DENGAN AUTIS
OLEH:
KELOMPOK 3
FAKULTAS KESEHATAN
2021
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan
Anak dengan Autis” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak II. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat
diselesaikan sesuai dengan waktunya. Pihak – pihak tersebut Ibu Ns Anak Agung Istri Wulan
Krisnandari D, S.Kep.,M.Kep selaku dosen pengampu mata ajar Keperawatan Anak II.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis sangat menerima dengan senang hati kritik dan saran yang dapat membangun dari
berbagai pihak. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
1. Tujuan Umum........................................................................................2
2. Tujuan Khusus.......................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Definisi..........................................................................................................3
2.2. Etiologi.........................................................................................................3
2.4. Fatofisiologi..................................................................................................6
2.7. WOC........................................................................................................... 11
ii
3.3. Intervensi Keperawatan ..............................................................................14
BAB IV PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan anak mengalami autis antara
lain adanya gangguan fungsi sistem saraf, konsumsi makanan yang dapat
menimbulkan pertumbuhan sel di otak, serta adanya faktor genetik. Secara umum,
anak autis dapat diamati mulai dari awal kelahiran. Mulai dari bayi yang selalu
nampak tenang, tidak tertarik dengan mainan apapun, tidak bereaksi terhadap
suara, tidak berminat bersosialisasi, tidak ada kontak mata, tidak fokus, hingga
usianya pra sekolah yang suka berteriak-teriak, suka membeo atau menirukan
suara dan gaya orang lain (Rahayu, 2014).
1
dan anak merasa santai. Selain itu model bermain juga harus disesuaikan dengan
kondisi anak (Raharjo, Alfiyanti, & Purnomo, 2014).
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Autisme berasal dari kata autos yang berarti aku. Pada pengertian non
ilmiah kata tersebut dapat ditafsirkan bahwa semua anak yang mengarah pada
dirinya sendiri disebut dengan autisme (Yuwono, 2009). Autisme bukan suatu
gejala penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan gejala) dimana terjadi
penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan kepedulian
terhadap sekitar. Autisme adalah suatu keadaan dimana seseorang anak berbuat
semaunya sendiri baik secara berpikir maupun berprilaku. Keadaan ini terjadi
sejak usia 2-3 tahun tanpa memandang sosial ekonomi mapan maupun kurang,
atau dewasa dan semua etnis (Yatim, 2002).
2.2 Etiologi
3
Penyebab autisme adalah multifaktorial. Faktor genetik maupun
lingkungan diduga mempunyai peranan yang signifikan. Sebuah studi
mengemukakan bahwa apabila satu keluarga memiliki satu anak autis maka risiko
untuk memiliki anak kedua dengan kelainan yang sama mencapai 5%, risiko yang
lebih besar dibandingkan dengan populasi umum. Di lain pihak, lingkungan
diduga pula berpengaruh karena ditemukan pada orang tua maupun anggota
keluarga lain dari penderita autistik menunjukkan kerusakan ringan dalam
kemampuan sosial dan komunikasi atau mempunyai kebiasaan yang repetitif.
Akan tetapi penyebab secara pasti belum dapat dibuktikan secara empiris.
4
Diantaranya bermain sangat monoton dan aneh, misalnya menderetkan
sabun menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola pada mobil dan
mengamati dengan seksama dalam jangka waktu lama. Ada kedekatan dengan
benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa
kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya.
Tidak menyukai boneka, gelang karet, baterai atau benda lainnya. Tidak
spontan, reflaks dan tidak berimajinasi dalam bermain. Tidak dapat meniru
tindakan temannya dan tidak dapat memulai permainan yang bersifat pura-
pura. Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang berputar
atau angin yang bergerak. Perilaku yang ritualistik sering terjadi, sulit
mengubah rutinitas sehari-hari, misalnya bila bermain harus melakukan urut-
urutan tertentu, bila bepergian harus melalui rute yang sama.
4. Gangguan perilaku
Dilihat dari gejala sering dianggap sebagi anak yang senang kerapian
harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat terlihat
hiperaktif misalnya bila masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia
datangi, ia akan membuka semua pintu, berjalan kesana kemari dan berlari-lari
tentu arah. Mengulang suatu gerakan tertentu (menggerakkan tangannya
seperti burung terbang). Ia juga sering menyakiti dirinya sendiri seperti
memukul kepala di dinding. Dapat menjadi sangat hiperaktif atau sangat pasif
(pendiam), duduk diam bengong denagn tatap mata kosong. Marah tanpa
alasan yang masuk akal. Amat sangat menaruh perhatian pada satu benda, ide,
aktifitas ataupun orang. Tidak dapat menunjukkan akal sehatnya. Dapat sangat
agresif ke orang lain atau dirinya sendiri. Gangguan kognitif tidur, gangguan
makan dan gangguan perilaku lainnya.
5
menjadi agresif dan merusak. Tidak dapt berbagi perasaan (empati) dengan
anak lain.
7. Intelegensi
2.4 Fatofisiologi
6
berupa substansia grisea yang walaupun volumenya sama seperti anak normal
tetapi mengandung lebih sedikit neuron.
Kimia otak yang paling jelas dijumpai abnormal kadarnya pada anak
dengan autis adalah serotonin 5-hydroxytryptamine (5-HT), yaitu sebagai
neurotransmiter yang bekerja sebagai pengantar sinyal di sel-sel saraf. Anak-anak
penyandang autisme dijumpai 30-50% mempunyai kadar serotonin tinggi dalam
darah. Perkembangan norepinefrine (NE), dopamin (DA), dan 5-HT juga
mengalami gangguan.
7
2.6 Penatalaksanaan
a. Terapi edukasi
Intervensi dalam bentuk pelatihan keterampilan sosial, keterampilan
sehari-hari agar anak menjadi mandiri. Tedapat berbagai metode
penganjaran antara lain metode TEACHC (Treatment and Education of
Autistic and related Communication Handicapped Children) metode
ini merupakan suatu program yang sangat terstruktur yang
mengintegrasikan metode klasikal yang individual, metode pengajaran
yang sistematik terjadwal dan dalam ruang kelas yang ditata khusus.
a. Terapi perilaku
Intervensi terapi perilaku sangat diperlukan pada autisme. Apapun
metodenya sebaiknya harus sesegera mungkin dan seintensif mungkin
yang dilakukan terpadu dengan terapi-terapi lain. Ada beberapa
metode yang digunakan dalam terapi perilaku, yaitu :
1) ABA (Applied Behaviour Analisis) dimana keberhasilannya
sangat tergantung dari usia saat terapi itu dilakukan (terbaik
sekitar usia 2 – 5 tahun). Kurikulum ABA yaitu Kemampuan
memperhatikan, Meniru, Memasangkan, Bahasa reseptif,
Bahasa ekspresif, Ketrampilan bina diri.
2) TEACCH (Treatment and Education of Autistic and related
Communication handicapped Children) mulai dikembangkan
tahun 1972 metode ini menciptakan situasi belajar yang sesuai
dengan kondisi anak autis, kemampuan visual baik, perhatian
mudah teralih, membutuhkan struktur yang jelas. Dalam
8
metode ini orangtua perlu menerapkan juga terapi di rumah, 15
menit - 1 jam setiap harinya.
3) FLOOR TIME yaitu kegiatan interaksi/bermain dengan anak
yang difokuskan pada minat anak dan biasanya dilakukan di
lantai/karpet. Ditekankan pada spontanitas dan suasana yang
menyenangkan. Orangtua/terapis mengikuti pengarahan dari
anak sekaligus menciptakan interaksi dan komunikasi yang
berkesinambungan. Tujuan dari floor time yaitu :
- Mendorong terbentuknya perhatian dan keintiman anak
yang bebas mengeksplorasi dunianya akan lebih tertarik
untuk memperhatikan anda.
- Komunikasi dua arah yaitu mendorong anak untuk
berdialog, menggunakan emosi, wajah dan tubuhnya untuk
mengkomunikasikan keinginan dan tujuan.
- Mendorong ekspresi dan pengguaan perasaan serta ide - ide
: menciptakan permainan make believe dimana anak dapat
mengekspresikan perasaan dan keinginannya.
- Pemikiran logis : membantu anak untuk menghubungkan
ide dan pikiran menjadi pemahaman logis tentang dunia.
b. Terapi wicara
Membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga membantu anak
berbicara yang lebih baik. Intervensi dalam bentuk terapi wicara sangat
perlu dilakukan, mengingat tidak semua individu dengan autisme dapat
berkomunikasi secara verbal. Terapi ini harus diberikan sejak dini dan
dengan intensif dengan terapi-terapi yang lain.
c. Terapi okupasi/fisik
Intervensi ini dilakukan agar individu dengan autisme dapat
melakukan gerakan, memegang, menulis, melakukan kegiatan individu
secara mandiri seperti makan, mandi, berhias, berpakaian, toileting,
menjaga lingkungan sekitar agar tetap sehat, dll.
d. Sensori integrasi
9
Adalah pengorganisasian informasi semua sensori yang ada (gerakan,
sentuhan, penciuman, pengecapan, penglihatan, pendengaran)untuk
menghasilkan respon yang bermakna. Melalui semua indera yang ada
otak menerima informasi mengenai kondisi fisik dan lingkungan
sekitarnya, sehingga diharapkan semua gangguan akan dapat teratasi.
e. AIT (Auditory Integration Training) Pada intervensi autisme, awalnya
ditentukan suara yang mengganggu pendengaran dengan audimeter.
Lalu diikuti dengan seri terapi yang mendengarkan suara-suara yang
direkam, tapi tidak disertai dengan suara yang menyakitkan.
Selanjutnya dilakukan desentisasi terhadap suara-suara yang
menyakitkan tersebut.
f. Intervensi keluarga
Keluarga berperan sangat penting dalam mencapai perkembangan yang
optimal dari seorang anak. Keluaraga berperan penting dalam
memberikan perlindungan, pengasuhan, pendidikan, maupun dorongan
untuk dapat tercapainya perkembangan yang optimal dari seorang
anak, mandiri dan dapat bersosialisai dengan lingkungannya.
10
WOC
11
BAB III
3.1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa, keterlambatan
atau sama sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat, tidak
senang atau menolak dipeluk. Saat bermain bila didekati akan menjauh. Ada
kedekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling,
terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak
mau mainan lainnya. Sebagai anak yang senang kerapian harus menempatkan
barang tertentu pada tempatnya. Menggigit, menjilat atau mencium mainan
atau benda apa saja. Bila mendengar suara keras, menutup telinga. Didapatkan
IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar
5% mempunyai IQ diatas 100.
2) Riwayat kesehatan dahulu (ketika anak dalam kandungan)
a) Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
b) Cidera otak
3) Riwayat kesehatan keluarga
12
c. Status perkembangan anak.
1) Anak kurang merespon orang lain.
2) Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
3) Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
4) Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
5) Keterbatasan kognitif.
d. Pemeriksaan fisik
1) Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
2) Terdapat ekolalia.
3) Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
4) Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
5) Peka terhadap bau.
e. Psikososial
1) Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua.
2) Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem.
3) Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek.
4) Perilaku menstimulasi diri.
5) Pola tidur tidak teratur.
6) Permainan stereotip.
7) Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain.
8) Tantrum yang sering.
9) Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu
pembicaraan.
10) Kemampuan bertutur kata menurun.
11) Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus
f. Neurologis
1) Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus.
2) Refleks mengisap buruk.
3) Tidak mampu menangis ketika lapar
13
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler.
3. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan hambatan perkembangan.
4. Gangguan identitas diri berhubungan dengan tidak terpenuhinya tugas
perkembangan.
14
trauma saat perilaku-perilaku
perilaku
anak memukul- mutilasi diri dan
mutilatif diri
mukul kepala, memberikan rasa
sarung tangan aman
2. Pasien
untuk
memulai
mencegah
interaksi
menarik – narik
antara diri dan
rambut,
perawat
pemberian
apabila merasa
bantal yang
cemas
sesuai untuk
mencegah luka
pada
ekstremitas saat
gerakan-
gerakan histeris
4) Untuk
membentuk
kepercayaan
satu anak
dirawat oleh
satu perawat
5) Tawarkan pada
anak untuk
menemani
selama waktu –
waktu mening-
katnya
kecemasan agar
tidak terjadi
mutilasi
15
2. Gangguan komunikasi verbal 1) Jalin hubungan 1. Interaksi staf
berhubungan dengan gangguan satu – satu dengan pasien
neuromuskuler dengan anak yang konsisten
Tujuan : Anak akan untuk meningkatkan
mendemonstrasikan meningkatkan pembentukan
kepercayaan pada keper-cayaan kepercayaan
seorang pemberi 2) Berikan benda- 2. Benda-benda ini
perawatan yang benda yang memberikan rasa
ditandai dengan sikap dikenal aman dalam
responsive pada (misalnya: waktu-waktu
wajah dan kontak mainan aman bila anak
mata dalam waktu kesukaan, merasa distres
yang ditentukan selimut) untuk 3. Karakteristik-
dengan criteria hasil: memberikan karakteritik ini
rasa aman meningkatkan
o Anak mulai dalam waktu- pembentukan dan
berinteraksi waktu tertentu mempertahankan
dengan diri dan agar anak tidak hubungan saling
orang lain mengalami percaya
o Pasien distress 4. Pasien autisme
menggunakan 3) Sampaikan dapat merasa
kontak mata, sifat sikap yang terncam oleh
responsive pada hangat, suatu rangsangan
wajah dan dukungan, dan yang gencar pada
perilaku-perilaku kebersediaan pasien yang tidak
nonverbal ketika anak terbiasa
lainnya dalam berusaha untuk
5. Kehadiran
berinteraksi memenuhi
seorang yang
dengan orang lain kebutuhan –
telah terbentuk
o Pasien tidak kebutuhan
hubungan saling
menarik diri dari dasarnya untuk
percaya dapat
kontak fisik meningkatkan
memberikan rasa
16
dengan orang lain pembentukan aman
dan
mempertahanka
n hubungan
saling percaya
4) Lakukan
dengan
perlahan-lahan,
jangan
memaksakan
interaksi-
interaksi, mulai
dengan
penguatan yang
positif pada
kontak mata,
perkenalkan
dengan
berangsur-
angsur dengan
sentuhan,
senyuman , dan
pelukan
5) Dengan
kehadiran anda
beri dukungan
pada pasien
yang berusaha
keras untuk
membentuk
hubungan
dengan orang
17
lain
dilingkunganny
a
18
verbal dan non mengatakan pengertian-
verbal dengan bahwa…..?” ) pengertian yang
orang lain 4) Gunakan tersembunyi di
pendekatan dalam pesan.
tatap muka Hati-hati untuk
berhadapan tidak “berbicara
untuk atas nama pasien
menyampaikan tanpa
ekspresi- seinzinnya”
ekspresi 4. Kontak mata
nonverbal yang mengekspresikan
benar dengan minat yang
menggunakan murni terhadap
contoh dan hormat
kepada seseorang
19
pulang dengan kriteria bantu anak kegiatan ini
hasil: dalam dapat
menyebutkan meningkatkan
o Pasien mampu
bagian-bagian kewaspadaan
untuk
tubuhnya anak terhadap
membedakan
4) Tingkatkan diri sebagai
bagian-bagian
kontak fisik sesuatu yang
dari tubuhnya
secara bertahap terpisah dari
dengan bagian-
demi tahap, orang lain
bagian dari tubuh
menggunakan 4. Bila gerak isyarat
orang lain
sentuhan untuk ini dapat
o Pasien
menjelaskan diintepretasikan
menceritakan perbedaan- sebagai suatu
kemampuan perbedaan ancaman oleh
untuk antara pasien pasien
memisahkan diri dengan 5. Dapat
dari perawat. memberikan
lingkungannya Berhati-hati gambaran
dengan dengans tentang bentuk
menghentikan entuhan sampai tubuh dan
ekolalia kepercayaan gambaran diri
(mengulangi anak telah pada anak secara
kata-kata yang di terbentuk tepat.
dengar) dan 5) Tingkatkan
ekopraksia upaya anak
(meniru gerakan- untuk
gerakan yang mempelajari
dilihatnya) bagian-bagian
dari batas-batas
tubuh dengan
menggunakan
cermin dan
20
lukisan serta
gambar-gambar
dari anak
3.4 Implementasi
21
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
Made Ovy Riandewi Griadhi, Nyoman Ratep, Wayan Westa, Diagnosis dan
Penatalaksanaan Autisme, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Dalam :
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/7026/5271/ Diakses pada
03 Maret 2021
23