Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

DENGAN AUTIS

OLEH:

KELOMPOK 3

I PUTU ADITYA MAHARDIKA ( 18C10072)

NI WAYAN ANDAYANI ( 18C10074)

I WAYAN PUTU ARIANA ( 18C10079)

DYAH SASTRA DEVI ( 18C10093)

PUTU KRISNA PRAMUDIA SANTY ( 18C10104)

A.A ISTRI KURNIA DWI CHANDRASWARI ( 18C10105)

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI


DENPASAR

2021

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan
Anak dengan Autis” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak II. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat
diselesaikan sesuai dengan waktunya. Pihak – pihak tersebut Ibu Ns Anak Agung Istri Wulan
Krisnandari D, S.Kep.,M.Kep selaku dosen pengampu mata ajar Keperawatan Anak II.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis sangat menerima dengan senang hati kritik dan saran yang dapat membangun dari
berbagai pihak. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Denpasar, 4 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang..........................................................................................1


1.2. Rumusan Masalah......................................................................................2

1.3. Tujuan

1. Tujuan Umum........................................................................................2

2. Tujuan Khusus.......................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Definisi..........................................................................................................3

2.2. Etiologi.........................................................................................................3

2.3. Manifestasi klinis .........................................................................................4

2.4. Fatofisiologi..................................................................................................6

2.5. Pemeriksaan Diagnostik ..............................................................................7

2.6. Penatalaksanaan ........................................................................................... 7

2.7. WOC........................................................................................................... 11

BAB III ASKEP TEORI

3.1. Pengkajian ..................................................................................................13

3.2. Diagnosa Keperawatan .............................................................................. 13

ii
3.3. Intervensi Keperawatan ..............................................................................14

3.4. Implementasi ..............................................................................................21

3.2. Evaluasi ......................................................................................................21

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan ................................................................................................. 23

4.2 Penutup ........................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Autis merupakan gangguan perkembangan yang mempengaruhi beberapa


aspek bagaimana anak melihat dunia dan bagaimana belajar melalui
pengalamannya. Anak-anak autis biasanya kurang dapat merasakan kontak sosial.
Anak cenderung menyendiri dan menghindari kontak dengan orang. Orang
dianggap sebagai objek (benda) bukan sebagai subjek yang dapat berinteraksi dan
berkomunikasi (Yuwono, 2012). World Health Organization’s Internasional of
Diseases (ICD-10) mendefinisikan bahwa autisme khususnya childhood autism
sebagai adanya keabnormalan atau adanya gangguan perkembangan yang muncul
sebelum usia tiga tahun dengan tipe karakteristik tidak normalnya tiga bidang
yaitu interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang diulang-ulang (YPAC,
2013).

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan anak mengalami autis antara
lain adanya gangguan fungsi sistem saraf, konsumsi makanan yang dapat
menimbulkan pertumbuhan sel di otak, serta adanya faktor genetik. Secara umum,
anak autis dapat diamati mulai dari awal kelahiran. Mulai dari bayi yang selalu
nampak tenang, tidak tertarik dengan mainan apapun, tidak bereaksi terhadap
suara, tidak berminat bersosialisasi, tidak ada kontak mata, tidak fokus, hingga
usianya pra sekolah yang suka berteriak-teriak, suka membeo atau menirukan
suara dan gaya orang lain (Rahayu, 2014).

Menurut Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) (2013) beberapa terapi


yang dapat dilakukan yaitu terapi perilaku, terapi wicara, terapi okupasi, terapi
fisik, terapi bermain dan sebagainya. Terapi bermain ini mengajarkan anak belajar
dengan konsep bermain yang tentunya menyenangkan bagi anak. Terapi bermain
ini menggunakan ruangan khusus agar anak mampu mengekspresikan perasaan

1
dan anak merasa santai. Selain itu model bermain juga harus disesuaikan dengan
kondisi anak (Raharjo, Alfiyanti, & Purnomo, 2014).

1.2 Rumusan masalah


1. Apa definisi dari autis ?
2. Apa etiologi dari autis ?
3. Apa manifestasi klinis dari autis ?
4. Apa fatofisiologi dari autis ?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk autis ?
6. Apa saja penatalaksanaan dari autis ?
7. WOC
1.3 Tujuan Umun
Untuk mengetahui lebih dalam autis pada anak
1.4 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui definisi dari autis.
2. Untuk mengetahui etiologi dari autis.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari autis.
4. Untuk mengetahui fatofisiologi dari autis.
5. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang dari autis.
6. Untuk mengetahui apa saja penatalasanaan dari autis.
7. WOC.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Autisme berasal dari kata autos yang berarti aku. Pada pengertian non
ilmiah kata tersebut dapat ditafsirkan bahwa semua anak yang mengarah pada
dirinya sendiri disebut dengan autisme (Yuwono, 2009). Autisme bukan suatu
gejala penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan gejala) dimana terjadi
penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan kepedulian
terhadap sekitar. Autisme adalah suatu keadaan dimana seseorang anak berbuat
semaunya sendiri baik secara berpikir maupun berprilaku. Keadaan ini terjadi
sejak usia 2-3 tahun tanpa memandang sosial ekonomi mapan maupun kurang,
atau dewasa dan semua etnis (Yatim, 2002).

Autis merupakan gangguan perkembangan yang mempengaruhi beberapa


aspek bagaimana anak melihat dunia dan bagaimana belajar melalui
pengalamannya. Anak-anak autis biasanya kurang dapat merasakan kontak sosial.
Anak cenderung menyendiri dan menghindari kontak dengan orang.

Autisme adalah kumpulan kondisi kelainan perkembangan yang ditandai


dengan kesulitan berinteraksi sosial, masalah komunikasi verbal dan nonverbal,
disertai dengan pengulangan tingkah laku dan ketertarikan yang dangkal dan
obsesif. Autisme merupakan suatu gangguan spektrum, artinya gejala yang
tampak bisa sangat bervariasi. Tidak ada dua anak yang memiliki diagnosis yang
sama yang menunjukkan pola dan variasi perilaku yang sama persis. Autisme
sesungguhnya adalah sekumpulan gejala klinis atau sindrom yang dilatarbelakangi
oleh berbagai faktor yang sangat bervariasi dan berkaitan satu sama lain dan unik
karena tidak sama untuk masing-masing kasus.

2.2 Etiologi

3
Penyebab autisme adalah multifaktorial. Faktor genetik maupun
lingkungan diduga mempunyai peranan yang signifikan. Sebuah studi
mengemukakan bahwa apabila satu keluarga memiliki satu anak autis maka risiko
untuk memiliki anak kedua dengan kelainan yang sama mencapai 5%, risiko yang
lebih besar dibandingkan dengan populasi umum. Di lain pihak, lingkungan
diduga pula berpengaruh karena ditemukan pada orang tua maupun anggota
keluarga lain dari penderita autistik menunjukkan kerusakan ringan dalam
kemampuan sosial dan komunikasi atau mempunyai kebiasaan yang repetitif.
Akan tetapi penyebab secara pasti belum dapat dibuktikan secara empiris.

2.3 Manifestasi klinis

1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal

Meliputi kemampuan berbahasa dan mengalami keterlambatan atau sama


sekali tidak dapat bicara. Menggunakan kata-kata tanpa menghubungkannya
dengan arti yang lazim digunakan. Berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat. Kata-
katanya tidak dapat dimengerti oleh orang lain. Tidak mengerti atau tidak
menggunakan kata-kata dalam konteks yang sesuai. Ekolalia (meniru atau
membeo), meniru kata, kalimat atau lagu tanpa tahu artinya. Bicara monoton
seperti robot.  

2. Gangguan dalam bidang interaksi social

Meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka. Tidak


menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli. Merasa tidak senang atau
menolak dipeluk. Bila menginginkan sesuatu, menarik tangan orang yang
terdekat dan berharap orang tersebut melakukan sesuatu untuknnya. Tidak
berbagi kesenangan dengan orang lain. Saat bermain bila didekati malah
menjauh.

3. Gangguan dalam bermain

4
Diantaranya bermain sangat monoton dan aneh, misalnya menderetkan
sabun menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola pada mobil dan
mengamati dengan seksama dalam jangka waktu lama. Ada kedekatan dengan
benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang dibawa
kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnya.
Tidak menyukai boneka, gelang karet, baterai atau benda lainnya. Tidak
spontan, reflaks dan tidak berimajinasi dalam bermain. Tidak dapat meniru
tindakan temannya dan tidak dapat memulai permainan yang bersifat pura-
pura. Sering memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang berputar
atau angin yang bergerak. Perilaku yang ritualistik sering terjadi, sulit
mengubah rutinitas sehari-hari, misalnya bila bermain harus melakukan urut-
urutan tertentu, bila bepergian harus melalui rute yang sama.

4. Gangguan perilaku

Dilihat dari gejala sering dianggap sebagi anak yang senang kerapian
harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat terlihat
hiperaktif misalnya bila masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia
datangi, ia akan membuka semua pintu, berjalan kesana kemari dan berlari-lari
tentu arah. Mengulang suatu gerakan tertentu (menggerakkan tangannya
seperti burung terbang). Ia juga sering menyakiti dirinya sendiri seperti
memukul kepala di dinding. Dapat menjadi sangat hiperaktif atau sangat pasif
(pendiam), duduk diam bengong denagn tatap mata kosong. Marah tanpa
alasan yang masuk akal. Amat sangat menaruh perhatian pada satu benda, ide,
aktifitas ataupun orang. Tidak dapat menunjukkan akal sehatnya. Dapat sangat
agresif ke orang lain atau dirinya sendiri. Gangguan kognitif tidur, gangguan
makan dan gangguan perilaku lainnya.

5. Gangguan perasaan dan emosi

Dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah


tanpa sebab nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum),
terutama bila tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, bahkan bisa

5
menjadi agresif dan merusak. Tidak dapt berbagi perasaan (empati) dengan
anak lain.  

6. Gangguan dalam persepsi sensori

Meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya (penglihata), pendengaran,


sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat.
Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau benda apa saja. Bila
mendengar suara keras, menutup telinga. Menangis setiap kali dicuci
rambutnya. Merasakan tidak nyaman bila diberi pakaian tertentu. Tidak
menyukai pelukan, bila digendong sering merosot atau melepaskan diri dari
pelukan.

7. Intelegensi

Dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara


fungsional. Kecerdasan sering diukur melalui perkembangan nonverbal,
karena terdapat gangguan bahasa. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70%
penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas
100. Anak autis sulit melakukan tugas yang melibatkan pemikiran simbolis
atau empati. Namun ada yang mempunyai kemampuan yang menonjol di
suatu bidang, misalnya matematika atau kemampuan memori.

2.4 Fatofisiologi

Saat ini telah diketahui bahwa autisme merupakan suatu gangguan


perkembangan, yaitu suatu gangguan terhadap cara otak berkembang. Akibat
perkembangan otak yang salah maka jaringan otak tidak mampu mengatur
pengamatan dan gerakan, belajar dan merasakan serta fungsi-fungsi vital dalam
tubuh.

Penelitian post-mortem menunjukkan adanya abnormalitas di daerah-


daerah yang berbeda pada otak anak-anak dan orang dewasa penyandang autisme
yang berbeda-beda pula. Pada beberapa bagian dijumpai adanya abnormalitas

6
berupa substansia grisea yang walaupun volumenya sama seperti anak normal
tetapi mengandung lebih sedikit neuron.

Kimia otak yang paling jelas dijumpai abnormal kadarnya pada anak
dengan autis adalah serotonin 5-hydroxytryptamine (5-HT), yaitu sebagai
neurotransmiter yang bekerja sebagai pengantar sinyal di sel-sel saraf. Anak-anak
penyandang autisme dijumpai 30-50% mempunyai kadar serotonin tinggi dalam
darah. Perkembangan norepinefrine (NE), dopamin (DA), dan 5-HT juga
mengalami gangguan.

2.5 Pemeriksaan Diagnostik

Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi


bukti dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Ada beberapa instrumen
screening yang saat ini telah berkembang yang dapat digunakan untuk
mendiagnosa autisme:

a. Childhood Autism Rating Scale (CARS) adalah skala peringkat autisme


masa kanak-kanak yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun 1970
yang didasarkan pada pengamatan perilaku. Alat menggunakan skala
hingga 15; anak dievaluasi berdasarkan hubungannya dengan orang,
penggunaan gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan, kemampuan
mendengar dan komunikasi verbal
b. The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT) yaitu berupa daftar
pemeriksaan autisme pada masa balita yang digunakan untuk mendeteksi
anak berumur 18 bulan, dikembangkan oleh Simon Baron Cohen di awal
tahun 1990-an.
c. The Autism Screening Questionare adalah daftar pertanyaan yang terdiri
dari 40 skala item yang digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun untuk
mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial mereka
d. The Screening Test for Autism in Two-Years Old adalah tes screening
autisme bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di
Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak, yaitu; bermain,
imitasi motor dan konsentrasi.

7
2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada autisme harus secara terpadu, meliputi semua


disiplin ilmu yang terkait: tenaga medis (psikiater, dokter anak, neurolog, dokter
rehabilitasi medik) dan non medis (tenaga pendidik, psikolog, ahli terapi
bicara/okupasi/fisik, pekerja sosial). Tujuan terapi adalah membentuk tingkah
laku yang dapat diterima lingkungan dan menghilangkan atau mengurangi tingkah
laku bermasalah.

a. Terapi edukasi
Intervensi dalam bentuk pelatihan keterampilan sosial, keterampilan
sehari-hari agar anak menjadi mandiri. Tedapat berbagai metode
penganjaran antara lain metode TEACHC (Treatment and Education of
Autistic and related Communication Handicapped Children) metode
ini merupakan suatu program yang sangat terstruktur yang
mengintegrasikan metode klasikal yang individual, metode pengajaran
yang sistematik terjadwal dan dalam ruang kelas yang ditata khusus.
a. Terapi perilaku
Intervensi terapi perilaku sangat diperlukan pada autisme. Apapun
metodenya sebaiknya harus sesegera mungkin dan seintensif mungkin
yang dilakukan terpadu dengan terapi-terapi lain. Ada beberapa
metode yang digunakan dalam terapi perilaku, yaitu :
1) ABA (Applied Behaviour Analisis) dimana keberhasilannya
sangat tergantung dari usia saat terapi itu dilakukan (terbaik
sekitar usia 2 – 5 tahun). Kurikulum ABA yaitu Kemampuan
memperhatikan, Meniru, Memasangkan, Bahasa reseptif,
Bahasa ekspresif, Ketrampilan bina diri.
2) TEACCH (Treatment and Education of Autistic and related
Communication handicapped Children) mulai dikembangkan
tahun 1972 metode ini menciptakan situasi belajar yang sesuai
dengan kondisi anak autis, kemampuan visual baik, perhatian
mudah teralih, membutuhkan struktur yang jelas. Dalam

8
metode ini orangtua perlu menerapkan juga terapi di rumah, 15
menit - 1 jam setiap harinya.
3) FLOOR TIME yaitu kegiatan interaksi/bermain dengan anak
yang difokuskan pada minat anak dan biasanya dilakukan di
lantai/karpet. Ditekankan pada spontanitas dan suasana yang
menyenangkan. Orangtua/terapis mengikuti pengarahan dari
anak sekaligus menciptakan interaksi dan komunikasi yang
berkesinambungan. Tujuan dari floor time yaitu :
- Mendorong terbentuknya perhatian dan keintiman anak
yang bebas mengeksplorasi dunianya akan lebih tertarik
untuk memperhatikan anda.
- Komunikasi dua arah yaitu mendorong anak untuk
berdialog, menggunakan emosi, wajah dan tubuhnya untuk
mengkomunikasikan keinginan dan tujuan.
- Mendorong ekspresi dan pengguaan perasaan serta ide - ide
: menciptakan permainan make believe dimana anak dapat
mengekspresikan perasaan dan keinginannya.
- Pemikiran logis : membantu anak untuk menghubungkan
ide dan pikiran menjadi pemahaman logis tentang dunia.
b. Terapi wicara
Membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga membantu anak
berbicara yang lebih baik. Intervensi dalam bentuk terapi wicara sangat
perlu dilakukan, mengingat tidak semua individu dengan autisme dapat
berkomunikasi secara verbal. Terapi ini harus diberikan sejak dini dan
dengan intensif dengan terapi-terapi yang lain.
c. Terapi okupasi/fisik
Intervensi ini dilakukan agar individu dengan autisme dapat
melakukan gerakan, memegang, menulis, melakukan kegiatan individu
secara mandiri seperti makan, mandi, berhias, berpakaian, toileting,
menjaga lingkungan sekitar agar tetap sehat, dll.
d. Sensori integrasi

9
Adalah pengorganisasian informasi semua sensori yang ada (gerakan,
sentuhan, penciuman, pengecapan, penglihatan, pendengaran)untuk
menghasilkan respon yang bermakna. Melalui semua indera yang ada
otak menerima informasi mengenai kondisi fisik dan lingkungan
sekitarnya, sehingga diharapkan semua gangguan akan dapat teratasi.
e. AIT (Auditory Integration Training) Pada intervensi autisme, awalnya
ditentukan suara yang mengganggu pendengaran dengan audimeter.
Lalu diikuti dengan seri terapi yang mendengarkan suara-suara yang
direkam, tapi tidak disertai dengan suara yang menyakitkan.
Selanjutnya dilakukan desentisasi terhadap suara-suara yang
menyakitkan tersebut.
f. Intervensi keluarga
Keluarga berperan sangat penting dalam mencapai perkembangan yang
optimal dari seorang anak. Keluaraga berperan penting dalam
memberikan perlindungan, pengasuhan, pendidikan, maupun dorongan
untuk dapat tercapainya perkembangan yang optimal dari seorang
anak, mandiri dan dapat bersosialisai dengan lingkungannya.

10
WOC

11
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI PADA ANAK AUTIS

3.1. Pengkajian

a. Identitas klien

Meliputi nama anak, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku


bangsa, tanggal, jam masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis medis.

b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa, keterlambatan
atau sama sekali tidak dapat bicara. Berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat, tidak
senang atau menolak dipeluk. Saat bermain bila didekati akan menjauh. Ada
kedekatan dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling,
terus dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak
mau mainan lainnya. Sebagai anak yang senang kerapian harus menempatkan
barang tertentu pada tempatnya. Menggigit, menjilat atau mencium mainan
atau benda apa saja. Bila mendengar suara keras, menutup telinga. Didapatkan
IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar
5% mempunyai IQ diatas 100.
2) Riwayat kesehatan dahulu (ketika anak dalam kandungan)
a) Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
b) Cidera otak
3) Riwayat kesehatan keluarga

Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita


penyakit serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan
atau keturunan. Biasanya pada anak autis ada riwayat penyakit
keturunan.

12
c. Status perkembangan anak.
1) Anak kurang merespon orang lain.
2) Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
3) Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
4) Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
5) Keterbatasan kognitif.
d. Pemeriksaan fisik
1) Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
2) Terdapat ekolalia.
3) Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
4) Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
5) Peka terhadap bau.
e. Psikososial
1) Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua.
2) Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem.
3) Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek.
4) Perilaku menstimulasi diri.
5) Pola tidur tidak teratur.
6) Permainan stereotip.
7) Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain.
8) Tantrum yang sering.
9) Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu
pembicaraan.
10) Kemampuan bertutur kata menurun.
11) Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus
f. Neurologis
1) Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus.
2) Refleks mengisap buruk.
3) Tidak mampu menangis ketika lapar

3.2. Diagnosa Keperawatan


1. Risiko mutilasi diri dibuktikan dengan individu autistik.

13
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler.
3. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan hambatan perkembangan.
4. Gangguan identitas diri berhubungan dengan tidak terpenuhinya tugas
perkembangan.

3.3 Intervensi Keperawatan

No. Diagnosis Keperawatan INTERVENSI RASIONAL


1. Risiko mutilasi diri 1) Jamin 1. Perawat
dibuktikan dengan individu keselamatan bertanggun
autistik anak dengan jawab untuk
memberi rasa menjamin
Tujuan: Pasien akan
aman, keselamatan anak
mendemonstrasik
lingkungan 2. pengkajian
an perilaku-
yang kondusif kemungkinan
perilaku
untuk penyebab dapat
alternative
mencegah memilih cara
(misalnya
perilaku /alternative
memulai interaksi
merusak diri. pemecahan yang
antara diri dengan
2) Kaji dan tepat.
perawat) sebagai
tentukan 3. Untuk menjaga
respons terhadap
penyebab bagian-bagian
kecemasan
perilaku – vital dari cidera
dengan kriteria
perilaku 4. Untuk dapat bisa
hasil:
mutilatif lebih menjalin
sebagai respon hubungan saling
1. Rasa gelisah
terhadap percaya dengan
dipertahankan
kecemasan pasien
pada tingkat
3) Pakaikan helm 5. Dalam upaya
anak merasa
pada anak untuk
tidak
untuk menurunkan
memerlukan
menghindari kebutuhan pada
perilaku-

14
trauma saat perilaku-perilaku
perilaku
anak memukul- mutilasi diri dan
mutilatif diri
mukul kepala, memberikan rasa
sarung tangan aman
2. Pasien
untuk
memulai
mencegah
interaksi
menarik – narik
antara diri dan
rambut,
perawat
pemberian
apabila merasa
bantal yang
cemas
sesuai untuk
mencegah luka
pada
ekstremitas saat
gerakan-
gerakan histeris
4) Untuk
membentuk
kepercayaan
satu anak
dirawat oleh
satu perawat
5) Tawarkan pada
anak untuk
menemani
selama waktu –
waktu mening-
katnya
kecemasan agar
tidak terjadi
mutilasi

15
2. Gangguan komunikasi verbal 1) Jalin hubungan 1. Interaksi staf
berhubungan dengan gangguan satu – satu dengan pasien
neuromuskuler dengan anak yang konsisten
 Tujuan : Anak akan untuk meningkatkan
mendemonstrasikan meningkatkan pembentukan
kepercayaan pada keper-cayaan kepercayaan
seorang pemberi 2) Berikan benda- 2. Benda-benda ini
perawatan yang benda yang memberikan rasa
ditandai dengan sikap dikenal aman dalam
responsive pada (misalnya: waktu-waktu
wajah dan kontak mainan aman bila anak
mata dalam waktu kesukaan, merasa distres
yang ditentukan selimut) untuk 3. Karakteristik-
dengan criteria hasil: memberikan karakteritik ini
rasa aman meningkatkan
o Anak mulai dalam waktu- pembentukan dan
berinteraksi waktu tertentu mempertahankan
dengan diri dan agar anak tidak hubungan saling
orang lain mengalami percaya
o Pasien distress 4. Pasien autisme
menggunakan 3) Sampaikan dapat merasa
kontak mata, sifat sikap yang terncam oleh
responsive pada hangat, suatu rangsangan
wajah dan dukungan, dan yang gencar pada
perilaku-perilaku kebersediaan pasien yang tidak
nonverbal ketika anak terbiasa
lainnya dalam berusaha untuk
5. Kehadiran
berinteraksi memenuhi
seorang yang
dengan orang lain kebutuhan –
telah terbentuk
o Pasien tidak kebutuhan
hubungan saling
menarik diri dari dasarnya untuk
percaya dapat
kontak fisik meningkatkan
memberikan rasa

16
dengan orang lain pembentukan aman
dan
mempertahanka
n hubungan
saling percaya
4) Lakukan
dengan
perlahan-lahan,
jangan
memaksakan
interaksi-
interaksi, mulai
dengan
penguatan yang
positif pada
kontak mata,
perkenalkan
dengan
berangsur-
angsur dengan
sentuhan,
senyuman , dan
pelukan
5) Dengan
kehadiran anda
beri dukungan
pada pasien
yang berusaha
keras untuk
membentuk
hubungan
dengan orang

17
lain
dilingkunganny
a

3. Gangguan interaksi sosial 1) Pertahankan 1. Hal ini


berhubungan dengan hambatan konsistensi memudahkan
perkembangan tugas staf untuk kepercayaan dan
memahami kemampuan
tindakan- untuk memahami
 Tujuan : Anak akan tindakan dan tindakan-
membentuk komunikasi tindakan dan
kepercayaan dengan anak komunikasi
seorang pemberi 2) Antisipasi dan pasien
perawatan ditandai penuhi 2. Pemenuhan
dengan sikap kebutuhan- kebutuhan pasien
responsive dan kontak kebutuhan anak akan dapat
mata dalam waktu sampai mengurangi
yang telah ditentukan kepuasan pola kecemasan anak
dengan kriteria hasil: komunikasi sehingga anak
terbentuk akan dapat mulai
o Pasien mampu
3) Gunakan tehnik menjalin
berkomunikasi
validasi komunikasi
dengan cara yang
konsensual dan dengan orang
dimengerti oleh
klarifikasi lain dengan
orang lain
untuk asertif
o Pesan-pesan
menguraikan 3. Teknik-teknik ini
nonverbal pasien
kode pola digunakan untuk
sesuai dengan
komunikasi memastikan
pengungkapan
( misalnya :” akurasi dari
verbal
Apakah anda pesan yang
o Pasien memulai
bermaksud diterima,
berinteraksi
untuk menjelaskan

18
verbal dan non mengatakan pengertian-
verbal dengan bahwa…..?” ) pengertian yang
orang lain 4) Gunakan tersembunyi di
pendekatan dalam pesan.
tatap muka Hati-hati untuk
berhadapan tidak “berbicara
untuk atas nama pasien
menyampaikan tanpa
ekspresi- seinzinnya”
ekspresi 4. Kontak mata
nonverbal yang mengekspresikan
benar dengan minat yang
menggunakan murni terhadap
contoh dan hormat
kepada seseorang

4. Gangguan identitas diri 1) Fungsi pada 1. Interaksi pasien


berhubungan dengan tidak hubungan satu- staf
terpenuhinya tugas satu dengan meningkatkan
perkembangan. anak pembentukan
2) Membantu data kepercayaan
 Tujuan: Pasien akan anak untuk 2. Kegiatan-
menyebutkan bagian- mengetahui kegiatan ini
bagian tubuh diri hal-hal yang dapat
sendiri dan bagian- terpisah selama meningkatkan
bagian tubuh dari kegiatan- kewaspadaan
pemberi perawatan kegiatan anda terhadap
dalam waktu yang perawatan diri, diri sebagai
ditentukan untuk seperti sesuatu yang
mengenali fisik dan berpakaian dan terpisah dari
emosi diri terpisah makan orang lain
dari orang lain saat 3) Jelaskan dan 3. Kegiatan-

19
pulang dengan kriteria bantu anak kegiatan ini
hasil: dalam dapat
menyebutkan meningkatkan
o Pasien mampu
bagian-bagian kewaspadaan
untuk
tubuhnya anak terhadap
membedakan
4) Tingkatkan diri sebagai
bagian-bagian
kontak fisik sesuatu yang
dari tubuhnya
secara bertahap terpisah dari
dengan bagian-
demi tahap, orang lain
bagian dari tubuh
menggunakan 4. Bila gerak isyarat
orang lain
sentuhan untuk ini dapat
o Pasien
menjelaskan diintepretasikan
menceritakan perbedaan- sebagai suatu
kemampuan perbedaan ancaman oleh
untuk antara pasien pasien
memisahkan diri dengan 5. Dapat
dari perawat. memberikan
lingkungannya Berhati-hati gambaran
dengan dengans tentang bentuk
menghentikan entuhan sampai tubuh dan
ekolalia kepercayaan gambaran diri
(mengulangi anak telah pada anak secara
kata-kata yang di terbentuk tepat.
dengar) dan 5) Tingkatkan
ekopraksia upaya anak
(meniru gerakan- untuk
gerakan yang mempelajari
dilihatnya) bagian-bagian
dari batas-batas
tubuh dengan
menggunakan
cermin dan

20
lukisan serta
gambar-gambar
dari anak

3.4 Implementasi

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2004), implementasi merupakan


tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana keperawatan.Tindakan
keperawatan mencakup tindakan mandiri (independen) dan tindakan
kolaborasi.
Tujuan dari pelaksana adalah membantu klien dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan yang mencakup penimgkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, dan pemulihan kesehatan. Pada tahap ini dilaksanakan tindakan
keperawatan berdasarkan pada rencana keperawatan yang telah dibuat
sesuai teori dan hampir semua terlaksana.
3.4 Evaluasi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2004), evaluasi perkembangan klien
dapat dilihat dari hasilnya.Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana
tujuan perawatan dapat dicapai dan memberikan feedback terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan. Jika hasil evaluasi menunjukan tercapainya
tujuan dan kriteria hasil, pasien bisa keluar dari siklus proses keperawatan.
Jika sebaliknya, pasien akan masuk kembali ke dalam siklus tersebut mulai
dari pengkajian ulang

21
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Autisme adalah kumpulan kondisi kelainan perkembangan yang ditandai


dengan kesulitan berinteraksi sosial, masalah komunikasi verbal dan nonverbal,
disertai dengan pengulangan tingkah laku dan ketertarikan yang dangkal dan
obsesif. Penyebab autisme adalah multifaktorial. Salah satunya disebabkan oleh
faktor genetik maupun lingkungan diduga mempunyai peranan yang signifikan.
Autis yaitu suatu gangguan terhadap cara otak berkembang. Ada beberapa
instrumen screening yang saat ini telah perkembang yang dapat digunakan untuk
mendiagnosa autisme yaitu, Childhood Autism Rating Scale (CARS), The
Checklis for Autism in Toddlers (CHAT), The Autism Screening Questionare,
The Screening Test for Autism in Two-Years Old. Autisme adalah salah satu
kondisi kronik pada anak. Autisme tidak dapat dipulihkan tetapi untuk penangan
bisa dilakukan dengan terapi. Adapun terapi yang dapat dilakuakan yaitu terapi
edukasi, terapi wicara, dan terapi okupasi.

4.2 Saran

Sebagai orang tua maupun perawat hendaknya lebih memperhatikan


kondisi anak dengan autis, karena kondisi tersebut membutuhkan perhatian dan
perawatan lebih.

22
DAFTAR PUSTAKA

Internet. Dalam : file:///C:/Users/cempaka/Downloads/7026-1-11955-1-10-


20131104.pdf . Diakses pada 04 Maret 2021

Internet. Dalam : file:///C:/Users/cempaka/Downloads/1110-3008-1-SM.pdf


Diakses pada 04 Maret 2021

Sacharin, r.m, 1996, Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi 2, EGC, Jakarta.


Dalam :
https://www.academia.edu/9502794/asuhan_keperawatan_autis_pada_anak
Diakses pada 04 Maret 2021

Nugraheni, SA. (2012), Menguak Belantara Autisme, Buletin Psikologi, 20(1-2):


9-17. Dalam :
https://www.academia.edu/37923443/ASKEP_PADA_ANAK_AUTISME
Diakses pada 04 Maret 2021

Made Ovy Riandewi Griadhi, Nyoman Ratep, Wayan Westa, Diagnosis dan
Penatalaksanaan Autisme, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Dalam :
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/7026/5271/ Diakses pada
03 Maret 2021

Internet. Dalam : http://eprints.ums.ac.id/43793/18/BAB%20II%20E.pdf Diakses


pada 04 Maret 2021

23

Anda mungkin juga menyukai