terganggu misalnya pada
hiperemia akibat inflamasi, perubahan tekanaıı osmotik,
(hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Transudat
misalnya terjadi pada gagal jantııng karena bendııngan vena disertai
peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatik tekanan osmotik
koloid yang menurıın. Eksııdat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan
dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein
dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandııng banyak sel darah
putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atan nihil
sehingga berat jenisnya rendah.
Infeksi tuberkulosis pleura biasanya disebabkan oleh efek primer
sehingga berkembang pleuritis eksudativa tuberkulosa. Pergeseran antara
kedua pleura yang meradang akan menyebabkan nyeri. Suhu badan
mungkin hanya sub febril, kadang ada demam. Diagnosis pleuritis
tuberkulosa eksudativa ditegakkan dengan pungsi untuk pemeriksaan
kuman basil tahan asam dan jíka perlu torakskopi untuk biopsi pleura.
Pada penanganannya, selain diperlukan tuberkulostatik, diperlukan
juga istirahat dan kalau perlu pemberian analgesik. Pııngsi dilakukan bila
cairan demikian banyak dan menimbulkan sesak napas dan pendorongan
mediastinum ke sisi yang sehat. Penanganan yang baik akan memberikan
prognosis yang baik, pada fungsi paru-paru maupun pada penyakitnya.
Pathway
Effusi Pleura
Proses peradangan
Pengumpulan cairan yang pada rongga pleura
berlebihan di rongga pleura Fungsi pleura
(torakosintesis)
4) Hidung
I : adanya pernafasan cuping hidung (megap-megap,
dyspnea),
P : Tidak ada pembesaran abnormal, tidak ada nyeri
tekan.
5) Mulut dan Bibir
I : Membrane mukosa sianpsis (karena penurunan
oksigen), bernapas dengan dengan mengerutkan mulut
(dikaitkan dengan penyakit paru kronik),
tidak ada stomatitis
P : Tidak ada pmbesaran abnormal, tidak ada nyeri tekan.
6) Telinga
I : Simetris, tidak ada serumen, tidak ada alat bantu
pendengaran.
P : tidak ada pembesaran abnormal, tidak ada nyeri tekan.
7) Leher
I : Tidak ada lesi, warna kulit sawo matang, warna kulit
merata.
P : Tidak ada pembesaran vena jugularis dan tidak ada
pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada nyeri tekan.
8) Paru-paru
I : Peningkatan frekuensi/takipnea, peningkatan kerja
napas, penggunaan otot aksesoris pernapasan pada dada,
leher, retraksi intercostals, ekspirasi abdominal akut,
gerakan dada tidaksama (paradoksik) bila trauma,
penurunan pengembangan thorak (area yang sakit)
P : Terjadi ketertinggalan gerak antara area yang sakit
dengan area yang sehat. Fremitus menurun (sisi yang
terlihat).
Pemeriksaan fremitus dilakukan dengan ucapan :
a) Anjurkan klien mengatakan “Tujuh Puluh Tujuh” atau
Sembilan Puluh Sembilan” secara berulang-ulang
dengan intonasi sama kuat
b) Dengan menggunakan dua tangan, pemeriksa
menempelkan kedua tangannya kepunggung klien, dan
rasakan getaran dari paru kanan dan kiri. Apakah
bergetar sama atau tidak.
P : Bunyi pekak diantara area yang terisi cairan.
A: Bunyi nafas menghilang atau tidak terdengar diatas bagian
yang terkena
Gejala : kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah / trauma
Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada
dada, retraksi interkostal, bunyi napas menurun dan fremitus
menurun (pada sisi terlibat).
9) Abdomen
I : Tidak ada lesi, warna kulit merata. A :
Terdengar bising usus 12x/menit.
P : Tidak ada pembesaran abnormal, tidak ada nyeri
tekan.
P : tympani
10) Genetalia
I : Tidak ada lesi, rambut pubis merata, tidak ada
jaringan parut.
P : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran
abnormal.
11) Kulit
I : pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru
b. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan rongga pleura
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
perfusi ventilasi (terganggunya pertukaran O2 dan CO2)
d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif (pemasangan
WSD)
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan untuk memasukan makan
dan mencerna makanan
3. Intervensi Keperawatan
Tujuan Intervensi
Diagnos
a
pola nafas tidak efektif NOC NIC
b/d penurunan Respiratory status : 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
ekspansi paru sekunder ventilation 2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
terhadap penumpukan Vital sign status 3. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
cairan dalam rongga Respiratory status : airway 4. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
pleura patency 5. Berikan bronkodilator
setelah dilakukan tindakan 6. Berikan pelembab udara kassa basah NaCL lembab
keperawatan selama... 7. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
pasien menunjukkan 8. Monitor respirasi dan status o2
keefektifan pola nafas 9. Bersihkan mulut, hidung, dan secret trakea
dengan kriteria hasil : 10. Pertahankan jalan nafas yang paten
Mendemonstrasikan batuk 11. Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
efektif dan suara nafas yang 12. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenisasi
bersih, tidak ada sianosis dan 13. Monitor vital sign
dyspneu (mampu 14. Informasikan pada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk
mengeluarkan sputum, memperbaiki pola nafas
mampu bernafas dengan 15. Anjurkan bagaimana batuk efektif
mudah, tidak ada pursed lip) 16. Monitor pola nafas
Menunjukkan jalan nafas
yang paten (klien tidak
merasa tercekik, irama dan
frekuensi nafas dalam
rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)
Tanda tanda vital dalam
rentang normal (tekanan
darah, nadi, pernafasan)
Hipertermi b/d proses NOC NIC
peradangan rongga Thermoregulasi 1. monitor suhu sesering mungkin
pleura 2. monitor warna dan suhu kulit
setelah dilakukan tindakan 3. monitor TD, nadi dan RR
keperawatan selama... pasien 4. monitor penurunan tingkat kesadaran
menunjukkan :suhu tubuh dalam 5. monitor WBC, Hb, dan Hct
batas normal 6. monitor intake dan output
dengan kriteria hasil : 7. berikan anti piretik
8. kelola antibiotik
Suhu 36-37 C 9. selimuti pasien
Nadi dan RR dala rentang 10. berikan cairan intravena
normal 11. kompres pasien pada lipatan paha dan aksila
Tidak ada perubahan warna 12. tingkatkan sirkulasi udara
kulit dan tidak ada pusing, 13. tingkatkan intake cairan
pasien merasa nyaman 14. catat adanya fluktasi darah
15. monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembapan, membran mukosa
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang
menggambarkan dri seluruh keperawatan dengan tujuan untuk
mengetahui sejauh mana masalah keperawatan yang muncul,
bagaimana cara penanganannya dan apakah semua masalah dapat
teratasi dalam waktu 4 hari. Tindakan keperawatan yang penulis
berikan kepada pasien bisa dikatakan telah mencapai tujuan dan
kriteria hasil yang ditetapkan sesuai dengan diagnosa. Hal ini tidak
terlepas dari kerjasama yang baik dari klien, keluarga dan tim
kesehatan lainnya
Daftar Pustaka
Muttaqin, Arif. (2012). Buku ajar Asuhai keperawatmi klien dengan gangguan sistem
kardiovaskular dan hematologi. Jakarta: Salemba
Sjamsuhidajat R, de long W. (2005). Buku Ajar frun Bedah. Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C, dan Bare, Brenda G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal.
Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2)
Wllkinson, Judith M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Nanda NIC NOC
jilid 9. Jakarta : EGC