Oleh:
Bambang Heri Supriyanto
Fakultas Hukum Universitas Azzahra, Jakarta
Email: cri1_one@yahoo.com
ABSTRAK
ABSTRACT
The Legal protection of children who commit the crime of rape is imperative that
children are the assets of civilization and the country's success in the future,
hence in addressing the crimes committed by children, in practice should not be
confused with an adult. Problems of children should be the primary concern of all
sections of society with good government policy and the implementation of the
148 ADIL: Jurnal Hukum Vol. 6 No.2
laws that have been made by the State as the organizer of the mandate of the
people. Children who commit crimes is not absolute fault itself but because of the
factors driving both from within and from outside. The author tried to explain the
problems are; with regard to the legal protection of children as perpetrators of
rape, then the application of the law against children as perpetrators of rape
based on legislation relating to child views subsequent Islamic law regarding the
protection of child rape. Concluded the factors of the background of the crime of
rape, internal factors; age seen from the physical, psychological and sociological
and external factors; reading or pornographic movies, family, opportunity, most
dominant crisis of religious values and morals, economics, etc. Children as
perpetrators of this decency and has a right to require a legal basis (legal rights)
as a form of human rights. Legal protection as a basis of physical healing,
psychological and restore the rights of children are supposed possession. Islamic
law has clear rules, the position of the child in Islamic law is a mandate that
should be kept by parents. The obligation to educate him to behave as guided in
religion. If there are deviations in the child's behavior, Islamic under certain
circumstances still gives leeway innocence "raful qalam" of a child until it
reaches puberty.
PENDAHULUAN
Tidak ada yang dapat menafikan bahwa anak adalah aset bangsa. Sebagai
bagian dari generasi muda, anak berperan sangat strategis, yakni sebagai pewaris
(successor) bangsa, penerus cita-cita perjuangan bangsa sekaligus potensi sumber
daya manusia bagi pembangunan nasional. Anak merupakan pewaris dan penentu
kemajuan suatu peradaban di masa yang akan datang oleh karenanya dalam
mengelola dan menyiapkan seyogyanya harus dilakukan dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai budi pekerti yang arif dan bijaksana (El Muhtaj, Majda Zuhdi
Manik (Ed.), 1999, 19).
Pada akhir abad ke-19, kriminalisasi yang dilakukan oleh anak dan remaja
semakin meningkat, sehingga dalam menghadapi fenomena tersebut diperlukan
penanganan terhadap pelaku kriminal anak disamakan dengan pelaku kriminal
orang dewasa. Hal ini merupakan suatu konsekuensi dari hukum yang ada pada
saat itu belum memiliki aturan khusus yang mengatur tentang anak yang
berhadapan dengan hukum atau anak pelaku tindak pidana.
Dalam perkembangan selanjutnya, di berbagai negara dilakukan pula
usaha-usaha ke arah perlindungan anak termasuk dengan dibentuknya pengadilan
anak (Juvenile Court) yang pertama di Minos, Amerika Serikat pada tahun 1889,
Perlindungan Hukum Terhadap… 149
diselesaikan dan pada tahun itu juga naskah akhir tesebut disahkan dengan suara
bulat oleh majelis umum PBB tanggal 20 November. Kovenan ini kemudian
diratifikasi oleh setiap bangsa kecuali oleh Somalia dan Amerika Serikat.
Dalam pasal 16 ayat (1) Konvensi Hak Anak disebutkan bahwa tidak ada
seorang pun anak yang dikenai campur tangan semena-mena atau tidak sah
terhadap kehidupan pribadinnya, keluarga, rumah atau surat menyurat, atau
mendapat serangan tidak sah atas harga diri dan reputasinya. Selanjutnya ayat (2)
disebutkan bahwa anak berhak untuk memperoleh perlindungan hukum dari
campur tangan atau serangan semacam itu. Dapat ditarik pengertian bahwa anak
berhak untuk memperoleh perlindungan dari gangguan terhadap kehidupan
pribadi, keluarga, rumah dan surat menyurat serta fitnah. (Nursyahbani
Katjasungkana, 21, 2007)
Adapun kesejahteraan Anak itu sendiri menurut Arif Gosita adalah “hak
asasi anak yang harus di usahakan bersama baik oleh keluarga maupun
masyarakat dimana seorang anak itu berada dan berkembang secara fisik, mental,
sosial sehingga menjadi manusia seutuhnya yang berakhlak dan berbudi pekerti
yang luhur”. Pelaksanaan pengadaan kesejahteraan bergantung pada partisipasi
yang baik antara objek dan subjek dengan seimbang dan selaras sesuai dengan
perkembangan dan pertumbuhan anak yang bertujuan, yaitu sesuai dalam
kesejahteraan anak. (Arief Gosita, 2003, 58)
Ini berarti bahwa setiap anggota masyarakat dan pemerintah berkewajiban
ikut serta dalam pengadaan kesejahteraan anak dalam suatu masyarakat yang
merata akan membawa akibat yang baik pada keamanan dan stabilitas suatu
masyarakat, yang selanjutnya akan mempengaruhi pembangunan yang sedang
diusahakan dalam masyarakat tersebut. Atas dasar pertimbangan tersebut,
pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Disebutkan dalam pasal 1 butir (1) Undang-Undang Nomor
23 tahun 2002 bahwa yang dimaksud dengan Perlindungan Anak adalah: segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi. (UU No 23 tahun 2002)
Perlindungan Hukum Terhadap… 151
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN, MODUS OPERANDI FAKTOR KEJAHATAN
PERKOSAAN
1. Pengertian Arti Defenisi Kejahatan Perkosaan
Perkosaan termasuk dalam kejahatan, kekerasan, kekerasan seksual dan
juga merupakan hak asasi perempuan yang diinjak-injak. Perlu diketahui misalnya
dalam perpektif masyarakat pada lazimnya bahwa kejahatan seksual itu
bermacam-macam, seperti perzinahan, homoseksual, samen leven (kumpul kebo),
lesbian, protitusi (pelacuran), pencabulan, perkosaan promiskuitas (hubungan
seksual yang dilakukan di luar ikatan perkawinan dengan cara berganti-ganti
pasangan). (A Wahid dan M. Irfan, 2001, 25)
Pada dasarnya perkosaan adalah bentuk kekerasan primitif yang kita
semua tahu terdapat pada masyarakat manapun. Gejala sosial perkosaan
merupakan salah satu tantangan yang harus dipikirkan secara serius. Sepintas
kasus perkosaan tidak lebih istimewa dari kasus kekerasan lainnya, atau kalaupun
jadi istimewa dari kasus kekerasan lainnya, biasanya dengan perkosaan diikuti
dengan pembunuhan. Ini mungkin menyangkut cara pandang orang tentang
perkosaan.
b. Karakteristik Perkosaan
Adapun karakteristik utama (khusus) tindak pidana perkosaan yaitu
ekspresi seksual agresivitas (sexual expression ofaggression). Artinya,
perwujudan keinginan seks yang dilakukan secara agresif, bersifat menyerang
atau memaksa lawan jenis (pihak) lain yang dapat dan dianggap mampu
memenuhi kepentingan nafsunya. Karakteristik umum tindak pidana perkosaan
adalah :
1. Agresivitas, merupakan sifat yang melekat pada setiap tindak pidana
perkosaan.
2. Motivasi kekerasan lebih menonjol dibandingkan dengan motivasi
Perlindungan Hukum Terhadap… 155
seksual semata-mata.
3. Secara psikologis, tindak pidana perkosaan lebih banyak mengandung
masalah kontrol dan kebencian dibandingkan dengan hawa nafsu.
4. Tindak pidana perkosaan dapat dibedakan ke dalam tiga bentuk, yaitu ;
a. anger rape,
b. power rape dan sadistis rape,
c. direduksi dari anger and violation, control and domination,
erotis.
5. Ciri pelaku perkosaan : mispersepsi pelaku atas korban, mengalami
pengalaman buruk khususnya dalam hubungan personal (cinta terasing
dalam pergaulan sosial, rendah diri, ada ketidakseimbangan emosional.
6. Korban perkosaan adalah partisipatif. Menurut Meier dan Miethe, 4 -
19% tindak pidana perkosaan terjadi karena kelalaian (partisipasi)
korban.
7. Tindak pidana perkosaan secara yuridis sulit dibuktikan. Di antara
karakteristik perkosaan itu, ciri kekerasan dan sulitnya dilakukan
pembuktian tampaknya perlu mendapatkan perhatian utama.
Kekerasan yang menimpa korban bukan hanya berdampak merugikan
ketahanan fisiknya namun juga ketahanan psikologisnya. Kondisi buruk yang
membuat korban tidak berdaya ini dapat berdampak buruk lebih lanjut pada
persoalan penegakan hukumnya.
politik yang terjadi dan bergolak di tengah masyarakat. Hal ini sama dengan suatu
adagium yang menyebutkan “semakin maju suatu masyarakat, maka semakin
maju pula perkembangan kejahatannya”. Artinya, ada saja jenis dan modus
operandi baru di dunia kejahatan, karena beradaptasi dengan perkembangan yang
ada.
dari luar dirinya, faktor inilah yang bisa dikatakan cukup kompleks dan bervariasi.
Kesenjangan sosial, kesenjangan ekonomi, ketidakadilan, dsb. Semua itu
merupakan contoh penyebab terjadinya tindak kriminal yang berasal dari luar
dirinya. (Bimo Walgito, 1997, 45)
Pengaruh sosial dari luar dirinya misalnya, ajakan teman, tekanan atau
ancaman pihak lain, minum-minuman keras dan obat-obatan terlarang yang
membuat ia tidak sadar. Pengaruh ekonomi misalnya karena keadaan yang serba
kekurangan dalam kebutuhan hidup, seperti halnya kemiskinan memaksa
seseorang untuk berbuat jahat. (Bimo Walgito, 1996, 57)
Dampak dari kriminalitas itu tidak saja merugikan individu itu sendiri dan
orang lain melainkan akan melahirkan atas kejahatan dan antitesa kejahatan yang
baru serta berkelanjutan. Secara konsepsual usaha pembinaan terhadap pelaku
kejahatan adalah dengan memasukkan unsur-unsur yang terkait dengan
mekanisme peradilan pidana dan partisipasi masyarakat antara lain: (P. Hardodo
Hadi, 1999, 48).
1. Peningkatan dan pemantapan aparat penegak hukum yaitu meliputi
pemantapan organisasi, personal, sarana dan prasarana, untuk dapat
mempercepat penyelesaian perkara-perkara pidana.
2. Perundang-undangan berfungsi untuk menganalisis dan menekan
kejahatan dengan mempertimbangkan masa depan.
3. Mekanisme peradilan yang efektif dan efisien (memenuhi sifat-sifat:
cepat, tepat, murah, dan sederhana).
4. Koordinasi antara aparatur penegak hukum dengan aparatur
pemerintah lainnya yang saling berhubungan atau saling mengisi
untuk meningkatkan daya guna penanggulangan kriminalitas.
5. Partisipasi masyarakat untuk membantu kelancaran pelaksanaan
penanggulangan kriminalitas.
Disamping upaya-upaya tersebut di atas, yang terpenting adalah upaya
yang bersifat preventif atau pencegahan, yaitu dengan jalan menyadarkan atau
menekan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan kejahatan. Disinilah peran
moral dan agama untuk menuntun manusia kepada jalan yang benar. (M. Quraish
Shihab 1997, 164)
Perlindungan Hukum Terhadap… 159
Anak yang baru dilahirkan pastilah dibesarkan dan memperoleh pendidikan serta
mengadakan sosialisasi pertama kali dalam keluarga. Bersosialisasi dengan
masyarakat sekitar tempat tinggal. Perkosaan merupakan kejahatan seksualitas
yang bisa disebabkan oleh berbagai faktor. Kejahatan ini cukup kompleks
penyebabnya dan tidak berdiri sendiri.
Penyebabnya dapat dipengaruhi oleh kondisi yang mendukung,
keberadaan korban yang secara tidak langsung mendorong pelakunya dan bisa
jadi karena ada unsur-unsur lain yang mempengaruhinya, terkait dengan posisi
korban dalam hubungannya dengan pelakunya. Artinya sudah ada relasi lebih dulu
(dalam ukuran internet tertentu) antara korban dengan pelakunya. Dalam setiap
kasus perkosaan paling tidak melibatkan tiga hal, yakni: pelaku, korban dan
situasi serta kondisi. Ketiga hal tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Masing-masing mempunyai andil sendiri-sendiri dalam mendorong timbulnya
suatu tindak pidana perkosaan.
Pendapat itu menunjukkan bahwa perkosaan dapat terjadi bukan semata-
mata disebabkan oleh dorongan seksual yang tidak bisa dikendalikan dan
membutuhkan pelampiasan, namun juga dapat disebabkan oleh faktor emosi
seperti hasrat pelaku untuk melakukan balas dendam terhadap diri perempuan
yang sebelumnya pernah menyakitinya, atau menjadikan setiap perempuan
sebagai sasaran kemarahannya, sehingga harus dijadikan korbannya.
Selain itu, terjadinya perkosaan juga didukung oleh peran pelaku, posisi
korban dan pengaruh lingkungan. Pelaku menjadi gambaran sosok manusia yang
gagal mengendalikan emosi dan naluri seksualnya secara wajar, sementara korban
(dalam kasus-kasus tertentu) juga memerankan dirinya sebagia faktor kriminogen,
artinya sebagai pendorong langsung maupun tidak langsung terhadap terjadinya
perkosaan. Posisi pelaku dengan korban ini pun didukung oleh peran lingkungan
(seperti jauh dari keramaian, sepi dan ruang tertutup) yang memungkinkan pelaku
dapat leluasa menjalankan aksi-aksi jahatnya.
Perempuan yang bepergian sendiri di malam hari (situasi), tanpa
didampingi suami, orang tua atau unsur keluarga dekatnya, sementara bepergian
terkait dengan kepentingan yang menyita waktu dan banyak berhubungan dengan
lawan jenisnya merupakan sosok perempuan yang berada dalam ancaman bahaya.
162 ADIL: Jurnal Hukum Vol. 6 No.2
hak dengan dasar hukum (legal rigths) untuk mendapatkan uluran solidaritas
sebagai bentuk hak asasi manusia. Jadi hal ini untuk mengusahakan perlindungan
hukum sebagai dasar untuk dapat menindaklanjuti penyembuhan fisik, kejiwaan
dan memulihkan kembali hak anak yang seharusnya dimilikinya.
yang dikemukakan oleh PAF Lamintang dan Djisman Samosir yang berpendapat:
“perkosaan adalah perbuatan seseorang yang dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan memaksa seorang wanita untuk melakukan persetubuhan di luar ikatan
perkawinan dengan dirinya.
Peradilan Pidana Anak terdapat substansi yang paling mendasar dalam Undang-
Undang ini, adalah pengaturan secara tegas mengenai Keadilan Restoratif dan
Diversi yang dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses
peradilan, sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap Anak yang
berhadapan dengan hukum dan diharapkan Anak dapat kembali ke dalam
lingkungan sosial secara wajar.
Oleh karena itu, sangat diperlukan peran serta semua pihak dalam rangka
mewujudkan hal tersebut. Proses itu harus bertujuan pada terciptanya Keadilan
Restoratif, baik bagi Anak maupun bagi korban. Keadilan Restoratif merupakan
suatu proses Diversi, yaitu semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana
tertentu bersama-sama mengatasi masalah serta menciptakan suatu kewajiban
untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik dengan melibatkan korban,
anak, dan masyarakat dalam mencari solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi, dan
menenteramkan hati yang tidak berdasarkan pembalasan.
Selanjutnya berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang
Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, ada beberapa pasal
berhubungan dengan masalah perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum,
yaitu Pasal 1 angka 2 yang menyatakan bahwa :
a. Pasal 1angka 1 berbunyi Sistem Peradilan Pidana Anak adalah
keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan
hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan
setelah menjalani pidana.
b. Pasal 1 angka 2 berbunyi Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah
anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak
pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.
c. Pasal 1 angka 3 berbunyi Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang
selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua
belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang
diduga melakukan tindak pidana.
d. Pasal 1 angka 6 berbunyi Keadilan Restoratif adalah penyelesaian
perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga
pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari
168 ADIL: Jurnal Hukum Vol. 6 No.2
kekhususan dalam satu pasal, yaitu tepatnya berada pada pasal 6 menjelaskan
diversi sebagai sebuah win-win solution dalam hal untuk menyelesaikan
permasalahan anak yang sedang berkonflik dengan hukum dikarenakan
melakukan suatu kejahatan, dalam hal ini yaitu anak yang melakukan perkosaan,
sehingga perkembangan dan pertumbuhan sebagai anak tidak terganggu dan
diharapkan kemudian hari dapat menjadi manusia seutuhnya. Diversi bertujuan:
a. mencapai perdamaian antara korban dan Anak;
b. menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan;
c. menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan;
d. mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan
e. menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak.
Selanjutnya berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002, ada beberapa pasal berhubungan dengan masalah
perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum yaitu:
a. Pasal 1 angka (2), yang menentukan bahwa perlindungan anak adalah
segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya
agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
b. Pasal 1 angka (15), menentukan bahwa perlindungan khusus adalah
perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak
yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan
terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak
yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan
narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (napza), anak
korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik
fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat dan anak korban
perlakuan salah dan penelantaran.
c. Pasal 2, menentukan bahwa penyelenggaraan perlindungan anak
berasaskan Pancasila dan berlandaskan UUD 1945 serta prinsip-prinsip
dasar Konvensi Hak-hak Anak meliputi:
1. non diskriminasi;
Perlindungan Hukum Terhadap… 171
dan pemenjaraan anak melanggar hak konstitusional anak dalam Pasal 28B ayat
(2) UUD 1945. Secara normatif adanya kriminalisasi anak merupakan perbuatan
melanggar hak konstitusional atas perlindungan dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan sama di hadapan hukum.
Padahal berdasarkan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menegaskan
bahwa; Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Atas dasar itu,
maka para hakim didorong untuk menggali rasa keadilan substantif (substantive
justice) di masyarakat daripada terbelenggu ketentuan undang-undang (procedural
justice). (M. Mahfud MD, 2008, 6)
Sistem peradilan pidana anak, masih merupakan turunan dari sistem
peradilan untuk orang dewasa. Perbedaan usia dapat bertanggung jawab secara
hukum ini berkaitan dengan sistem peradilan anak yang diterapkan di negara-
negara tersebut. Scotlandia tidak memiliki pengadilan khusus bagi anak
delinkuen, karena anak-anak yang melakukan delinquency dibawa ke lembaga
yang dikenal dengan Children’s Hearing System yang tidak memiliki wewenang
menjatuhkan sanksi untuk menghukum anak. (Purnianti dkk, 2004, 204)
Oleh karena itu, Sidang Anak hanyalah bermaksud membedakan Sidang
Anak dengan sidang orang dewasa dengan berbagai kekhususan, misalnya,
kekhususan dalam petugas penegak hukumnya, adanya alternatif pidana dan
tindakan, masa tahanan yang lebih rendah, hukuman pidana yang dijatuhkan
diturunkan menjadi maksimum hanya ½ (seperdua) saja dari ancaman pelaku
dewasa, hukum acara pidana sama dengan KUHAP dengan berbagai
pengecualian. Dengan demikian, hukum acara dalam sidang anak hanya turunan
dari hukum acara dan sistem peradilan bagi orang dewasa. Implikasinya, secara
institusional perkembangan dan kemajuan Sidang Anak tidak berjalan efektif dan
cenderung terabaikan.
Upaya-Upaya Penanggulangan Kejahatan Perkosaan.
Untuk menaggulangi kejahatan perkosaan Instansi Polisi selaku yang
diberikan kewenangan dapat melakukan upaya preventif. Yang dimaksud dengan
upaya preventif, yaitu upaya-upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya
kejahatan perkosaan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bu Marti, upaya
Perlindungan Hukum Terhadap… 175
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penulis menyimpulkan beberapa hal terkait dari hasil penulisan ini yang
telah dibahas, yaitu:
1. Perkosaan termasuk dalam kejahatan, kekerasan, kekerasan seksual dan
juga merupakan hak asasi perempuan yang diinjak-injak. Perlu diketahui
misalnya dalam perpektif masyarakat pada lazimnya bahwa kejahatan
seksual itu bermacam-macam, seperti perzinahan, homoseksual, samen
leven (kumpul kebo), lesbian, protitusi (pelacuran), pencabulan, perkosaan
promiskuitas (hubungan seksual yang dilakukan di luar ikatan perkawinan
dengan cara berganti-ganti pasangan).
2. faktor-faktor yang melatar belakangi terjadinya kejahatan perkosaan,
faktor yang menjadi penyebabnya kejahatan perkosaan disebabkan oleh
faktor internal maupun faktor eksternal. Umur merupakan faktor internal
yang mempengaruhi timbulnya kejahatan perkosaan, umur ini akan
mempengaruhi tingkah laku manusia dilihat dari segi fisik, psikis dan
sosiologis. Sedangkan faktor eksternal, meliputi faktor bacaan atau faktor
film yang mengandung unsur pornografi, faktor keluarga, faktor
kesempatan karena adanya kesempatan. Namun tentu dimensi yang paling
dominan adalah terjadi krisis nilai-nilai agama dan moral, yang secara
lahiriah dan batiniah merupakan batasan bagi seorang manusia untuk
bertindak dan bersikap, faktor ekonomi, dll.
3. Anak sebagai pelaku kejahatan kesusilaan ini memerlukan dan mempunyai
hak dengan dasar hukum (legal rigths) untuk mendapatkan uluran
solidaritas sebagai bentuk hak asasi manusia. Jadi hal ini untuk
mengusahakan perlindungan hukum sebagai dasar untuk dapat
menindaklanjuti penyembuhan fisik, kejiwaan dan memulihkan kembali
hak anak yang seharusnya dimilikinya. Dalam perundang-undang
berkenaan dengan anak, adalah produk hukum pemerintah yang
berkaitan tentang anak yang harus dilindungi secara hukum.
4. Dalam hukum Islam mempunyai aturan yang jelas, kedudukan anak dalam
hukum Islam merupakan amanah yang harus dijaga oleh kedua orang
Perlindungan Hukum Terhadap… 179
DAFTAR PUSTAKA
Purnianti, dkk. “Analisa Situasi Sistem Peradilan Pidana Anak (Juvenile Justice
System) di Indonesia”. UNICEF, 2003.
Romli, Atmasasmita. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi. Bandung: Refika
Aditama, 2005.
Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1997.
Soesilo, R. Taktik dan Tehnik Penyidikan Perkara Kriminal. Bogor: Politeia,
1980.
Wahid, M. Irfan. A. Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual
(Advokasi Atas Hak Asasi Perempuan). Malang: Refika Aditama, 2001.
Walgito, Bimo. “Psikologi Sosial”. Yogyakarta: Andi Ofset, 1997.
Indonesia Daily News Online, 4 Agustus 1998.
Sriwijaya Pos, 3 Januari 2003.