Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kimia adalah ilmu tentang materi dan perubahannya (Kolomuc dan Tekin,
2011). Brady (2002) menyebutkan bahwa ilmu pengetahuan tentang kimia
mencakup sejumlah aspek mengenai bahan-bahan kimia dan reaksi kimia
yaitu perubahan yang terjadi apabila senyawa kimia bereaksi membentuk
senyawa yang berbeda. Effendy (2002) menyatakan kajian ilmu kimia
meliputi banyak hal, seperti sifat-sifat zat termasuk struktur zat. Perubahan
zat yang pada dasarnya adalah perubahan kimia berdasarkan hukum, prinsip,
konsep, dan teori. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, kimia merupakan
ilmu yang mempelajari tentang fenomena-fenomena alam mulai dari
komposisi, struktur, sifat zat dari skala atom sampai molekul serta interaksi
antara zat yang satu dengan lainnya membentuk zat baru yang banyak
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan hukum, prinsip, konsep,
dan teori tertentu.
Reaksi kimia yang sering digunakan dalam pemeriksaan kimia yaitu reaksi
yang bergantung pada keadaan luar seperti kadar zat yang bereaksi, suhu,
tekanan dan sebagainya. Percobaan ini dilakukan untuk mengamati dan
mengetahui perubahan kimia maupun perubahan sifat fisis pada reaksi kimia.
Perubahan reaksi kimia terjadi akibat perubahan suhu, perubahan gas, serta
perubahan warna,

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui pengaruh suhu pada
sistem kesetimbangan kimia.

1.1.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Reaksi Kimia


Reaksi Kimia adalah suatu perubahan dari suatu senyawa atau molekul
menjadi senyawa lain atau molekul lain. Reaksi yang terjadi pada senyawa
anorganik biasanya merupakan reaksi antarion, sedangkan reaksi pada
senyawa organik ditandai dengan adanya pemutusan ikatan kovalen dan
pembentukan ikatan kovalen yang baru. Pada reaksi yang berlangsung dalam
beberapa tahap untuk menghasilkan suatu senyawa, dikenal
istilahintermediet, sesuatu yang dapat atau tidak dapatdiisolasi (Riswiyanto,
2009).

2.1.1 Reaksi Eksoterm


Reaksi eksotermik adalah reaksi yang menghasilkan kenaikan suhu
dalam sistem terisolasi, atau sistem tidak terisolasi, memberikan kalor ke
sekeliling. Reaksi eksoterm juga disebut sebagai reaksi yang terjadi saat
berlangsungnya pelepasan panas atau kalor. Untuk reaksi eksotermik,
kalor reaksi mempunyai kuantitas negatif (qreaksi < 0). (Pertrucci, 1987).
∆H reaksi eksoterm adalah negatif yang berarti sistem melepaskan
sejumlah kalor ke lingkungan dengan naiknya suhu (Sugiawati. 2013).

2.1.2 Reaksi Endoterm


Reaksi endoterm adalah reaksi yang terjadi ketika berlangsungnya
penyerapan panas atau kalor. Pada reaksi endotermik situasinya adalah
suhu turun dalam sistem terisolasi atau memperoleh kalor dari sekeliling
pada sistem tidak terisolasi. Dalam kasus ini, kalor reaksi kuantitas
positif (qreaksi > 0). Kalor reaksi ditentukan melalui suatu kalorimeter
(Pertrucci, 2008). ∆H reaksi endoterm adalah positif yang berarti sistem
menyerap sejumlah kalor dari lingkungan dengan turunnya suhu
(Sugiawati. 2013).

5
2.2 Kesetimbangan Kimia
Kesetimbangan kimia adalah suatu proses yang terjadi dalam larutan yang
meliputi perubahan fisika seperti dalam peleburan, penguapan, dan perubahan
kimia yang termasuk elektrokimia (Effendy, 2002).
Kesetimbangan kimia dalah proses dinamis ketika reaksi kedepan dan
reaksi balik terjadi pada laju yang sama tetapi pada arah yang berlawanan.
Konsentrasi pada setiap zat tinggal tetap pada suhu konstan. Banyak reaksi
kimia tidak sampai berakhir, dan mencapai satu titik ketika konsentrasi zat-
zat bereaksi dan produk tidak lagi berubah dengan berubahnya waktu.
Molekul-molekul tetap berubah dari pereaksi menjadi produk dan dari produk
menjadi preaksi, tetapi tanpa perubahan netto konsentrasinya (Stephen, 2002).
Reaksi tedadinya kesetimbangan yaitu sampai tidak terlihat perubahan
susunan kimia sistem itu kearah mana suatu reaksi akan berjalan. Banyak
reaksi tidak berlangsung hingga selesai tetapi mendekati suatu keadaan
kesetimbangan, di mana produk dan reaktan yang tidak terpakai kedua-
duanya terdapat dalam jumlah yang relative tertentu banyaknya. Begitu
kesetimbangan tercapai, tak akan ada lagi perubahan komposisi lebih lanjut
yang terjadi. Keadaan kesetimbangan digambarkan secara kuantitatif melalui
tetapan kesetimbangan reaksi yang tergantung pada suhu di mana reaksi
berlangsung (Brady, 2002).
Kebanyakan reaksi kimia berlangsung secara reversible (dua arah). Ketika
reaksi itu baru mulai, proses reversible hanya berlangsung kearah
pembentukan produk, namun ketika molekul produk telah terbentuk maka
proses sebaiknya yaitu pembentukan molekul reaktan dari molekul produk
mulai berjalan. Kesetimbangan kimia tercapai bila kecepatan reaksi tekanan
(molekul produk) telah sama dengan kecepatan reaksi ke kiri (pembentukan
molekul reaktan) dan konsentrasi reaktan maupun konsentrasi produk tidak
berubah-rubah lagi (konstan). Jadi, kesetimbangan kimia merupakan proses
yang dinamis. (Purwoko, 2006).
Banyak reksi-reaksi kimia yang berjalan tidak sempurna artinya reaksi-
reaksi tersebut berjalan sampai pada suatu titik dan akhirnya berhenti dengan
meninggalkan zat-zat yang tidak bereaksi. Pada temperatur, tekanan dan

6
konsentrasi tertentu, titik pada saat reaksi tersebut berhenti sama. Hubungan
antara konsentrasi peraksi dan hasil reaksi tetap. Pada saat ini reaksi dalam
keadaan setimbang. Pada saat setimbang, kecepatan reaksi ke kanan sama
dengan kecepatan reaksi ke kiri. Kesetimbangan disini merupakan
kesetimbangan dinamis, bukan kesetimbangan statis. Jadi sebenarnya reaksi
masih ada tetapi karena kecepatannya sama, seakan-akan reaksi berhenti.
Atas dasar ini dapat dianggap hampir semua reaksi berhenti pada
kesetimbangan. Untuk reaksi sempurna, kesetimbangan sangat berat
disebelah kanan (Sukardjo, 1997).
Umumnya suatu reaksi kimia yang berlangsung spontan akan terus
berlangsung sampai dicapai keadaan kesetimbangan dinamis. Berbagai hasil
percobaan menunjukkan bahwa dalam suatu reaksi kimia, perubahan reaktan
menjadi produk pada umumnya tidak sempurna, meskipun reaksi dilakukan
dalam waktu yang relatif lama. Umumnya pada permulaan reaksi
berlangsung, reaktan mempunyai laju reaksi tertentu. Kemudian setelah
reaksi berlangsung konsentrasi akan semakin berkurang sampai akhirnya
menjadi konstan. Keadaan kesetimbangan dinamis akan dicapai apabila dua
proses yang berlawanan arah berlangsung dengan laju reaksi yang sama dan
konsentrasi tidak lagi mengalami perubahan atau tidak ada gangguan dari
luar.  Untuk reaksi yang tidak berjalan, kesetimbangan sangat berat disebelah
kiri. Kesetimbangan dibagi menjadi homogen dan heterogen. Homogen bila
kesetimbangan terdapat pada satu fase (gas, cairan tunggal, fase padat
tunggal). Heterogen bila kesetimbangan terdapat dalam lebih dari satu fase
(gas, padat, gas cairan, padat cairan atau padat-padat) (Sukardjo, 1997).

2.3 Ciri-Ciri Kesetimbangan Kimia


Pada reaksi yang berlangsung bolak balik, ada saat dimana laju
terbentuknya produk sama dengan laju terurainya kembali produk menjadi
reaktan. Pada keadaan ini, biasanya tidak terlihat lagi ada perubahan.
Keadaan reaksi dengan laju reaksi maju (ke kanan) sama dengan laju reaksi
baliknya (ke kiri) dinamakan keadaan setimbang. Reaksi yang berada dalam

7
keadaan setimbang disebut Sistem Kesetimbangan. Menurut Oxtoby (2001)
ciri-ciri kesetimbangan kimia antara lain :
1. Hanya terjadi dalam wadah tertutup, pada suhu dan tekanan tetap.
2. Reaksinya berlangsung terus-menerus (dinamis) dalam dua arah yang
berlawanan.
3. Laju reaksi maju (ke kanan) sama dengan laju reaksi balik (ke kiri).
4. Semua komponen yang terlibat dalam reaksi tetap ada.
5. Tidak terjadi perubahan yang sifatnya dapat diukur maupun diamati.

2.4 Arah Reaksi


Salah satu kegunaan konstanta kesetimbangan kimia adalah memprediksi
arah reaksi. Untuk mempelajari kecenderungan arah reaksi, digunakan
besaran Qc, yaitu hasil perkalian konsentrasi awal produk dibagi hasil
perkalian konsentrasi awal reaktan yang masing-masing dipangkatkan dengan
koefisien reaksinya. Jika nilai Qc dibandingkan dengan nilai Kc, terdapat tiga
kemungkinan hubungan yang terjadi, antara lain :
1. Qc < Kc
Sistem reaksi reversibel kelebihan reaktan dan kekurangan produk. Untuk
mencapai kesetimbangan, sejumlah reaktan diubah menjadi produk.
Akibatnya, reaksi cenderung ke arah produk (ke kanan).
2. Qc =  Kc
Sistem berada dalam keadaan kesetimbangan. Laju reaksi, baik ke arah
reaktan maupun produk adalah sama.
3. Qc > Kc
Sistem reaksi reversibel kelebihan produk dan kekurangan reaktan. Untuk
mencapai kesetimbangan, sejumlah produk diubah menjadi reaktan.
Akibatnya, reaksi cenderung ke arah reaktan (ke kiri). (Syukri,1999).

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Kesetimbangan


Tahun 1884 Henri Louis Le Chatelier berhasil menjelaskan pengaruh
faktor luar terhadap kesetimbangan, yang dikenal dengan azas Le Chatelier,
yangberbunyi “ Bila terhadap suatu kesetimbangan dilakukan suatu tindakan

8
(aksi) maka sistem itu akan mengadakan reaksi yang cenderung mengurangi
pengaruh aksi tersebut.” (Purwoko, 2006).
Menurut Purwoko (2006), perubahan dari keadaan kesetimbangan semula
ke keadaan kesetimbangan yang baru akibat adanya aksi atau pengaruh dari
luar itu dikenal dengan pergeseran kesetimbangan.  Berikut faktor yang
sistem mempengaruhi kesetimbangan.
1. Konsentrasi
Pengaruh konsentrasi terhadap pergeseran kesetimbangan adalah
apabila dalam sistem kesetimbangan konsentrasi salah satu zat diperbesar,
maka kesetimbangan akan bergeser ke arah yang berlawanan dari zat
tersebut. Sebaliknya, jika konsentrasi salah satu zat dikurangi, maka arah
kesetimbangan akan bergeser ke pihak zat tersebut.  
2. Volume
Pengaruh volume dan tekanan terhadap pergeseran
kesetimbangan adalah hanya berpengaruh pada zat yang berwujud gas.
Dan jumlah koefisien pereaksi tidak sama dengan jumlah koefisien hasil
reaksi. Jika tekanan diperbesar/ volume diperkecil, kesetimbangan akan
bergeser ke arah jumlah koefisien reaksi yang kecil. Jika tekanan di
perkecil/ volume diperbesar, kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah
koefisien reaksi yang besar.   
3. Suhu
Pengaruh suhu terhadap pergeseran kesetimbangan adalah menurut
Vant Haff, bila pada sistem kesetimbangan suhu dinaikkan, maka
kesetimbangan reaksi akan bergeser ke arah yang membutuhkan kalor (ke
arah reaksi endoterm). Bila suatu reaksi kesetimbangan suhu diturunkan,
maka kesetimbangan akan bergeser ke arah yang membebaskan kalor (ke
arah reaksi eksoterm). 
Dari beberapa faktor di atas, hanya perubahan temperatur (suhu) reaksi
yang dapat mengubah nilai konstanta kesetimbangan (Kc maupun Kp).
Perubahan konsentrasi, tekanan, dan volume hanya mengubah konsentrasi
spesi kimia saat kesetimbangan, tidak mengubah nilai K. Katalis hanya

9
mempercepat tercapainya keadaan kesetimbangan, tidak dapat
menggeser kesetimbangan kimia (Purwoko, 2006).

2.6 Lempeng Tembaga (Cu)


Tembaga adalah logam merah muda yang lunak, dapat ditempa, dan liat.
Tembaga melebur pada 1083ºC. Karena potensial elektrode standarnya
positif, (+0,34V untuk pasangan Cu/Cu2+), tembaga tak larut dalam asam
klorida dan asam sulfat encer, meskipun dengan adanya oksigen tembaga bisa
larut sedikit. Asam nitrat yang sedang pekatnya (8M) dengan mudah
melarutkan tembaga (Oxtoby, 2001).
Tembaga tidak larut dalam asam yang bukan pengoksidasi tetapi tembaga
teroksidasi oleh HNO3 dan HClO3 sehingga tembaga larut. Tembaga
bukanlah logam reaktif, namun logam ini dapat diserang oleh asam-asam
pekat. Asam yang dapat melarutkan tembaga dan perak adalah asam nitrat
(HNO3) dan Asam perklorat (HClO4). Asam ini adalah salah satu contoh dari
asam pengoksidasi, selain ion H+ , larutan asam ini juga mengandung ion
nitrat, suatu oksidator yang lebih hebat dari pada ion (Sulastri, dkk, 2004).
Biasanya zat yang bereaksi disertai dengan produk baru yang dihasilkan.
Suatu reaksi kimia dihasilkan dengan perbandingan massa yang tetap sesudah
dan sebelum hasil reaksi. Seperti hilangnya tembaga (Cu) pada saat
ditambahkan HNO3. Peristiwa ini dapat terjadi karena adanya interaksi antara
molekul Cu dengan molekul HNO3. Pada tahap pelarutan tembaga dengan
HNO3, terbentuk gas NO yang kemudian teroksidasi oleh oksigen diudara
menjadi gas NO2 yang berwarna coklat. Hal ini merupakan gas NO2 yang
berbahaya dengan bau yang sangat menyengat (Fitrony, dkk, 2013).
Setelah proses pemanasan berlangsung maka terjadi adanya bau bisa
timbul pada reaksi kimia dikarenakan pencampuran suatu zat. Pada reaksi
logam tembaga (Cu) dengan larutan asam nitrat (HNO3) yang menghasilkan
larutan tembaga (II) nitrat, gas nitrogen monoksida, dan air akan
menimbulkan bau (Jim, 2007).

10
2.7 Asam Nitrat (HNO3)
Senyawa kimia asam nitrat (HNO3) adalah sejenis cairan korosif yang tak
berwarna, dan merupakan asam beracun yang dapat menyebabkan luka
bakar. Larutan asam nitrat dengan kandungan asam nitrat lebih dari 86%
disebut sebagai asam nitrat berasap, dan dapat dibagi menjadi dua jenis asam,
yaitu asam nitrat berasap putih dan asam nitrat berasap merah. Asam nitrat
memiliki berat jenis 1.522 kg/m³. Asam nitrat merupakan oksidator kuat,
namun apabila konsentrasinya dibawah 2M bukan merupakan oksidator yang
kuat. Asam nitrat mampu menyerang dan melarutkan semua logam yang ada
pada tabel periodik, kecuali emas dan platina. Titik didih asam nitrat pada
83ºC, pada saat mendidih dalam suhu kamar maka asam nitrat akan terurai
sebagian dengan pembentukan nitrogen dioksida sesudah reaksi:
4HNO3 (aq) → 2H2O (aq) + 4NO2 (aq) + O2 (g) (72 °C) (Sukardjo. 2002).

11
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Pratikum “Pengaruh Perubahan Suhu Pada Sistem Kesetimbangan” ini
dilaksanakan pada Hari Senin, 4 November 2019 pukul 09.20-11.20 WIB.
Bertempat di laboratorium Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu tiga buah tabung
reaksi, tiga buah sumbat karet, tiga buah gelas kimia 100 ml, rak tabung
reaksi, dan penjepit tabung. Adapun bahan yang digunakan antara lain HNO3
pekat, lempeng tembaga 0,5 cm x 0,5 cm, air panas secukupnya, dan es
secukupnya.

3.3 Cara Kerja


1. Ke dalam masing-masing tabung reaksi tambahkan 10 tetes HNO 3 pekat
dan satu lempeng tembaga lalu segera tutup dengan sumbat karet.
2. Pada masing-masing tabung lakukan hal sebagai berikut
a. Tabung 1 dimasukkan ke dalam air es
b. Tabung 2 dimasukkan ke dalam air panas
c. Tabung 3 sebagai pembanding
3. Dibandingkan warna dan gas yang terbentuk dalam ketiga tabung tersebut

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil pengamatan pengaruh suhu terhadap sistem kesetimbangan
No. Tabung Perlakuan yang Dilakukan Warna yang Dihasilkan
1. Suhu Dingin (0ºC) Coklat Pudar
2. Suhu Panas (100 ºC) Coklat Pekat
3. Suhu Ruang (37 ºC) Coklat

4.2 Pembahasan
Berdasarkan praktikum kali ini, telah didapatkan pengukuran perubahan
suhu terhadap sistem kesetimbangan dengan menggunakan senyawa HNO 3
pekat sebagai bahannya. Pada awalnya ketiga tabung dimasukkan satu buah
lempeng tembaga dengan ukuran 0,5 cm x 0,5 cm. Pada percobaan pertama,
dilakukan perlakuan terhadap tabung satu dengan menambahkan 10 tetes
HNO3 pekat dan selanjutnya dimasukkan ke dalam air dingin. Pada percobaan
kedua, sama-sama diberi 10 tetes HNO 3 pekat dan selanjutnya dimasukkan ke
dalam air panas. Kemudian pada percobaan terakhir, dilakukan perlakuan
terhadap tabung tiga dengan menambahkan 10 tetes HNO3 pekat dan
selanjutnya dimasukkan ke dalam air dengan suhu ruang (37ºC).
Ketiga tabung didiamkan beberapa menit dalam gelas kimia yang berisi air
dengan temperatur suhu yang berbeda-beda. Berdasarkan pengamatan telah
diketahui bahwa tabung satu yang diberi suhu dingin mengalami perubahan,
yakni berupa timbulnya warna coklat pudar pada tabung. Selanjutnya
diketahui pula perubahan warna yang dihasilkan tabung dua dengan
pemberian suhu panas, yaitu timbulnya warna coklat pekat pada tabung.
Namun, pada beberapa saat sumbat karet dalam tabung dua mengalami
peletupan (sumbat terlepas). Hal tersebut disebabkan oleh gas NO2 yang
terkandung dalam tabung mengalami peningkatan volume gas, sehingga
sumbat karet meletup dan gas yang ada dalam tabung berpindah ke
lingkungan. Seharusnya warna gas pada tabung dua yang diberikan suhu
panas lebih pekat daripada dua tabung lainnya jika peristiwa sumbat karet
yang terlepas tidak terjadi, dan kemungkinan besar suhu panas yang diberikan

13
pun tidak mencapai suhu maksimal 100 ºC. Kemudian pada tabung tiga yang
diberi suhu ruang menghasilkan perubahan warna coklat yang warnanya
berada di antara kedua warna tabung satu dan dua.
Berdasarkan penelitian terhadap ketiga tabung, diketahui bahwa warna
coklat yang dihasilkan yaitu berupa gas NO yang bereaksi dengan oksigen
menjadi NO2 sebagai hasil dari reaksi antara lempeng tembaga dengan larutan
HNO3 pekat. Diketahui pula bahwa lempeng tembaga hanya bisa bereaksi
(larut) terhadap asam-asam pekat. Seperti menurut Sulastri (2004), asam yang
dapat melarutkan tembaga adalah asam nitrat (HNO3). Sehingga dengan kata
lain asam nitrat adalah asam kuat yang dapat melarutkan lempeng tembaga.
Saat lempeng tembaga ditetesi asam nitrat, terdapat reaksi kimia yang
terjadi. Diketahui bahwa dari reaksi tersebut terdapat interaksi antara unsur
Cu dengan senyawa HNO3 yang menghasilkan senyawa tembaga (II) nitrat,
gas NO2, serta uap air (H2O). Seperti yang dikemukakan oleh Fitrony (2013),
tembaga (Cu) hilang pada saat ditambahkannya HNO3 pekat. Peristiwa ini
dapat terjadi karena adanya interaksi antara molekul Cu dengan senyawa
HNO3. Pada tahap pelarutan tembaga dengan HNO3, terbentuk gas NO yang
kemudian teroksidasi oleh oksigen diudara menjadi gas NO2 yang berwarna
coklat. Hal ini merupakan gas NO2 yang berbahaya dengan bau yang sangat
menyengat.
Untuk memudahkan pemahaman, reaksi yang terjadi bisa dituliskan
melalui persamaan kimianya sebagai berikut.
Cu + 4HNO3 ↔ Cu(NO3)2 + 2NO2 + 2H2O
Melalui persamaan di atas Jim (2007) mengungkapkan hal yang sama,
pada reaksi logam tembaga (Cu) dengan larutan asam nitrat (HNO 3),
menghasilkan larutan tembaga (II) nitrat, gas nitrogen monoksida, dan air
akan menimbulkan bau.
Berdasarkan pengamatan tersebut, diketahui pula bahwa reaksi yang
terjadi mengalami kesetimbangan. Ciri-ciri yang dapat dilihat adalah bahwa
konsentrasinya sudah seimbang, reaksi tidak mengalami perubahan kembali,
dan komponen yang terlibat dalam reaksi tetap ada (adanya endapan dari
lempeng tembaga yang berwarna hijau). Seperti menurut Oxtoby (2001),

14
semua komponen yang terlibat dalam reaksi tetap ada, biasanya tidak terlihat
lagi adanya perubahan, dan keadaan reaksi dengan laju reaksi maju (ke
kanan) sama dengan laju reaksi baliknya (ke kiri) dinamakan keadaan
setimbang. Purwoko (2006) mengemukakan hal yang sama pula, bahwa
kesetimbangan kimia tercapai bila kecepatan reaksi tekanan (molekul produk)
telah sama dengan kecepatan reaksi ke kiri (pembentukan molekul reaktan)
dan konsentrasi reaktan maupun konsentrasi produk tidak berubah-ubah lagi
(konstan). Jadi, kesetimbangan kimia merupakan proses yang dinamis.
Pada praktikum, tabung reaksi diberi perlakuan suhu untuk menentukan
pengaruhnya terhadap sistem kesetimbangan kimia. Berdasarkan data hasil
praktikum menunjukkan bahwa suhu berpengaruh terhadap perubahan warna
yang terjadi pada setiap tabung. Perlakuan suhu yang diberikan setelah
adanya kesetimbangan semula memberikan reaksi terhadap suhu tersebut
yang menyebabkan adanya pergeseran kesetimbangan. Seperti menurut
Purwoko (2006), perubahan dari keadaan kesetimbangan semula ke keadaan
kesetimbangan yang baru akibat adanya aksi atau pengaruh dari luar itu
dikenal dengan pergeseran kesetimbangan.  
Pergeseran kesetimbangan yang terjadi akibat diberikan perlakuan suhu
yaitu jika suhu dinaikkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah
endoterm (arah kiri) dan ∆H reaksinya bertanda positif (+). Seperti menurut
Sugiawati (2013), ∆H reaksi endoterm adalah positif yang berarti sistem
menyerap sejumlah kalor dari lingkungan menuju sistem dengan naiknya
suhu. Dalam persamaan kimia, yang mengalami reaksi endoterm adalah
reaktan (pereaksi) yaitu Cu + HNO3.
Persamaan reaksi : Cu + 4HNO3 ↔ Cu(NO3)2 + 2NO2 + 2H2O
Jika suhu diturunkan, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah
eksoterm (arah kanan) dan ∆H reaksinya bertanda negatif (-). Seperti menurut
Sugiawati (2013), ∆H reaksi eksoterm adalah negatif yang berarti sistem
melepaskan sejumlah kalor dari sistem menuju lingkungan dengan turunnya
suhu. Dalam persamaan kimia, yang mengalami reaksi eksoterm adalah
produk, yaitu Cu(NO3)2 + 2NO2 + 2H2O.
Persamaan reaksi : Cu + 4HNO3 ↔ Cu(NO3)2 + 2NO2 + 2H2O

15
Hal tersebut sesuai dengan ungkapan Purwoko (2006), pengaruh suhu
terhadap pergeseran kesetimbangan adalah menurut Vant Haff, bila pada
sistem kesetimbangan suhu dinaikkan, maka kesetimbangan reaksi akan
bergeser ke arah yang membutuhkan kalor (ke arah reaksi endoterm). Bila
suatu reaksi kesetimbangan suhu diturunkan, maka kesetimbangan akan
bergeser ke arah yang membebaskan kalor (ke arah reaksi eksoterm). 

16
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan di atas adalah
kesetimbangan kimia dipengaruhi oleh perubahan suhu yan dapat mengubah
konstanta kesetimbangan. Dari percobaan yang dilakukan, bahwa reaksi
kimia adalah suatu perubahan dari suatu senyawa atau molekul menjadi
senyawa lain atau molekul lain. Diantaranya yaitu reaksi pengendapan,
perubahan suhu, perubahan warna, serta pembentukan gas. Dapat diperoleh
pula dalam mengetahui indikasi-indikasi terjadinya reaksi kimia atau
perubahan kimia, serta mampu membedakan indikasi perubahan antara zat-
zat asal (reaktan) dengan hasil reaksi (produk)nya.
Reaksi antara lempeng tembaga (Cu) dengan asam nitrat (HNO3)
menghasilkan sejumlah komponen senyawa seperti tembaga (II) nitrat, gas
NO2, serta uap air (H2O). Terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada
ketiga tabung yang diberikan suhu berbeda-beda. Telah diketahui pula bahwa
perubahan suhu dapat membuat pergeseran arah kesetimbangan dalam suatu
sistem.

5.2 Saran
Saran untuk setiap praktikum adalah lebih berusaha lagi untuk
meningkatkan ketelitian dalam setiap praktikum atau pengamatan, baik bagi
seorang praktikan maupun pihak lainnya. Teruntuk permasalah sarana dan
prasarana, semoga pihak yang berkewajiban menjadi lebih memerhatikan
segala bentuk penunjang akademik bagi setiap insan yang berkemauan kuat
dalam menuntut ilmu.

17
DAFTAR PUSTAKA

Brady E, J. 1982. Kimia Universitas Asas Dan Struktur Jilid 2. Terjemahan Oleh
Sukmariah Maun. 2002. Tangerang: Binapura Aksara.
Effendy. 2002. Upaya Untuk Mengatasi Kesalahan Konsep Dalam Pengajaran
Kimia Dengan Menggunakan Strategi Konflik Kognitif. Media
Komunikasi Kimia, 2(6):1–12.
Fitrony., Rizqy., Fauzi., Qadariyah, L., & Mahfud. (2013). Pembuatan Kristal
Tembaga Sulfat Pentahidrat (Cuso4 . ·5h2o) Dari Tembaga Bekas
Kumparan. Jurnal Teknik Pomits, 2(1), 37-49.
Jim, C. 2007. Kompleks Ligan Tembaga. Kimia Indonesia. Diunduh Kembali
Dari Http://Chem-Is-Try.Org.
Kolomuc, A., & Tekin, S. 2011. Chemistry Teachers’ Misconceptions Concerning
Concept Of Chemical Reaction Rate. Eurasian Journal Of Physic And
Chemistry Education, 3(2):84–101.
Oxtoby, D. W. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Jakarta: Erlangga.
Petrucci, Ralph H., Dkk. 1987. Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga.
Purwoko, Agus A. 2006. Kimia Dasar 1. Mataram: Mataram University Press.
Riswiyanto, Drs.2009.Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Stephen, Bresnick,. 2002.  Intisari Kimia Umum. Jakarta: Erlangga.
Sugiawati., Vinsenia Ade. 2013. Penggunaan Strategi Konflik Kognitif Dalam
Pembelajaran Tps Untuk Mereduksi Miskonsepsi Siswa Pada Materi
Termokimia . Jurnal Nalar Pendidikan Volume 1, Nomor 1.
Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Sukardjo. 2002. Kimia Fisika. Jakarta: Bineka Cipta
Sulastri, S., Susila, K., & Retno., Arianingrum. (2004). Pengaruh Perendaman
Pasir Malelo Dengan Hno3 Terhadap Efisiensi Penjerapan Kromium.
Jurnal Penelitian Saintek, 9(1), 20-39.
Syukri. 1999. Kimia Dasar 1. Bandung: Itb.

18
LAMPIRAN

Air Panas Lempeng Tembaga Tabung dalam Suhu Panas

Penjepit Air Dingin Tabung dalam Suhu Dingin

Penetesan HNO3 Rak Tabung Reaksi

19

Anda mungkin juga menyukai