Anda di halaman 1dari 11

“ Pengelolaan Ketenagaan dalam Keperawatan”

Dosen : Kristin Rosela., SST., M.Kep.

DISUSUN OLEH :

Silvia Lestari NIM : 2019.B.20.0507

YAYASAN STIKES EKA HARAP PALANGKARAYA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2020/2021

Pengelolaan Ketenagaan dalam Keperawatan


Pengaturan staf dan penjadwalan adalah komponen utama dalam manajemen
keperawatan. Swanburg (2000) menyatakan bahwa pengaturan staf keperawatan merupakan
proses yang teratur, sistematis, rasional diterapkan untuk menentukan jumlah dan jenis
personel keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan keperawatan pada standar
yang ditetapkan sebelumnya. Manajer bertanggung jawab dalam mengatur sistem
kepegawaian secara keseluruhan (Gillies, 2000). Ketenagaan adalah kegiatan manajer
keperawatan untuk merekrut, memimpin, memberikan orientasi, dan meningkatkan
perkembangan individu untuk mencapai tujuan organisasi (Marquis dan Huston, 2010).
Ketenagaan juga memastikan cukup atau tidaknya tenaga keperawatan yang terdiri dari
perawat yang profesional, terampil, dan kompeten. Kebutuhan ketenagaan dimasa yang akan
datang harus dapat diprediksi dan suatu rencana harus disusun secara proaktif untuk
memenuhi kebutuhan. Manager harus merencanakan ketenagaan yang memadai untuk
memenuhi kebutuhan asupan pasien. Upaya harus dilakukan untuk menghindari kekurangan
dan kelebihan personalia saat ada fluktuasi jumlah dan akuitas pasien. Kebijakan prosedur
ketenagaan dan penjadwalan harus tertulis dan dikomunikasikan kepada semua staf. Kebijakan
dan penjadwalan tidak boleh melanggar undang-undang ketenagakerjaan atau kontrak pekerja.
Kebijakan ketenagaan harus yang ada harus diteliti secara berkala untuk menentukan apakah
memenuhi kebutuhan staf dan organisasi. Upaya harus terus dilakukan agar dapat
menggunakan metode ketenagaan dengan inovatif dan kreatif (Marquis dan Huston, 2010).

1.1 Rekrutmen dan seleksi

1.1.1 Rekrutmen

Rekrutmen adalah proses mencari, menemukan, mengajak dan menetapkan sejumlah


orang dari dalam maupun dari luar perusahaan sebagai calon tenaga kerja dengan karakteristik
tertentu seperti yang telah ditetapkan dalam perencanaan sumber daya manusia.

1.1.2 Tujuan Rekrutmen

 Menyediakan sekumpulan calon tenaga kerja yang memenuhi syarat.


 Agar konsisten dengan strategi, wawasan dan nilai perusahaan.
 Untuk membantu mengurangi kemungkinan keluarnya karyawan yang belum lama
bekerja.
 Untuk mengkoordinasikan upaya perekrutan dengan program seleksi dan pelatihan.
 Untuk memenuhi tanggungjawab perusahaan dalam upaya menciptakan kesempatan
kerja.

1.1.3 Faktor-faktor organisasional

Beberapa kebijaksanaan yang mungkin menjadi kendala dalam proses rekrutmen antara lain:
 Kebijaksanaan promosi dari dalam.
 Kebijaksanaan tentang imbalan.
 Kebijaksanaan tentang status kepegawaian.
 Rencana sumber daya manusia.

1.1.4 Sumber Rekrutmen

Calon tenaga kerja yang akan direkrut dapat diambil dari internal organisasi maupun
eksternal organisasi.

1. Eksternal

 Lembaga pendidikan
 Teman/anggota keluarga karyawan.
 Lamaran terdahulu yang telah masuk
 Agen tenaga kerja
 Karyawan perusahaan lain
 Asosiasi profesi
 Outsourcing

2. Internal

 Promosi
 Transfer / rotasi
 Pengkaryaan karyawan kembali
 Kelompok pekerja sementara / karyawan kontrak ( temporer )

1.1.5 Seleksi

Seleksi adalah kegiatan dalam manajemen SDM yang dilakukan setelah proses
rekrutmen selesai dilaksanakan, yang berarti telah terkumpul sejumlah pelamar yang
memenuhi syarat untuk kemudian dipilih mana yang dapat ditetapkan sebagai karyawan dalam
suatu perusahaan.

Proses seleksi tersebut biasanya meliputi:

 Evaluasi persyaratan
 testing
 wawancara dan ujian fisik
1.1.6 Instrumen Seleksi

 Surat-surat Rekomendasi
 Format Lamaran
 Tes Kemampuan
 Tes Kepribadian
 Tes Psikologi
 Wawancara
 Assessment center
 Drug tes
 Honesty tes
 Handwriting analysis

1.2 Pengembangan Staf

1.2.1 Pengertian Pengembangan Staf

Pengertian pengembangan menurut Insanno, dkk (2013: 9) ada beberapa pengertian


pengembangan dari beberapa ahli sebagai berikut:

1. R.Wayne Mondy and Robert M Noe

“Development is learning that goes beyond today’s job and has a more long-term focus.”

Pengembangan pembelajaran yang melampaui tugas saat ini dan memiliki fokus jangka
panjang yang lebih.

2. Menurut H.Malayu.S.P Hasibuan:

Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis,


konseptual, dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan atau jabatan melalui
pendidikan dan pelatihan.

3. Menurut Andrew F. Sikula

“Development, in reference to staffing and personnel matters, is a long term educational


process utilizing a systematic and organized procedured by which managerial personnel learn
conceptual and theoritical knowledge for general purposes.”

Pengembangan yang mengacu pada masalah staf dan personil adalah suatu proses
pendidikan jangka panjang menggunakan suatu prosedur yang sistematis dan terorganisasi
sehingga manajer belajar pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan umum.
Pengembangan staf identik dengan pengembangan karyawan. Menurut Budiman (2012)
menyatakan bahwa pengembangan karyawan adalah suatu usaha untuk meningkatkan
kemampuan teknis teoritis, konseptual, dan moral karyawan sesuai dengnaa kebutuhan
pekerjaan atau jabatan melalui pendidikan dan pelatihan.

Dari beberapa pengertian dari para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
pengembangan staf adalah suatu usaha yang sistematis dan terorganisir yang dilakukan oleh
perusahaan untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan
sesuai dengan kebutuhan pekerjaan atau jabatan untuk dapat memperoleh tujuan umum
bersama.

1.2.2 Tujuan Pengembangan Staf

Menurut Malik (2011), tujuan dari pengembangan yaitu untuk meningkatkan


kemampuan individu untuk kepentingan jabatan yang akan datang. Sedangkan menurut
Insanno, dkk (2013: 15), tujuan utama dari pelatihan dan pengembangan ini adalah untuk
mengatasi kekurangan-kekurangan para sumber daya manusia dalam bekerja yang disebabkan
oleh kemungkinan ketidakmampuan dalam pelaksanaan pekerjaan, dan sekaligus berupaya
membina mereka agar menjadi lebih produktif. Selain itu tujuan pelatihan dan pengembangan
adalah :

1. Meningkatkan produktivitas dan taraf prestasi tenaga kerja;


2. Memelihara dan meningkatkan kecakapan dan kemampuan dalam menjalankan tugas
atau pekerjaan baik pekejaan lama maupun baru, baik dari segi peralatan maupun
metode;
3. Memperkecil kesahalan tenaga kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sehingga dapat
meningkatkan efektivitas dan efisiensi tenaga kerja;
4. Meningkatkan ketepatan dalam perencanaan SDM;
5. Meningkatkan semangat kerja;
6. Menarik dan menahan karyawan yang berkualitas.

Sedangkan tujuan diselenggarakannya pengembangan karyawan menurut Simamora


(2006: 276) dalam Budiman (2012) menyebutkan pengembangan karyawan diarahkan untuk
membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan
kemampuan, produktivitas, dan kemampuan. Adapun tujuan –tujuannya sebagai berikut:

Memeperbaiki kinerja karyawan-karyawannya yang bekerja secara tidak memuaskan


karena kekurangan keterampilan merupakan calon utama pelatihan, kendatipun tidak dapat
memecahkan semua masalah kinerja yang efektif, program pelatihan dan pengembangan yang
sehat sering berfaedah dalam meminimalkan masalah ini;
1. Memuktahirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi;
2. Mengurangi waktu pembelajaran bagi karyawan baru agar kompeten dalam
pekerjaannya;
3. Membantu memecahkan masalah operasional;
4. Mempersiapkan karyawan untuk promosi satu cara untuk menarik, menahan, dan
memotivasikaryawan adalah melalui program pembangunan karir yang sistematis;
5. Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi;
6. Memenuhi kebutuhan pertumbuhan pribadi.

Berdasarkan paparan kedua ahli di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari
diselenggarakannya pengembangan yaitu untuk membekali, meningkatkan, dan
mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan dan produktivitas staf
serta untuk meningkatkan kinerja staf dalam organisasi.

1.2.3 Karateristik Pengembangan Staf

Menurut Malik (2011), adapun karateristik pengembangan sebagai berikut:

1. Sasaran hasil : peningkatan kinerja jangka panjang;


2. Orientasi : kebutuhan perubahan terencanaatau tidak terencana;
3. Efek terhadap karir : keterkaitan dengan karir relatif tinggi;
4. Jangka waktu pelaksanaan : relatif lama;
5. Peserta : tenaga kerja manajerial;
6. Materi : berkaitan dengan keterampilan pengetahuan konseptual dan teoritis.

Karateristik pengembangan staf berorientasi sasaran atau hasil yang dicapai oleh staf.
Sasaran atau hasil dapat dilihat setelah staf dibekali dengan keterampilan tambahan melalui
program pengembangan staf. Jika hasil atau sasaran organisasi dapat tercapai dengan baik,
maka organisasi dikatakan berhasil dalam memberikan pelatihan kepada staf.

1.2.4 Unsur-unsur Pengembangan Kompetensi SDM

Menurut Huraki (2012) usaha-usaha pengembangan kompetensi SDM yang mencakup


dalam tiga aspek, yaitu: (1) kognitif, (2) psikomotor, dan (3) afektif. Usaha-usaha
pengembangan kompetensi SDM yang dimaksud bisa berupa pendidikan, pelatihan, dan
pengalaman kerja. Dengan diadakannya pendidikan, pelatihan, dan pengalaman kerja maka
diharapkan suatu perusahaan atau organisasi mampu:

1. Memperbaiki kinerja.
Suatu organisasi yang melaksanakan pendidikan, pelatihan, dan pengalaman kerja kepada
anggotanya, maka anggota dalam organisasi tersebut dapat memperbaiki kinerjanya secara
efektif dan efisien.

2. Membantu karyawan baru.

Pendidikan dan pelatihan sangat diperlukan oleh karyawan baru dalam melaksanakan
tugas barunya. Dari pendidikan dan pelatihan yang diberikan oleh perusahaan, membantu
karyawan baru dalam mengenali dan memahami lingkungan kerjanya, mengetahui apa yag
seharusnya dilakukan dan tidak dilakukan.

3. Meningkatkan kepekaan.

Ketika terjadi sesuatu yang mengancam suatu organisasi, SDM yang kompeten akan
mengetahui apa yang akan terjadi pada organisasinya. Sehingga dengan pendidikan, pelatihan,
dan pengalaman kerjanya mereka akan mencari solusi untuk menghindari ancaman tersebut.

4. Mempersiapkan promosi.

SDM yang telah mengikuti pendidikan, pelatihan, dan pengalaman kerja akan memiliki
kompetensi yang lebih besar daripada SDM yang tidak mengikuti pendidikan, pelatihan, dan
pengalaman kerja. Sehingga SDM yang telah mengikuti usaha pengembangan kompetensi
dapat membaca situasi yang terjadi dan dapat menentukan kebutuhan apa yang sedang
diharapkan oleh masyarakat luar. Sehingga mereka dapat menentukan promosi apa yang
sedang dibutuhkanlah masyarakat saat itu.

5. Mengembangkan individu.

Pendidikan, pelatihan dan pengalaman kerja dapat mengembangkan kompetensi individu baik
di bidang pengetahuan maupun keterampilan.

1.2.5 Metode-metode Pelatihan dan Pengembangan

Menurut Budiman (2012) metode latihan dan pengembangan pada karyawan dikembangkan
dengan konsep “on the job” dan “off the job”. Metode on the job yang biasa digunakan adalah:

 Coaching : atasan memberi arahan pada bawahan dalam pekerjaan rutin mereka;
 Planned Progression : pemindahan karyawan dalam saluran yang ditentukan melalui
tingkatan organisasi yang berbeda;
 Rotasi Jabatan : pemindahan karyawan melalui jabatan-jabatan yang bervariasi;
 Penugasan Sementara : bawahan ditetapkan pada posisi manajemen tertentu dengan
jangka waktu yang ditetapkan;
Metode pelatihan dan pengembangan yang sering digunakan adalah metode coaching, dimana
atasan memberikan tugas tambahan pada bawahan secara rutin. Sedangkan model pelatihan
yang sering digunakan adalah model seminar atau workshop.

1.2.6 Keuntungan Perusahaan terhadap SDM Berkompeten

Menurut Insonna (2013: 18) menyebutkan keuntungan yang di dapat perusahaan dati SDM
yang berkompeten sebagai berikut:

1. Reduction in error.

Setelah diadakannya pendidikan, pelatihan, dan pengalaman kerja, organisasi dapat


mengurangi tingkat kesalahannya. Sebab SDM mampu menganalisis kebutuhan yang diperlukan
dan mampu dalam mencari solusi ketika terjadi ancaman dalam organisasinya

2. Reduction in turnover

Dari pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh organisasi/ perusahaan akan
melahirkan SDM SDM yang berkompeten di bidangnya masing-masing. Sehingga mengurangi
adanya pergantian posisi dalam pekerjaannya.

3. Increase in production

SDM yang telah mengikuti pelatihan dan pendidikan mampu menganalisis kebutuhan yang ada
dan berkembang di masyarakat, sehingga organisasi/ perusahaan dapat meningkatkan jumlah
produksinya sesuai kebutuhan masyarakat.

4. Attitudes changes

Di dalam pendidikan dan pelatihan, SDM dilatih untuk menjadi individu yang memiliki perilaku
baik dan sesuai dengan etika yang berkembang, baik di masyarakat maupun lingkungan
kerjanya sendiri.

5. Ability to advance.

Pendidikan dan pelatihan yang diajarkan kepada individu diharapkan dapat meningkatkan
keahlian dan kompetensi SDM tersebut. Sehingga organisasi/ perusahaan dapat mencapai
tujuan bersama dan dapat membawa organisasinya menjadi lebih baik lagi.

6. Less supervisio.

SDM yang telah mengikuti pelatihan dan pendidikan mampu memotivasi dirinya dan
mengetahui apa yang seharusnya dia lakukan dalam organisasi tanpa menunggu perintah dari
atasannya. Dengan kata lain SDM tersebut dituntut untuk lebih aktif, sehingga pengawasannya
lebih mudah.

7. New capabilitie

SDM memiliki kemampuan dan kecakapan baru setelah mendapat pendidikan dan pelatihan
yang diselenggarakan oleh organisasi/ perusahaannya.

1.3 Sistem Penugasan/Model Asuhan Keperawatan Profesional

Terdapat beberapa metode pemberian asuhan keperawatan yaitu metode kasus,


metode fungsional, metode tim, metode keperawatan primer, metode modular, metode
differentiated practice dan manajemen kasus.

1.3.1 Metode Kasus


Menurut Sitorus (2006), pada metode ini satu perawat akan memberikan asuhan
keperawatan kepada seorang klien secara total dalam satu periode dinas. Jumlah klien yang
dirawat oleh satu perawat bergantung pada kemampuan perawat tersebut dan kompleksnya
kebutuhan klien. Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien pada
saat dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift, dan tidak ada
jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya.Sementara
menurut Nursalam (2007), metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat,
dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk keperawatan khusus
seperti: isolasi, intensive care.

1.3.2 Metode Fungsional


Menurut Arwani & Supriyatno (2005), metode fungsional ini efisien, namun penugasan
seperti ini tidak dapat memberikan kepuasan kepada pasien maupun perawat. Keberhasilan
asuhan keperawatan secara menyeluruh tidak bisa dicapai dengan metode ini karena asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien terpisah-pisah sesuai dengan tugas yang
dibebankan kepada perawat. Di samping itu, asuhan keperawatan yang diberikan tidak
profesional yang berdasarkan masalah pasien. Perawat senior cenderung akan sibuk dengan
tugas-tugas administrasi dan manajerial, sementara asuhan keperawatan kepada pasien
dipercayakan kepada perawat junior.
1.3.3 Metode Tim
Metode tim merupakan pemberian asuhan keperawatan, yaitu seorang perawat profesional
memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada
sekelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif. Namun pada metode ini,
kesinambungan asuhan keperawatan belum optimal sehingga para pakar mengembangkan
metode keperawatan primer (Douglas,1992).
Tujuan pemberian metode tim dalam asuhan keperawatan menurut Arwani & Supriyatno
(2005), adalah untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan objektif
pasien sehingga pasien merasa puas. Selain itu, metode tim dapat meningkatkan kerjasama
dan koordinasi perawat dalam melaksanakan tugas, memungkinkan adanya transfer of
knowledge dan transfer of experiences di antara perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dan motivasi perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan.

1.3.4 Metode Keperawatan Primer


Menurut Nursalam (2007), metode penugasan di mana satu orang perawat bertanggung
jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk
sampai keluar rumah sakit. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan
terus-menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan,
dan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat.
Keuntungan yang dirasakan klien ialah mereka merasa lebih dihargai sebagai manusia
karena terpenuhi kebutuhannya secara individu, asuhan keperawatan yang bermutu tinggi
dan tercapainya pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi,
dan advokasi. Metode itu dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan karena:
Hanya ada satu perawat yang bertanggung jawab dalam perencanaan dan koordinasi
asuhan keperawatan Jangkauan observasi setiap perawat 4-6 klien Perawat primer
bertanggung jawab selama 24 jam Rencana pulang klien dapat diberikan lebih awal Rencana
asuhan keperawatan dan rencana medik dapat berjalan parallel
Menurut Sitorus (2006), staf medis juga merasakan kepuasan dengan metode ini karena
senantiasa mendapat informasi tentang kondisi klien yang mutakhir dan komprehensif.
1.3. 5 Metode Modular
Menurut Gillies (1994), metode modular merupakan bentuk variasi dari metode
keperawatan primer, dengan perawat profesional dan perawat non-profesional bekerja sama
dalam memberikan asuhan keperawatan, disamping itu karena dua atau tiga orang perawat
bertanggung jawab atas sekelompok kecil pasien. Dalam memberikan asuhan keperawatan
dengan menggunakan metode modifikasi primer , satu tim terdiri dari 2 hingga 3 perawat
memiliki tanggung jawab penuh pada sekelompok pasien berkisar 8 hingga 12 orang
(Arwani & Supriyatno, 2005)
Berbagai keuntungan metode modular menurut Sumijatun (2008), diantaranya dapat
memfasilitasi pelayanan keperawatan yang komprehensif dan holistik dengan
pertanggungjawaban yang jelas, konflik atau perbedaan pendapat antar staf dapat ditekan
melalui rapat tim yang juga efektif untuk pembelajaran, memungkinkan menyatukan
kemampuan anggota tim yang berbeda-beda dengan efektif dan aman serta produktif karena
adanya kerjasama dan komunikasi.

Anda mungkin juga menyukai