Anda di halaman 1dari 5

Kendala Pengembangan Industri Garam di Indonesia Dari Berbagai Aspek

Erna, S.P.
Alumnus Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo

Garam merupakan salah satu jenis bahan kebutuhan pokok masyarakat yang

merujuk pada senyawa kimia Natrium Clorida (NaCl). Mayoritas masyarakat

beranggapan bahwa garam hanya dibutuhkan di kalangan masyarakat dalam pengolahan

pangan baik sebagai penambah cita rasa, pengawet makanan maupun memperbaiki

tekstur daging. Padahal garam dimanfaatkan oleh berbagai industri, yakni industri

farmasi, industri kimia, industri aneka pangan, industri perminyakan dan industri

perikanan/pengasinan serta berbagai industri lainnya.

Setiap tahun pemerintah melakukan impor garam untuk memenuhi kebutuhan

garam bagi pelaku industri dan menutupi kekurangan garam konsumsi yang tidak dapat

diperoleh dari produksi dalam negeri. Akhir Maret 2018 tercatat bahwa pemerintah

telah mengimpor garam sebanyak 3,04 juta ton dari 3,7 juta ton yang ditetapkan

pemerintah guna memenuhi kebutuhan pihak industri (Okezone.com, 2018). Berbagai

spekulasi bermunculan di tengah masyarakat mengenai keuntungan yang dapat

diperoleh oleh pihak tertentu melalui pemberlakuan impor garam. Sebab Indonesia

tercatat telah melakukan impor beberapa komoditas seperti beras, tepung terigu, daging,

gula pasir dan beberapa bahan pangan lainnya. Ditambah lagi setiap tahun Indonesia

juga melakukan impor garam.

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah lautan yang

lebih luas dibandingkan daratan, sehingga sangat ironis apabila Indonesia setiap tahun

melakukan impor garam. Beragam kendala menjadi penyebab sulitnya pengembangan

Garampedia | Kendala Pengembangan Industri Garam di Indonesia dari Berbagai Aspek 1


industri garam di Indonesia. Terdapat tiga kendala yang umum dihadapi para petambak

garam dan industri garam, yakni: (a) perubahan iklim, (b) produksi dan produktivitas

yang rendah, dan (c) kualitas yang tidak memenuhi standar industri.

a) Aspek Iklim

Iklim merupakan keadaan alam yang meliputi intensitas curah hujan,

kelembaban, kecepatan angin, dan suhu. Proses produksi garam memerlukan air laut

sebagai bahan utama, lahan sebagai area penjemuran dan iklim sebagai sumber energi

utama dalam proses pengeringan. Sehingga areal pegaraman perlu mempertimbangkan

keadaan iklim yang sesuai.

Menurut Puska PDN (2011) terdapat beberapa syarat iklim agar proses produksi

garam dapat berlangsung dengan optimal dan dipanen tepat waktu, yakni: (1) Curah

hujan tahunan yang rendah antara 1000-1300 mm/tahun. (2) Mempunyai sifat kemarau

panjang yang kering, yaitu selama musim kemarau tidak pernah terjadi hujan (salah

musim) dan lama kemarau kering minimal 4 bulan (120 hari). (3) Mempunyai suhu atau

penyinaran matahari yang cukup atau jarang mendung/berkabut. Semakin panas suatu

daerah maka penguapan air laut akan semakin cepat. (4) Mempunyai kelembaban

rendah/kering karena semakin kering udara di daerah tersebut maka penguapan akan

semakin cepat.

Perubahan iklim yang cukup ekstrim terjadi di tahun 2016 yang menyebabkan

intensitas curah hujan tinggi di seluruh wilayah Indonesia. Perubahan iklim

mengakibatkan waktu panen garam menjadi lebih lama, kualitas garam menurun, dan

tidak tercapainya target produksi. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat

bahwa produksi garam rakyat tahun 2016 hanya 188 ribu ton turun drastis dibandingkan

tahun 2015 yang mencapai 2,9 juta ton akibat kemarau basah (Zonautara.com, 2017).

Garampedia | Kendala Pengembangan Industri Garam di Indonesia dari Berbagai Aspek 2


Masalah serupa juga dialami PT Garam dimana produksi garam hanya mencapai 25.500

ton pada tahun 2016 dan 194.300 ton pada tahun 2017 dari target produksi 315.500 ton

akibat curah hujan yang tinggi di awal tahun (Kontan.co.id, 2017).

b) Aspek Produksi dan Produktivitas

Setiap tahun terjadi peningkatan kebutuhan garam seiring berkembangnya

beberapa industri yang menggunakan garam sebagai bahan tambahan atau pun bahan

pokok dalam proses produksi. Akan tetapi, kesempatan tersebut yang seharusnya dapat

dimanfaatkan untuk memperluas pangsa pasar garam dalam negeri justru tidak

diimbangi oleh peningkatan produksi garam. Sampai saat ini, sebagian besar produksi

garam dilakukan secara individual oleh petani garam sehingga produktivitas dan

kualitas garam relatif rendah serta tidak memenuhi spesifikasi yang disyaratkan oleh

industri dalam negeri (Effendy, et. al., 2016).

Badan pengkajian dan penerapan teknologi (BPPT) memperkirakan luas lahan

yang dimiliki oleh petambak garam mencapai 24.000-25.000 hektar, sedangkan PT

Garam hanya memiliki 5.340 hektar lahan. Namun, produksi garam rakyat dikelolah

pada luas areal rata-rata sebesar 0,5-3 hektar dengan letak yang terpencar-pencar.

Kondisi tersebut menyulitkan pengembangan garam dalam skala besar yang terintegrasi

dan efisien yang membutuhkan lahan datar yang cukup luas sekitar 4 ribu sampai 6 ribu

hektar untuk mendapatkan manfaat dari skala ekonomi (Puska PDN, 2012).

Selain dari sisi produksi yang sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim,

produktivitas garam rakyat hanya berkisar 60-80 ton per hektar dan produktivitas PT

Garam berkisar 80-100 ton per hektar (Bisnis.com, 2017). Faktanya, produktivitas

garam nasional masih cukup rendah dibandingkan Australia yang memiliki

produktivitas 350 ton per hektar.

Garampedia | Kendala Pengembangan Industri Garam di Indonesia dari Berbagai Aspek 3


c) Aspek Kualitas

Kualitas garam yang dihasilkan petambak garam atau industri kecil belum

memenuhi kebutuhan pihak industri. Hampir keseluruhan garam Indonesia diproduksi

menggunakan teknologi penguapan air laut dengan memanfaatkan tenaga sinar matahari

(solar evaporation) pada areal (petak) yang kecil, sehingga berdampak pada

ketidakseragaman garam yang dihasilkan dari sisi kualitas. Garam rakyat memiliki

kandungan NaCl berkisar 81% - 96% (Ardiyanti, 2016).

Menurut Kemenperin (2014), kualitas garam yang dibutuhkan oleh industri

mengandung kadar NaCl yang tinggi minimal 97 persen. Selain itu, kualitas garam juga

harus memenuhi beberapa syarat berikut; (1) bagi industri aneka pangan, ambang batas

maksimal 400 ppm kandungan logam berat seperti kalsium dan magnesium, (2) bagi

industri Chlor Alkali Plant, ambang batas maksimal 200 ppm dan kadar air yang

rendah, dan (3) bagi industri farmasi membutuhkan kadar NaCl 99,9-100 persen untuk

memproduksi infuse dan cairan pembersih.

Kesimpulan

Pengembangan industri garam di Indonesia masih terkendala oleh perubahan

iklim yang sulit dihindari setiap proses produksi garam. Perubahan iklim bahkan dapat

mengakibatkan gagal panen baik di tingkat petambak garam maupun PT Garam.

Produktivitas garam rakyat dan PT Garam yang cukup rendah dibandingkan negara

importer garam serta kualifikasi garam nasional yang belum memenuhi standar industri.

Berbagai kendala tersebut tidak mustahil untuk diatasi apabila pemerintah, petambak

garam dan industri bersedia bekerjasama mengembangkan industri garam agar dapat

Garampedia | Kendala Pengembangan Industri Garam di Indonesia dari Berbagai Aspek 4


diperoleh manfaat ekonomi yang lebih besar dan berkelanjutan. Dengan demikian,

sangat penting menerapkan teknologi yang canggih dan melakukan upaya intensif

kepada petambak garam guna meningkatkan produksi garam yang berkualitas.

REFERENSI

Ardiyanti, S.T. (2016). Produksi Garam Indonesia. Jakarta: Badan Pengkajian dan
Pengembangan Perdagangan. Diakses tanggal 31 Maret 2018 dari
http://bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Isi_BRIK Garam.pdf.
Bisnis.com, (2017, 23 November). Pacu Produksi Garam dengan Membuka Lahan
Baru. Diakses tanggal 4 April 2018 dari http://m.bisnis.com/industri/read/
20171123/99/711833/pacu-produksi-garam-dengan-membuka-lahan.
Effendy, M., Heryanto, A., Sidik, R. F., Muhsoni, F.F. (2016). Perencanaan Usaha
Korporatisasi Usaha Garam Rakyat. Jakarta: Secretariat Direktorat Jenderal
Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Kementerian Perindustrian. (2014). Kebutuhan Garam Nasional per Tahun 2,6 Juta Ton.
Diakses tanggal 31 Maret 2018 dari http://www.kemenperin.go.id/artikel/11752
/Kebutuhan-Garam-Nasional-per-Tahun-2,6-Juta-Ton.
Kontan.co.id. (2017, 13 Desember). PT Garam Gagal Mencapai Target Produksi Di
2017. Diakses tanggal 4 April 2018 dari https://industri.kontan.co.id/news/pt-
garam-gagal-mencapai-target-produksi-di-2017.
Okezone.com. (2018, 25 Maret). Impor 676.000 Ton Garam, Kemenperin Jamin Tidak
Rembes ke Pasar. Diakses tanggal 31 Maret 2018 dari https://economy.okezone.
com/read/2018/03/20/320/1875536/impor-676-000-ton-garam-kemenperin-
jamin-tidak-rembes-ke-pasar.
Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri (PUSKA PDN). (2011). Analisis
Kebijakan Harga Garam Nasional. Jakarta: Badan Pengkajian Dan
Pengembangan Kebijakan Perdagangan.
Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri (PUSKA PDN). (2012). Penerapan Supply
Chain Management untuk Meningkatkan Efisiensi dan Efektifitas Distribusi
Pada Kasus Garam. Pusat Kebijakan dalam Negeri, Kementerian Perdagangan,
Jakarta.
Zonautara.com. (2017, 28 Juli). Perubahan Iklim Pengaruhi Anjloknya Produksi Garam.
Diakses tanggal 4 April 2018 dari http://zonautara.com/blog/2017/07/28/
perubahan-iklim-pengaruhi-anjloknya-produksi-garam.

Garampedia | Kendala Pengembangan Industri Garam di Indonesia dari Berbagai Aspek 5

Anda mungkin juga menyukai