Kendala Pengembangan Industri Garam Di Indonesia Dari Berbagai Aspek
Kendala Pengembangan Industri Garam Di Indonesia Dari Berbagai Aspek
Erna, S.P.
Alumnus Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo
Garam merupakan salah satu jenis bahan kebutuhan pokok masyarakat yang
pangan baik sebagai penambah cita rasa, pengawet makanan maupun memperbaiki
tekstur daging. Padahal garam dimanfaatkan oleh berbagai industri, yakni industri
farmasi, industri kimia, industri aneka pangan, industri perminyakan dan industri
garam bagi pelaku industri dan menutupi kekurangan garam konsumsi yang tidak dapat
diperoleh dari produksi dalam negeri. Akhir Maret 2018 tercatat bahwa pemerintah
telah mengimpor garam sebanyak 3,04 juta ton dari 3,7 juta ton yang ditetapkan
diperoleh oleh pihak tertentu melalui pemberlakuan impor garam. Sebab Indonesia
tercatat telah melakukan impor beberapa komoditas seperti beras, tepung terigu, daging,
gula pasir dan beberapa bahan pangan lainnya. Ditambah lagi setiap tahun Indonesia
lebih luas dibandingkan daratan, sehingga sangat ironis apabila Indonesia setiap tahun
garam dan industri garam, yakni: (a) perubahan iklim, (b) produksi dan produktivitas
yang rendah, dan (c) kualitas yang tidak memenuhi standar industri.
a) Aspek Iklim
kelembaban, kecepatan angin, dan suhu. Proses produksi garam memerlukan air laut
sebagai bahan utama, lahan sebagai area penjemuran dan iklim sebagai sumber energi
Menurut Puska PDN (2011) terdapat beberapa syarat iklim agar proses produksi
garam dapat berlangsung dengan optimal dan dipanen tepat waktu, yakni: (1) Curah
hujan tahunan yang rendah antara 1000-1300 mm/tahun. (2) Mempunyai sifat kemarau
panjang yang kering, yaitu selama musim kemarau tidak pernah terjadi hujan (salah
musim) dan lama kemarau kering minimal 4 bulan (120 hari). (3) Mempunyai suhu atau
penyinaran matahari yang cukup atau jarang mendung/berkabut. Semakin panas suatu
daerah maka penguapan air laut akan semakin cepat. (4) Mempunyai kelembaban
rendah/kering karena semakin kering udara di daerah tersebut maka penguapan akan
semakin cepat.
Perubahan iklim yang cukup ekstrim terjadi di tahun 2016 yang menyebabkan
mengakibatkan waktu panen garam menjadi lebih lama, kualitas garam menurun, dan
tidak tercapainya target produksi. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat
bahwa produksi garam rakyat tahun 2016 hanya 188 ribu ton turun drastis dibandingkan
tahun 2015 yang mencapai 2,9 juta ton akibat kemarau basah (Zonautara.com, 2017).
ton pada tahun 2016 dan 194.300 ton pada tahun 2017 dari target produksi 315.500 ton
beberapa industri yang menggunakan garam sebagai bahan tambahan atau pun bahan
pokok dalam proses produksi. Akan tetapi, kesempatan tersebut yang seharusnya dapat
dimanfaatkan untuk memperluas pangsa pasar garam dalam negeri justru tidak
diimbangi oleh peningkatan produksi garam. Sampai saat ini, sebagian besar produksi
garam dilakukan secara individual oleh petani garam sehingga produktivitas dan
kualitas garam relatif rendah serta tidak memenuhi spesifikasi yang disyaratkan oleh
Garam hanya memiliki 5.340 hektar lahan. Namun, produksi garam rakyat dikelolah
pada luas areal rata-rata sebesar 0,5-3 hektar dengan letak yang terpencar-pencar.
Kondisi tersebut menyulitkan pengembangan garam dalam skala besar yang terintegrasi
dan efisien yang membutuhkan lahan datar yang cukup luas sekitar 4 ribu sampai 6 ribu
hektar untuk mendapatkan manfaat dari skala ekonomi (Puska PDN, 2012).
Selain dari sisi produksi yang sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim,
produktivitas garam rakyat hanya berkisar 60-80 ton per hektar dan produktivitas PT
Garam berkisar 80-100 ton per hektar (Bisnis.com, 2017). Faktanya, produktivitas
Kualitas garam yang dihasilkan petambak garam atau industri kecil belum
menggunakan teknologi penguapan air laut dengan memanfaatkan tenaga sinar matahari
(solar evaporation) pada areal (petak) yang kecil, sehingga berdampak pada
ketidakseragaman garam yang dihasilkan dari sisi kualitas. Garam rakyat memiliki
mengandung kadar NaCl yang tinggi minimal 97 persen. Selain itu, kualitas garam juga
harus memenuhi beberapa syarat berikut; (1) bagi industri aneka pangan, ambang batas
maksimal 400 ppm kandungan logam berat seperti kalsium dan magnesium, (2) bagi
industri Chlor Alkali Plant, ambang batas maksimal 200 ppm dan kadar air yang
rendah, dan (3) bagi industri farmasi membutuhkan kadar NaCl 99,9-100 persen untuk
Kesimpulan
iklim yang sulit dihindari setiap proses produksi garam. Perubahan iklim bahkan dapat
Produktivitas garam rakyat dan PT Garam yang cukup rendah dibandingkan negara
importer garam serta kualifikasi garam nasional yang belum memenuhi standar industri.
Berbagai kendala tersebut tidak mustahil untuk diatasi apabila pemerintah, petambak
garam dan industri bersedia bekerjasama mengembangkan industri garam agar dapat
sangat penting menerapkan teknologi yang canggih dan melakukan upaya intensif
REFERENSI
Ardiyanti, S.T. (2016). Produksi Garam Indonesia. Jakarta: Badan Pengkajian dan
Pengembangan Perdagangan. Diakses tanggal 31 Maret 2018 dari
http://bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Isi_BRIK Garam.pdf.
Bisnis.com, (2017, 23 November). Pacu Produksi Garam dengan Membuka Lahan
Baru. Diakses tanggal 4 April 2018 dari http://m.bisnis.com/industri/read/
20171123/99/711833/pacu-produksi-garam-dengan-membuka-lahan.
Effendy, M., Heryanto, A., Sidik, R. F., Muhsoni, F.F. (2016). Perencanaan Usaha
Korporatisasi Usaha Garam Rakyat. Jakarta: Secretariat Direktorat Jenderal
Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Kementerian Perindustrian. (2014). Kebutuhan Garam Nasional per Tahun 2,6 Juta Ton.
Diakses tanggal 31 Maret 2018 dari http://www.kemenperin.go.id/artikel/11752
/Kebutuhan-Garam-Nasional-per-Tahun-2,6-Juta-Ton.
Kontan.co.id. (2017, 13 Desember). PT Garam Gagal Mencapai Target Produksi Di
2017. Diakses tanggal 4 April 2018 dari https://industri.kontan.co.id/news/pt-
garam-gagal-mencapai-target-produksi-di-2017.
Okezone.com. (2018, 25 Maret). Impor 676.000 Ton Garam, Kemenperin Jamin Tidak
Rembes ke Pasar. Diakses tanggal 31 Maret 2018 dari https://economy.okezone.
com/read/2018/03/20/320/1875536/impor-676-000-ton-garam-kemenperin-
jamin-tidak-rembes-ke-pasar.
Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri (PUSKA PDN). (2011). Analisis
Kebijakan Harga Garam Nasional. Jakarta: Badan Pengkajian Dan
Pengembangan Kebijakan Perdagangan.
Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri (PUSKA PDN). (2012). Penerapan Supply
Chain Management untuk Meningkatkan Efisiensi dan Efektifitas Distribusi
Pada Kasus Garam. Pusat Kebijakan dalam Negeri, Kementerian Perdagangan,
Jakarta.
Zonautara.com. (2017, 28 Juli). Perubahan Iklim Pengaruhi Anjloknya Produksi Garam.
Diakses tanggal 4 April 2018 dari http://zonautara.com/blog/2017/07/28/
perubahan-iklim-pengaruhi-anjloknya-produksi-garam.