Anda di halaman 1dari 7

Data Praktikum

PEMBAHASAN P1

Pada praktikum ini dilakukan percobaan Absorbsi Obat secara In Vitro. Tujuan dari praktikum ini
adalah untuk mempelajari macam mekanisme transport obat melalui membran usus tikus. Absorbsi
obat adalah suatu proses pergerakan obat dari tempat pemberian ke sirkulasi di dalam tubuh. Absorbs
obat dari saluran pencernaam ke dalam darah umumnya terjadi setelah obat tersebut larut dalam cairan
disekeliling membrane tempat terjadinya absorbs. Absorbs obat akan semakin baik kelarutannya dalam
lipid sampai absorbsi optimal tercapai. Study absorbs in vitro dimaksudkan untuk informasi tentang
mekanisme absorbsi yang sesuai, permeabilitas membrane slauran pencernaaan terhadpat berbagai
bahan obat serta pengaruh berbagai factor terhadap absorbs suatu bahan obat.

Pada percobaan kali ini menggunakan usus halus (illeum) dari tikus karena didalam ileum terjadi
absorbs obat dan didalam ileum tidak ada enzim yang dapat mengganggu hasil percobaan. Sampel yang
digunakan adalah glukosan dan asam salisilat. Cairan mucosal dan serosal yang digunakan adalah asam
salisilat 0,001 M dan glukosa 0,001 M. Metode yang digunakan adalah metode usus terbalik karena akan
mempercepat kondisi zink. Hal tersebut karena volume dari mucosal lebih besar daripada volume yang
ada pada serosal dan dengan metode ini tidak membuat usus menjadi mudah jenuh. Selain itu, Metode
ini juga mutlak diperlukan untuk mempertahankan oksigenasi jaringan kelangsungan jaringan usus yang
hanya berlangsung selama maksimal 2 jam.Keuntungan dari metode ini adalah karena dapat digunakan
untuk menentukan transportasi di berbagai segmen dari usus kecil, sebagai studi awal untuk
transportasi obat, dan untuk memperkirakan tingkat level first pass metabolism obat pada sel
epitelusus. Sementara kerugian adalah  karena adanya mukosa muskularis menyebabkan obat untuk
berpindah dari lumen kedalam lamina propria dan menembus mukosa muskularis, menyebabkan obat –
obat tertentu dapat terikat dengannya dan menyebabkan transportasi lebih rendah dari yang
seharusnya diukur (Keperawatan, 2011)

Pada percobaan ini hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih jantan. Tikus putih
biasa digunakan dalam percobaan laboratorium karena mudah dikembangbiakkan dan mudah dalam
perawatannya, hewan ini juga memiliki struktur anatomi fisiologi yang hampir sama dengan manusia.
Sehingga hasil uji yang dicobakan pada tikus putih yang menyangkut struktur fisiologi anatomi dapat
diaplikasikan pada manusia. Sebelumnya, tikus percobaan dipuasakan dari makanan selama 20-24 jam,
tapi diberi minum air masak. Tujuan dari tikus dipuasakan agar tidak ada faktor makanan lain yang
mengganggu saat dilakukan percobaan serta untuk mengosongkan lambung dan usus, karena jika di
dalam lambung dan usus terdapat makanan maka dapat mengganggu atau mempengaruhi hasil
percobaan. Kemudian tikus dibunuh dengan cara diaklitimasi dengan gas CO2.Gas C02 biasa digunakan
sebagai obat bius yang diberikan melalui pernapasan.Aklitimasi ini bertujuan untuk menjaga usus agar
tetap hidup walaupun tikusnya sudah mati. Kemudian dibuka perutnya di sepanjang linea mediana
(linea mediana adalah garis yang melintas tepat ditengah tubuh dengan arah lintasan atas
bawah/vertikal) dan usus dikeluarkan. Cari lambung kemudian ambil usus setelah 15 cm dari pangkal
lambung, diambil 20 cm (diharapkan ini adalah illeum). Selama proses membuka perut tikus, perutnya
dibasahi menggunakan NaCL, tujuannya adalah agar jaringan usus masih tetap hidup. D igunakan larutan
NaCl yang isotonis karena menyerupai cairan tubuh tikus/ mamalia. Usus dibagi dua bagian sama
panjang, kemudian dibersihkan. Ujung dari potongan usus tersebut diikat dengan benang, kemudian
dengan menggunakan batang pengaduk yang berdiamter 2 mm, usus tersebut dibalik secara perlahan
agar usus tidak sobek, sehingga bagian mukosa terletak diluar. Tujuan dari peletakan mukosa usus diluar
karena ingin menyamakan pengondisian seperti dalam tubuh manusia, dimana mukosa usus adalah
bagian yang lipofil, sehingga diharapkan nantinya akan dapat diukur seberapa besar kadar zat aktif obat
yang bersifat lipofil yang dapat diabsorpsi oleh mukosa usus. Selanjutnya Kanula dimasukkan ke ujung
atas dari usus. Kemudian Usus diukur dengan panjang efektif 7 cm. Lalu pada bagian anal diikatkab pada
pipa oksigenasi yang sebelumnya telah diisi larutan ringer (CARI ISI LARUTAN RINGER). Cairan ringer ini
membantu agar jaringan pada usus masih tetap hidup. Kantong usus ini masing-masing diisi cairan
serosal 1,4ml. Kantong usus yang sudah berisi cairan serosal ini dimasukkan ke dalam tabung yang sudah
berisi cairan mukosal 75 ml (yang mengandung bahan obat yaitu larutan glukosa 0,001 M dan larutan
asam salisilat 0,001 M) pada suhu 37°C. Kantong usus untuk kontrol dilakukan dengan cara yang sama,
tetapi dengan menggunakan cairan mukosal tanpa obat.

Selama percobaan berlangsung, seluruh bagian usus dijaga agar dapat terendam dalam cairan
mukosal dan selalu dialiri gas oksigen dengan kecepatan kira-kira 100 gelembung per menit. Lalu
inkubasi selama 90 menit, lalu diambil cairan serosal dan mucosal untuk diukur serapannya dengan
cara : ambil 0,1 sampel kemudian ditambahkan 3,0 ml larutan zink sulfat 5% dan 2,0 ml laruran barium
hidroksida 0,3N. Fungsi penambahan barium hidroksida dan sengsulfat adalah untuk mengekstraksi
bahan obat dan memisahkan bahan obat dari senyawa-senyawa lain yang mungkin terikut. Selain itu
penambahan barium hidroksida dan sengsulfat akan mendeaminasi protein (terdapat gugus kromofor)
yang dapat mengganggu pada saat penetapan kadar. Selanjutnya larutan di kocok dan disentrifugasi
selama 5 menit, di ambil bagian yang jernih untuk di ukur absorbansinya pada lamda maksimum. Tujuan
dari sentrifugasi ini adalah untuk memisahkan endapan dengan filtratnya. Dimana filtrat yang berupa
cairan jernih tersebut yang mengandung bahan obat.

Hasil percobaan pada sampel asam salisilat diperoleh selisih absorbansi mucosal sebesar 0,005
dan selisih absorbansi serosal 0,004. Perbedaan selisih absorbansi antrara mucosal dan serosal hanya
0,001 (tidak berbeda secara nyata). Pada sampel ini transport obat terjadi secara difusi pasif karena
berdasarkan hasil selisih absorbansi mucosal dan serosal tidak berbeda secara nyata. Hal ini sesuai
dengan teori karena asam salisilat bersifat lipofil sehingga akan mudah menembus membrane yang
bersifat lipofil juga.

Hasil percobaan pada sampel glukosa diperoleh selisih absorbansi mucosal 0,052 dan selisih
absorbansi serosal 0,013. Perbedaan selisih absorbansi antara mucosal dan serosal sebesar 0,039
(berbeda secara nyata). Pada sampel ini transport obat terjadi secara transport aktif karena berdasarkan
hasil selisih absorbansi mucosal dan serosal berbeda secara nyata. Hal ini sesuai dengan teori karena
glukosa bersifat larut dalam air sehingga akan mengalami transport aktif fimana transport aktif
membutuhkan energy (ATP). Atp ini dibutuhkan karena sifat glukosa yang hidrofil sedangkan sifat
membrane lipofil.

Kesimpuln

1. Jenis transport obat yang terjadi pada sampel asam salisilat adalah difusi pasif
2. Jenis transport obat yang terjadi pasa sampel glukosa adalah transport akt
DATA PRAKTIKUM

PEMBAHASAN P2

Pada praktikum kali dilakukan percobaaan Pengaruh Inhibitor terhadap Absorbsi Obat secara in
vitro. Tujuan praktikum ini adalah memahami pengaruh inhibitor terhadap absorbs obat melalui saluran
cerna secara in vitro. Inhibitor adalah zat yang menghambat atau menurunkan laju reaksi kimia. Sifat
inhibitor berlawanan dengan katalis yang mempercepat laju reaksi. Study absorbs in vitro dimaksudkan
untuk informasi tentang mekanisme absorbsi yang sesuai, permeabilitas membrane slauran
pencernaaan terhadpat berbagai bahan obat serta pengaruh berbagai factor terhadap absorbs suatu
bahan obat.

Pada percobaan kali ini Sampel yang digunakan adalah Vit B. Metode yang digunakan adalah
metode usus terbalik karena akan mempercepat kondisi zink. Hal tersebut karena volume dari mucosal
lebih besar daripada volume yang ada pada serosal dan dengan metode ini tidak membuat usus menjadi
mudah jenuh. Selain itu, Metode ini juga mutlak diperlukan untuk mempertahankan oksigenasi jaringan
kelangsungan jaringan usus yang hanya berlangsung selama maksimal 2 jam.Keuntungan dari metode ini
adalah karena dapat digunakan untuk menentukan transportasi di berbagai segmen dari usus kecil,
sebagai studi awal untuk transportasi obat, dan untuk memperkirakan tingkat level first pass
metabolism obat pada sel epitelusus. Sementara kerugian adalah  karena adanya mukosa muskularis
menyebabkan obat untuk berpindah dari lumen kedalam lamina propria dan menembus mukosa
muskularis, menyebabkan obat – obat tertentu dapat terikat dengannya dan menyebabkan transportasi
lebih rendah dari yang seharusnya diukur (Keperawatan, 2011)

Pada percobaan ini hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih jantan. Tikus putih
biasa digunakan dalam percobaan laboratorium karena mudah dikembangbiakkan dan mudah dalam
perawatannya, hewan ini juga memiliki struktur anatomi fisiologi yang hampir sama dengan manusia.
Sehingga hasil uji yang dicobakan pada tikus putih yang menyangkut struktur fisiologi anatomi dapat
diaplikasikan pada manusia. Sebelumnya, tikus percobaan dipuasakan dari makanan selama 20-24 jam,
tapi diberi minum air masak. Tujuan dari tikus dipuasakan agar tidak ada faktor makanan lain yang
mengganggu saat dilakukan percobaan serta untuk mengosongkan lambung dan usus, karena jika di
dalam lambung dan usus terdapat makanan maka dapat mengganggu atau mempengaruhi hasil
percobaan. Kemudian tikus dibunuh dengan cara diaklitimasi dengan gas CO2.Gas C02 biasa digunakan
sebagai obat bius yang diberikan melalui pernapasan.Aklitimasi ini bertujuan untuk menjaga usus agar
tetap hidup walaupun tikusnya sudah mati. Kemudian dibuka perutnya di sepanjang linea mediana
(linea mediana adalah garis yang melintas tepat ditengah tubuh dengan arah lintasan atas
bawah/vertikal) dan usus dikeluarkan. Diambil usus sepanjang 20 cm setelah 15cm dari pylorus (pylorus
adalah daerah atau bagianlambung bawah yang berhubungan dengan bagiaan atas duodenum/usus 12
jari). Kemudian usus dibagi 2 sama panjang, lalu dibersihkan. Bagian anal digunakan sebagai control
tanpa inhibitor, sedangkan ujung anal dari perpotongan usus diikat dengan benang kemudian dengan
menggunakan batang pengaduk yang berdiamter 2 cm usus tersebut dibalik sehingga bagian mukosa
terletak di luar. Tujuan dari peletakan mukosa usus diluar karena ingin menyamakan pengondisian
seperti dalam tubuh manusia, dimana mukosa usus adalah bagian yang lipofil, sehingga diharapkan
nantinya akan dapat diukur seberapa besar kadar zat aktif obat yang bersifat lipofil yang dapat
diabsorpsi oleh mukosa usus. Selanjutnya Kanula dimasukkan ke ujung atas dari usus. Kantong usus ini
masing-masing diisi dengan cairan serosal 1,4 ml yang terdiri dari larutan ringer. Kemudian bagian anal
diikatkan pada pipa oksigenasi. Kantong usus dimasukkan dalam tabung yang sudah berisi cairan
mucosal 75cm pada temperature 37c. Untuk usus bagian anal Isi cairan mucosal adalah larutan vit B1
0,05% dalam larutan ringer sebagai pelarutnya (sebagai control, tanpa inhibitor). Untuk usus bagian atas
Isi cairan mucosal adalah larutan vit B1 0,05% dalam larutan ringer yang mengandung merkuri klorida
0,025% sebagai inhibitor. Untuk kantong usus control dilakukan dengan cara yang sama, tetapi dengan
menggunkan cairan mucosal tanpa obat.

Selama percobaan berlangsung, seluruh bagian usus dijaga agar dapat terendam dalam cairan
mukosal dan selalu dialiri gas oksigen dengan kecepatan kira-kira 100 gelembung per menit. Lalu
inkubasi pada waktu tertentu (15,45,75,90,120 menit) kadar obat dalam cairan serosal di tentukan
dengan cara seluruh cairan serosal diambill melalui kanula dan segera diisi lagi dengan 1,4ml larutan
ringer baru. Tentukan serapannya dengan cara mengambil 1,0 ml sampel kemudian ditambah dengan
2,0ml BA(OH)2 0,3N dan 3,0 ml ZnSO4 5%. Fungsi penambahan barium hidroksida dan sengsulfat adalah
untuk mengekstraksi bahan obat dan memisahkan bahan obat dari senyawa-senyawa lain yang mungkin
terikut. Selain itu penambahan barium hidroksida dan sengsulfat akan mendeaminasi protein (terdapat
gugus kromofor) yang dapat mengganggu pada saat penetapan kadar. Selanjutnya larutan di kocok dan
disentrifugasi selama 5 menit, di ambil bagian yang jernih untuk di ukur absorbansinya pada lamda
maksimum. Tujuan dari sentrifugasi ini adalah untuk memisahkan endapan dengan filtratnya. Dimana
filtrat yang berupa cairan jernih tersebut yang mengandung bahan obat.

Setelah nilai absorbansi diketahui, kemudian digunakan untuk mencari nilai KA dari control dan
perlawanan. Langkah pertama masukkan nilai absorbansi pada persamaan Y= 0,0445 X + 0,0154 sebagai
Y sehingga didapatkan nilai X. nilai x ini merupakan Konsentrasi. Selanjutnya mencari nilai M (jumlah
obat yang ditransport), dengan rumus M= C x Vol Pengambilan (1,4ml). Lalu dihitung nilai M kumulatif
dari masing-masing control dan perlakuan. Selanjutnya dibuat regresi linier t vs Mkumulatif. Nilai Ka
adalah harga slope. Didapatkan nilai slope untuk control sebesar 0,00048 dan nilai Ka untuk inhibitor
0,000267. Setelah didapatkan harga Ka kemudian di cari % inhibisi menggunakan rumus

(Ka control – Ka perlawanan)/ Ka Kontrol x 100%

Didapatkan nilai % inhibisi sebesar 44,375%. Hal ini berarti inhibitor yang digunakan dapat menurunkan
kadar obat sebesar 44,375%. Lalu dibuat grafik antara t vs Mkumulatif .

Berdasarkan grafik dapat di lihat bahwa jumlah obat yang ditransport kelompok Inhibitor (yang diberi
HgCl2) lebih sedikit daripada pada kelompok control yang hanya diberi bahan obat saja (VIT B) tanpa
inhibitor. Hal ini sesuai dengan teori dimana inhibitor obat akan menghambat laju absorbs obat. Jika
dilihat dari nilai ka yang diperoleh juga menunjuukkan bahwa ka yang diberi inhibitor juga lebih kecil
daripada ka yang tidak diberi inhibitor

Kesimpulan

1. Pemberian hgcl2 sebagai inhibitor menginhibisi absorbs vit b, sehingga penyerapan vit b1 tidak
maksimal dan menurunkan jumlah obat yang di transport

Anda mungkin juga menyukai